Anda di halaman 1dari 13

BAB III

HUBUNGAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

KERAHASIAAN DATA PRIBADI NASABAH

A. Hubungan Hukum Nasabah Dengan Perbankan Konvensional

Hubungan bank dengan nasabah dapat dibagi menjadi hubungan

yang kontraktual dan hubungan yang non-kontraktual. Hubungan

kontraktual adalah hubungan antara bank dengan nasabah yang dituangkan

dalam bentuk tertulis. Perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk

tertulis terebut dituangkan dalam perjanjian baku. Perjanjian baku atau

perjanjian standar adalah perjanjian yang isinya dibuat oleh salah satu pihak

dan pihak tersebut adalah pihak yang biasanya mempunyai posisi tawar

yang lebih kuat dalam hal ini adalah pihak bank. Pihak lain dalam hal ini

adalah nasabah yang cukup memberikan persetujuannya dengan

menandatangani atau tidak menandatangani perjanjian tersebut. Berlakunya

perjanjian standar di lembaga perbankan dapat dilihat pada perjanjian

pembukaan rekening di bank atau pada perjanjian kredit di bank antara

lembaga perbankan dengan pihak nasabah serta perjanjian-perjanjian lain

antara bank dengan nasabah.

Nasabah memiliki peran penting dalam dunia perbankan karena

merupakan salah satu sumber dana utama. Bank sendiri adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kembali dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya.

55
56

Yang mendasari hubungan antara nasabah penyimpan dana dan perbankan

konvensional adalah karena adanya Asas kepercayaan (Fiduciary Principle)

adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. angka

28 dan Pasal 40 sampai dengan pasal 44A UU No.10/1998. Menurut Pasal 40 UU

No.10/1998, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan

dan simpanannya.

Beda halnya hubungan Nasabah dengan bank syariah, pola Hubungan

dengan Nasabah dengan bank syariah, yakni nasabah adalah mitra kerja yang

memiliki kedudukan setara. Ada pula lembaga khusus yang disebut Dewan

Pengawas Syariah yang memastikan transaksi-transaksi yang terjadi sudah sesuai

dengan prinsip syariat Islam.

Adapun sumber hukum perbankan konvensional tidak jauh bedanya

dengan sumber hukum perbankan syariah, Sumber hukum perbankan

konvensional tertulis yakni:

1. Undang-undang No.7 Tahun 1992 Jo undang-undang No.10 Tahun 1998

Tentang Perbankan.

2. Undang-undang No.23 tahun 1999 JoUndang-undang No.3 Tahun 2004

Tentang Bank indonesia.

3. Undang-undang No.24 Tahun 1999 Tentang Lalu lintas Devisa dan sistem

Nili Tukar.

4. KUHPerdata (B.W) Buku II dan Buku Ke III.


57

Sedangkan sumber hukum perbankan syariah, Sebelum dikeluarkannya

Undang-undang No.21 tahun 2008, perbankan syariah diatur dalam UU No.7

Tahun 1992 sebagai bank dengan sistem bagi hasil tanpa adanya rincian landasan

hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah tersebut adalah prinsip-prinsip

bebas maghrib (maysir, gharar, haram, riba, dan batil), kepercayaan dan kehati-

hatian dalam pengelolaan kegiatan perbankan syariah, dan prinsip-prinsip yang

didasarkan pada akad.

Hubungan antara nasabah dengan perbankan knvensional dapat juga

dilihat dari segi perlindunan hukum yang diberikan kepada nasabah diantaranya,

pertama Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam sistem perbankan

Indonesia, dan kedua Perlindungan hukum oleh bank terhadap nasabah

penyimpan dana.

Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam sistem perbankan Indonesia

dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu :1

1. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank

yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.

Perlindungan ini yang diperoleh melalui:

a. peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,

b. perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan

yang etektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia,

1
Hermansyah. 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana). hal.145
58

c. upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga

pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umumnya,

d. memelihara tingkat kesehatan bank,

e. melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian,

f. cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah, dan

g. menyediakan informasi risiko pada nasabah.

2. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu

perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,

lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang

disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh

melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998

tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum dan dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS).

Perlindungan hukum oleh bank terhadap nasabah penyimpan dana dibagi

dalam 2 macam, yaitu :2

1. Perlindungan hukum secara tidak langsung.

2
Ibid 146
59

Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap

kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum

yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko

kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan kegiatan usaha yang

dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan

yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal

yang dikemukakan berikut ini, yaitu:

a. Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle).

b. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

c. Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi.

d. Merger, konsilidasi, dan akuisisi ban

2. Perlindungan hukum secara langsung

Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan terhadap

kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan yang

diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap

kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan

oleh bank.

Mengenai perlindungan secara langsung ini dapat dikemukakan dalam

2 (dua) hal, yaitu :

1. Hak preferen nasabah penyimpan dana.

Hak preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang

kreditor untuk didahulukan dari kreditor-kreditor yang lain. Dalam

sistem perbankan Indonesia, nasabah penyimpan dana merupakan


60

kreditor yang mempunyai hak preferen, dalam arti bahwa nasabah

penyimpan yang harus didahulukan dalam menerima pembayaran

dari bank yang sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam

memenuhi kewajiban-kewajibannya.

2. Lembaga Asuransi Deposito.

Jaminan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana

sehubungan dengan dihentikannya kegiatan usaha sebuah bank

adalah mutlak diperlukan. Untuk memberikan perlindungan di

kemudian hari bagi kepentingan nasabah-nasabah penyimpan dana

dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama para deposan

yang dananya relatif kecil, maka perlu diciptakan suatu sistem

asuransi deposito.

Hubungan hukum nasabah penyimpan dana atau debitur antara dengan

bank bukanlah berbentuk perjanjian penitipan uang atau pun perjanjian

pemberian kuasa. Bahkan juga tidak dapat dipersamakan dengan perjanjian

pinjam-meminjam uang dengan bunga, karena pihak bank tidak dalam

kedudukan sebagai peminjam uang atau debitur dari nasabah penyimpan dana

demikian pula sebaliknya nasabah penyimpan dana tidak dalam kedudukan

sebagai pemberi pinjaman atau kreditor atau tidak juga tidak dalam kedudukan

sebagai penitip uang pada bank. Atas dasar kepercayaan, nasabah penyimpan

dana menempatkan atau menyerahkan sejumlah uang untuk disimpan di bank.

Selanjutnya simpanan nasabah tersebut merupakan aset bank dan selama itu pula
61

bank memiliki wewenang penuh menggunakan simpanan nasabahnya untuk

keperluannya dalam menjalankan kegiatan usaha perbankan tanpa harus disetujui

terlebih dahulu oleh nasabah penyimpan dananya. Kewajiban utama bank adalah

mengembalikan simpanan nasabahnya sesuai dengan jumlahnya dan ditambah

dengan imbalan tertentu sesuai dengan yang disepakati bersama.

Dengan kata lain hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan

dana bank termasuk dalam perjanjian tidak bernama, oleh karena itu hubungan

hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana tidak dapat dikatakan sebagai

perjanjian penitipan uang, atau perjanjian pemberian kuasa, bahkan tidak dapat

disebut sebagai perjanjian pinjam meminjam uang. Dalam hal ini Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 telah mengkonstruksikan hubungan hukum antara bank

dan nasabah penyimpan dana dengan bentuk perjanjian penyimpanan dana bank

yang memiliki karakteristik tertentu.

Dengan demikian hubungan antara bank dengan nasabah didasarkan pada

hubungan kepercayaan. Hubungan atas dasar kepercayaan ialah nasabah

menyimpan uangnya pada bank didasarkan atas kepercayaan bahwa bank mampu

mengelola sejumlah uang yang disimpan tersebut. Hubungan hukum didasarkan

pada hukum perjanjian. Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi

setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan

produk jasa yang ditawarkan bank. Asas-asas khusus dari hubungan hukum

antara bank dan nasabah ialah: Hubungan Kepercayaan (Fiduciary Relation);


62

Hubungan Kerahasiaan (Confidential Relation), dan Hubungan Kehati-hatian

(Prudential Relation).

B. Perlindungan Hukum Atas Kerahasian Data Pribadi Nasabah

Perlindungan terhadap data pribadi nasabah merupakan salah satu

kewajiban dari pihak perbankan konvensional. Untuk itu dalam

penyelenggaraannya antara bank dengan nasabah memiliki hubungan yang terbagi

dalam bentuk hubungan kontraktual dan hubungan non kontraktual.

Hubungan kontraktual antara bank dan nasabah di dalamnya diatur

mengenai hak dan kewajiban antara bank dengan nasabah serta tata cara

penyelesaian sengketa yang timbul. Seperti halnya dalam kegiatan penghimpunan

dana melalui simpanan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan

dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu yang didasarkan pada

perjanjian penyimpanan dana antara bank dengan nasabah. Menurut Maurit,

berkaitan dengan kewajiban bank diantaranya adalah:3

a. Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang

disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan perundang-undangan

menentukan lain;

b. Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati;

c. Membayar bunga simpanan sesuai perjanjian;

3
Zetria Erma, Mhd. Mahendra M. Sinaga, Olanda Karla Pili. Perlindungan Hukum
Terhadap Pelanggaran Kerahasiaan Data Pribadi Nasabah Yang Dilakukan Oleh Pegawai Bank
Pada Pt. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sme Region 1 Sumatera 1. Dalam Jurnal Jurnal
TEKESNOS Vol 2 No 2, November 2020, hal. 79
63

d. Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu

melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga;

e. Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas

L/C, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi;

f. Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan

dananya di bank; dan

g. Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.

Dasar hubungan hukum antara bank dengan nasabah dalam kegiatan

penghimpunan dana melalui jasa penyimpanan bersumber dari perjanjian

penyimpanan dana. Terhadap identitas pribadi nasabah tersebut pelaku usaha jasa

keuangan dalam hal ini adalah bank, dilarang dengan cara apapun, memberikan

data dan/atau informasi pribadi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga.

Ketentuan demikian adalah derivasi dari rahasia bank sebagaimana di atur dalam

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dinyatakan bahwa

bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal berikut :

Bunyi Pasal 40 ayat (1) berbunyi: (1) Bank wajib merahasiakan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,

dan Pasal 44A.


64

Inilah mengapa bank wajib merahasiakan identitas nasabah penyimpan

dan simpanannya, ini karena merupakan kewajiban bank untuk merahasiakan data

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya menunjukkan bahwa Undang-

Undang Perbankan memberikan perlindungan kepada nasabah berdasarkan prinsip

kerahasiaan, karena itulah perlindungan yang diberikan kepada nasabah

penyimpan memiliki sifat kerahasiaan.

Bank wajib menjaga rahasia nasabah bank, karena banyak hal yang wajib

dirahasiakan, karena sejalan dengan teori rahasia bank yang bersifat mutlak, yaitu

bank wajib menyimpan rahasia nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan

usahanya dalam keadaan apapun. Semua keterangan mengenai nasabah dan

keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan

pembatasan dengan alasan apapun dan oleh siapapun.

Perbankan konvensional dapat membuka rahasia nasabah atau dapat

dikatakann rahasia bank bisa dianggap gugur, bilamana Untuk kepentingan

perpajakan dan lainnya. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri

Keuangan berwenang mengelurakan perintah tertulis kepada bank agar

memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tentang keuangan

nasabah penyimpanannya tertentu kepada pejabat pajak. Selain itu atas perintah

pengadilan, yang mana diperlukan untuk membuktikan kebenaran dalam suatu

perkara demi terwujudnya tujuan hukum.

Perbankan konvensional dapat membuka rahasia nasabah atau dapat

dikatakan rahasia bank bisa dianggap gugur, bilamana Untuk kepentingan

sebagai berikut:
65

1. Untuk Kepentingan Perpajakan Rahasia bank dapat dibuka apabila

menyangkut kepentingan perpajakan. Dalam Pasal 41 ayat (2)

UndangUndang perbankan disebutkan bahwa rahasia bank dapat dibuka

melalui perintah tertulis dari Bank Indonesia atas permintaan Menteri.

2. Untuk Penyelesaian Piutang Bank Ketentuan ini diatur dalam Pasal 41 A

Undang-Undang Perbankan. Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan

izin kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan

Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai

simpanan nasabah debitur.

3. Untuk Kepentingan Peradilan Pidana atau Peradilan Perdata Pimpinan

Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim

untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka

atau terdakwa pada bank, yang didahului atas permintaan tertulis dari

Kepala Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua

Mahkamah Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang

Perbankan. Sedangkan untuk kepentingan peradilan perdata diatur dalam

Pasal 43 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa, dalam

perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang

bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan

keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain

yang relevan dengan perkara tersebut.

4. Keperluan Tukar Menukar Informasi antar Bank Ketentuan ini diatur

dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Perbankan. Penjelasan Pasal


66

tersebut menyatakan bahwa tukar menukar informasi antar bank

dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank

antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan

status dari bank yang lain.

5. Atas Permintaan Persetujuan, atau Kuasa dari Nasabah Penyimpan atau

Ahli Waris.

6. Untuk keperluan diperadilan dalam perkara pembagian harta warisan dan

peceraian.

Hal tersebut tidak terlepas dari prinsip kerahasiaan bank bermula timbul

dari tujuan untuk melindungi kepentingan nasabah bank agar terlindungi

kerahasiaan yang menyangkut keadaan keuangannya dan data pribadi nasabah,

namun karena kepentingan yang mendesak, oleh undang-undang dapat

dikemukakan secara terbuka.

Demikian halnya perlindungan hukum atas kerahasian data pribadi

nasabah pada suatu bank konvensional dapat kita lihat sebagaimana menurut R.

La Porta, bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki

dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).

Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi

penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga

penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya.

Perlindungan terhadap data pribadi nasabah merupakan salah satu

kewajiban dari pihak bank. Untuk itu dalam penyelenggaraannya antara bank
67

dengan nasabah memiliki hubungan yang terbagi dalam bentuk hubungan

kontraktual dan hubungan non kontraktual. Hubungan kontraktual antara bank dan

nasabah di dalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban antara bank dengan

nasabah serta tata cara penyelesaian sengketa yang timbul. Seperti halnya dalam

kegiatan penghimpunan dana melalui simpanan dalam bentuk giro, deposito,

sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan

itu yang didasarkan pada perjanjian penyimpanan dana antara bank dengan

nasabah.

Anda mungkin juga menyukai