PENDAHULUAN
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dari kegiatan menghimpun dana dan menyalurkannya berupa kredit serta penempatan
dan penanamannya, maka lembaga perbankan dapat dikatakan sebagai lembaga
perantara keuangan atau financial intermediaris. Dalam perannya sebagai lembaga
perantara, maka bank tidak memproduksi barang atau jasa selain jasa bank. Proses
transmisi yang dilakukan oleh bank dalam memperlancar peran bank sebagai
perantara, terlibat dalam hal pemberian fasilitas kemudahan aliran dana dari
penyimpan dana di bank dan kemudahan aliran dana.2 Dilihat dari segi hukum
1
I Wayan Sudirman, Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar, BP, Denpasar, 2000, h. 16
2
Ibid, h. 11-12.
1
perjanjian, kegiatan bank dalam pinjam dan meminjam dana (uang) diatur dalam
ketentuan Bab XIII KUHPerdata Pasal 1754 yang menentukan:
Berdasarkan isi dari ketentuan pasal di atas, terlihat bahwa perbuatan pinjam-
meminjam merupakan suatu perjanjian dan intinya berupa persetujuan pihak-pihak
yang terlibat. Dalam hal ini para pihak tersebut harus tunduk dan mematuhi segala
ketentuan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut.
Demikian pula hubungan antara bank dengan nasabah-nasabahnya telah terjalin suatu
hubungan kontrak (perjanjian), yang mana pihak bank akan menyimpan dana
masyarakat dengan sebaik-baiknya dan pihak masyarakat atau nasabah penyimpan
dana pada saat yang telah dijanjikan dapat menarik kembali simpanannya pada bank.
Seperti diketahui sumber dana bank yang merupakan usaha bank dalam menghimpun
dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan baik simpanan giro, tabungan,
maupun deposito dari nasabah penyimpan, sumber dana tersebut juga dapat
bersumber dari bank itu sendiri dan dari lembaga lainnya.3 Dalam hal ini pihak
nasabah penyimpan bertindak sebagai kreditur (penyedia dana) yang memberikan
sumber atau pinjaman dana terhadap bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank
jika mampu membiayai operasinya dari sumber pinjaman dana ini. Landasan utama
hubungan antara bank dengan nasabah/masyarakat adalah ”kepercayaan”. Tanpa
adanya kepercayaan masyarakat kepada bank, tidak mungkin timbul hubungan
hukum formal yang terwujud dalam suatu perjanjian yang dibuat antara bank dengan
masyarakat (nasabah). Masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank tersebut
didasarkan pada asumsi dan penilaian bahwa bank yang mereka pilih memang layak
Kasmir, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004 (Selanjutnya disebut Kasmir
I), h. 45-46.
2
untuk mengelola dananya. Penilaian masyarakat terhadap bank dapat bervariasi,
sesuai tingkat pendidikan dan pengetahuannya masing-masing. Sekalipun demikian,
secara umum, penilaian masyarakat terhadap bank didasarkan pada informasi-
informasi yang diterima oleh nasabah/masyarakat.4
Simpanan masyarakat di bank antara lain berupa giro, tabungan, deposito, sertifikat
deposito (negotiable certificate deposit), save deposit box, simpanan pada kustodi,
traveler’s cheque, kecuali TC blangko, dan lain-lain dengan berbagai variasi dari
masing-masing produk tersebut. Ketika seorang nasabah dari bank tersebut
meninggal dunia, pada saat itu maka seluruh harta simpanannya di bank akan teralih
pada ahli waris. Pada saat nasabah tersebut meninggal dunia maka bank memiliki
kewajiban terhadap harta peninggalan nasabah yang berupa simpanan. Bank dibagi
menjadi dua, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Kebijakan masing-
masing jenis bank mengenai nasabah yang meninggal dunia tentunya berbeda. Maka
dari itu, penulis ingin mengetahui perbedaan kebijakan dan implementasi kewajiban
bank terhadap simpanan nasabah yang meninggal dunia pada kedua jenis bank
tersebut.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004 (selanjutnya disebut Kasmir II), hal. 24.
3
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:
1.2.2 Bagaimana implementasi kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal
nasabah penyimpan meninggal dunia?
b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban bank serta hak dan kewajiban nasabah
dalam hal simpan-pinjam.
1.4.1 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan
persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.
4
1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui kewajiban bank terhadap simpanan nasabah
dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia.
1.4.3 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan
persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Simpanan
Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (5) Tahun Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa:
Nasabah dapat mengambil dananya setiap saat, kecuali deposito yang terdapat jangka
waktu pengambilannya. Simpanan masyarakat seperti yang dijelaskan oleh pasal
tersebut, jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tentang
Perjanjian Pinjam-meminjam menunjukkan bahwa simpanan merupakan pinjaman
bagi bank yang berasal dari masyarakat penabung atau deposan (nasabah penyimpan).
Dalam praktek pinjam-meminjam dana (uang) oleh bank dari masyarakat penabung
atau deposan (nasabah penyimpan), bukti yang dipergunakan untuk membuktikan
adanya pinjaman tersebut adalah surat atau warkah yang dikeluarkan oleh pihak bank
yang lazim disebut buku tabungan.
2.2 Warisan
Warisan ini timbul jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta
peninggalan (warisan). Dengan kata lain, saat seseorang meninggal dunia, maka pada
saat itu juga, demi hukum terjadi pengalihan seluruh hak dari seseorang yang telah
meninggal dunia tersebut kepada seluruh ahli waris.6 Adapun yang dinamakan
mewaris adalah: menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal, adapun
6
Try Widiyono, loc. cit.
6
yang digantikan itu adalah hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan,
artinya: hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.7
Dalam hukum waris berlaku suatu asas begitu seseorang meninggal, maka pada detik
itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada warisnya, sehingga tidak ada satu
detikpun kekosongan. Asas itu dinamakan ”saisin” dan ditegaskan pula dalam Pasal
833 KUH Perdata (BW) yang berbunyi: ”Sekalian ahli waris dengan sendirinya demi
hukum memperoleh hak milik atas semua barang, termasuk hak dan semua piutang
dari si meninggal”.8
Unsur-unsur mutlak yang harus dipenuhi untuk layak disebut pewaris adalah orang
yang telah meninggal dunia dan mewariskan warisan.9 Sehingga apabila ada
seseorang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan sedikitpun harta benda
maka orang tersebut tidak dapat disebut sebagai pewaris.
7
R. Subekti, Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris, PT. Intermasa, Cetakan 4,
Jakarta, 2004, hal. 21
8
Ibid, hal. 22
9
Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, PT. Raja Grafindo
Persada, Cetakan 3, Jakarta, hal. 6.
7
BAB III
METODE PENDEKATAN
Pendekatan masalah yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis yaitu dengan melihat dari segi-segi hukum atau aspek-
aspek hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan
empiris yaitu pendekatan masalah dengan melakukan penelitian di lapangan.10
b. kebijakan bank
Penelitian akan dilakukan di dua tempat, yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat, di mana dipertimbangkan kemungkinan kemudahan pengambilan data.
10
Soerjoo Soekanto, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Indhil-Co, Jkarta, 1990, hal.
106.
8
pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel penelitian akan dilakukan di 2
(dua) tempat dengan metode pemilihan sampel adalah secara purposif, antara lain
pada BRI Unit A.Yani sebagai sampel Bank Umum dan BPR Cahaya Binawerdi
sebagai sampel Bank Perkreditan Rakyat.
Teknik mengumpulkan data yang diperoleh melalui wawancara tatap muka antara
penulis dengan informan.12
Data yang terkumpul akan dikaji dan dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara
deskriptif analisis, yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan cara
menyusun secara sistematis sehingga diperolah suatu kesimpulan terhadap
permasalahan penelitian.13
11
Setya Yuwana Sudikan, Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu, Semarang, 1989, h.39.
12
Ibid, h.37.
13
Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal. 25.
9
BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM
Penelitian dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Unit A.Yani, Denpasar
dan PT. BPR Cahaya Binawerdi, Tuban-Badung, dimana penelitian dilakukan selama
2 bulan, mulai pertengahan Maret 2008 hingga Mei 2008.
10
Binawerdi
5 Pengambilan berkas
penelitian dari Bank BPR v
Cahaya Binawerdi
6 Persetujuan penelitian dari
v
pihak Bank BRI
7 Melakukan wawancara
v
pada pihak Bank BRI
8 Pengambilan berkas
penelitian dari Bank BPR v
Cahaya Binawerdi
Pengolahan Data v
Analisa Data v
Penyusunan Laporan v
Instrumen yang digunakan untuk penelitian adalah daftar pertanyaan yang sesuai
dengan tujuan penelitian.
11
BAB V
PEMBAHASAN
12
berlaku. Pencairan cek dan bilyet giro demikian lebih baik jika mendapat persetujuan
dari ahli waris. Apabila diketahui bahwa terdapat sengketa antara pewaris dan harta
peninggalan pewaris yang ada di bank belum diambil, maka pengambilan harta
peninggalan pewaris tersebut menunggu diselesaikannya sengketa tersebut.
Hal lain yang mungkin timbul setelah harta peninggalan tersebut setelah harta
peninggalan tersebut diambil oleh ahli waris berdasarkan persyaratan yang telah
diuraikan di atas adalah jika ternyata terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa
dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan
tersebut. Sekalipun permasalahan ini di luar kewenangan bank, tetapi bank tetap akan
terlibat dengan persoalan ini. Untuk meminimalisasi risiko hukum terhadap bank,
maka pada saat ahli waris yang sah mengambil harta peninggalan yang ada pada
bank, maka yang bersangkutan harus menandatangani surat pernyataan yang
menyataan, antara lain bahwa bank dibebaskan dari seluruh tanggung jawab apabila
pengambilan harta peninggalan tersebut mengakibatkan adanya gugatan oleh pihak
lain. Seluruh gugatan dan hal-hal lain sebagai akibat dari pengambilan harta
peninggalan merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pengambil harta tersebut.
Berdasarkan wawancara yang kami peroleh dari BRI Unit A. Yani dan BPR Cahaya
Binawerdi, sampai saat ini belum pernah terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa
dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan dan
mengajukan gugatan.
Ni Made Widiari, Kasi Dana BPR Cahaya Binawerdi memberikan penjelasan sebagai
berikut:
bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang
timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena pada
saat aplikasi pembukaan rekening diajukan nasabah telah menunjuk satu orang ahli
waris beserta nomor identitasnya”
13
Kemudian, Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri BRI Unit A. Yani, juga
menjelaskan hal yang serupa sebagai berikut:
bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang
timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena untuk
dapat diambilnya simpanan oleh ahli waris yang ditunjuk telah disahkan oleh
penjabat yang berwenang (Kelurahan, Notaris / Pengadilan Negeri)
Salah satu referensi sebagai dasar hukum untuk pengambilan simpanan nasabah pada
bank adalah Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dari
Mahkamah Agung 1994 jo Surat Mahkamah Agung RI No. KMA/1036/X/1994/
sekalipun berlakunya ketentuan tersebut masih dapat diperdebatkan, status hukum
dari buku tersebut berkaitan dengan kekuatan hukum publik, namun terdapat pihak
yang menginterpretasikan kekuatan publik terletak pada surat Mahkamah Agung
yang menegaskan bahwa agar bank dapat mempedomani ketentuan tersebut dalam
pengambilan simpanan nasabahnya pada bank yang bersangkutan.14
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengambilan rekening pada bank adalah surat
keterangan yang dibuat oleh ahli waris sendiri dan tanda tangannya disahkan oleh
notaris atau pejabat lain yang disebut dalam pasal 1 Staatblad 1916 No. 46, antara
lain dari ketua pengadilan negeri atau hakim yang ditunjuk atau akta yang dibuat oleh
notaris, khusus bagi golongan Timur Asing Tionghoa, sesuai Staatblad 1917 No. 129
berlaku di seluruh RI sejak tanggal 1 September 1925.15
Dalam kenyataan di masyarakat terdapat dokumen lain sebagai bukti ahli waris yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. Dokumen-dokumen ini juga merupakan
dokumen penting sebagai bukti dari ahli waris yang sah. Sehubungan dengan adanya
dokumen-dokumen tersebut, maka untuk penanganan warisan yang ada pada bank
14
Ibid, h.143.
15
Ibid.
14
(khusus nasabah penyimpan), bukti ahli waris dapat dipilih salah satu. Dokumen
tersebut tentunya masih dilengkapi dengan berbagai dokumen lain sebagai
pendukung, misalnya akta kematian pewaris, hubungan hukum dengan pewaris,
apakah menerima warisan berdasarkan undang-undang (ab intestato) atau
berdasarkan wasiat (testamentair).
Pewarisan terhadap harta peninggalan Pewaris dapat diperoleh dengan dua cara yaitu
berdasarkan Undang-Undang dan berdasarkan wasiat, yakni:
c. golongan ketiga : kakek, nenek, atau keluarga sedarah dalam garis lurus
keatas lainnnya
Golongan ahli waris yang lebih dekat akan menutup ahli waris dari golongan
yang lebih jauh dan jika semua golongan tidak ada maka harta peninggalan jatuh
ke Negara. Disamping penggolongan berdasrkan KUHPerdata dalam praktik
hukum waris di Indonesia dikenal juga penggolongan ahli waris berdasarkan
hukum agama Islam dan hukum adat.
15
2. Pewarisan secara testamentair atau ahli waris yang menerima harta peninggalan
pewaris karena adanya penunjukan dalam surat wasiat. Secara umum ada empat
cara pembuatan surat wasiat yaitu:
harus ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh pewaris dan disimpan di
kantor notaris;
16
- orang yang jiwanya terancam karena sakit mendadak, pemberontakan
atau bencana alam dapat membuat wasiat di hadapan seorang pegawai
negeri dihadiri 2 orang saksi.
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri
BRI Unit A. Yani, “Kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan
harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah menjelaskan kepada ahli
waris aturan dan syarat-syarat yang harus dilengkapi untuk pengambilan harta
peninggalan berupa simpanan”. (Hasil wawancara Selasa, 6 Mei 2008)
17
simpanan atas nama nasabah yang telah meninggal dunia, maka beberapa dokumen
yang perlu dipenuhi oleh ahli warisnya adalah sebagai berikut:
b. Asli surat keterangan ahli waris, yaitu akta di bawah tangan yang dibuat atas
nama para ahli waris, diketahui Kepala Desa/Lurah dan Camat serta dapat
disahkan oleh Notaris/ Pengadilan Negeri.
c. Copy kartu keluarga dan bukti identitas diri, serta surat nikah (khusus untuk
nasabah yang telah menikah). Hal ini dimaksudkan untuk meneliti dan meyakini
bahwa ahli waris tersebut adalah benar-benar ahli waris yang sah (misalnya:
isteri/suami dan anak yang sah, dan sebagainya).
e. Apabila ahli waris lebih dari satu dan tidak semua ahli waris dapat hadir untuk
mencairkan/mengambil simpanan yang bersangkutan di BRI Unit, maka
diharuskan membuat Surat Kuasa Khusus (asli) diatas materai Rp. 2.000,-, yang
mengusakan haknya kepada salah seorang ahli waris yang dapat hadir, khusus
untuk mengurus pencairan simpanan di BRI Unit.
Berdasarkan Buku I Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia,
diatur ketentuan pencairan rekening ahli waris, dalam hal pemilik rekening meninggal
dunia maka sekalian ahli warisnya yang sah menggantikan segala hak dan
kewajibannya selaku pemilik rekening. Untuk melayani permintaan ahli waris yang
berkepentingan terhadap rekening peninggalan pewaris bank perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
18
1. Pewaris yang tidak meninggalkan surat wasiat
Format surat keterangan ahli waris tersebut agar mengacu pada ketentuan SE
NOSE S.39-DIR/RTL/DJS/07/99 jo SE NOSE:S.1-DIR/RTL/DJS/01/2000
tentang surat keterangan ahli waris beserta perubahannya di kemudian hari (surat
edaran terlampir).
b. untuk ahli waris yang berjumlah lebih dari satu orang, perbuatan
hukum yang berkaitan rekening peninggalan harus dilakukan oleh seluruh ahli
waris atau kuasanya yang sah. Dalam hal para ahli waris telah membuat
kesepakatan yang dituangkan dalam akta pembagian harta peninggalan maka ahli
waris yang ditunjuk mendapatkan rekening peninggalan sebagai bagiannya
berwenang untuk bertindak sendiri tanpa bantuan ahli waris lainnya.
Dalam hal pemilik rekening (pewaris) meninggalkan surat wasiat yang di dalamnya
berisikan hibah wasiat (legaat) atas rekening miliknya kepada orang tertentu
19
(legataris) maka orang yang ditunjuk tersebut secara hukum berhak menuntut
penyerahan terhadap apa yang diberikan kepadanya dalam wasiat tersebut.
a. pencairan rekening tetap dilakukan melalui perantaran ahli waris yang sah
dari pemilik rekening untuk kemudian diserahkan oleh ahli waris yang
bersangkutan kepada penerima hibah wasiat (legataris) sesuai ketentuan pasal 959
Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
b. apabila dalam surat wasiat atau dalam akta lainnya yang dibuat khusus
terdapat penunjukan pelaksana wasiat (executeur testamentair) maka hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan hibah wasiat termasuk pencairan rekening dapat
dilakukan oleh pelaksana wasiat.
Dalam hal sesorang meninggal dunia tanpa meninggalkan satupun ahli waris atau
apabila semua ahli waris menolak warisan maka harta peninggalannya dianggap harta
tidak terurus. Dalam hal suatu rekening telah menjadi peninggalan tidak terurus maka
pengurusan dan penyelesaiannya demi hukum dilakukan oleh balai harta peninggalan
(BHP).
20
- mengurus dan membereskan harta itu;
- memanggil orang yang berkepentingan dalam surat kabar atau dengan cara
yang tepat sesuai tujuannya;
Pada BPR Cahaya Binawerdi tidak terdapat Surat Keputusan Bank yang mengatur
tentang nasabah penyimpan meninggal dunia. Ibu Ni Made Widari, SE, Kasi Dana
BPR Cahaya Binawerdi, memberikan keterangan sebagai berikut:
Dalam praktek pelayanan jasa perbankan, bank dituntut untuk memberikan pelayanan
secara cepat, praktis dan efisien. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembuatan syarat
dan ketentuan penggunaan produk yang telah disiapkan/dibuat secara sepihak oleh
bank dalam formulir standar (standard contract). Dengan dilengkapinya form
aplikasi tersebut bank dapat dengan mudah mengetahui siapa ahli waris yang berhak
untuk mengambil harta peninggalan atau simpanan nasabah yang disimpan pada bank
apabila dikemudian hari diketahui nasabah penyimpan tersebut meninggal dunia.
21
5.2 Implementasi Kewajiban Bank Terhadap Simpanan Nasabah dalam Hal
Nasabah Penyimpan Meninggal Dunia
Simpanan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank dan nasabah yang tunduk
dan diatur oleh hukum perdata (KUHPerdata). Dengan adanya perbuatan hukum
tersebut, akan melahirkan status personal bagi bank di satu sisi dan nasabah
penyimpan di sisi lain. Status tersebut adalah debitur bagi bank, karena bank sebagai
pihak peminjam dana atau uang. Sedangkan bagi nasabah penyimpan disebut
kreditur, karena mereka berhak atas prestasi berupa pembayaran atau pelunasan
pinjaman dana dalam bentuk simpanan dan disertai dengan imbalan berupa bunga
simpanan.
Pada saat seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu juga segala hak dan
kewajibannya beralih kepada ahli warisnya, sehingga apabila seseorang dapat
membuktikan bahwa dirinya adalah ahli waris yang sah maka ia berhak untuk
menuntut pembayaran simpanan pewaris kepada dirinya.
Akibat meninggalnya seseorang, maka terdapat hal-hal yang berkaitan dengan hukum
yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Surat kuasa yang diterbitkan oleh pewaris kepada bank semasa hidupnya,
termasuk standing instruction, baik yang dibuat secara nota riil maupun di bawah
tangan menjadi berakhir demi hukum, sesuai ketentuan pasal 1813 KUHPerdata,
kecuali surat kuasa yang secara tegas mengenyampingkan pasal tersebut sehingga
surat kuasa demikian masih tetap berlaku sesuai isinya.
22
b. Hak untuk keuntungan rekening pewaris tetap dibukukan dan merupakan
bagian dari harta peninggalan. Jika pewaris mempunyai kewajiban kepada bank,
maka pada saat bank memutuskan membayar harta peninggalan yang dimaksud,
kewajiban pewaris yang bersangkutan wajib diperhitungkan/diselesaikan terlebih
dahulu.
d. Ahli waris yang tidak cakap hukum harus diwakili oleh wali atau kuratornya,
dengan penjelasan:
- Wali anak yang belum dewasa secara otomatis walinya adalah orang
tua yang hidup terlama (masih hidup). Jika kedua orang tuanya telah
meninggal dunia, maka wali anak tersebut harus dimintakan penetapan wali
pada pengadilan negeri.
- Kurator adalah wakil dari orang dewasa tidak cakap hukum, yang
penunjukannya berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.
Dalam praktek perbankan, pada BRI dan BPR Cahaya Binawerdi, kewajiban bank
terhadap simpanan nasabah dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia, bank
wajib menghubungi ahli waris yang bersangkutan serta mengembalikan simpanan
nasabah kepada ahli warisnya baik yang sudah maupun yang belum jatuh tempo.
16
Try Widiyono, op.cit., h.145.
23
Lembaga perbankan tidak boleh ikut campur dalam pembagian dan pemisahan harta
peninggalan. Bank hanya wajib memberikan harta peninggalan pewaris yang ada
pada bank dalam bentuk simpanan kepada ahli waris yang sah. Oleh karena itu,
seyogianya bank menolak jika nasabah menunjuk seseorang/pihak tertentu sebagai
ahli waris dari rekening yang disimpan pada bank karena bank bukanlah lembaga
yang berwenang menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan. Apabila bank
menerima surat wasiat yang dibuat oleh penyimpan/nasabahnya, maka bank berarti
telah ikut campur dalam sistem pewarisan.17 Namun dalam praktek perbankan pada
BPR Cahaya Binawerdi, dalam hal pembukaan rekening nasabah diwajibkan untuk
menunjuk pihak tertentu sebagai ahli waris sehingga dapat dikatakan bahwa BPR
Cahaya Binawerdi dianggap telah ikut campur dalam sistem pewarisan.
Bagi bank yang terpenting dan utama sekaligus sebagai salah satu permasalahan
adalah apa bukti yang sah dari pihak ahli waris yang dapat dijadikan bukti dan diakui
kebenarannya bahwa seseorang adalah ahli waris yang sah sehingga berhak menerima
simpanan dana pewaris yang meninggal dunia oleh karena itu bank menetapkan suatu
kebijakan terkait pencairan simpanan nasabah yang meninggal dunia.
17
Ibid, h.141-142.
24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
25
aplikasi pembukaan rekening karena bank bukanlah lembaga yang berwenang
menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan.
2. Masyarakat sebaiknya mengetahui hak dan kewajiban dalam
mengadakan hubungan hukum formal dalam pembukaan rekening dengan bank,
serta lebih berhati-hati dalam mempercayakan dana simpanannya pada bank.
26
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Subekti, R. 2004. Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris. Jakarta:
PT. Intermasa.
27
Yuwana Sudikan, Setya. 1989. Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah. Semarang:
Aneka Ilmu.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
28
LAMPIRAN
29