Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang


No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Melalui Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Aliran atau peredaran uang dalam perekonomian didominasi oleh lembaga


perbankan. Disamping bank sebagai perantara keuangan, bank juga sebagai penyedia
dana karena tugasnya sebagai penghimpun dana masyarakat yang kemudian
dikeluarkan oleh kredit.1

Dari kegiatan menghimpun dana dan menyalurkannya berupa kredit serta penempatan
dan penanamannya, maka lembaga perbankan dapat dikatakan sebagai lembaga
perantara keuangan atau financial intermediaris. Dalam perannya sebagai lembaga
perantara, maka bank tidak memproduksi barang atau jasa selain jasa bank. Proses
transmisi yang dilakukan oleh bank dalam memperlancar peran bank sebagai
perantara, terlibat dalam hal pemberian fasilitas kemudahan aliran dana dari
penyimpan dana di bank dan kemudahan aliran dana.2 Dilihat dari segi hukum

1
I Wayan Sudirman, Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar, BP, Denpasar, 2000, h. 16
2
Ibid, h. 11-12.

1
perjanjian, kegiatan bank dalam pinjam dan meminjam dana (uang) diatur dalam
ketentuan Bab XIII KUHPerdata Pasal 1754 yang menentukan:

Perjanjian pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu


memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Berdasarkan isi dari ketentuan pasal di atas, terlihat bahwa perbuatan pinjam-
meminjam merupakan suatu perjanjian dan intinya berupa persetujuan pihak-pihak
yang terlibat. Dalam hal ini para pihak tersebut harus tunduk dan mematuhi segala
ketentuan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut.
Demikian pula hubungan antara bank dengan nasabah-nasabahnya telah terjalin suatu
hubungan kontrak (perjanjian), yang mana pihak bank akan menyimpan dana
masyarakat dengan sebaik-baiknya dan pihak masyarakat atau nasabah penyimpan
dana pada saat yang telah dijanjikan dapat menarik kembali simpanannya pada bank.

Seperti diketahui sumber dana bank yang merupakan usaha bank dalam menghimpun
dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan baik simpanan giro, tabungan,
maupun deposito dari nasabah penyimpan, sumber dana tersebut juga dapat
bersumber dari bank itu sendiri dan dari lembaga lainnya.3 Dalam hal ini pihak
nasabah penyimpan bertindak sebagai kreditur (penyedia dana) yang memberikan
sumber atau pinjaman dana terhadap bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank
jika mampu membiayai operasinya dari sumber pinjaman dana ini. Landasan utama
hubungan antara bank dengan nasabah/masyarakat adalah ”kepercayaan”. Tanpa
adanya kepercayaan masyarakat kepada bank, tidak mungkin timbul hubungan
hukum formal yang terwujud dalam suatu perjanjian yang dibuat antara bank dengan
masyarakat (nasabah). Masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank tersebut
didasarkan pada asumsi dan penilaian bahwa bank yang mereka pilih memang layak

Kasmir, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004 (Selanjutnya disebut Kasmir
I), h. 45-46.

2
untuk mengelola dananya. Penilaian masyarakat terhadap bank dapat bervariasi,
sesuai tingkat pendidikan dan pengetahuannya masing-masing. Sekalipun demikian,
secara umum, penilaian masyarakat terhadap bank didasarkan pada informasi-
informasi yang diterima oleh nasabah/masyarakat.4

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan


memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan.
Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa
lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan menambah minat masyarakat
untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu pihak perbankan harus memberikan
rangsangan dan kepercayaan sehingga masyarakat berminat untuk menanamkan
dananya.5

Simpanan masyarakat di bank antara lain berupa giro, tabungan, deposito, sertifikat
deposito (negotiable certificate deposit), save deposit box, simpanan pada kustodi,
traveler’s cheque, kecuali TC blangko, dan lain-lain dengan berbagai variasi dari
masing-masing produk tersebut. Ketika seorang nasabah dari bank tersebut
meninggal dunia, pada saat itu maka seluruh harta simpanannya di bank akan teralih
pada ahli waris. Pada saat nasabah tersebut meninggal dunia maka bank memiliki
kewajiban terhadap harta peninggalan nasabah yang berupa simpanan. Bank dibagi
menjadi dua, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Kebijakan masing-
masing jenis bank mengenai nasabah yang meninggal dunia tentunya berbeda. Maka
dari itu, penulis ingin mengetahui perbedaan kebijakan dan implementasi kewajiban
bank terhadap simpanan nasabah yang meninggal dunia pada kedua jenis bank
tersebut.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian


4
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Cetakan I,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, h. 141
5

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004 (selanjutnya disebut Kasmir II), hal. 24.

3
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan harta


peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris?

1.2.2 Bagaimana implementasi kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal
nasabah penyimpan meninggal dunia?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk lebih memahami konsep perbankan khususnya di bidang dana


(simpanan) mengenai kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal
nasabah penyimpan meninggal dunia.

b. Untuk mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan persyaratan


pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prosedur dan aspek hukum simpan-pinjam bank.

b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban bank serta hak dan kewajiban nasabah
dalam hal simpan-pinjam.

1.4 Luaran yang Diharapkan

Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan
persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

4
1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui kewajiban bank terhadap simpanan nasabah
dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia.

1.4.3 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan
persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

1.5 Kegunaan Program

1.5.1 Bagi Mahasiswa

a. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara


tertulis.

b. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang


penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

1.5.2 Bagi Masyarakat

a Masyarakat dapat lebih memahami konsep perbankan khususnya di bidang dana


(simpanan) mengenai kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal
nasabah penyimpan meninggal dunia.

b Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan


persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

c Masyarakat dapat mengetahui kewajiban bank terhadap simpanan nasabah


dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia.

d Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan


persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simpanan

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (5) Tahun Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa:

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank


berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat
Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Nasabah dapat mengambil dananya setiap saat, kecuali deposito yang terdapat jangka
waktu pengambilannya. Simpanan masyarakat seperti yang dijelaskan oleh pasal
tersebut, jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tentang
Perjanjian Pinjam-meminjam menunjukkan bahwa simpanan merupakan pinjaman
bagi bank yang berasal dari masyarakat penabung atau deposan (nasabah penyimpan).

Dalam praktek pinjam-meminjam dana (uang) oleh bank dari masyarakat penabung
atau deposan (nasabah penyimpan), bukti yang dipergunakan untuk membuktikan
adanya pinjaman tersebut adalah surat atau warkah yang dikeluarkan oleh pihak bank
yang lazim disebut buku tabungan.

2.2 Warisan

Warisan ini timbul jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta
peninggalan (warisan). Dengan kata lain, saat seseorang meninggal dunia, maka pada
saat itu juga, demi hukum terjadi pengalihan seluruh hak dari seseorang yang telah
meninggal dunia tersebut kepada seluruh ahli waris.6 Adapun yang dinamakan
mewaris adalah: menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal, adapun

6
Try Widiyono, loc. cit.

6
yang digantikan itu adalah hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan,
artinya: hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.7

Dalam hukum waris berlaku suatu asas begitu seseorang meninggal, maka pada detik
itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada warisnya, sehingga tidak ada satu
detikpun kekosongan. Asas itu dinamakan ”saisin” dan ditegaskan pula dalam Pasal
833 KUH Perdata (BW) yang berbunyi: ”Sekalian ahli waris dengan sendirinya demi
hukum memperoleh hak milik atas semua barang, termasuk hak dan semua piutang
dari si meninggal”.8

Unsur-unsur mutlak yang harus dipenuhi untuk layak disebut pewaris adalah orang
yang telah meninggal dunia dan mewariskan warisan.9 Sehingga apabila ada
seseorang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan sedikitpun harta benda
maka orang tersebut tidak dapat disebut sebagai pewaris.

7
R. Subekti, Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris, PT. Intermasa, Cetakan 4,
Jakarta, 2004, hal. 21
8

Ibid, hal. 22
9

Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, PT. Raja Grafindo
Persada, Cetakan 3, Jakarta, hal. 6.

7
BAB III
METODE PENDEKATAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis yaitu dengan melihat dari segi-segi hukum atau aspek-
aspek hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan
empiris yaitu pendekatan masalah dengan melakukan penelitian di lapangan.10

3.2. Variabel Penelitian

a. nasabah meninggal dunia

b. kebijakan bank

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian akan dilakukan di dua tempat, yaitu bank umum dan bank perkreditan
rakyat, di mana dipertimbangkan kemungkinan kemudahan pengambilan data.

3.4 Cara Pengambilan Sampel

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang no 7


Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa jenis bank antara lain Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kehiatan
usaha sevara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberi jasa dalam lalu lintas

10

Soerjoo Soekanto, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Indhil-Co, Jkarta, 1990, hal.
106.

8
pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel penelitian akan dilakukan di 2
(dua) tempat dengan metode pemilihan sampel adalah secara purposif, antara lain
pada BRI Unit A.Yani sebagai sampel Bank Umum dan BPR Cahaya Binawerdi
sebagai sampel Bank Perkreditan Rakyat.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Teknik Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui penyelidikan untuk memperoleh keterangan-


keterangan atau informasi dari catatan-catatan tentang gejala-gejala atau peristiwa
masa lalu,11 serta dengan membaca, menganalisa ketentuan-ketentuan dalam literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

3.5.2 Teknik Wawancara

Teknik mengumpulkan data yang diperoleh melalui wawancara tatap muka antara
penulis dengan informan.12

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul akan dikaji dan dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara
deskriptif analisis, yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan cara
menyusun secara sistematis sehingga diperolah suatu kesimpulan terhadap
permasalahan penelitian.13

11
Setya Yuwana Sudikan, Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu, Semarang, 1989, h.39.
12
Ibid, h.37.
13

Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal. 25.

9
BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Unit A.Yani, Denpasar
dan PT. BPR Cahaya Binawerdi, Tuban-Badung, dimana penelitian dilakukan selama
2 bulan, mulai pertengahan Maret 2008 hingga Mei 2008.

4.2 Tahapan Pelaksanaan

No Kegiatan Maret April Mei


I II I II I II
I IV I IV I IV
I I I I I I
Persiapan
1 Studi literatur v
2 Diskusi awal v v
3 Pembuatan instrumen v
4 Permohonan surat
v
rekomendasi penelitian
Pengumpulan Data
1 Pengajuan surat
rekomendasi penelitian v
pada Bank BRI
2 Pengajuan surat
rekomendasi penelitian
v
pada Bank BPR Cahaya
Binawerdi
3 Persetujuan penelitian dari
pihak Bank BPR Cahaya v
Binawerdi
4 Melakukan wawancara v
pada pihak Bank BPR

10
Binawerdi
5 Pengambilan berkas
penelitian dari Bank BPR v
Cahaya Binawerdi
6 Persetujuan penelitian dari
v
pihak Bank BRI
7 Melakukan wawancara
v
pada pihak Bank BRI
8 Pengambilan berkas
penelitian dari Bank BPR v
Cahaya Binawerdi
Pengolahan Data v
Analisa Data v
Penyusunan Laporan v

4.3 Instrumen Pelaksanaan

Instrumen yang digunakan untuk penelitian adalah daftar pertanyaan yang sesuai
dengan tujuan penelitian.

11
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan Bank dalam Menetapkan Persyaratan Pengambilan Harta


Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris

Sebelum membahas mengenai kewajiban bank dalam menetapkan persyaratan


pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris, syarat dan ketentuan
pembukaan rekening pada bank penting untuk diketahui. Pada umumnya, bagi calon
kreditur yang hendak membuka rekening pada bank dapat mendatangi kantor dimana
bank bersangkutan berada. Di sana calon kreditur akan dilayani oleh pegawai di
bagian Customer Service. Calon kreditur akan diberikan informasi mengenai
simpanan, baik dari segi jenis, fasilitas, dan keuntungan yang akan didapatkan apabila
melakukan simpanan. Apabila calon kreditur merasa tertarik, maka calon kreditur
akan dipersilahkan untuk mengisi formulir permohonan pembukaan rekening serta
dimintai melengkapi persyaratan pembukaan rekening, seperti fotokopi identitas
(KTP, SIM, Kartu Pelajar, KIPEM, dan lain-lain). Hal ini juga berlaku pada PT BRI
(Persero) Tbk., dan PT BPR cahaya Binawerdi tempat penelitian dilakukan.

Apabila bank mendapatkan informasi (seyogianya secara tertulis) seorang pemilik


rekening meninggal dunia, maka bank yang bersangkutan akan melakukan
pemblokiran rekening tersebut sampai dengan dipenuhinya persyaratan pengambilan
harta pewaris yang ada di bank. Namun demikian, khusus untuk rekening giro, di
mana mungkin masih terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi/atas beban
rekening yang bersangkutan, misalnya berkaitan dengan adanya penerbitan cek
dan/atau bilyet giro yang diterbitkan oleh dan semasa pemilik rekening giro masih
hidup, yang dibebankan pada rekening yang bersangkutan, maka terhadap rekening
tersebut dimitigasi (pemblokiran dengan catatan), sehingga terhadap cek dan/atau
bilyet giro yang diterbitkan oleh almarhum dan masih valid serta dibebankan pada
rekening yang bersangkutan tetap dapat dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang

12
berlaku. Pencairan cek dan bilyet giro demikian lebih baik jika mendapat persetujuan
dari ahli waris. Apabila diketahui bahwa terdapat sengketa antara pewaris dan harta
peninggalan pewaris yang ada di bank belum diambil, maka pengambilan harta
peninggalan pewaris tersebut menunggu diselesaikannya sengketa tersebut.

Hal lain yang mungkin timbul setelah harta peninggalan tersebut setelah harta
peninggalan tersebut diambil oleh ahli waris berdasarkan persyaratan yang telah
diuraikan di atas adalah jika ternyata terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa
dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan
tersebut. Sekalipun permasalahan ini di luar kewenangan bank, tetapi bank tetap akan
terlibat dengan persoalan ini. Untuk meminimalisasi risiko hukum terhadap bank,
maka pada saat ahli waris yang sah mengambil harta peninggalan yang ada pada
bank, maka yang bersangkutan harus menandatangani surat pernyataan yang
menyataan, antara lain bahwa bank dibebaskan dari seluruh tanggung jawab apabila
pengambilan harta peninggalan tersebut mengakibatkan adanya gugatan oleh pihak
lain. Seluruh gugatan dan hal-hal lain sebagai akibat dari pengambilan harta
peninggalan merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pengambil harta tersebut.

Berdasarkan wawancara yang kami peroleh dari BRI Unit A. Yani dan BPR Cahaya
Binawerdi, sampai saat ini belum pernah terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa
dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan dan
mengajukan gugatan.

Ni Made Widiari, Kasi Dana BPR Cahaya Binawerdi memberikan penjelasan sebagai
berikut:

bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang
timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena pada
saat aplikasi pembukaan rekening diajukan nasabah telah menunjuk satu orang ahli
waris beserta nomor identitasnya”

(Hasil wawancara Selasa, 22 April 2008)

13
Kemudian, Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri BRI Unit A. Yani, juga
menjelaskan hal yang serupa sebagai berikut:

bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang
timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena untuk
dapat diambilnya simpanan oleh ahli waris yang ditunjuk telah disahkan oleh
penjabat yang berwenang (Kelurahan, Notaris / Pengadilan Negeri)

(Hasil wawancara Selasa, 6 Mei 2008)

Salah satu referensi sebagai dasar hukum untuk pengambilan simpanan nasabah pada
bank adalah Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dari
Mahkamah Agung 1994 jo Surat Mahkamah Agung RI No. KMA/1036/X/1994/
sekalipun berlakunya ketentuan tersebut masih dapat diperdebatkan, status hukum
dari buku tersebut berkaitan dengan kekuatan hukum publik, namun terdapat pihak
yang menginterpretasikan kekuatan publik terletak pada surat Mahkamah Agung
yang menegaskan bahwa agar bank dapat mempedomani ketentuan tersebut dalam
pengambilan simpanan nasabahnya pada bank yang bersangkutan.14

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengambilan rekening pada bank adalah surat
keterangan yang dibuat oleh ahli waris sendiri dan tanda tangannya disahkan oleh
notaris atau pejabat lain yang disebut dalam pasal 1 Staatblad 1916 No. 46, antara
lain dari ketua pengadilan negeri atau hakim yang ditunjuk atau akta yang dibuat oleh
notaris, khusus bagi golongan Timur Asing Tionghoa, sesuai Staatblad 1917 No. 129
berlaku di seluruh RI sejak tanggal 1 September 1925.15

Dalam kenyataan di masyarakat terdapat dokumen lain sebagai bukti ahli waris yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. Dokumen-dokumen ini juga merupakan
dokumen penting sebagai bukti dari ahli waris yang sah. Sehubungan dengan adanya
dokumen-dokumen tersebut, maka untuk penanganan warisan yang ada pada bank

14
Ibid, h.143.
15

Ibid.

14
(khusus nasabah penyimpan), bukti ahli waris dapat dipilih salah satu. Dokumen
tersebut tentunya masih dilengkapi dengan berbagai dokumen lain sebagai
pendukung, misalnya akta kematian pewaris, hubungan hukum dengan pewaris,
apakah menerima warisan berdasarkan undang-undang (ab intestato) atau
berdasarkan wasiat (testamentair).

Pewarisan terhadap harta peninggalan Pewaris dapat diperoleh dengan dua cara yaitu
berdasarkan Undang-Undang dan berdasarkan wasiat, yakni:

1. Pewarisan berdasarkan Undang-Undang (ab intestato) atau Ahli Waris yang


menerima harta peninggalan berdasarkan adanya hubungan darah dengan pewaris
termasuk juga hubungan perkawinan (suami/isteri). Berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ahli waris ab intestato terdiri dari:

a. golongan pertama : suami/isteri dan keturunan;

b. golongan kedua : orang tua bersama-sama saudara atau keturunan


saudara;

c. golongan ketiga : kakek, nenek, atau keluarga sedarah dalam garis lurus
keatas lainnnya

d. golongan keempat : sanak keluarga lainnya dalam garis kesamping sampai


derajat keenam.

Golongan ahli waris yang lebih dekat akan menutup ahli waris dari golongan
yang lebih jauh dan jika semua golongan tidak ada maka harta peninggalan jatuh
ke Negara. Disamping penggolongan berdasrkan KUHPerdata dalam praktik
hukum waris di Indonesia dikenal juga penggolongan ahli waris berdasarkan
hukum agama Islam dan hukum adat.

15
2. Pewarisan secara testamentair atau ahli waris yang menerima harta peninggalan
pewaris karena adanya penunjukan dalam surat wasiat. Secara umum ada empat
cara pembuatan surat wasiat yaitu:

a. surat wasiat olografis

harus ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh pewaris dan disimpan di
kantor notaris;

b. surat wasiat umum

pewaris menyatakan kehendaknya di hadapan notaris kemudian kehendak


tersebut dituangkan notaries ke balam suatu akta;

c. surat wasiat rahasia

pewaris menulis/menyuruh tulis dan menandatangani sendiri surat wasiat


untuk kemudian sampulnya ditutup/disegel dan diserahkan kepada notaris
untuk dibuat akta penyimpanan dihadapan 4 (empat) orang saksi;

d. surat wasiat darurat

- di masa perang anggota angkata bersenjata yang terkepung di medan


pertempuran dapat membuat surat wasiat di hadapan perwira atau orang
yang menduduki jabatan tertinggi di hadapan 2 orang saksi;

- orang yang berlayar di laut dapat membuat wasiat di hadapan nakhoda


atau mualim di hadapan 2 orang saksi;

- orang yang terisolir di suatu daerah akibat serangan penyakit menular


dapat membuat surat wasiat di hadapan oegawai negeri di depan 2 orang
saksi;

16
- orang yang jiwanya terancam karena sakit mendadak, pemberontakan
atau bencana alam dapat membuat wasiat di hadapan seorang pegawai
negeri dihadiri 2 orang saksi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, kebijakan bank dalam menetapkan


persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah
sebagai berikut:

5.1.1 Kebijakan BRI Dalam Menetapkan Persyaratan Pengambilan Harta


Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris:

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri
BRI Unit A. Yani, “Kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan
harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah menjelaskan kepada ahli
waris aturan dan syarat-syarat yang harus dilengkapi untuk pengambilan harta
peninggalan berupa simpanan”. (Hasil wawancara Selasa, 6 Mei 2008)

Berdasarkan Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat


Keterangan Ahli Waris, diatur mengenai pembayaran simpanan ahli waris apabila
nasabah yang bersangkutan meninggal dunia, antara lain sebagai berikut:

1. Untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) <


Rp. 10 juta. Surat keterangan ahli waris cukup diketahui oleh Kepala Desa/Lurah
dan Camat.

2. Sedangkan untuk simpanan dengan total nominal (termasuk


bunga) > Rp. 10 juta. Surat keterangan ahli waris harus disahkan oleh Notaris
atau Pengadilan Negeri.

Berdasarkan Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99 tentang Surat


Keterangan Ahli Waris Bagi Nasabah di BRI Unit, dalam hal pengurusan pencairan

17
simpanan atas nama nasabah yang telah meninggal dunia, maka beberapa dokumen
yang perlu dipenuhi oleh ahli warisnya adalah sebagai berikut:

a. Copy Surat Keterangan Kematian/ Akta Kematian, merupakan surat


keterangan kematian atas nama almarhum/almarhumah yang dikeluarkan oleh
Kelurahan/ Kantor Catatan Sipil tempat domisili yang bersangkutan.

b. Asli surat keterangan ahli waris, yaitu akta di bawah tangan yang dibuat atas
nama para ahli waris, diketahui Kepala Desa/Lurah dan Camat serta dapat
disahkan oleh Notaris/ Pengadilan Negeri.

c. Copy kartu keluarga dan bukti identitas diri, serta surat nikah (khusus untuk
nasabah yang telah menikah). Hal ini dimaksudkan untuk meneliti dan meyakini
bahwa ahli waris tersebut adalah benar-benar ahli waris yang sah (misalnya:
isteri/suami dan anak yang sah, dan sebagainya).

d. Asli bukti kepemilikan rekening simpanan di BRI, misalnya berupa buku


tabungan, sertifikat deposito, dan rekening koran giro.

e. Apabila ahli waris lebih dari satu dan tidak semua ahli waris dapat hadir untuk
mencairkan/mengambil simpanan yang bersangkutan di BRI Unit, maka
diharuskan membuat Surat Kuasa Khusus (asli) diatas materai Rp. 2.000,-, yang
mengusakan haknya kepada salah seorang ahli waris yang dapat hadir, khusus
untuk mengurus pencairan simpanan di BRI Unit.

Berdasarkan Buku I Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia,
diatur ketentuan pencairan rekening ahli waris, dalam hal pemilik rekening meninggal
dunia maka sekalian ahli warisnya yang sah menggantikan segala hak dan
kewajibannya selaku pemilik rekening. Untuk melayani permintaan ahli waris yang
berkepentingan terhadap rekening peninggalan pewaris bank perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

18
1. Pewaris yang tidak meninggalkan surat wasiat

a. Ahli waris harus dapat menunjukkan surat keterangan kematian yang


dibuat oleh pejabat yang berwenang dan surat keterangan ahli waris yang dibuat
sesuai prosedur yang berlaku. Ketentuan di BRI surat keterangan ahli waris yang
dipersyaratkan dikaitkan dengan nilai nominal peninggalan yaitu:

- untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) sampai


dengan Rp. 10 juta surat keterangan ahli waris di buat di bawah tangan
disaksikan lurah serta dikuatkan oleh camat;

- untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) di atas 10 juta


rupiah surat keterangan ahli waris dibuat di bawah tangan dan disahkan oleh
pengadilan atau notaris.

Format surat keterangan ahli waris tersebut agar mengacu pada ketentuan SE
NOSE S.39-DIR/RTL/DJS/07/99 jo SE NOSE:S.1-DIR/RTL/DJS/01/2000
tentang surat keterangan ahli waris beserta perubahannya di kemudian hari (surat
edaran terlampir).

b. untuk ahli waris yang berjumlah lebih dari satu orang, perbuatan
hukum yang berkaitan rekening peninggalan harus dilakukan oleh seluruh ahli
waris atau kuasanya yang sah. Dalam hal para ahli waris telah membuat
kesepakatan yang dituangkan dalam akta pembagian harta peninggalan maka ahli
waris yang ditunjuk mendapatkan rekening peninggalan sebagai bagiannya
berwenang untuk bertindak sendiri tanpa bantuan ahli waris lainnya.

2. Pewaris yang meninggalkan surat wasiat

Dalam hal pemilik rekening (pewaris) meninggalkan surat wasiat yang di dalamnya
berisikan hibah wasiat (legaat) atas rekening miliknya kepada orang tertentu

19
(legataris) maka orang yang ditunjuk tersebut secara hukum berhak menuntut
penyerahan terhadap apa yang diberikan kepadanya dalam wasiat tersebut.

Untuk pelaksanaan pencairan rekening peninggalan berdasarkan surat hibah wasiat,


bank perlu memperhatikan ketentuan sbb:

a. pencairan rekening tetap dilakukan melalui perantaran ahli waris yang sah
dari pemilik rekening untuk kemudian diserahkan oleh ahli waris yang
bersangkutan kepada penerima hibah wasiat (legataris) sesuai ketentuan pasal 959
Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. apabila dalam surat wasiat atau dalam akta lainnya yang dibuat khusus
terdapat penunjukan pelaksana wasiat (executeur testamentair) maka hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan hibah wasiat termasuk pencairan rekening dapat
dilakukan oleh pelaksana wasiat.

3. Pewaris yang tidak memiliki ahli waris

Dalam hal sesorang meninggal dunia tanpa meninggalkan satupun ahli waris atau
apabila semua ahli waris menolak warisan maka harta peninggalannya dianggap harta
tidak terurus. Dalam hal suatu rekening telah menjadi peninggalan tidak terurus maka
pengurusan dan penyelesaiannya demi hukum dilakukan oleh balai harta peninggalan
(BHP).

Untuk pengambilalihan pengurusan terhadap harta tidak terurus BHP harus


memberitahukan kepada kejaksaan dan pengadilan negeri setempat dan apabila
terjadi perselisihan pendapat tentang terurus atau tidaknya suatu harta peninggalan
maka pengadilan negeri memutuskannya setelah mendengar pendapat BHP.

Dalam rangka pengurusan tersebut BHP mempunyai kewenangan sebagai berikut:

- melakukan penyegelan dan membuat rincian barang dalam harta peninggalan;

20
- mengurus dan membereskan harta itu;

- memanggil orang yang berkepentingan dalam surat kabar atau dengan cara
yang tepat sesuai tujuannya;

- bertindak di hadapan pengadilan berkaitan dengan tuntutan hukum terhadap


harta peninggalan tersebut;

- memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusannya

5.1.2 Kebijakan BPR Cahaya Binawerdi Dalam Menetapkan Persyaratan


Pengambilan Harta Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris:

Pada BPR Cahaya Binawerdi tidak terdapat Surat Keputusan Bank yang mengatur
tentang nasabah penyimpan meninggal dunia. Ibu Ni Made Widari, SE, Kasi Dana
BPR Cahaya Binawerdi, memberikan keterangan sebagai berikut:

kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan harta peninggalan


berupa simpanan oleh ahli waris adalah pada saat nasabah penyimpan mengajukan
permohonan aplikasi pembukaan rekening, bank telah mewajibkan nasabah untuk
mengisi form yang disediakan. Dalam form tersebut nasabah menentukan siapa
nama ahli waris yang ditunjuk berserta nomor identitas ahli waris.

(Hasil wawancara Selasa, 22 April 2008)

Dalam praktek pelayanan jasa perbankan, bank dituntut untuk memberikan pelayanan
secara cepat, praktis dan efisien. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembuatan syarat
dan ketentuan penggunaan produk yang telah disiapkan/dibuat secara sepihak oleh
bank dalam formulir standar (standard contract). Dengan dilengkapinya form
aplikasi tersebut bank dapat dengan mudah mengetahui siapa ahli waris yang berhak
untuk mengambil harta peninggalan atau simpanan nasabah yang disimpan pada bank
apabila dikemudian hari diketahui nasabah penyimpan tersebut meninggal dunia.

21
5.2 Implementasi Kewajiban Bank Terhadap Simpanan Nasabah dalam Hal
Nasabah Penyimpan Meninggal Dunia

Simpanan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank dan nasabah yang tunduk
dan diatur oleh hukum perdata (KUHPerdata). Dengan adanya perbuatan hukum
tersebut, akan melahirkan status personal bagi bank di satu sisi dan nasabah
penyimpan di sisi lain. Status tersebut adalah debitur bagi bank, karena bank sebagai
pihak peminjam dana atau uang. Sedangkan bagi nasabah penyimpan disebut
kreditur, karena mereka berhak atas prestasi berupa pembayaran atau pelunasan
pinjaman dana dalam bentuk simpanan dan disertai dengan imbalan berupa bunga
simpanan.

Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur,


sedangkan setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur
mempunyai hak untuk menagih piutang tersebut. Dalam hal kreditur meninggal dunia
maka hak tagih tersebut akan beralih kepada ahli warisnya.

Pada saat seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu juga segala hak dan
kewajibannya beralih kepada ahli warisnya, sehingga apabila seseorang dapat
membuktikan bahwa dirinya adalah ahli waris yang sah maka ia berhak untuk
menuntut pembayaran simpanan pewaris kepada dirinya.

Akibat meninggalnya seseorang, maka terdapat hal-hal yang berkaitan dengan hukum
yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Surat kuasa yang diterbitkan oleh pewaris kepada bank semasa hidupnya,
termasuk standing instruction, baik yang dibuat secara nota riil maupun di bawah
tangan menjadi berakhir demi hukum, sesuai ketentuan pasal 1813 KUHPerdata,
kecuali surat kuasa yang secara tegas mengenyampingkan pasal tersebut sehingga
surat kuasa demikian masih tetap berlaku sesuai isinya.

22
b. Hak untuk keuntungan rekening pewaris tetap dibukukan dan merupakan
bagian dari harta peninggalan. Jika pewaris mempunyai kewajiban kepada bank,
maka pada saat bank memutuskan membayar harta peninggalan yang dimaksud,
kewajiban pewaris yang bersangkutan wajib diperhitungkan/diselesaikan terlebih
dahulu.

c. Cek dan bilyet giro yang telah diterbitkan/ditandatangani sebelum pewaris


meninggal dibayarkan, sepanjang memenuhi persyaratan mengenai berlakunya
cek dan bilyet giro.

d. Ahli waris yang tidak cakap hukum harus diwakili oleh wali atau kuratornya,
dengan penjelasan:

- Wali anak yang belum dewasa secara otomatis walinya adalah orang
tua yang hidup terlama (masih hidup). Jika kedua orang tuanya telah
meninggal dunia, maka wali anak tersebut harus dimintakan penetapan wali
pada pengadilan negeri.

- Kurator adalah wakil dari orang dewasa tidak cakap hukum, yang
penunjukannya berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.

e. Apabila pewaris adalah nasabah debitur, maka hubungan kredit antara


nasabah debitur tersebut dengan bank berakhir dan kewajiban debitur beralih
kepada ahli waris dan selanjutnya diberlakukan ketentuan-ketentuan perkreditan
yang berlaku pada bank.16

Dalam praktek perbankan, pada BRI dan BPR Cahaya Binawerdi, kewajiban bank
terhadap simpanan nasabah dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia, bank
wajib menghubungi ahli waris yang bersangkutan serta mengembalikan simpanan
nasabah kepada ahli warisnya baik yang sudah maupun yang belum jatuh tempo.
16
Try Widiyono, op.cit., h.145.

23
Lembaga perbankan tidak boleh ikut campur dalam pembagian dan pemisahan harta
peninggalan. Bank hanya wajib memberikan harta peninggalan pewaris yang ada
pada bank dalam bentuk simpanan kepada ahli waris yang sah. Oleh karena itu,
seyogianya bank menolak jika nasabah menunjuk seseorang/pihak tertentu sebagai
ahli waris dari rekening yang disimpan pada bank karena bank bukanlah lembaga
yang berwenang menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan. Apabila bank
menerima surat wasiat yang dibuat oleh penyimpan/nasabahnya, maka bank berarti
telah ikut campur dalam sistem pewarisan.17 Namun dalam praktek perbankan pada
BPR Cahaya Binawerdi, dalam hal pembukaan rekening nasabah diwajibkan untuk
menunjuk pihak tertentu sebagai ahli waris sehingga dapat dikatakan bahwa BPR
Cahaya Binawerdi dianggap telah ikut campur dalam sistem pewarisan.

Bagi bank yang terpenting dan utama sekaligus sebagai salah satu permasalahan
adalah apa bukti yang sah dari pihak ahli waris yang dapat dijadikan bukti dan diakui
kebenarannya bahwa seseorang adalah ahli waris yang sah sehingga berhak menerima
simpanan dana pewaris yang meninggal dunia oleh karena itu bank menetapkan suatu
kebijakan terkait pencairan simpanan nasabah yang meninggal dunia.

17
Ibid, h.141-142.

24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal


nasabah penyimpan meninggal dunia, bank wajib menghubungi ahli waris yang
sah serta mengembalikan simpanan nasabah kepada ahli warisnya baik yang
sudah maupun yang belum jatuh tempo.

2. Kebijakan BRI Unit A.Yani dalam menetapkan persyaratan


pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah
menjelaskan aturan dan syarat-syarat yang harus dilengkapi oleh ahli waris
sesuai dengan Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat
Keterangan Ahli Waris, Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99
tentang Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Nasabah di BRI Unit, serta Buku I
Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia. Sedangkan
pada BPR Cahaya Binawerdi adalah dengan memberikan form yang
mencantumkan agar nasabah menunjuk nama beserta nomor identitas ahli waris
yang ditunjuk.

6.2 Saran

1. Sebaiknya lembaga perbankan tidak ikut campur dalam pembagian


dan pemisahan harta peninggalan. Bank hanya wajib memberikan harta
peninggalan pewaris yang ada pada bank dalam bentuk simpanan kepada ahli
waris yang sah. Oleh karena itu, seyogianya bank menolak jika nasabah
menunjuk seseorang/pihak tertentu sebagai ahli waris dari rekening yang
disimpan pada bank. Selain itu sebaiknya bank tidak mencantumkan klausula
yang menentukan siapa ahli waris yang ditunjuk oleh nasabah pada form

25
aplikasi pembukaan rekening karena bank bukanlah lembaga yang berwenang
menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan.
2. Masyarakat sebaiknya mengetahui hak dan kewajiban dalam
mengadakan hubungan hukum formal dalam pembukaan rekening dengan bank,
serta lebih berhati-hati dalam mempercayakan dana simpanannya pada bank.

26
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amanat, Anisitus. 2003. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum


Perdata BW, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Asikin, Amirudin Zainal. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada

Buku I Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1990. Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris. Jakarta:


Indhil-Co

Subekti, R. 2004. Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris. Jakarta:
PT. Intermasa.

Sudirman, I Wayan. 2000. Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar. Denpasar:


BP.

Widiyono, Try. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di


Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia

27
Yuwana Sudikan, Setya. 1989. Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah. Semarang:
Aneka Ilmu.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat Keterangan Ahli


Waris.

Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99 tentang Surat Keterangan Ahli


Waris Bagi Nasabah di BRI Unit.

28
LAMPIRAN

29

Anda mungkin juga menyukai