OLEH KELOMPOK 1:
ALIFIA FARAS SAFIRA/4302160012 (1)
ANAK AGUNG AYU VIRA SONIA/4302160006 (2)
CHYNTIA FELICIA MY SITUMORANG/4302160013 (3)
DEDDY ANDRIANTO/4302160019 (4)
DEWI LESTUTI AMBARWATI/430210007 (5)
1. Pengertian Penyitaan
2. Obyek Penyitaan
Penyitaan dilakukan terhadap barang milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang. Dalam hal Barang Jaminan tidak ada atau diperkirakan nilainya tidak dapat
menutup sisa hutang, penyitaan dapat dilakukan terhadap Harta Kekayaan Lain.
Penyitaan tersebut dapat dilaksanakan terhadap barang bergerak dan/atau barang
tidak bergerak milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang yang berada
di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk:
Harta kekayaan milik PH/PjH yang dapat disita adalah barang jaminan dan/atau
harta kekayaan lain yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat
kedudukan, atau tempat tinggal lain termasuk yang dalam penguasaan pihak lain,
yaitu :
a. Barang bergerak berupa mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lain yang dapat
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lain, dst.
b. Barang tidak bergerak berupa tanah, tanah dan bangunan, dan kapal dengan
isi kotor lebih dari 20 m3.
Dalam eksekusinya, barang-barang yang dikecualikan dalam obyek penyitaan
adalah:
d. persediaan makanan dan minuman untuk satu bulan yang berada di rumah
Penanggung Hutang;
4. Proses Penyitaan
a. Persiapan Penyitaan
1. Persiapan tugas :
a. Meneliti dokumen SPP dan dokumen barang jaminan;
b. Mencocokkan urangan barang jaminan dalam SPP dengan data asli
dokumen;
c. Memeriksa perikatan dokumen alas hak barang jaminan
2. Mempersiapkan 2 orang saksi :
a. Keberadaan saksi adalah mutlak;
b. Pelaksanaan Penyitaan :
Dalam eksekusinya, penyitaan yang dilaksanakan oleh Juru Sita Piutang Negara
merupakan sita eksekusi berdasarkan Surat Perintah Penyitaan. Penyitaan tersebut
disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang saksi yang telah berumur
sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun atau telah menikah, dikenal, dan
tidak ada hubungan keluarga dengan Juru Sita Piutang Negara. Juru Sita Piutang
Negara wajib memberitahukan secara lisan maksud penyitaan dan menyampaikan
salinan Surat Perintah Penyitaan kepada Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang selaku pemilik barang yang disita, pada saat pelaksanaan penyitaan.
Dalam hal Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tidak berada di tempat,
tempat tinggal tidak diketahui, atau tempat tinggal Penanggung Hutang dan/atau
Penjamin Hutang berbeda dengan lokasi objek penyitaan, penyitaan diberitahukan
kepada aparat pemerintah desa/kelurahan setempat dan/atau :
a. anggota keluarga/orang yang dipercaya Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang, yang telah dewasa dan:
c. penyewa, penggarap, atau pihak yang menguasai secara fisik objek penyitaan.
a. Aparat Pemerintahan Desa/ Kelurahan, dalam hal barang yang disita tanah
dan/atau bangunan;
b. Syahbandar, dalam hal barang yang disita berupa kapal dengan isi lebih dari
20 m3 (dua puluh meter kubik); atau
c. Pengelola Bandara dalam hal barang yang disita berupa pesawat terbang.
Penyitaan tetap dapat dilaksanakan dan Berita Acara Penyitaan mempunyai kekuatan
mengikat, meskipun.
Dalam hal Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tidak berada di tempat objek
penyitaan, penyitaan dilaksanakan dengan ketentuan:
c. Berita Acara Penyitaan ditandatangani Juru Sita Piutang Negara dan saksi-
saksi
Juru Sita Piutang Negara meminta bantuan kepada aparat kepolisian dan/atau aparat
pemerintah desa/kelurahan untuk menyaksikan dan memberikan bantuan
pengamanan dalam pelaksanaan penyitaan dalam hal Juru Sita Piutang Negara:
7. Sita Persamaan
Atas barang yang disita terlebih dahulu untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat
dilakukan penyitaan. Jika juru-sita mendapatkan barang demikian, ia dapat memberi
salinan sural paksa sebelum tanggal penjualan barang tersebut kepada hakim
Pengadilan Negeri yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang telah
dilakukan alas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan
untuk pembayaran hutang menurut surat-paksa. Apabila setelah dilakukan
penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita, diajukan
permintaan untuk melaksanakan suatu putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
penanggung-hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu
dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan
hakim itu, dan hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk
melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu
sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan-
putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.
Dalam hal permohonan sita persamaan dari hakim Pengadilan Negeri menentukan
juga cara pembagian hasil penjualan antara PUPN dan orang yang berpiutang,
maka PUPN dan orang yang berpiutang yang telah menghadap atas panggilan
PUPN dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan Pembagian
tersebut. Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan
pasti, maka hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada
juru Ielang atau orang yang ditugaskan rnelakukan penjualan umum untuk
dipergunakan sebagai dasar pernbagian uang penjualan. Sanggahan penanggung
hutang kepada Negara terhadap pelaksanaan, baik dalam hal penyitaan barang
gerak maupun penyitaan barang tak gerak, harus diajukan olehnya baik secara
tertulis maupun dengan lisan, kepada hakim Pengadilan Negeri yang akan
menyuruh mencatatnya jika sanggahan tersebut dilakukan dengan lisan. Perkara
tersebut kemudian diajukan dalarn sidang Pengadilan Negeri pada hari sidang yang
terdekat untuk diputus setelah diadakan pemeriksaan atau dilakukan panggilan
selayaknya terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Sanggahan tidak dapat
diajukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang negara juga tidak dapat
dilaksanakan terhadap pelaksanaan sita persamaan berdasarkan pengakuan hak
miliknya atas barang yang disita itu. Terhadap putusan yang dijatuhkan berlaku
peraturan umum mengenai banding.
8. Penyitaan terhadap tanah, tanah dan bangunan, tanah dan bangunan berikut
mesin-mesin pabrik (aset tetap)
Penyitaan terhadap tanah, tanah dan bangunan, tanah dan bangunan berikut
mesin-mesin pabrik, dilaksanakan Juru Sita Piutang Negara, antara lain dengan:
a. Meminta informasi pada aparat pemerintah setempat terkait obyek yang disita;
b. Memeriksa dan meneliti obyek yang disita (batas dan kondisi obyek);
e. Meminta bantuan aparat pemerintah atau tenaga ahli (terkait dengan obyek sita
berupa mesin pabrik).
Penyitaan terhadap kendaraan, dilaksanakan Juru Sita Piutang Negara, antara lain
dengan:
d. Membuat BA Penyitaan;
e. Menyimpan kendaraan di Kantor Pelayanan atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kantor Pelayanan;
c. Membuat BA Penyitaan.
d. Membuat BA Penyitaan.
Dalam hal PH bersikap kooperatif dengan bersedia menyetor barang yang akan
dijual, PH membuat pernyataan tentang hasil penjualan.
b. membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan berat perhiasan yang disita;
Jurusita menyita efek di Bursa Efek melalui perantara Pedagang Efek Anggota
Bursa. Adapun penyitaan terhadap surat berharga yang tidak diperdagangkan di
bursa efek dilaksanakan dengan :
a. terlebih dahulu meneliti keaslian dokumen surat berharga yang disita tersebut;
c. Membuat BA Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari PH/PjH kepada
Ketua PUPN Cabang.
a. membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam Berita
Acara Penyitaan; dan
Penyitaan terhadap Harta Kekayaan Lain berupa uang tunai dilaksanakan dengan:
Penyitaan terhadap Harta Kekayaan Lain yang tersimpan pada bank hanya dapat
dilaksanakan setelah dilakukan pemblokiran. Penyitaan tersebut dilaksanakan
dengan:
a. mencantumkan jumlah uang yang disita sesuai dengan sisa hutang dalam
Berita Acara Penyitaan; dan
Dalam hal tempat barang yang akan disita berada di luar wilayah kerja Kantor
Pelayanan, pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan meminta bantuan Kantor
Pelayanan tempat barang yang akan disita berada. Dikecualikan dari ketentuan
tersebut di atas, pelaksanaan penyitaan dapat dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
yang bersangkutan dalam hal:
a. tempat barang yang akan disita berada dalam wilayah kerja Ketua Panitia
Cabang yang bersangkutan; dan
Penarikan barang sitaan, adalah dalam rangka pengamanan barang jaminan. Tindakan
yang dapat dilakukan oleh jurusita dalam rangka penarikan barang jaminan tersebut
adalah :
Barang yang telah disita pada prinsipnya dititipkan untuk dijaga dan diawasi kepada
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang selaku pemilik barang yang disita . Dalam hal
barang sitaan berupa barang tidak bergerak dan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang
(merupakan pemilik barang yang disita) :
Dalam hal barang sitaan berupa barang bergerak dan Penanggung Hutang/Penjamin
Hutang (merupakan pemilik barang yang disita) tidak bersedia menandatangani Berita
Acara Penyitaan atau tidak berada di tempat pelaksanaan penyitaan, barang sitaan
dapat disimpan oleh Kantor Pelayanan atau dititipkan di tempat penitipan yang baik.
Setelah Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin, maka izin tertulis tersebut
dilampirkan KPKNL dalam Surat Pemblokiran Harta Kekayaan Lain yang tersimpan di
Bank. Surat pemblokiran tersebut disampaikan kepada kepada Bank tempat
disimpannya harta kekayaan tersebut. Dengan proses dan persyaratan yang sama,
KPKNL dapat juga melakukan pemblikiran harta kekayaan lain milik Penjamin Hutang
yang tersimpan di Bank. Namun demikian, pemblokiran atas harta kekayaan Penjamin
Hutang tersebut hanya dapat dilaksanakan apabila Penjamin Hutang yang
bersangkutan menjamin penyelesaian seluruh hutang Penanggung Hutang.
Pasal 1131 berbunyi, “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun
yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
Ketentuan pasal 1131 KUH Perdata ini memberikan PUPN suatu kewenangan untuk
melakukan penyitaan dan pelelangan harta kekayaan Penanggung Hutang, walaupun
harta kekayaan tersebut tidak diikat sebagai barang jaminan hutangnya. Namun dalam
praktek jaminan secara umum tersebut dipandang kurang memadai/kurang aman
dengan alasan selain kekayaan debitor sewaktu-waktu bisa habis, dan mudah
dialihkan (dijual), juga jaminan secara umum tersebut berlaku untuk semua kreditor,
sehinggabila ada banyak kreditor, ada kemungkinan beberapa kreditor tidak lagi
mendapat bagian.
Seringkali terjadi dalam praktek seorang debitor, karena berbagai alasan, telah
memperoleh pinjaman uang dari beberapa kreditor. Oleh karena itu seorang kreditor
seringkali pula meminta untuk diberikan jaminan khusus berupa jaminan kebendaan
(hipotik, gadai, fiducia) di samping jaminan perorangan yang dinamakan
jaminan/perjanjian penanggungan hutang (borgtocht atau guaranty). Sebagaimana
halnya borgtocth, perjanjian hipotik, pemberian gadai dan fiducia mempunyai
kedudukan sebagai perjanjian accessoir (pelengkap atau tambahan) atas perjanjian
pokoknya.
ANALISIS:
EFEKTIVITAS PENYITAAN BARANG JAMINAN DAN/ATAU HARTA KEKAYAAN MILIK PENANGGUNG
HUTANG/PENJAMIN HUTANG DALAM RANGKA MENYELESAIKAN KASUS PIUTANG NEGARA
Seringkali kita mendengar bahwa ada elemen negara yang melakukan penyitaan.
Penyitaan merupakan hal yang lumrah dilakukan pada zaman ini, mengingat banyaknya
kewajiban pembayaran yang dilalaikan, ataupun sebab lainnya.
Piutang negara pada hakekatnya adalah piutang seluruh rakyat. Dengan demikian yang
memiliki tagihan terhadap debitor adalah seluruh rakyat dalam negara yang bersangkutan.
Oleh karena itulah maka tepat apabila pengaturan tentang eksekusi piutang negara
dibedakan dengan eksekusi piutang non negara. Proses penanganan piutang negara
dibedakan dengan penanganan piutang non negara sejak tahap penentuan sampai
dengan tahap eksekusi.
Dalam penanganan piutang negara, oleh negara telah diadakan peraturan, yang menjadi
dasar hukum bagi keberadaan lembaga, ketentuan tentang prosedur dan syarat eksekusi.
Negara berwenang membuat ketentuan yang demikian karena negara adalah pemegang
kedaulatan, dengan demikian negara merupakan pemegang otoritas untuk membuat
peraturan, mengadakan lembaga, menentukan syarat dan prosedur eksekusi, dalam hal ini
adalah eksekusi piutang negara yang diatur terpisah dari eksekusi piutang non negara.
Sesuai dengan ketentuan penyelesaian piutang negara oleh PUPN yang telah dijelaskan di
atas, mengenai ketentuan penyitaan:
1. Apabila PH/PjH tidak memenuhi ketentuan Surat Paksa, maka PUPN menerbitkan Surat
Perintah Penyitaan (SPP) terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain;
2. Apabila debitor tetap tidak menyelesaikan hutangnya kepada negara walaupun barang
jaminan dan/atau harta kekayaan lain miliknya telah disita.
3. Pelaksanaan lelang barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH;
Simpulannya, proses penyelesaian piutang negara oleh PUPN yang telah dijabarkan dalam
peraturan dilakukan secara singkat dan efektif, dengan maksud agar piutang negara
tersebut dapat dengan cepat tertagih atau terselesaikan. Untuk itu berdasarkan Pasal 10 dan
Pasal 11 UU PUPN, Panitia diberikan suatu kekuasaan khusus untuk menetapkan dan
menerbitkan keputusan-keputusan hukum yang sifatnya final dan dapat dilaksanakan tanpa
melalui lembaga peradilan (asas parate executie), seperti menerbitkan Surat Pernyataan
Bersama, Surat Paksa, Sita dan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) sebagai
dasar hukum untuk melaksanakan pelelangan barang-barang sitaan PUPN.
Hal ini dituangkan dalam PMK No. 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang
Negara. Regulasi yang sama juga ditetapkan pada eselon I lainnya seperti pajak, dengan
sebab yang sama.
Namun pada praktiknya, masih sulit ditemui kasus penyelesaian piutang negara oleh PUPN
Melihat perkembangan kasus hukum terkait penyitaan aset yang dilakukan oleh juru sita
Direktorat Jenderal Kekayan Negara (DJKN) yang semakin kompleks, maka para juru sita
DJKN harus mempunyai wawasan yang luas tentang kejurusitaan di Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dan juga dengan instansi-instansi lain yang mempunyai tugas
melakukan penyitaan agar wawasan para juru sita dapat terintegrasi dengan best practice
dan metode penyitaan yang dilakukan instansi lain. Demikian ditegaskan Kepala Seksi
Piutang Negara IIA Nofiansyah ketika membuka sekaligus memberikan ceramah current
issue pada Penyegaran Juru Sita, Pemeriksa, dan Analis Berkas Kasus Piutang Negara
(BKPN) pada 10 Juli 2012 di Hotel Sunan, Surakarta, Jawa Tengah.
Penyegaran yang akan berlangsung pada 10-13 Juli 2012 dan diikuti oleh 40 juru sita dan
pemeriksa serta analis BKPN ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas/keilmuan bidang
tugas juru sita, pemeriksa piutang negara, dan analis BKPN.
Instansi lain yang terkait dengan penyitaan dan turut serta hadir adalah pengadilan,
Direktrat Jenderal Pajak, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berkaitan dengan
pendaftaran dan persertipikatan tanah. Nofiansyah mengatakan juru sita DJKN harus
melihat penyitaan dari tiga perspektif yakni pengadilan, DJP, dan BPN. “Manfaatkan
seoptimal mungkin ilmu-ilmu dari narasumber baik internal maupun eksternal DJKN agar
dapat menambah wawasan yang lebih luas,” ujar pria yang juga menjadi Ketua Komunitas
Fotografi DJKN ini.
Terkait PUPN, ia menegaskan bahwa PUPN bukan saingan lembaga pengadilan karena
motivasi pembentukan PUPN didasarkan atas kenyataan pada tahun 1957 banyak tagihan
negara yang tidak kembali, baik yang diperuntukkan untuk mengubah struktur ekonomi
maupun peningkatan pembangunan yang ternyata sebagian besar tidak kembali. Ia
menjelaskan secara komprerehensif mengenai tugas juru sita piutang negara,
pengangkatan, pemberhentian, larangan, dan hal-hal yang berkaitan dengan penyitaan. Sita
merupakan tindakan eksepsional untuk mengasingkan harta dari tergugat dan mempunyai
keistimewaan. Letak keistimewan itu, terangnya, karena sita merupakan tindakan
perampasan, penyitaan tersebut memaksakan kebenaran gugatan dan membenarkan
putusan yang belum dijatuhkan serta berdampak secara psikologis.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Seksi Piutang Negara IC Ivan Tauriesanto
mengungkapkan latar belakang pemeriksaan dalam pengurusan piutang negara yakni
adanya outstanding Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang belum selesai, hasil
pemeriksaan BPK, dan hasil pemeriksaan Inspetorat Jenderal (Itjen) Kementerian
Keuangan. BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan pemeriksaan
untuk menyediakan informasi yang valid dalam rangka pengambilan keputusan
penyelesaian piutang negara dalam perencanaan, pelaksanaan maupun laporan tertulis.
Terkait pemeriksaan Itjen mengenai belum adanya pengaturan lebih lanjut tentang
petunjuk pelaksanaan kegiatan, DJKN perlu membuat petunjuk pelaksanaan pemeriksaan
secara lengkap dan terinci. Ivan memaparkan bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk
menyelesaikan pengurusan piutang negara dengan cara meneliti, mencari, dan
mengumpulkan bukti-bukti/dokumen dan informasi atas diri, harta kekayaan, kemampuan
dan/atau keberadaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang serta fisik barang
jaminan yang belum ditemukan, sedangkan laporan dan rekomendasi tim pemeriksa akan
menjadi dasar dalam tindak lanjut laporan pemeriksaan.
Sampai berita ini ditulis, acara masih berlangsung. Selain materi tetang penyitaan dan
pemeriksaan dalam pengurusan piutang negara disampaikan juga materi-materi lain yang
terkait antara lain pembinaan terkait Keputusan Dirjen Nomor 27 Tahun 2002 tentang
Pembakuan Laporan Piutang Negara dan Pelaksanaan Lelang dan Keputusan Dirjen
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Penatausahaan BKPN dan Minuta Risalah Lelang,
pembinaan terkait SIMPLe, dan penatausahaan BKPN yang disampaikan oleh Kepala
Seksi Piutang Negara IIC Achmad Fauzi, Penelusuran Aset dan Penyitaan dalam
Penagihan Pajak oleh Kepala Bidang Penyidikan, Penagihan Kanwil II DJP Jateng Srijono,
Hak Tanggungan dan Pendaftaran Tanah oleh Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran
Tanah Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Ratmono, serta Perspektif Penyitaan oleh Juru
Sita Pengadilan oleh Hakim Pengadilan Negari Surakarta I Gde Ginarsa
Saran-saran
1. Berkenaan dengan penyelesaian piutang yang menyangkut aspek kerugian
Negara. Meskipun wewenang RUPS dianggap merupakan lex specialis sesuai
dengan PP 33 Tahun 2006. Akan tetapi, wewenang dalam menjalankan
penyelesaian piutang negara tidak dapat mengingkari aspek kerugian Negara
dikarenakan adanya penyertaan modal dari Negara. Sehingga dalam hal ini
30
diperlukan nota kesepahaman antara penegak hukum dan badan-badan Negara
dengan RUPS sebagai organ tertinggi korporasi.
2. Untuk menghindari terjadinya sesuatu terhadap piutang negara, maka seluruh
jajaran aparat hukum yaitu Instansi Imigrasi, Instansi Pajak, Polri dan Jaksa
sebaiknya selalu berkoordinasi demi kelancaran penyelesaian masalah piutang
negara.