Anda di halaman 1dari 20

PAPER PENYITAAN

TUGAS KELOMPOK EKSEKUSI PUPN

OLEH KELOMPOK 1:
ALIFIA FARAS SAFIRA/4302160012 (1)
ANAK AGUNG AYU VIRA SONIA/4302160006 (2)
CHYNTIA FELICIA MY SITUMORANG/4302160013 (3)
DEDDY ANDRIANTO/4302160019 (4)
DEWI LESTUTI AMBARWATI/430210007 (5)

4-1 DIII MANAJEMEN ASET


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TAHUN 2018
PENYITAAN MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PUPN

1. Pengertian Penyitaan

Penyitaan merupakan tindakan hukum dalam bentuk keputusan, penetapan dari


instansi yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk
menyita barang milik seseorang yang kalah dalam suatu perkara di pengadilan atau
dalam kedudukannya sebagai debitur. Adapun tujuan penyitaan adalah:

 Untuk menjaga keutuhan keberadaan barang jaminan atau harta kekayaan


lain milik Penanggung Hutang selama proses pengurusan piutang.

 Untuk menjamin hak-hak Penyerah Piutang sehingga dapat dicegah


perbuatan yang dapat merugikan Penyerah Piutang.

2. Obyek Penyitaan
Penyitaan dilakukan terhadap barang milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang. Dalam hal Barang Jaminan tidak ada atau diperkirakan nilainya tidak dapat
menutup sisa hutang, penyitaan dapat dilakukan terhadap Harta Kekayaan Lain.
Penyitaan tersebut dapat dilaksanakan terhadap barang bergerak dan/atau barang
tidak bergerak milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang yang berada
di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk:

a. barang dalam penguasaan pihak lain;


b. barang yang dibebani dengan hak tanggungan/fidusia;
c. uang dan/atau harta kekayaan yang tersimpan di bank; dan/atau
d. surat-surat berharga.

Harta kekayaan milik PH/PjH yang dapat disita adalah barang jaminan dan/atau
harta kekayaan lain yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat
kedudukan, atau tempat tinggal lain termasuk yang dalam penguasaan pihak lain,
yaitu :

a. Barang bergerak berupa mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lain yang dapat
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lain, dst.

b. Barang tidak bergerak berupa tanah, tanah dan bangunan, dan kapal dengan
isi kotor lebih dari 20 m3.
Dalam eksekusinya, barang-barang yang dikecualikan dalam obyek penyitaan
adalah:

a. tempat tidur beserta perlengkapannya dari Penanggung Hutang dan anak-


anaknya, demikian pula pakaian-pakaian mereka;

b. perlengkapan Penanggung Hutang yang bersifat dinas pada anggota Tentara


Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil
menurut dinas dan pangkatnya;

c. alat-alat pertukangan yang termasuk usaha Penanggung Hutang;

d. persediaan makanan dan minuman untuk satu bulan yang berada di rumah
Penanggung Hutang;

e. buku-buku yang bertalian dengan jabatan/pekerjaan Penanggung Hutang atas


pilihannya, demikian pula perkakas-perkakas dan alat-alat yang dipergunakan
untuk pendidikan, maupun untuk kebudayaan dan keilmuan; dan/atau

f. ternak yang semata-mata dipergunakan untuk menjalankan usaha


Penanggung Hutang.

3. Penerbitan Surat Perintah Penyitaan


Setelah lewat waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa
diberitahukan, Penanggung Hutang tidak melunasi hutangnya, Panitia Cabang
menerbitkan Surat Perintah Penyitaan. SPP tersebut sekurang-kurangnya memuat:

a. pertimbangan diterbitkannya Surat Perintah Penyitaan;


b. dasar hukum diterbitkannya Surat Perintah Penyitaan;
c. perintah kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk menugaskan Juru Sita
Piutang Negara melakukan penyitaan;
d. uraian barang yang disita;
e. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah Penyitaan; dan
f. tanda tangan Panitia Cabang.

4. Proses Penyitaan

a. Persiapan Penyitaan

1. Persiapan tugas :
a. Meneliti dokumen SPP dan dokumen barang jaminan;
b. Mencocokkan urangan barang jaminan dalam SPP dengan data asli
dokumen;
c. Memeriksa perikatan dokumen alas hak barang jaminan
2. Mempersiapkan 2 orang saksi :
a. Keberadaan saksi adalah mutlak;

b. Fungsi saksi adalah membantu dan menyaksikan jalannya tugas jurusita ;


c. Syarat saksi harus sesuai dengan ketentuan.
3. Mempersiapkan kelengkapan administratif dan teknis, sbb :
a. Salinan SPP;
b. Berita acara SPP;
c. Fotokopi alas hak dan pengikatan barang jaminan;
d. Surat Tugas.
4. Pelaksanaan tugas, antara lain :
a. Menemui PH/PjH;
b. Melaksanakan penyitaan di lokasi obyek penyitaan;
c. Menbuat Berita Acara Penyitaan;
d. Mengumumkan dan mendaftarkan pelaksanaan penyitaan.

b. Pelaksanaan Penyitaan :

Dalam eksekusinya, penyitaan yang dilaksanakan oleh Juru Sita Piutang Negara
merupakan sita eksekusi berdasarkan Surat Perintah Penyitaan. Penyitaan tersebut
disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang saksi yang telah berumur
sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun atau telah menikah, dikenal, dan
tidak ada hubungan keluarga dengan Juru Sita Piutang Negara. Juru Sita Piutang
Negara wajib memberitahukan secara lisan maksud penyitaan dan menyampaikan
salinan Surat Perintah Penyitaan kepada Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang selaku pemilik barang yang disita, pada saat pelaksanaan penyitaan.

Dalam hal Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tidak berada di tempat,
tempat tinggal tidak diketahui, atau tempat tinggal Penanggung Hutang dan/atau
Penjamin Hutang berbeda dengan lokasi objek penyitaan, penyitaan diberitahukan
kepada aparat pemerintah desa/kelurahan setempat dan/atau :
a. anggota keluarga/orang yang dipercaya Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang, yang telah dewasa dan:

1. bertempat tinggal sama dengan Penanggung Hutang dan/atau Penjamin


Hutang; atau

2. berada di lokasi objek penyitaan;

b. pegawai senior yang berada di kantor/tempat usaha Penanggung Hutang


dan/atau Penjamin Hutang; atau

c. penyewa, penggarap, atau pihak yang menguasai secara fisik objek penyitaan.

5. Berita Acara Penyitaan :

Pelaksanaan penyitaan dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani


oleh.

a. Juru Sita Piutang Negara;


b. saksi-saksi; dan
c. Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang;

Berita Acara Penyitaan juga turut diketahui dan ditandatangani oleh.

a. Aparat Pemerintahan Desa/ Kelurahan, dalam hal barang yang disita tanah
dan/atau bangunan;

b. Syahbandar, dalam hal barang yang disita berupa kapal dengan isi lebih dari
20 m3 (dua puluh meter kubik); atau

c. Pengelola Bandara dalam hal barang yang disita berupa pesawat terbang.

Berita Acara Penyitaan memuat sekurang-kurangnya:

a. nomor Berita Acara Penyitaan;

b. hari, tanggal dan jam pelaksanaan penyitaan;

c. identitas Juru Sita Piutang Negara dan saksi-saksi;

d. nomor dan tanggal Surat Perintah Penyitaan; dan

e. uraian barang yang disita.

Selembar salinan Berita Acara Penyitaan disampaikan kepada Penanggung Hutang


dan/atau Penjamin Hutang. Dalam hal barang yang disita berupa tanah atau tanah
beserta bangunannya, dalam Berita Acara Penyitaan dicantumkan batas-batas tanah
yang disita.

Penyitaan tetap dapat dilaksanakan dan Berita Acara Penyitaan mempunyai kekuatan
mengikat, meskipun.

a. Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang menolak menandatangani


Berita Acara Penyitaan atau tidak berada di tempat objek penyitaan; dan/atau

b. Aparat Pemerintah Desa/Kelurahan, Syahbandar atau Pengelola Bandara


menolak menandatangani Berita Acara Penyitaan.

Dalam hal Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tidak berada di tempat objek
penyitaan, penyitaan dilaksanakan dengan ketentuan:

a. salah seorang saksi berasal dari aparat pemerintah desa/kelurahan setempat;

b. dalam Berita Acara Penyitaan dicantumkan alasan ketidakhadiran Penanggung


Hutang dan/atau Penjamin Hutang; dan

c. Berita Acara Penyitaan ditandatangani Juru Sita Piutang Negara dan saksi-
saksi

6. Permintaan Bantuan Penyitaan :

Juru Sita Piutang Negara meminta bantuan kepada aparat kepolisian dan/atau aparat
pemerintah desa/kelurahan untuk menyaksikan dan memberikan bantuan
pengamanan dalam pelaksanaan penyitaan dalam hal Juru Sita Piutang Negara:

a. memasuki tempat barang yang disita dan Penanggung Hutang/Penjamin


Hutang tidak memperbolehkan atau menghalang-halangi Juru Sita Piutang
Negara memasuki tempat barang yang akan disita;
b. membuka secara paksa ruangan yang terkunci dan barang yang akan disita
berada di dalamnya; atau
c. memasuki secara paksa bangunan yang akan disita dan dalam keadaan tidak
berpenghuni.

7. Sita Persamaan

Terminologi sita persamaan dimaksudkan bila pelaksanaan penyitaan tidak dapat


dilakukan terhadap barang yang telah disita lebih dahulu oleh Pengadilan Negeri,
Instansi Pajak, atau instansi lain yang berwenang, maka terhadap barang yang telah
disita lebih dahulu oleh Pengadilan Negeri, Instansi Pajak, atau instansi lain yang
berwenang tersebut, Juru Sita Piutang Negara menyampaikan salinan Surat Paksa
kepada instansi yang lebih dahulu melakukan penyitaan disertai surat permintaan
agar penyitaan yang telah dilakukan oleh instansi tersebut diberlakukan juga untuk
pemenuhan Surat Paksa.

Atas barang yang disita terlebih dahulu untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat
dilakukan penyitaan. Jika juru-sita mendapatkan barang demikian, ia dapat memberi
salinan sural paksa sebelum tanggal penjualan barang tersebut kepada hakim
Pengadilan Negeri yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang telah
dilakukan alas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan
untuk pembayaran hutang menurut surat-paksa. Apabila setelah dilakukan
penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita, diajukan
permintaan untuk melaksanakan suatu putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
penanggung-hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu
dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan
hakim itu, dan hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk
melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu
sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan-
putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.

Dalam hal permohonan sita persamaan dari hakim Pengadilan Negeri menentukan
juga cara pembagian hasil penjualan antara PUPN dan orang yang berpiutang,
maka PUPN dan orang yang berpiutang yang telah menghadap atas panggilan
PUPN dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan Pembagian
tersebut. Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan
pasti, maka hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada
juru Ielang atau orang yang ditugaskan rnelakukan penjualan umum untuk
dipergunakan sebagai dasar pernbagian uang penjualan. Sanggahan penanggung
hutang kepada Negara terhadap pelaksanaan, baik dalam hal penyitaan barang
gerak maupun penyitaan barang tak gerak, harus diajukan olehnya baik secara
tertulis maupun dengan lisan, kepada hakim Pengadilan Negeri yang akan
menyuruh mencatatnya jika sanggahan tersebut dilakukan dengan lisan. Perkara
tersebut kemudian diajukan dalarn sidang Pengadilan Negeri pada hari sidang yang
terdekat untuk diputus setelah diadakan pemeriksaan atau dilakukan panggilan
selayaknya terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Sanggahan tidak dapat
diajukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang negara juga tidak dapat
dilaksanakan terhadap pelaksanaan sita persamaan berdasarkan pengakuan hak
miliknya atas barang yang disita itu. Terhadap putusan yang dijatuhkan berlaku
peraturan umum mengenai banding.

8. Penyitaan terhadap tanah, tanah dan bangunan, tanah dan bangunan berikut
mesin-mesin pabrik (aset tetap)

Penyitaan terhadap tanah, tanah dan bangunan, tanah dan bangunan berikut
mesin-mesin pabrik, dilaksanakan Juru Sita Piutang Negara, antara lain dengan:

a. Meminta informasi pada aparat pemerintah setempat terkait obyek yang disita;

b. Memeriksa dan meneliti obyek yang disita (batas dan kondisi obyek);

c. Mengidentifikasi (merk, jenis, jumlah) obyek yang disita (mesin-mesin pabrik);

d. Membuat BA obyek sita (mencantumkan batas tanah dan bangunan yang


disita);

e. Meminta bantuan aparat pemerintah atau tenaga ahli (terkait dengan obyek sita
berupa mesin pabrik).

9. Penyitaan terhadap kendaraan

Penyitaan terhadap kendaraan, dilaksanakan Juru Sita Piutang Negara, antara lain
dengan:

a. Mencari obyek yang disita (bersama-sama dengan Penyerah Piutang/petugas


aparat keamanan);

b. Memeriksa dan mencocokkan identitas kendaraan dengan dokumen yang ada


(no kendaraan, no. Mesin, no. rangka, warna);

c. Memeriksa kondisi fisik dan mesin kendaraan;

d. Membuat BA Penyitaan;

e. Menyimpan kendaraan di Kantor Pelayanan atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kantor Pelayanan;

f. Meminta bantuan aparat kepolisian, apabila kendaraan dalam penguasaan


pihak lain.
10. Penyitaan terhadap kapal laut/pesawat udara

Penyitaan terhadap kapal laut/pesawat udara, dilaksanakan Juru Sita Piutang


Negara, antara lain dengan:

a. Meminta penjelasan dari administrator pelabuhan laut/udara mengenai


keberadaan, penguasaan, kepemilikan, perijinan, dll dari kapal laut/pesawat
udara.

b. Menghentikan operasional pesawat udara/kapal laut apabila PH tidak bersedia


menyimpan barang atau menyatakan kesediannnya bila barang tersebut ditarik;

c. Membuat BA Penyitaan.

11. Penyitaan terhadap barang dagangan

Penyitaan terhadap barang dagangan, dilaksanakan Juru Sita Piutang Negara,


antara lain dengan:

a. Menginventarisir barang tersebut (jumlah maupun jenis);

b. Mengangkut barang sitaan(untuk barang yang tidak cepat busuk) ke tempat


penyimpanan;

c. Menarik barang sitaan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas;

d. Membuat BA Penyitaan.

Dalam hal PH bersikap kooperatif dengan bersedia menyetor barang yang akan
dijual, PH membuat pernyataan tentang hasil penjualan.

12. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya

Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan Juru


Sita Piutang Negara dengan:

a. meminta bantuan tenaga ahli untuk melakukan penaksiran; dan

b. membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan berat perhiasan yang disita;

c. Meneliti dokumen perolehannya;

d. Menyimpan emas, permata, dan barang sejenisnya di Kantor Pelayanan atau


kantor Penyerah Piutang atau Kantor Pegadaian.
e. Jika barang dititipkan ke pihak lain, jurusita membuat berita acara penitipan
barang sitaan.

13. Penyitaan terhadap surat berharga (saham, obligasi dan sejenisnya)

Penyitaan terhadap surat berharga (saham, obligasi dan sejenisnya) yang


diperdagangkan di bursa efek hanya dapat dilaksanakan setelah :

a. Diperoleh ijin dari Bapepam (sekarang OJK);


b. Dilakukan pemblokiran terhadap rekening efek PH/PjH.

Jurusita menemui Kustodian untuk menjelaskan maksudnya tindakan


penyitaannya, kemudian membuat BA Penyitaan. Salinan Berita Acara Penyitaan
terhadap surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek juga disampaikan
kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Pengelola Bursa Efek, dan
Kustodian.

14. Penyitaan terhadap efek :

Jurusita menyita efek di Bursa Efek melalui perantara Pedagang Efek Anggota
Bursa. Adapun penyitaan terhadap surat berharga yang tidak diperdagangkan di
bursa efek dilaksanakan dengan :

a. terlebih dahulu meneliti keaslian dokumen surat berharga yang disita tersebut;

b. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah , nilai


nominal dan perkiraan nilai lainnya dari surat berharga itu dalam daftar yang
merupakan lampiran BA Penyitaan;

c. Membuat BA Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari PH/PjH kepada
Ketua PUPN Cabang.

15. Penyitaan terhadap piutang

Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan dengan :

a. membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam Berita
Acara Penyitaan; dan

b. membuat Persetujuan Pengalihan Hak Tagihan (cessie) dari Penanggung


Hutang dan/atau Penjamin Hutang kepada Panitia Cabang, dan menyampaikan
salinannya kepada Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang dan pihak
yang berkewajiban membayar hutang.
16. Penyitaan terhadap harta kekayaan lain berupa uang tunai

Penyitaan terhadap Harta Kekayaan Lain berupa uang tunai dilaksanakan dengan:

a. meneliti keaslian uang;

b. menghitung uang yang disita sesuai dengan sisa hutang; dan

c. menyetorkan uang hasil penyitaan ke rekening Bendaharawan Penerima


Kantor Pelayanan.

17. Penyitaan terhadap harta kekayaan lain yang tersimpan di Bank

Penyitaan terhadap Harta Kekayaan Lain yang tersimpan pada bank hanya dapat
dilaksanakan setelah dilakukan pemblokiran. Penyitaan tersebut dilaksanakan
dengan:

a. mencantumkan jumlah uang yang disita sesuai dengan sisa hutang dalam
Berita Acara Penyitaan; dan

b. mentransfer uang hasil penyitaan ke rekening Bendahara Penerimaan Kantor


Pelayanan.

18. Pelaksanaan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Kantor Pelayanan

Dalam hal tempat barang yang akan disita berada di luar wilayah kerja Kantor
Pelayanan, pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan meminta bantuan Kantor
Pelayanan tempat barang yang akan disita berada. Dikecualikan dari ketentuan
tersebut di atas, pelaksanaan penyitaan dapat dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
yang bersangkutan dalam hal:

a. tempat barang yang akan disita berada dalam wilayah kerja Ketua Panitia
Cabang yang bersangkutan; dan

b. tempat barang yang akan disita berada di Kabupaten/Kota yang berbatasan


dengan wilayah kerja Kantor Pelayanan yang bersangkutan.

19. Pengumuman Penyitaan

Pengumuman pennyitaan dilakukan dengan Salinan Berita Acara Penyitaan


ditempelkan pada barang yang disita, di tempat barang yang disita berada, tempat-
tempat umum, dan/atau tempat pengumuman di Kantor Pelayanan. Penempelan atau
pemasangan Salinan Berita Acara Penyitaan dan tanda penyitaan dimaksudkan
sebagai pengumuman penyitaan agar penyitaan diketahui masyarakat. Pada barang
yang disita dapat ditempel atau dipasang tanda penyitaan yang memuat sekurang-
kurangnya:

a. kata-kata "DALAM PENYITAAN NEGARA q.q. PUPN


CABANG………../KPKNL………..";

b. nomor dan tanggal Berita Acara Penyitaan;

c. larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan,


menyewakan, mengubah bentuk, merusak barang sitaan;

d. larangan untuk merusak tanda penyitaan; dan

e. sanksi jika melakukan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan d.

20. Pendaftaran Penyitaan :

Sita Eksekusi oleh PUPN/Pengadilan mempunyai kekuatan hukum mengikat (kepada


para pihak) karena telah sah secara formil sesuai tata tertib dan syarat-syaratnya,
namun belum tentu mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada pihak ketiga. Sita
eksekusi akan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak ketiga apabila
mendaftarkan berita acara penyitaan tersebut kepada instansi yang berwenang.
Penyitaan yang telah dilaksanakan didaftarkan kepada instansi yang berwenang,
sepanjang barang yang disita sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku wajib didaftarkan. Jurusita melakukan pendaftaran salinan BA Penyitaan
kepada instansi yang berwenang sebagai berikut :

a. Untuk tanah dan/atau bangunan yang bersertifikat didaftarkan di Kantor


Pertanahan dan Pengadilan Negeri setempat;

b. Untuk tanah dan/atau bangunan yang belum bersertifikat didaftarkan di kantor


pemerintahan setempat dan Pengadilan Negeri setempat;

c. Untuk kendaraan bermotor didaftarkan ke Kepolisian/Satlantas setempat;

d. Untuk kapal laut, didaftarkan ke kantor Syahbandar setempat;

e. Untuk pesawat udara, didaftarkan ke Kementerian Perhubungan;

f. Untuk saham yang sudah terdaftar/listing di bursa efek didaftarkan ke


Bapepam.
21. Penarikan Barang Sitaan

Penarikan barang sitaan, adalah dalam rangka pengamanan barang jaminan. Tindakan
yang dapat dilakukan oleh jurusita dalam rangka penarikan barang jaminan tersebut
adalah :

a. Memeriksa terlebih dahulu terhadap kuantitas maupun kualitas barang


tersebut;

b. Menyimpannya pada tempat yang dianggap aman (KPKNL, Kantor Penyerah


Piutang, Pegadaian);

c. Mengutamakan tindakan persuasif dan menghindari tindakan kekerasan;

d. Membuat BA Penarikan Barang Sitaan, dengan diketahui 2 orang saksi;

e. Menyerahkan barang yang ditarik kepada petugas pengelola barang jaminan di


Kantor Pelayanan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan dengan
membuat BA Serah terima Barang;

f. Membuat Laporan tertulis pelaksanaan penarikan barang sitaan tersebut


kepada Kepala Kantor Pelayanan dengan melampirkan BA Penarikan dan BA
Serah terima Barang.

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas penarikan, jurusita dapat meminta


bantuan :
− Penyerah Piutang/Kreditor;
− Aparat Keamanan;
− Pemerintah setempat;
− Instansi terkait.

22. Penitipan Barang Sitaan

Barang yang telah disita pada prinsipnya dititipkan untuk dijaga dan diawasi kepada
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang selaku pemilik barang yang disita . Dalam hal
barang sitaan berupa barang tidak bergerak dan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang
(merupakan pemilik barang yang disita) :

a. tidak bersedia menandatangani Berita Acara Penyitaan, pengawasan barang


sitaan dapat dititipkan kepada aparat pemerintah desa/kelurahan setempat
atau dalam pengawasan Kantor Pelayanan; atau
b. tidak berada di tempat pelaksanaan penyitaan, pengawasan barang sitaan
dapat dititipkan kepada aparat pemerintah desa/kelurahan setempat, anggota
keluarga, penghuni, penyewa atau dalam pengawasan Kantor Pelayanan

Dalam hal barang sitaan berupa barang bergerak dan Penanggung Hutang/Penjamin
Hutang (merupakan pemilik barang yang disita) tidak bersedia menandatangani Berita
Acara Penyitaan atau tidak berada di tempat pelaksanaan penyitaan, barang sitaan
dapat disimpan oleh Kantor Pelayanan atau dititipkan di tempat penitipan yang baik.

23. Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan

Berdasarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan, Kantor Pelayanan membuat


Surat Pemberitahuan Pengangkatan Sita yang ditujukan kepada instansi yang
menerima salinan Berita Acara Penyitaan dan/atau instansi menerima pendaftaran
penyitaan. Panitia Cabang menerbitkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan dalam
hal.

a. Piutang Negara dinyatakan lunas/selesai;


b. pengurusan Piutang Negara dikembalikan kepada Penyerah Piutang;
c. Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain tidak atau tidak lagi menjadi
jaminan hutang;
d. barang yang disita telah disita lebih dahulu oleh Pengadilan Negeri, Instansi
Pajak, atau instansi lain yang berwenang; atau
e. pelaksanaan penyitaan mengandung cacat hukum.

Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan memuat sekurang-kurangnya:


a. pertimbangan pengangkatan sita;
b. dasar hukum penerbitan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan;
c. perintah kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk mengangkat penyitaan;
d. uraian barang yang akan diangkat sitanya;
e. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan; dan
f. tanda tangan Panitia Cabang.

Berdasarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan Kantor Pelayanan membuat


Surat Pemberitahuan Pengangkatan Sita yang ditujukan kepada instansi yang
menerima salinan Berita Acara Penyitaan dan/atau instansi menerima pendaftaran
penyitaan. Dalam hal pelaksanaan Penyitaan didaftarkan, penyampaian surat
Permintaan Pengangkatan Penyitaan dan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan
dilakukan oleh Jurusita dengan menyampaikan kedua surat dimaksud dan
mendaftarkan pengangkatan penyitaan di instansi yang berwenang. Dalam hal
pelaksanaan Penyitaan dilakukan dengan memasang tanda-tanda Penyitaan,
Pengangkatan Penyitaan dilakukan dengan mencabut tanda-tanda Penyitaan,
membuat Berita Acara Pengangkatan Penyitaan, dan menyampaikan Berita Acara
Pengangkatan Penyitaan yang dilampiri Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan,
serta disampaikan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang selaku pemilik
barang sitaan.

24. Pemblokiran Harta Kekayaan Penanggung Hutang Berupa Tanah Dan


Kendaraan Bermotor
Pemblokiran wajib dilakukan terhadap barang milik Penanggung Hutang (bukan
barang jaminan) yang tidak dibebani Hak Tanggungan/Fidusia dalam rangka
pengamanan penyelesaian hutang. Pemblokiran Barang Jaminan/harta kekayaan
Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang dilaksanakan dengan cara
menerbitkan Surat Pemblokiran yang ditandatangani oleh Kepala KPKNL.

Surat Pemblokiran tersebut dapat diterbitkan oleh KPKNL setelah diterbitkannya


SP3N, dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Pemblokiran yang ditandatangani
oleh Kepala Kantor Pelayanan dan ditujukan kepada Instansi yang berwenang
melakukan pemblokiran, seperti:
a. Kantor Pertanahan untuk memblokir dokumen yang terkait dengan hak atas
tanah dan bangunan; atau
b. Kantor SAMSAT untuk memblokir dokumen kendaraan.
Kantor Pelayanan mencabut pemblokiran dalam hal:
a. Piutang Negara dinyatakan lunas/selesai;
b. Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain bukan atau bukan lagi
merupakan jaminan penyelesaian hutang;
c. Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain telah disita lebih dahulu oleh
instansi lain yang berwenang; atau
d. Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain diketahui mengandung cacat
hukum berdasarkan keputusan instansi yang berwenang.

Surat pencabutan pemblokiran disampaikan oleh Kantor Pelayanan kepada instansi


yang berwenang.

25. Pemblokiran Rekening Bank Dan Surat Berharga


Kegiatan pemblokiran Barang Jaminan dan/atau harta kekayaan PH berupa rekening
bank milik Penanggung Hutang dilakukan bila KPKNL dapat memperoleh data yang
valid tentang keberadaan rekening Penanggung Hutang yang tersimpan pada Bank,
dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Pimpinan Otoritas Jasa
Keuangan. BJ/Harta kekayaan lain yang tersimpan di Bank dapat berupa rekening,
simpanan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu. Izin tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan
tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran ketentuan tentang
rahasia bank (sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan). Izin tertulis tersebut diperoleh melalui proses sebagai berikut:
a. KPKNL mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara
/Ketua PUPN Pusat, dengan menyebutkan sekurang-kurangnya:
1) identitas Penanggung Hutang;
2) nama kantor bank tempat Penanggung Hutang mempunyai simpanan;
3) keterangan yang diminta; dan
4) alasan diperlukannya keterangan.
b. Direktur Jenderal Kekayaan Negara setelah menerima surat permohonan dari
KPKNL tersebut di atas, mengajukan permohonan izin pemblokiran kepada
Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan untuk ditindaklanjuti penerbitannya.

Setelah Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin, maka izin tertulis tersebut
dilampirkan KPKNL dalam Surat Pemblokiran Harta Kekayaan Lain yang tersimpan di
Bank. Surat pemblokiran tersebut disampaikan kepada kepada Bank tempat
disimpannya harta kekayaan tersebut. Dengan proses dan persyaratan yang sama,
KPKNL dapat juga melakukan pemblikiran harta kekayaan lain milik Penjamin Hutang
yang tersimpan di Bank. Namun demikian, pemblokiran atas harta kekayaan Penjamin
Hutang tersebut hanya dapat dilaksanakan apabila Penjamin Hutang yang
bersangkutan menjamin penyelesaian seluruh hutang Penanggung Hutang.

Pemblokiran terhadap surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek


dilaksanakan setelah memperoleh izin tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan. Selain itu, dengan proses dan persyaratan yang
analog dengan yang telah diuraikan di atas, KPKNL juga dapat melakukan pemblokiran
Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang yang
berupa Surat Berharga yang diperdagangkan di Bursa Efek setelah memperoleh izin
tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM
LK). Izin pemblokiran diajukan oleh Direktur Jenderal/Panitia Pusat kepada Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan usul dari Kantor
Pelayanan. Izin tertulis diajukan oleh Direktur Jenderal /Panitia Pusat kepada
Pimpinan Bank Indonesia berdasarkan usul dari Kepala Kantor Pelayanan dan
didukung Kepala Kantor Wilayah.

26. Penyitaan Harta Kekayaan Lain Bukan Jaminan Berdasarkan KUHPerdata


Sebenarnya dalam sistem hukum perdata telah diatur suatu mekanisme penjaminan
dalam suatu perjanjian hutang-piutang yang pada prinsipnya menyatakan bahwa
segala kebendaan (kekayaan) seseorang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan segala
hutang-hutangnya (Subekti, hlm.181).
Azas hukum atau mekanisme penjaminan tersebut diatur dalam Pasal 1131 dan 1132
KUH Perdata.

Pasal 1131 berbunyi, “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun
yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
Ketentuan pasal 1131 KUH Perdata ini memberikan PUPN suatu kewenangan untuk
melakukan penyitaan dan pelelangan harta kekayaan Penanggung Hutang, walaupun
harta kekayaan tersebut tidak diikat sebagai barang jaminan hutangnya. Namun dalam
praktek jaminan secara umum tersebut dipandang kurang memadai/kurang aman
dengan alasan selain kekayaan debitor sewaktu-waktu bisa habis, dan mudah
dialihkan (dijual), juga jaminan secara umum tersebut berlaku untuk semua kreditor,
sehinggabila ada banyak kreditor, ada kemungkinan beberapa kreditor tidak lagi
mendapat bagian.

Seringkali terjadi dalam praktek seorang debitor, karena berbagai alasan, telah
memperoleh pinjaman uang dari beberapa kreditor. Oleh karena itu seorang kreditor
seringkali pula meminta untuk diberikan jaminan khusus berupa jaminan kebendaan
(hipotik, gadai, fiducia) di samping jaminan perorangan yang dinamakan
jaminan/perjanjian penanggungan hutang (borgtocht atau guaranty). Sebagaimana
halnya borgtocth, perjanjian hipotik, pemberian gadai dan fiducia mempunyai
kedudukan sebagai perjanjian accessoir (pelengkap atau tambahan) atas perjanjian
pokoknya.
ANALISIS:
EFEKTIVITAS PENYITAAN BARANG JAMINAN DAN/ATAU HARTA KEKAYAAN MILIK PENANGGUNG
HUTANG/PENJAMIN HUTANG DALAM RANGKA MENYELESAIKAN KASUS PIUTANG NEGARA

Seringkali kita mendengar bahwa ada elemen negara yang melakukan penyitaan.
Penyitaan merupakan hal yang lumrah dilakukan pada zaman ini, mengingat banyaknya
kewajiban pembayaran yang dilalaikan, ataupun sebab lainnya.

Piutang negara pada hakekatnya adalah piutang seluruh rakyat. Dengan demikian yang
memiliki tagihan terhadap debitor adalah seluruh rakyat dalam negara yang bersangkutan.
Oleh karena itulah maka tepat apabila pengaturan tentang eksekusi piutang negara
dibedakan dengan eksekusi piutang non negara. Proses penanganan piutang negara
dibedakan dengan penanganan piutang non negara sejak tahap penentuan sampai
dengan tahap eksekusi.

Dalam penanganan piutang negara, oleh negara telah diadakan peraturan, yang menjadi
dasar hukum bagi keberadaan lembaga, ketentuan tentang prosedur dan syarat eksekusi.
Negara berwenang membuat ketentuan yang demikian karena negara adalah pemegang
kedaulatan, dengan demikian negara merupakan pemegang otoritas untuk membuat
peraturan, mengadakan lembaga, menentukan syarat dan prosedur eksekusi, dalam hal ini
adalah eksekusi piutang negara yang diatur terpisah dari eksekusi piutang non negara.

Sesuai dengan ketentuan penyelesaian piutang negara oleh PUPN yang telah dijelaskan di
atas, mengenai ketentuan penyitaan:
1. Apabila PH/PjH tidak memenuhi ketentuan Surat Paksa, maka PUPN menerbitkan Surat
Perintah Penyitaan (SPP) terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain;
2. Apabila debitor tetap tidak menyelesaikan hutangnya kepada negara walaupun barang
jaminan dan/atau harta kekayaan lain miliknya telah disita.
3. Pelaksanaan lelang barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH;

Simpulannya, proses penyelesaian piutang negara oleh PUPN yang telah dijabarkan dalam
peraturan dilakukan secara singkat dan efektif, dengan maksud agar piutang negara
tersebut dapat dengan cepat tertagih atau terselesaikan. Untuk itu berdasarkan Pasal 10 dan
Pasal 11 UU PUPN, Panitia diberikan suatu kekuasaan khusus untuk menetapkan dan
menerbitkan keputusan-keputusan hukum yang sifatnya final dan dapat dilaksanakan tanpa
melalui lembaga peradilan (asas parate executie), seperti menerbitkan Surat Pernyataan
Bersama, Surat Paksa, Sita dan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) sebagai
dasar hukum untuk melaksanakan pelelangan barang-barang sitaan PUPN.
Hal ini dituangkan dalam PMK No. 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang
Negara. Regulasi yang sama juga ditetapkan pada eselon I lainnya seperti pajak, dengan
sebab yang sama.

Parate eksekusi dianggap sah dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan


Ketuhanan Yang Maha Esa” bagaimanapun keadaannya. Tanpa persetujuan pemilikpun,
asal juru sita memegang surat tugas dari Dirjen yang menaunginya. Namun juga ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh juru sita, misalkan harus datang ke objek yang akan
disita.

Namun pada praktiknya, masih sulit ditemui kasus penyelesaian piutang negara oleh PUPN

Melihat perkembangan kasus hukum terkait penyitaan aset yang dilakukan oleh juru sita
Direktorat Jenderal Kekayan Negara (DJKN) yang semakin kompleks, maka para juru sita
DJKN harus mempunyai wawasan yang luas tentang kejurusitaan di Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dan juga dengan instansi-instansi lain yang mempunyai tugas
melakukan penyitaan agar wawasan para juru sita dapat terintegrasi dengan best practice
dan metode penyitaan yang dilakukan instansi lain. Demikian ditegaskan Kepala Seksi
Piutang Negara IIA Nofiansyah ketika membuka sekaligus memberikan ceramah current
issue pada Penyegaran Juru Sita, Pemeriksa, dan Analis Berkas Kasus Piutang Negara
(BKPN) pada 10 Juli 2012 di Hotel Sunan, Surakarta, Jawa Tengah.

Penyegaran yang akan berlangsung pada 10-13 Juli 2012 dan diikuti oleh 40 juru sita dan
pemeriksa serta analis BKPN ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas/keilmuan bidang
tugas juru sita, pemeriksa piutang negara, dan analis BKPN.

Instansi lain yang terkait dengan penyitaan dan turut serta hadir adalah pengadilan,
Direktrat Jenderal Pajak, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berkaitan dengan
pendaftaran dan persertipikatan tanah. Nofiansyah mengatakan juru sita DJKN harus
melihat penyitaan dari tiga perspektif yakni pengadilan, DJP, dan BPN. “Manfaatkan
seoptimal mungkin ilmu-ilmu dari narasumber baik internal maupun eksternal DJKN agar
dapat menambah wawasan yang lebih luas,” ujar pria yang juga menjadi Ketua Komunitas
Fotografi DJKN ini.

Terkait PUPN, ia menegaskan bahwa PUPN bukan saingan lembaga pengadilan karena
motivasi pembentukan PUPN didasarkan atas kenyataan pada tahun 1957 banyak tagihan
negara yang tidak kembali, baik yang diperuntukkan untuk mengubah struktur ekonomi
maupun peningkatan pembangunan yang ternyata sebagian besar tidak kembali. Ia
menjelaskan secara komprerehensif mengenai tugas juru sita piutang negara,
pengangkatan, pemberhentian, larangan, dan hal-hal yang berkaitan dengan penyitaan. Sita
merupakan tindakan eksepsional untuk mengasingkan harta dari tergugat dan mempunyai
keistimewaan. Letak keistimewan itu, terangnya, karena sita merupakan tindakan
perampasan, penyitaan tersebut memaksakan kebenaran gugatan dan membenarkan
putusan yang belum dijatuhkan serta berdampak secara psikologis.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Seksi Piutang Negara IC Ivan Tauriesanto
mengungkapkan latar belakang pemeriksaan dalam pengurusan piutang negara yakni
adanya outstanding Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang belum selesai, hasil
pemeriksaan BPK, dan hasil pemeriksaan Inspetorat Jenderal (Itjen) Kementerian
Keuangan. BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan pemeriksaan
untuk menyediakan informasi yang valid dalam rangka pengambilan keputusan
penyelesaian piutang negara dalam perencanaan, pelaksanaan maupun laporan tertulis.

Terkait pemeriksaan Itjen mengenai belum adanya pengaturan lebih lanjut tentang
petunjuk pelaksanaan kegiatan, DJKN perlu membuat petunjuk pelaksanaan pemeriksaan
secara lengkap dan terinci. Ivan memaparkan bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk
menyelesaikan pengurusan piutang negara dengan cara meneliti, mencari, dan
mengumpulkan bukti-bukti/dokumen dan informasi atas diri, harta kekayaan, kemampuan
dan/atau keberadaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang serta fisik barang
jaminan yang belum ditemukan, sedangkan laporan dan rekomendasi tim pemeriksa akan
menjadi dasar dalam tindak lanjut laporan pemeriksaan.

Sampai berita ini ditulis, acara masih berlangsung. Selain materi tetang penyitaan dan
pemeriksaan dalam pengurusan piutang negara disampaikan juga materi-materi lain yang
terkait antara lain pembinaan terkait Keputusan Dirjen Nomor 27 Tahun 2002 tentang
Pembakuan Laporan Piutang Negara dan Pelaksanaan Lelang dan Keputusan Dirjen
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Penatausahaan BKPN dan Minuta Risalah Lelang,
pembinaan terkait SIMPLe, dan penatausahaan BKPN yang disampaikan oleh Kepala
Seksi Piutang Negara IIC Achmad Fauzi, Penelusuran Aset dan Penyitaan dalam
Penagihan Pajak oleh Kepala Bidang Penyidikan, Penagihan Kanwil II DJP Jateng Srijono,
Hak Tanggungan dan Pendaftaran Tanah oleh Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran
Tanah Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Ratmono, serta Perspektif Penyitaan oleh Juru
Sita Pengadilan oleh Hakim Pengadilan Negari Surakarta I Gde Ginarsa

Saran-saran
1. Berkenaan dengan penyelesaian piutang yang menyangkut aspek kerugian
Negara. Meskipun wewenang RUPS dianggap merupakan lex specialis sesuai
dengan PP 33 Tahun 2006. Akan tetapi, wewenang dalam menjalankan
penyelesaian piutang negara tidak dapat mengingkari aspek kerugian Negara
dikarenakan adanya penyertaan modal dari Negara. Sehingga dalam hal ini
30
diperlukan nota kesepahaman antara penegak hukum dan badan-badan Negara
dengan RUPS sebagai organ tertinggi korporasi.
2. Untuk menghindari terjadinya sesuatu terhadap piutang negara, maka seluruh
jajaran aparat hukum yaitu Instansi Imigrasi, Instansi Pajak, Polri dan Jaksa
sebaiknya selalu berkoordinasi demi kelancaran penyelesaian masalah piutang
negara.

Anda mungkin juga menyukai