Anda di halaman 1dari 9

AKTA PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH

Pada hari ini, Kamis, tanggal 10 juli 2008 hadir dihadapan saya, Saulo Sutedja,
Sarjana Hukum, Notaris di Bogor, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris
kenal/ diperkenalkan kepada saya dan yang akan disebutkan pada bagian akhir akta
ini :
1. Samuel Kurnianta, Dosen UNPAD, bertempat tinggal di Vila Mahkota Pesona
Blok ii3 No.14, Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor,
Propinsi Jawa Barat. Untuk sementara berada di Bandung, yang turut hadir dan
menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya, dalam hal ini bertindak
untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak
Pertama.
2. Mentari Dini, swasta, bertempat tinggal di Jl. Cikutra Raya No 24, Kota
Bandung, Propinsi Jawa Barat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya
sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak Kedua.
Kedua belah pihak dengan ini menerangkan bahwa Pihak Pertama menjual kepada
Pihak Kedua berupa bangunan dan tanah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No
013/HM/2005, surat ukur nomor 353 nomor/ 2005 yang terletak di Vila Mahkota
Pesona Blok ii3 No.14, Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat, seluas 150 M (seratus lima puluh meter persegi).
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan
syarat-syarat sebagai berikut :
Pasal 1
Perpindahan Kepemilikan
1. Perjanjian jual beli ini berlaku lima hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini
dan akan berakhir setelah rumah berpindah status kepemilikannya kepada pihak
kedua.
2. Proses perpindahan kepemilikan rumah akan diurus oleh pihak kedua berikut
tanggungan yang timbul dan pihak pertama hanya akan membantu kelancaran
kepengurusan saja.
3. Perpindahan kepemilikan hanya akan diproses setelah semua kewajiban pihak
kedua dipenuhi.

Pasal 2
Nilai Jual Bangunan dan Tanah
1. Rumah dijual seharga Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah).
2. Uang muka penjualan rumah adalah sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) yang harus sudah dibayar oleh Pihak Kedua ke rekening yang ditunjuk
oleh Pihak Pertama pada saat ditandatanganinya perjanjian ini.
3. Pembayaran berikutnya akan dilakukan pada setiap awal bulan sebelum tanggal
15 sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebanyak 60 kali ke rekening yang
ditunjuk Pihak Pertama.
4. Pembayaran dianggap lunas bila pembayaran sudah mencapai nilai jual yang
telah disepakati.
Pasal 3
Keterlambatan Bayar
1. Keterlambatan pembayaran dari tanggal pada pasal 2 butir (3) akan dikenakan
denda sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).
2. Percepatan pembayaran tidak mengurangi nilai kewajiban yang harus dibayar
oleh pihak kedua.
Pasal 4
Gagal Bayar
1. Apabila karena satu dan lain hal terjadi gagal bayar maka akan dianggap sebagai
sewa kontrak rumah dengan nilai Rp 400.000 per bulan dan semua uang
pembayaran akan dikembalikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua setelah
dikurangi seharga nilai kontrak rumah, nilai kerusakan bangunan bila ada dan
kewajiban-kewajiban yang lain pada Pasal 5 butir (2).
2. Pihak Kedua harus menyerahkan kembali rumah dalam keadaan kosong dan
terpelihara kepada Pihak Pertama dan Pihak Pertama tidak berkewajiban untuk
menyediakan sarana penampungan guna menampung keperluan dan barangbarang dari Pihak Kedua.
Pasal 5
Kewajiban-Kewajiban Lain
1. Pihak Pertama wajib membayar iuran Pajak Bumi dan Bangunan sampai proses
pemindahan kepemilikan selesai.
2. Pihak Kedua wajib membayar iuran listrik rumah dan iuran warga setempat.
3. Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan
sebagai rumah tinggal sampai pembayaran dianggap lunas.

Pasal 6
Lain-lain
1. Pihak Kedua atas tanggungan sendiri dapat melakukan perubahan pada rumah
yang tidak akan mengubah konstruksi dan NJOP dan tambahan tersebut harus
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi milik Pihak
Pertama.
2. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir (1) harus dengan ijin tertulis dari
Pihak Pertama.
3. Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa selama masa perjanjian ini berlaku,
Pihak Kedua tidak akan mendapatkan tuntutan dan atau gugatan dari pihak lain
yang menyatakan mempunyai hak atas tanah dan rumah tersebut.
4. Pihak kedua akan mendapatkan hak kepemilikan secara penuh apabila
pembayaran telah dinyatakan lunas.
5. Segala kerusakan kecil maupun besar dari rumah tersebut menjadi tanggungan
sepenuhnya dari Pihak Kedua tanpa kecuali.
6. Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya
dalam addendum/amandemen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian ini dan akan diputuskan secara bersama.
7. Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah
pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah.
8. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah pihak
sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Kabupaten Bogor.
Demikian perjanjian ini disetujui dan dibuat serta ditanda tangani di Bogor, pada hari
dan tanggal seperti yang disebutkan pada awal akta ini, oleh kedua belah pihak
dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak serta dibuat dalam
rangkap dua bermateri cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang
sama.
Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak.
Pihak Pertama, Pihak Kedua,

ttd.

Samuel Kurnianta

ttd.

Mentari Dini

Saulo Sutedja, SH. MBA

Notaris di Bogor,
Saksi-saksi,
ttd.

1. Saffan Firdaus

ttd.

2. Rafa Azka

Analisis Akta
Sebagai perbandingan, dalam format lembaran akta jual beli yang telah
dibakukan pemerintah memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Tanggal dibuatnya perjanjian akta jual beli.
b. Subjek hukum, yang meliputi nama pihak penjual dan pembeli, umur,
kewarganegaraan, pekerjaan, dan domisili.
c. Objek jual beli, yamg meliputi jenis haknya, apakah hak milik, hak guna
bangunan atau hak guna usaha, luasnya, batas-batasnya.
d. Harga jual beli.
e. Pengakuan dari para penjual, bahwa ia telah menerima uang pembayaran
f.
g.
h.
i.

tersebut.
Momentum penyerahan objek jual beli.
Status objek jual beli tidak dikenakan sesuatu sitaan atau tanggungan piutang.
Ongkos pembuatan akta ditanggung oleh pembeli.
Saksi-saksi.
Dalam akta jual beli rumah tersebut terdapat hal-hal yang belum tercantum

dan/ atau belum ditentukan secara tegas sebagaimana akta jual beli yang telah
dibakukan oleh pemerintah, hal-hal tersebut antara lain :
a. Mengenai status rumah yang dijual dikenakan atau tersangkut tidaknya dalam
suatu sitaan atau tanggungan suatu piutang.
Objek dalam perjanjian tersebut haruslah tidak tersangkut dalam sitaan
ataupun sengketa, karena apabila objek tersebut tersangkut hal-hal tersebut
maka Notaris berkewajiban untuk menolak untuk pembuatan akta perjanjian
jual beli tersebut, hal ini juga berdampak merugikan pihak kedua selaku
pembeli yang dapat melahirkan sengketa baru.
b. Mengenai kewajiban pihak yang akan membayar ongkos pembuatan akta
tersebut.

Dalam lembaran akta perjanjian tersebut belum mengatur pihak mana yang
dibebankan akan pembayaran ongkos pembuatan akta perjanjian jual beli
rumah. Di dalm lembaran akta yang telah dibakukan oleh pemerintah sudah
diatur secara tegas mengenai ongkos pembuatan akta ditanggung oleh pihak
selaku pembeli dalam hal ini pihak kedua termasuk tindakan mengambil
langkah-langkah dan oleh hukum dan perturan untuk memungkinkan
pelaksanaan pembayaran, begitu juga mengenai status objek jual beli bahwa
harus dipastikan bahwa objek jual beli tidak berada dalam suatu tanggungan
piutang atau masih dalam sengketa.
Setiap perbuatan hukum dalam hal ini telah terjadi kesepakatan antara para
pihak dalam perjanjian maka akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para
pihak antara lain :
1.Hak dan kewajiban pihak pertama
Yang menjadi hak dari penjual adalah menerima harga barang yang telah dijualnya
dari pihak kedua. Sedangkan kewajiban pokok pihak pertama adalah:
a. Menyerahkan barang
b. Menyerahterimakan dokumen, dan
c. Memindahkan hak milik
2.Hak dan kewajiban pihak kedua
Yang menjadi hak pihak pertama ialah menerima barang yang telah dibelinya, baik
secara yuridis maupun secara riil. Sedangkan kewajiban pokok pihak kedua adalah:
a. Memeriksa objek jual beli.
b. Membayar harga barang sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

c. Membayar biaya yang dibebankan kepadanya sesuai dengan apa yang tertulis
dalam akta perjanjian.
Sesuai yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian tersebut sudah diatur
tentang penyelesaian apabila terjadi sengketa di antara para pihak yang berjanji yaitu
diselesaiakan dengan musyawarah dan apabila tidak mencapai mufakat maka maka
kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukan telah adanya
kesepakatan antara para pihak untuk menyelesaiakan perkara apabila dalam
pelaksanaanya terjadi sengketa.
Mengenai keberadaan saksi-saksi ini merupakan sangat penting, karena
apabila salah satu dari pihak pihak pertama maupun pihak kedua ingkar terhadap apa
yang telah dilakukan maka kedua saksi inilah yang akan menjelaskan dan juga dapat
membuktikan bahwa diantara para pihak benar-benar telah melakukan jual beli sesuai
dalam akta perjanjian jual beli tersebut.
Di dalam KUHPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867
sampai Pasal 1880. Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam
Akta dan Surat bukan akta, dan Akta dapat dibedakan dalam Akta Otentik dan Akta
Di bawah tangan. Sesuatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus
ditandatangani, harus dibuat dengan sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh
orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara
pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau

terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum
(seperti Notaris, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara
pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai
umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik
adalah akta notaris, putusan hakim (vonis), berita acara sidang, surat perkawinan, akta
kelahiran, akta kematian, dan sebagainya; sedangkan akta di bawah tangan contohnya
adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, dan surat perjanjian jual beli.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta
otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat
dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti
kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim,
yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak
lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta
dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak
dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna
terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang
mendapatkan hak darinya.
Berkaitan dengan meterai atau bea meterai menurut Pasal 2 Undang-undang
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian
dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka

dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai. Dengan demikian maka tiadanya
meterai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa
menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah,
melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan
perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu
bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila
suatu surat perjanjian/kontrak yang ditandatangani dari semula tidak diberi meterai
dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat
dilakukan belakangan. Perlu ditegaskan kembali, bahwa tidak dilunasinya bea meterai
dalam dokumen tersebut akan berdampak terhadap kekuatannya sebagai alat bukti.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bea meterai adalah pajak atas
dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan
yang bersifat perdata. Jika dokumen perjanjian atau kontrak yang tidak dibubuhi
dengan meterai ternyata akan dipergunakan sebagai alat bukti, maka UU tentang Bea
Meterai mengatur bahwa dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 persen (dua ratus
persen) dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Cara pembayarannya adalah
pemegang dokumen harus melunasi bea meterai yang terhutang berikut dendanya
dengan cara pemeteraian kemudian yang dapat dilakukan melalui Pejabat Kantor Pos.

Anda mungkin juga menyukai