Anda di halaman 1dari 10

DALUWARSA

 Latar Belakang
Daluwarsa merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak secara sah.
Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan pasal 1946 KUHPerdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu
atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak
adalah batasan waktu terakhir untuk memperoleh dan atau melepaskan suatu hak secara sah. Apabila ternyata
batas waktu akhir tersebut telah lewat, maka batasan untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak
secara sah telah kadaluwarsa atau waktu yang disediakan oleh hukum telah tertutup karena pihak yang
seharusnya dapat memperoleh dan atau melepaskan suatu hak tidak menggunakan batasan waktu yang telah
disediakan oleh hukum sebagaimana mestinya. Sehingga hak yang ada padanya telah hilang secara sah. Jadi
dengan lewatnya waktu batas kadaluwarsa yang ditentukan, secara yuridis seseorang yang seharusnya
mempunyai hak untuk memperoleh sesuatu hak tidak dapat dipergunakan haknya, begitu juga dengan
seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk melepaskan sesuatu hak tidak dapat mempergunakan
haknya karena batasan waktu yang diberikan oleh hukum telah lewat, sehingga kadaluwarsa telah berjalan.[1]
Pada praktiknya atau pada hukum formilnya Daluwarsa memiliki pengaruh yang besar dalam membantu Hakim
untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun kendati Daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di
hukum materilnya, terutama di kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini, terdapat berbagai
macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum
Acara Pidana, dan Hukum Acara Tata Usaha Negara. Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-
beda tersebut tentu Daluwarsa mempunyai spesifikasi dan karakteristik tersendiri dalam bidang hukum masing-
masing. Daluwarsa, Subyek Hukum Daluwarsa, Pengaturan Daluwarsa di Dalam BW, Manakala Daluwarsa
dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya
penelusuran lebih lanjut.[2]
PEMBAHASAN
2.1 Macam-macam Daluwarsa
Ada dua macam Daluwarsa (Verjaring), yaitu :
2.1.1. Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas
suatu benda. Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut.
Seperti dalam Pasal 1963 KUH Perdata :
“ Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang
lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik
atasnya dengan jalan lewat waktu.”
“ Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa
dapat dipaksa untuk menunjukan alas haknya.”
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik
atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh
tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.

Misalnya : Nisa menguasai tanah pekarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama waktu itu
tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa
dipertanyakannya alas hukum tersebut.
2.1.2 Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau
tuntutan hukum oleh karena lewat waktu. Oleh Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga
puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang
digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan
itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau
gugatan itu.
Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUHPerdata yaitu pelepasan lewat waktu
dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu
perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah
diperolehnya.

Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Dilakukan secara Tegas


Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluwarsa sebelum tiba waktunya,
namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia
berhak melepaskan Daluwarsanya.

1. Dilakukan secara Diam-diam


Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluwarsa tidak ingin
mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.

2.2 Batas Daluwarsa


2.2.1 Menurut Undang-Undang
Batas kadaluwarsa menurut undang-undang adalah batas kadaluwarsa yang penentuannya telah diatur di
dalam peraturan perundang-undangan. Penentuan batas waktu menurut undang-undang umumnya ketentuan-
ketentuannya mengatur tentang batas berakhirnya kadaluwarsa yang penentuannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan, baik undang-undang yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus yang mengatur
tentang kadaluwarsa. Misalnya:

1. Untuk guru, pengajar, buruh, pengusaha hotel, pengusaha rumah penginapan, pengusaha rumah makan
batas akhir waktu kadaluwarsa untuk mengajukan tuntutan terhadap gaji atau uang jasa adalah setelah 1
(satu) tahun. Batas waktu kadaluwarsa tersebut berlaku baik untuk tuntutan hasil kerja, pelayanan
maupun uang jasa yang belum pernah terbayar (Pasal 1968 BW)
2. Putusan hakim baik itu hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara dan
pengadilan tinggi batas akhir kadaluwarsa setelah 14 ( empat belas ) hari lewat.
3. Advokat (pengacara), notaris, dokter dan ahli obat-obatan dan pengusaha sekolah yang para muridnya
tinggal di asrama tuntutan terhadap uang jasa mereka batas akhir kadaluwarsa adalah 2 ( dua ) tahun,
sedangkan untuk juru sita pengadilan dapat dibebaskan dri tanggung jawabnya atas pekerjaan yang
pernah dilaksanakan setelah lewatnya waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pelaksanaan eksekusi (Pasal
1969 alinea ke satu dan ke dua, Pasal 1970 alinea ke satu dan ke dua, dan Pasal 1974 alinea ke dua BW).
Khusus untuk pengacara apabila perkara yang ditanganinya tidak selesai tidak dapat menuntut uang
vorskot dan uang jasa yang telah menunggak lebih dari 10 (sepuluh) tahun (Pasal 1970 alinea ke dua BW).
4. Pengusaha batas akhir kadaluwarsa mengajukan tuntutan terhadap barang-barang yang telah di kirim
kepada penerima barang atau pemesan adalah 5 (lima) tahun ( Pasal 1971 BW ).
5. Hakim dan pengacara berlakunya kadaluwarsa untuk dibebaskan dari tanggung jawabnya setelah
lewatnya waktu 5 tahun terhitung sejak penyerahan surat-surat (Pasal 1974 alinea ke satu BW).

2.2.2 Menurut Kesepakatan Para Pihak


Yang dimaksud dengan batas akhir kadaluwarsa menurut kesepakatan para pihak adalah batas berlakunya
kadaluwarsa yang penentuannya diatur dalam perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Misalnya:

1. Perjanjian yang dibuat kedua belah pihak secara notariil di hadapan notaris berupa akta autentik.
2. Perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak atas dasar kesepakatan bersama yang di saksikan oleh para
saksi (yang pembuatan perjanjiannya tidak dibuat di hadapan notaris) dalam praktik biasa disebut dengan
akta dibawah tangan.
3. Penentuan sepihak yang dibuat secara tertulis oleh suatu lembaga atau organisasi berupa brosur yang
berlaku untuk umum dan telah disetujui oleh para pihak yang berkepentingan. Misalnya:
 Brosur tentang masuk ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, yang mana dalam brosur tersebut
telah ditentukan biaya-biaya yang harus dipenuhi oleh para calon mahasiswa/mahasiswi di antaranya
adalah sebagai berikut :
1. Biaya kuliah per kredit semester (SKS)
2. Biaya pembangunan
3. Biaya pendaftaran
4. Biaya almamater dan lain sebagainya.
Biaya-biaya tersebut harus dipenuhi dan atau dilunasi oleh para calon mahasiswa dan mahasiswi pada tanggal
yang telah ditentukan dalam brosur. Apabila ternyata pada tanggal yang telah di tentukan dalam brosur tidak
dapat dipenuhi atau dilunasi, maka para calon mahasiswa/mahasiswi tidak dapat diterima sebagai
mahasiswa/mahasiswi, terkecuali dalam brosur di tentukan bahwa biaya-biaya tersebut dapat diangsur. Jadi,
para calon mahasiswa/mahasiswi yang telah mendaftarkan diri berdasarkan brosur yang telah dibuat suatu
universitas telah terikat untuk memenuhi syarat dan atau ketentuan yang ada dalam brosur tersebut. Begitu
juga pihak universitas telah terikat untuk menerapkan syarat dan atau ketentuan yang ada dalam brosur
khususnya tentang biaya kuliah per kredit semester untuk para calon mahasiswa/mahasiswi sampai yang
bersangkutan lulus tetap dikenakan biaya kuliah per SKS sesuai dengan brosur pada saat masuk pertama kali
(semester I).

Apabila di tengah perjalanan menempuh kuliah ternyata pihak universitas menaikkan biaya kuliah per SKS-nya
kepada mahasiswa/mahasiswi angkatan lama, maka pihak universitas dapat di tuntut untuk tetap menerapkan
syarat dan atau ketentuan yang ada dalam brosur pada saat mahasiswa/mahasiswi masuk pertama kalinya
sebelum batas kadaluwarsa lewat, kecuali dalam brosur ditentukan bahwa biaya kuliah per SKS dapat berubah
untuk setiap tahunnya dan atau kenaikkan biaya kuliah per SKS yang diterapkan hanya terhadap para
mahasiswa/mahasiswi baru. Hal ini sesuai dengan brosur pada saat mereka masuk mengawali perkuliahannya,
sehingga penerapan kenaikan biaya kuliah per SKS hanya dapat diterapkan kepada para mahasiswa/mahasiswi
baru untuk setiap tahun ajaran baru dan tidak dapat diterapkan kepada mahasiswa/mahasiswi angkatan
sebelumnya yang belum lulus.

 Brosur/tabel tentang jumlah hutang, bunga, dan denda setiap keterlambatan pembayaran yang
dikeluarkan oleh pihak bank, leasing dan koperasi, yang mana perjanjian utang piutang ketentuan-
ketentuannya telah dibuat secara baku secara sepihak. Dalam praktik, jika para debitur yang mengajukan
permohonan utang menyetujui ketentuan-ketentuan yang ada di dalam brosur, maka setelah terjadi
pelaksanaan perjanjian utang piutang atau pihak debitur telah menandatangani perjanjian utang piutang
yang dibuat secara baku oleh pihak bank, leasing dan koperasi pihak debitur secara yuridis telah terikat
dengan isi dari perjanjian yang dibuat secara baku, terlepas apakah perjanjian tersebut hanya
menguntungkan salah satu pihak atau tidak, yang pasti perjanjian yang telah di tanda tangani oleh kedua
belah pihak secara yuridis akan melahirkan perikatan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Jika
ternyata di kemudian hari pihak debitur tidak bisa mengansur utangnya sesuai dengan perjanjian yang
mereka buat, maka kreditur (pihak bank, leasing dan koperasi) dapat menerapkan sanksi-sanksi yang ada
dalam perjanjian yang telah di sepakati bersama dan atau mengajukan gugatan kepada pihak debitur
sebelum batas kadaluwarsa lewat.

Batas kadaluwars ini merupakan batas akhir untuk mengajukan tuntutan atau gugatan kepada pihak lain
tentang suatu hak baik terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak. Dengan lewatnya batas kadaluwarsa
selain salah satu pihak atau lebih tidak dapat mengajukan tuntutan terhadap suatu hak juga akan dapat
membebaskan salah satu pihak dari tanggung jawab.

Batasan waktu untuk memperoleh dan atau melepaskan hak keperdataan sifatnya relative karena selain batas
akhir kadaluwarsa antara pihak yang satu dengan pihak lainnya tidak sama, pelaksanaan ketentuan adanya
kadaluwarsa dapat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga dapat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga dapat berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan yang dituangkan dalam perjanjian secara tertulis. Batas kadaluwarsa yang ditentukan oleh para
pihak yang berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang berkepentingan kekuatan
mengikatnya sama dengan undang-undang. Sedangkan kadaluwarsa yang ditentukan secara sepihak oleh suatu
lembaga atau organisasi melalui brosur dan diumumkan dalam surat kabar harian kekuatan mengikatnya juga
sama seperti undang-undang setelah para pihak yang berkepentingan menanda tangani perjanjian yang dibuat
secara baku sesuai dengan brosur, karena secara yuridis semenjak seseorang menyetujui isi brosur yang telah
dibuat oleh lembaga atau organisasi yang tujuannya diperuntukkan dalam suatu kegiatan tertentu, maka sejak
terjadi persetujuan dan atau yang bersangkutan mendaftarkan diri telah terjadi kontraktual atau kontraktualnya
telah dimulai terhitung semenjak yang bersangkutan mendaftarkan diri dalam suatu kegiatan yang telah dimuat
dalam brosur.

Dengan adanya kontraktual akan melahirkan perikatan yang dapat mengikat para pihak seperti undang-undang,
sehingga apabila ada salah satu pihak dalam kontraktual melanggar dapat dikenakan sanksi yang telah
ditentukan (Pasal 1338 BW). Perjanjian dan brosur yang dibuat dan disetujui oleh para pihak harus memenuhi
syarat-syarat dan atau ketentuan-ketentuan yang ada dalam Pasal 1320 BW antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat Mereka yang Mengikat Dirinya


Adanya kata sepakat di dalam suatu perjanjian merupakan syarat mutlak karena dengan adanya kesepakatan
para pihak tentang hal-hal yang pokok sebagaimana disebut dalam perjanjian akan mengikat para pihak yang
berkepentingan, kecuali terhadap perjanjian-perjanjian yang menghendaki adanya suatu bentuk atau perbuatan
tertentu, maka kata sepakat belumlah cukup tetapi harus pula dipenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana
disebutkan dalam:

 Pasal 1694 BW tentang Perjanjian Penitipan Barang


Perjanjian penitipan barang belumlah sah meskipun para pihak yang berkepentingan telah ada kesepakatan,
tetapi kesepakatannya baru dianggap sah bila mana telah dilakukan penyerahan barang. Perjanjian penitipan
barang dalam praktik tergantung isi dari perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, apakah penitipan saja
atau penitipan barang untuk disewakan kepada pihak ke tiga yang pembagian hasil keuntungannya sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya:
1. Penitipan mobil dan penitipan mesin alat-alat berat untuk disewakan kepada pihak ketiga yang
membutuhkan.
2. Penitipan mobil yang maksudnya hanya untuk parker saja untuk setiap harinya.

 Pasal 1740 BW tentang Perjanjian Pinjam Pakai


Dalam perjajian pinjam pakai akan dianggap sah apabila telah dilakukan penyerahan barang yang menjadi objek
perjanjian. Perjanjian pinjam pakai ini umumnya barang (objeknya) tidak bisa habis karena pemakaian, yang
mana pelaksanaanya dapat dilaksanakan dengan cara cuma-cuma atau dengan cara menyewa yang ketentuan-
ketentuannya dapat dimasukkan dalam perjanjian sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Misalnya: A
mengadakan perjanjian pinjam pakai mobil kepada B selama 1 (satu) minggu untuk keperluan dinas, maka A
setelah 1 (satu) minggu harus mengembalikan mobil yang dipinjam kepada B.

 Pasal 1754 BW tentang Perjanjian Pinjam-meminjam


Dalam perjanjian pinjam-meminjam dalam pasal ini juga sama seperti tersebut diatas, yaitu perjanjian baru
dianggap sah bila mana telah dilaukan penyerahan barang yang menjadi objek perjanjian.

Perjanjian pinjam-meminjam ini umumnya hanya terhadap barang-barang yang bisa habis karena pemakaian,
yang mana pihak yang telah meminjam barang diharuskan mengembalikan barang yang jumlahnya sama
dengan jumlah pinjamannya, yang harganya disesuaikan dengan harga pasar pada saat pengembalian atau para
pihak dapat membuat perjanjian sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak tentang pinjam meminjam.
Barang yang telah di pinjam ini secara yuridis menjadi pemilik orang yang telah meminjam, apabila setelah
terjadi pinjam meminjam ternyata barangnya musnah atau karena sebab tertentu di luar kehendaknya barang
tersebut hilang, maka hilangnya barang yang telah dipinjam menjadi tanggung jawab penuh pihak yang
meminjam.

Misalnya:

A pinjam beras kepada B sebanyak 10 (sepuluh) ton untuk keperluan tertentu atau untuk memenuhi kebutuhan
para karyawan di perusahaannya, maka jika barang tersebut habis karena pemakaian A harus mengembalikan
beras milik B yang disesuaikan dengan jumlah pinjamannya.

2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan


Yang dimaksud dengan kecakapan disini adalah orang-orang yang secara umum tidak dapat membuat
perjanjian yang disebabkan oleh yang bersangkutan belum dewasa dan berada di bawah pengampunan.

Adapun yang termasuk dan atau digolongkan menjadi orang-orang yang tidak cakap menurut Pasal 1330 ayat
(1) dan (2) BW adalah sebagai berikut:

 Orang-orang yang Belum Dewasa


Yang dimaksud orang-orang yang belum dewasa menurut hukum diatur dalam:

1. Pasal 330 alinea ke satu dan kedua BW disebutkan bahwa :


“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih
dahulu telah menikah. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum genap umur 21 tahun, maka mereka tidak
kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa”.

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa:


 Pasal 47 ayat (1) disebutkan bahwa “anak yang belum mencapa umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaannya”.
 Pasal 50 ayat (1) disebutkan bahwa “anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada
dibawah kekuasaan wali”.
Dari bunyi beberapa Pasal yang ada dalam kedua undang-undang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian orang yang belum pernah dewasa menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan batasan umurnya adalah sebelum berumur 18 (delaan belas) tahun dan atau belum pernah
menikah. Sedangkan menurut BW bagi mereka baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah sebelum
berumur 21 (dua puluh satu) tahun secara yuridis telah dewasa, jika ternyata pernikahannya gagal (terjadi
perceraian) dan yang bersangkutan pada saat perceraian belum genap umur 21 (dua puluh satu) tahun, maka
orang yang telah menikah secara yuridis dianggap telah dewasa dan tidak kembali lagi ke dalam kedudukan
belum dewasa. Terlepas umur yang bersangkutan berapa tidak dipersoalkan, apakah umur yang bersangkutan
masuk dalam klasifikasi belum dewasa atau telah dewasa tidak menjadi soal yang pasti bahwa yang
bersangkutan telah menikah, maka secara yuridis yang bersangkutan telah dewasa.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara eksplisit (tegas) dinyatakan bahwa
pengertian dewasa menurut undang-undang tersebut batasan umumnya adalah telah berumur 18 (delapan
belas) tahun, sedangkan pengertian orang dewasa menurut BW telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun.
Dengan adanya perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian seseoarang telah dewasa ada 2 (dua)
dasar hukum yang dapat dipakai dan atau dijadikan dasar dalam hal melakukan perbuatan hukum jika
berhubungan dengan perkawinan dan perwalian batasannya adalah telah berumur 18 (delapan belas) tahun,
sedangkan jika berhubungan dengan hal-hal yang diluar perkawinan dan perwalian pengertian dewasa batasan
umurnya adalah 21 (dua pauluh satu) tahun dan atau telah menikah.

 Orang-orang yang Berada di Bawah Pengampunan


Yang dimaksud dengan orang-orang yang berada dibawah pengampunan menurut Pasal 433 BW adalah orang-
orang yang dungu, sakit otak, gila dan orang-orang yang mempunyai sifat pemboros, walaupun orang-orang
tersebut cakap menggunakan pikirannya.

3. Suatu Hal Tertentu


Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu adalah yang dijadikan objek dari pada perjanjian, yang mana objek
dalam perjanjian haruslah merupakan barang-barang yang dapat diperdagangkan.

Dari pengertian tersebut jelaslah sudah bahwa barang-barang yang tidak dapat diperdagangkan tidak dapat
dijadikan objek dalam perjanjian. Misalnya: barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum.

Barang-barang yang tidak dapat diperdagangkan menurut Pasal 1333 dan Pasal 1334 ayat (1) BW adalah
barang-barang yang menjadi objek perjanjian, baik mengenai barang-barang yang telah ada maupun barang-
barang yang akan ada. Barang-barang yang akan ada adalah barang-barang yang pada saat lahirnya perjanjian
barang tersebut belum pernah ada karena adanya barang tersebut setelah terbentuknya perjanjian yang dibuat
oleh para pihak yang berkepentingan.

Misalnya:

Perjanjian pemborongan bangunan gedung, pekerjaan bangunan gedung ini belum dilaksanakan, tetapi baru
akan ada setelah lahirnya perjanjian. Barang-barang yang akan ada disini tidak termasuk barang-barang warisan
yang belum terbuka atau belum dibagi oleh para ahli warisnya (Pasal 1334 ayat (2) BW).
4. Suatu Sebab yang Halal
Yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah isi atau tujuan dari pada perjanjian, yang mana di dalam
suatu perjanjian harus didasarkan pada itikad baik dan suatu sebab yang halal.

Dalam suatu perjanjian baik isi maupun tujuannya bila didasarkan pada sebab yang palsu atau sebab yang
terlarang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1335 BW, maka perjanjian tersebut secara yuridis tidak
mempunyai kekuatan hukum dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Adapun yang dimaksud dengan sebab yang palsu adalah bahwa isi atau tujuan dari pada perjanjian berdasarkan
suatu kebohongan atau penipuan (fiktif), sedangkan yang dimaksud dengan sebab yang terlarang adalah suatu
sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 1335 dan 1337 BW).

2.3 Cara Menghitung Daluwarsa


Cara menghitung daluwarsa umumnya dilakukan berdasarkan hitungan hari, jika batas waktu untuk
daluwarsa telah ditentukan baik itu oleh undang-undang, kesepakatan bersama dan keputusan sepuhak yang
dimuat baik dalam brosur maupun surat perjanjian yang dibuat secara baku oleh suatu lembaga, maka batas
dari pada daluwarsa dihitung setelah batas akhir dari hari yang telah ditentukan baik oleh undang-undang
maupun kesepakatan bersama telah lewat waktu. Untuk menentukan batas mulai berlakunya atau berjalannya
daluwarsa secara sah berdasarkan pergantian hari, sudah barang tentu tidak akan terlepas dengan berjalannya
waktu atau jam karena pergantian hari berdasarkan berjalannya waktu yang dimulai setelah pukul 00.01. Jadi
apabila batas akhir dari hari yang telah ditentukan telah lewat sejak saat itulah daluwarsa secara sar berlaku
untuk umum atau telah berjalan khususnya terhadap siapa saja yang berkepentingan dengan adanya ketentuan
daluwarsa, walaupun hanya terpaut 1 (satu) detik atau 1 (satu) menit saja secara yuridis pergantian hari telah
dimulai karena yang menentukan adanya pergantian hari adalah waktu ( Pasal 1962 BW).

2.4 Cara Mencegah Terjadinya Daluwarsa


Cara mencegah terjadinya kadaluwarsa terhadap sesuatu hak yang telah di kuasai oleh pihak lain agar supaya
kadaluwarsa dapat tercegah dan tidak dapat diberlakukan atau dijalankan terhadap pemilik sesuatu hak yang
telah di kuasai oleh orang lain adalah dengan cara :

1. Pihak pemilik suatu hak memberikan peringatan (teguran) kepada salah satu pihak atau berapa pihak
yang telah mengusai hak kebendaannya;
2. Mengajukan gugatan kepada pihak yang telah menguasai hak kebendaan;
3. Pengakuan dari pemilik yang sebenarnya terhadap sesuatu hak yang menjadi miliknya di sertai dengan
alat bukti yang sah kepada pihak yang menguasai baik secara lisan maupun tertulis.
4. Pemberitahuan dari pihak pemilik kepada pihak yang menguasai hak dapat dilakukan secara tertulis
maupun lisan, hanya saja apabila pemberitahuan dilakukan dengan cara lisan diusahakan harus ada saksi
atau aparat setempat yang menyaksikan adanya pemberitahuan kepada pihak yang menguasai sesuatu
hak milik pihak lain, dengan harapan jika permasalahannya diangkat ke persidangan pengadilan ada bukti
saksi yang dapat dipergunakan untuk memperkuat adanya pemberitahuan.
Batas waktu akhir kadaluwarsa tidak dapat diberlakukan terhadap pemilik sesuatu hak jika telah mengadakan
peringatan, gugatan, pengakuan dan pemberitahuan terhadap pihak yang telah menguasai sesuatu hak milik
orang lain, sehingga akan dapat mengakibatkan batas waktu kadaluwarsa yang telah ditentukan baik di dalam
undang-undang maupun perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak menjadi gugur (batal) demi hukum
atau batas waktu kadaluwarsa tidak dapat diberlakukan terhadap sesuatu hak yang telah dikuasai oleh pihak
lain karena secara yuridis batas kadaluwarsanya telah tercegah (Pasal 1978 s.d 1985 BW). Jadi apabila
perkaranya diangkat ke persidangan pengadilan pihak yang menguasai sesuatu hak milik pihak lain tidak dapat
menggunakan alasan adanya kadaluwarsa karena telah tercegah.

Mengingat bahwa batas atau berjalannya kadaluwarsa atau ketentuannya berdasarkan hari terakhir, maka jika
ternyata pihak pemilik telah berusaha untuk mencegah pada hari terakhir atau sebelumnya sebagaimana
disebutkan diatas, maka pihak pemilik terhadap sesuatu hak tidak dapat diberlakukan adanya kadaluwarsa
karena kadaluwarsa telah tercegah.

Misalnya :

A menguasai tanah Negara dalam waktu tertentu (30 Tahun), jika batas waktu akhir telah tercegah atau Negara
melalui aparat setempat telah berusaha untuk mencegah berlakunya kadaluwarsa dengan cara sebagaimana
disebutkan diatas, maka A yang telah menguasai tanah tersebut tidak dapat menggunakan alasan kadaluwarsa
untuk memiliki secara sah, walaupun telah menempati tanah Negara selama 30 (tiga puluh) tahun karena
berlakunya kadaluwarsa telah tercegah. Akan tetapi, jika ternyata batas akhir dari pada kadaluwarsa tidak
digunakan oleh Negara selaku pemilik tanah untuk mengusai kembali tanahnya dan batas waktu kadaluwarsa
telah lewat, maka A selaku pihak yang telah menguasai tanah tersebut dapat memiliki tanah yang dikuasainya
secara sah tanpa harus menunjukkan bukti kepemilikan atas tanahnya. Selanjutanya, A dengan dasar telah
menguasai tanah Negara selama 30 (tiga puluh) tahun secara terus menerus, tidak terputus-putus dan tanpa
adanya gangguan dari Negara melalui aparat setempat dapat mengurus kepemilikan secara sah menjadi hak
milik atas namanya dengan disertai pajak bumi dan bangunan serta surat persaksian yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan telah menempati tanah dan rumah tersebut selama 30 (tga puluh) tahun dari tetangga
kanan dan kiri dari rumah (tanah) yang ditempati yang diketahui oleh RT, RW, Lurah dan Camat tempat lokasi
tanah atau rumah berada (Pasal 1955 dan 1967 BW).

Khusus untuk pihak atau para pihak termasuk ahli warisnya yang menguasai hak milik seseorang berdasarkan
persetujuan dari pemiliknya tidak mengenal batas waktu kadaluwarsa berapa pun lamanya dia menempati hak
milik atas tanah.

Misalnya :

1. Penyewa rumah dan atau tanah;


2. Penyimpan sesuatu barang;
3. Penikmat hasil pertanian atau perkebunan.
Setiap orang yang menguasai sesuatu hak berdasarkan persetujuan dari pemiliknya walaupun yang
bersangkutan telah menguasai sesuatu hak milik orang lain selama 30 (tiga puluh) tahun atau lebih tidak dapat
diberlakukan kadaluwarsa termasuk ahli waris yang menguasai sesuatu hak (Pasal 1959 BW.), terkecuali jika
ternyata hak kepemilikan sesuatu hak atas tanah telah berpindah tangan ke pihak ketiga dan pihak ketiga
selama 30 (tiga puluh) tahun berturut-turut tidak terputus-putus serta tidak ada usaha untuk mencegah adanya
kadaluwarsa, maka orang yang menguasai sesuatu hak tersebut dapat menggunakan kadaluwarsa sebagai
alasan untuk memiliki suatu hak yang dikuasainya secara sah (Pasal 1960 BW).

Batas waktu akhir kadaluwarsa tidak dapat diberlakukan atau dijalankan apabila yang dijadikan dasar untuk
menguasai sesuatu hak cacat hukum jika dilihat dari caranya menguasai dan atau kepemilikannya.

Misalnya :

A menguasai sesuatu hak berupa tanah dengan cara paksa, sewenang-wenang atau menguasai tanah yang
dibiarkan selama bertahun-tahun oleh pemiliknya (B). Dalam contoh tersebut diatas, tanah yang dibiarkan
bertahun-tahun oleh pemiliknya dan telah diberikan tanda batas-batas atas tanah tidak termasuk dalam
pengertian tanah yang dilantarkan. Karena A menguasai tanah dengan cara yng cacat hukum, maka apabila B
mengadakan tuntutan kepada A tentang tanah yang dikuasinya, A tidak dapat dipergunakan alasan kadaluwarsa
selama 20 (dua puluh) tahun atau 30 (tiga puluh) tahun karena cara penguasaan terhadap tanah tersebut
dilakukan dengan cara yang tidak benar atau cacat hukum (Pasal 1956, 1964 BW).

2.5 Sebab-sebab yang Menangguhkan Daluwarsa


Dalam hubungan keperdataan berjalannya Daluwarsa dapat diberlakukan kepada semua orang, terkecuali
terhadap :

1. Orang-orang yang belum dewasa;


2. Orang-orang yang berada di bawah pengampuan;
3. Orang-orang yang masih terikat hubungan suami istri;
4. Utang piutang yang dapat ditagih dalam waktu tertentu dan waktu yang telah ditentukan belum lewat;
5. Ahli waris dari orang yang sudah meninggal dunia. Misalnya : Janda (Duda) dan anak-anaknya
(keturunannya)
Pengecualian sebagaimana disebutkan di atas adalah sebab-sebab yang dapat menangguhkan berjalannya
daluwarsa ( Pasal 1986, 1987, 1988, 1989, 1990, 1991 alenia ke 1 BW), tetapi terhadap harta warisan yang tidak
terurus oleh para ahli warisnya, baik itu terhadap barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak
bergerak batas daluwarsa dapat diberlakukan atau dijalankan, meskipun para ahli waris masih sedang
memikirkan tentang harta warisan, tetapi tidak ada usaha untuk mencegah berjalannya daluwarsa, maka
daluwarsa dapat diberlakukan (Pasal 1991 alenia ke 2 dan Pasal 1992 BW).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas maka dapat diberikan beberapa kesimpulan yaitu bahwa daluwarsa ialah suatu
sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
Macam-macam daluwarsa yaitu ada dua, yaitu :

1. Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)


Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas
suatu benda.
1. Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau
tuntutan hukum.
Daluwarsa tidak dapat diberlakukan atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa, orang-orang
yang dalam hubungan suami istri, orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang
ditentukan undang-undang. Disamping itu daluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama
lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak
ketiga. Daluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa
tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani
oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang
berhak dicegah memperoleh daluwarsa itu.

Anda mungkin juga menyukai