Anda di halaman 1dari 116

HABIB ADJIE
(Notaris –PPAT – PL Kls II Kota Surabaya)
• Jalan Tidar No. 244 Surabaya – 60251
• Telp. 031 – 5483881, Fax. 031 – 5469853.
• 08121652894.
• WA : 08113337243
• email : adjieku61@gmail.com
• WebBlog : habibadjie.dosen.narotama.ac.id
• Indonesia Notary Community (INC)
• www. indonesianotarycommunity.com
• Playstore : rkhba
• www.rkhba.com

1
 APAKAH NOTARIS YANG HADIR DI DALAM
RUANGAN INI PERNAH KE : CFC, KFC, Mc
DONALD, STARBUCK DIMANAPUN ?
 JIKA PERNAH ESENSI ATAU MAKNA APA YANG
BISA KITA PEROLEH ?

ADA SOP YANG SAMA DAN TERUKUR, MISALNYA DARI


MENU, RASA DAN CARA PENYAJIAN.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADALAH TINDAKKAN YANG DISERTAI DENGAN
DOKUMEN YANG BERKAITAN DENGAN PROSEDUR YANG DILAKUKAN SECARA KRONOLOGIS
UNTUK MENYELESAIKAN SUATU PEKERJAAN/TUGAS YANG BERTUJUAN UNTUK
MEMPEROLEH HASIL KERJA YANG PALING EFEKTIF DAN EFISIEN.

2
APAKAH NOTARIS MEMERLUKAN SOP
DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA ?

SOP NOTARIS DALAM :


1.UUJN.
2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA.
3.KODE ETIK NOTARIS.
4.PERATURAN PERKUMPULAN/PERATURAN DKP.
5.PERSONAL ETIK.

MESKIPUN ADA SOP YANG SAMA TAPI NOTARIS DALAM


MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA DAN MENANGANI
BERBAGAI MASALAH YANG TIMBUL TIDAK SELALU SAMA
DENGAN BERBAGAI ALASAN YANG DIKETAHUI NOTARIS
SENDIRI.
3
SEHINGGA CARA PENANGANAN PERMASALAHAN DALAM
DUNIA NOTARIS (SECARA PRIBADI) AKAN BERKAITAN DENGAN
CARA PANDANG KITA BERDASARKAN GAMBAR/LAMBANG INI,
KITA MAU/SUKA/TIPE YANG MANA :

1 2
3 4
4
= STABIL, DAPAT DIPERCAYA,

1
KONSERVATIF DAN MEMILIKI
PEMIKIRAN JANGKA PANJANG

2
= INTELEKTUAL YANG
OBJEKTIF, RASIONAL DAN MENGAMBIL
KEPUTUSAN YANG TERBAIK.

= TIDAK PUAS DENGAN STATUS QUO,

3 BERANI MENGAMBIL RESIKO DAN SELALU


INGIN BERBEDA.

4 = SELALU INGIN KESEIMBANGAN HIDUP,


JUJUR, TIDAK SERAKAH, MEMBELA REKANNYA.

5
MASALAH DAN
SOLUSI
TERPILIH
KENOTARIATAN 6
• NOTARIS DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN
JABATAN SERTA KEWENANGAN NOTARIS AKAN
TETAP BERADA PADA TATARAN HUKUM, SEHINGGA
AKAN ADA SELALU MASALAH DAN SOLUSINYA.
• MASALAH TIMBUL KARENA :
• KETIDAK HATIAN-HATIAN SECARA NORMATIF.
• DIMASALAHKAN OLEH PIHAK LAIN.
• SELAMA ATURAN MASIH DIBUAT MANUSIA SELALU
DAN PASTI ADA SOLUSI ATAS PERMASALAHAN YANG
BERSANGKUTAN.

7
A. TENTANG AKTA NOTARIS DAN MAGANG
• Pasal 40 ayat (2) huruf e UUJN – P bahwa syarat saksi
dalam akta Notaris yaitu : tidak mempunyai hubungan
perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis
ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan
Notaris atau para pihak.
• Pasal 10 ayat (1) huruf d PERATURAN MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG
UJIAN PENGANGKATAN NOTARIS menegaskan bahwa
dalam program magang di kantor Notaris telah
berpartisipasi dan dicantumkan namanya paling sedikit
pada 20 (dua puluh) akta;

8
• Nah sekarang, banyak Calon Notaris yang
Magang pada orang tuanya, suami pada
isterinya atau isteri pada suaminya, cucu
magang di kakek atau neneknya yang Notaris
atau siapapun yang memenuhi ketentuan Pasal
40 ayat (2) huruf e UUJN – P.
• Pasal 41 UUJN menegaskan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
mengakibatkan Akta hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan.
9
• APAKAH BISA DIBUAT SURAT
KETERANGAN BAHWA YANG
BERSANGKUTAN PERNAH
MENJADI SAKSI AKTA NOTARIS
DAN MENYEBUTKAN JUDUL/
NOMOR/TANGGAL/BULAN/TAHUN
AKTA…?
• PP INI HARUS SEGERA MEMBUAT
PEDOMANNYA  PERATURAN
PERKUMPULAN.
10
B. TENTANG PEMBACAAN AKTA
• MEMBUAT AKTA RATUSAN/
RIBUAN PERBULAN, JEDA
WAKTU AKTA PERMENIT DAN
PADA AKHIR AKTA DITULISKAN :
…TELAH SAYA, NOTARIS,
BACAKAN KEPADA PARA
PENGHADAP.
• APAKAH MUNGKIN ?
11
• Menurut Pasal 16 UUJN – P menentukan tentang
Kewajiban Notaris. Kewajiban tersebut antara lain
MEMBACAKAN AKTA DI HADAPAN PARA PENGHADAP,
ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN,
bahwa : membacakan Akta di hadapan penghadap
dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris;
• Berdasarkan ketentuan tersebut merupakan kewajiban
Jabatan Notaris untuk membacakannya kepada para
penghadap, jadi apapun alasannya Notaris wajib
membacakannya, tidak ada alasan menurut UUJN untuk
tidak membacakannya.
12
• Bahwa akta Notaris tidak dibacakan, yaitu jika ada yang
meminta penghadap sendiri dengan kata lain yaitu para
penghadap sendiri yang meminta kepada Notaris, agar
Notaris tidak membacakannya dengan alasan mau
membaca sendiri, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 16 ayat (7) UUJN – P yaitu : Pembacaan Akta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak
wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar
Akta tidak dibacakan karena penghadap telah
membaca sendiri, mengetahui, dan memahami
isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut
dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi,
dan Notaris.

13
• Kesimpulannya bukan Notaris tidak membacakannya, tapi para
penghadap membacanya sendiri. Sehingga jika pada akhir akta,
bukan dituliskan “…..Notaris tidak membacakan……”, tapi
kalimatnya yaitu “……Para Penghadap telah membaca akta ini, atas
kehendak Para Penghadap sendiri…”. Dan hal ini harus
dicantiumkan pada akhir akta sebagaimana diatur dalam Pasal 38
ayat ( 4) huruf a UUJN – P, yaitu   : Akhir atau penutup akta
memuat uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); Meskipun
para penghadap telah membaca sendiri atas inisiatif dan
keinginannya, Notaris tetap mempunyai kewajiban untuk
membacakan/menjelaskan bagian tertentu dari akta sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN – P yaitu : Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta
secara singkat dan jelas, serta penutup Akta.

14
• Bahwa yang harus aktif untuk meminta tidak
membacakan akta atau membaca sendiri
aktanya yaitu para penghadap sendiri, bukan
keinginan atau inisiatif Notaris yang meminta
atau menawarkan kepada para penghadap.
Dan tidak pula Notaris yang menawarkan
keapada para penghadap mau dibacakan atau
tidak. Jadi pada Notaris tetap ada kewajiban
untuk membacakan akta kepada para
penghadap. Dan keinginan agar akta tidak
dibacakan atau membaca sendiri harus datang
aktif dan inisiatif dari para penghadap sendiri.

15
• Bahwa permasalahan kenotariatan sekarang ini bukan pada produk
akhir dari tugas jabatan Notaris, yaitu Akta, karena Akta harus dilihat
apa adanya yang tertulis/tercantum di dalamnya. Tapi yang sering
jadi permasalahan yaitu proses/prosedur pembuatan akta tersebut,
misalnya pada pada akhir akta disebutkan “……Notaris telah
membacakan…” atau pada akhir akta disebutkan “…..di hadiri oleh
dua orang saksi….” Atau “Menghadap kepada saya,……”. JIKA
HAL TERSEBUT DAPAT DIBUKTIKAN SEBALIKNYA OLEH
PARA PENGHADAP, misalnya ternyata Notaris tidak membacakan
atau ternyata saksi yang disebutkan pada saat pembacaan tidak
ada (tidak hadir saksinya) atau ternyata tidak menghadap atau
menghadap tapi tidak sesuai dengan yang disebutkan pada awal
akta. Jika ini terbukti maka Notaris wajib bertanggungjawab secara
Hukum Perdata (gugatan ganti rugi) dengan diajukan gugatan
kepada Notaris. Secara Hukum Pidana karena tidak menuliskan
fakta yang sebenarnya. Dijatuhi Sanksi Administratif oleh Majelis
Pengawas Notaris dan Sanksi Kode Etik Notaris oleh Dewan
Kehormatan Notaris. Dan dari Tuhan Yang Maha Tahu
16
C. TENTANG KLAUSULA PROTEKSI DIRI NOTARIS
YANG DICANTUMKAN DALAM AKTA
• Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN – P ada 2
(dua) Jenis akta Notaris, yaitu :
• Akta yang dibuat di hadapan Notaris disebut Akta
Pihak.
• Akta yang dibuat oleh Notaris disebut Akta Relaas
(Berita Acara atau Risalah).
• Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P
menegaskan bahwa : isi akta yang
merupakan kehendak dan keinginan dari
pihak yang berkepentingan.
17
• Notaris wajib bertanggungjawab atas semua aspek
formalitas akta yang dibuat oleh atau dihadapannya.
Dan terhadap Isi akta yang merupakan kehendak
para pihak sendiri, tidak semua kehendak para pihak
harus dikabulkan Notaris karena harus diingat juga
ketentuan :
• Pasal 1335 KUHPerdata : Suatu persetujuan tanpa sebab, atau
dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang
terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
• Pasal 1336 KUHPerdata : Jika tidak dinyatakan suatu sebab,
tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada
sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu,
persetujuan itu adalah sah.

18
• Pasal 1337 KUHPerdata : Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu
dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan
kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
• Pasal 1338 KUHPerdata : Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang
ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
• Pasal 1339 KUHPerdata : Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang
dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu
yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan, atau undang-undang.
• Pasal 1340 KUHPerdata : Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak
yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga;
persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain
dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.

19
• Dengan kedudukan Notaris seperti tersebut di
atas, sebenarnya Notaris bukan pihak dalam
akta atau dalam perjanjian yang para
penghadap buat di hadapan Notaris, sehingga
kalaupun di antara mereka terjadi sengketa
(perdata atau pidana) seharusnya Notaris tidak
diikutsertakan dengan cara apapun, karena
akta Notaris sebagai bukti otentik harus dilihat
sebagaimana yang tercantum/tertulis di
dalamnya (as is), tapi realitas bisa terjadi
menyimpang dari kaidah atau norma yang
sudah ada, misalnya :
20
• DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 1642 K/PDT/2005, BAHWA
DALAM GUGATAN PERDATA NOTARIS SERINGKALI
DIIKUTKAN SEBAGAI TERGUGAT UNTUK MEMENUHI
GUGATAN PERDATA, KARENA KETIDAKLENGKAPAN
PIHAK TERGUGAT BERAKIBAT ERROR IN PERSONA,
YANG BERAKIBAT GUGATAN TIDAK DITERIMA.
• PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 702 K/SIP/1973, TANGGAL 5
SEPTEMBER 1973, BAHWA AKTA OTENTIK YANG
DIBUAT OLEH NOTARIS SEBAGAI AKTA PIHAK, JIKA
PARA PIHAK YANG MEMBUAT AKTA BERSENGKETA,
MAKA NOTARIS TIDAK BISA DIHUKUM
21
• Bahwa Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
sampai hembusan nafas terakhir sesuai dengan
ketentuan Pasal 65 UUJN – P bahwa : Notaris, Notaris
Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris
bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya
meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau
dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol
Notaris. Bahkan jika Notaris Notaris, Notaris Pengganti,
dan Pejabat Sementara Notaris sudah meninggal dunia
tetap masih bisa dijaukan sebagai Tergugat/Turut
Tergugat, dan gugatan biasanya diajukan ke pemegang
protokolnya. Inilah “kesalahkaprahan” pihak lain dalam
memahami Notaris Indonesia.

22
• Untuk mengatasi hal tersebut, karena jabatan
Notaris merupakan jabatan pribadi, maka Notaris
wajib melindungi dirinya sendiri. Dengan
menjalankan tugas jabatan dengan baik dan
benar (menutut UUJN dan peraturan perundang-
undangan lainnya) sudah merupakan
perlindungan diri yang tepat. Tapi terkadang
Notaris meminta kepada para penghadap agar
mencantumkan perlindungan diri untuk Notaris
jika terjadi sengketa atau ada hal-hal yang suatu
hari terbukti tidak benar dari para penghadap
sendiri.
23
• Contoh pencantuman klausula perlindungan (proteksi) diri dalam
akta, antara lain :
• Bahwa para penghadap menyatakan, jika terjadi sengketa baik
di dalam maupun di luar pengadilan, baik secara perdata dan
pidana tidak akan melibatkan Notaris dengan cara dan bentuk
apapun.
• Bahwa segala ucapan/keterangan para penghadap yang
dituliskan dalam akta ini adalah benar, jika menjadi tidak benar,
maka menjadi tanggungjawab para penghadap dan tida akan
melibatkan Notaris.
• Bahwa semua surat/dokumen yang diperlihatkan oleh para
penghadap kepada Notaris dan isinya yang dicantumkan dalam
akta ini, adalah surat/dokumen yang benar, jika suatu hari
terbukti tidak benar menjadi tanggungjawab para penghadap
sepenuhnya, dan membebaskan Notaris dari akibat hukum
secara perdata dan pidana.

24
• Apakah kalimat proteksi seperti itu boleh dicantumkan
dalam akta Notaris ? Atau apakah penting harus ada kalimat
seperti itu ?
• Bahwa jika dasarnya selama tidak dilarang boleh saja, hal
tersebut kembali kepada Notaris yang bersangkutan. Dan
penting atau tidak penting Notaris sendiri yang
melakukannya. Serta tidak perlu melarang jika ada Notaris
yang ingin mencantumkan kalimat seperti itu.
• Meskipun ada kalimat tersebut tidak akan menjadi halangan
para pihak yang bersengketa untuk menempatkannya
sebagai tergugat atau saksi. Tapi kalimat tersebut sebagai
upaya berhati-hati saja dan menambah keyakinan diri dan
keyakinan hati Notaris yang bersangkutan.

25
D. TENTANG SIDE JOB
NOTARIS
• Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya harus sesuai dengan UUJN/UUJN-P,
artinya Notaris hanya melaksanakan segala
sesuatu yang diperbolehkan oleh UUJN/UUJN-
P, misalnya kewenangan Notaris secara umum
diatur dalam Pasal 15 UUJN-P, dan menurut
Pasal 15 ayat (1) UUJN-P kewenangan Notaris
yaitu membuat akta otentik untuk permintaan
dan kepentingan para pihak yang menghadap
Notaris..
26
• Ada kemungkinan Notaris melaksanakan
tugas atau pekerjaan lain di luar
kewenangan Notaris, misalnya Notaris
mengurus perpajakan, berbagai izin atau
surat-surat yang berkaitan dengan
pendirian perseroan terbatas. Pengurusan
izin seperti ini sudah diluar atau bukan
kewenangan Notaris, atau mungkin untuk
Notaris hal seperti itu dilakukan
merupakan salah satu pelayanan
tambahan untuk para penghadap.
27
• Bahwa Notaris menerima pengurusan seperti
itu, karena hal seperti ini bukan kewenangan
Notaris, sehingga jika menimbulkan kerugian
bagi pihak tertentu, maka Notaris dapat
dituntut dengan perbuatan melawan hukum.
Hal yang sama jika Notaris membuat
perjanjian secara tertulis (kontrak) untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu
untuk para penghadap, jika terjadi
wanprestasi, maka Notaris dapat
dituntut/digugat karena wanprestasi.

28
E. COVERNOTE SEBAGAI LIVING LAW DALAM
PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS
•APAKAH KETIKA KITA MENJALANKAN TUGAS
JABATAN SEBAGAI NOTARIS PERNAH / TIDAK
PERNAH MEMBUAT COVERNOTE ?
•KETIKA KITA MEMBUATNYA, APAKAH KITA
PERNAH BERTANYA DIMANAKAH DASAR HUKUM
COVERNOTE ?
•KEMUDIAN DIMANAKAH KEWENANGAN
NOTARIS UNTUK MEMBUAT COVERNOTE ?

29
• PERTANYAAN-PERTANYAAN TERSEBUT
MENJADI TIDAK MUDAH DIJAWAB
KETIKA COVERNOTE DIPERMASALAHKAN
OLEH PIHAK LAIN.
• OLEH KARENA ITU KITA PERLU MENGERTI
DAN MEMAHAMI COVERNOTE DALAM
PERSEPSI YANG SAMA DALAM DUNIA
NOTARIS.

30
Apakah Notaris yang membuat/
mengeluarkan Kovernot tersebut sesuatu
yang salah atau juga sesuatu yang benar ?
Untuk sementara dapat dijawab tidak
salah dan belum tentu benar ! Tapi dalam
hal ini perlu dicari kejelasan dasar hukum
bagi Notaris untuk membuat /
mengeluarkan Kovernot tersebut.

31
APA YANG DIMAKSUD DENGAN
COVERNOTE
• Bahwa dari segi etimologis Cover berarti menutup atau
membungkus, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan Jilid,
dan Note sendiri berarti Catatan jadi Covernote adalah
catatan penutup.
• Dalam praktek kenotariatan bentuk lain dari Covernote yaitu
Keterangan atau Keterangan dari Notaris sehingga dapat
disimpulkan bahwa Covernote merupakan catatan (akhir)
atau penutup dari suatu kejadian/perbuatan/tindakkan
hukum atau dapat disebut sebagai suatu kesimpulan/catatan
akhir dari suatu perbuatan hukum/tindakkan hukum yang
dilakukan oleh para pihak yang dilakukan di hadapan Notaris.

32
• Apakah Covernote diatur dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris ?
• Bahwa sebagai dasar hukum Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya secara normative
berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014
juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris (UUJN). Dalam UUJN tidak ada satu
pasal dan ayat yang mengatur tentang Covernote. Tapi
Covernote di kalangan Notaris merupakan Living Law
atau kebiasaan atau hukum yang hidup dalam
pelaksanaan tugas jabatan Notaris.

33
• Apakah Covernote merupakan kewenangan Notaris atau
kewajiban Notaris ?
• Bahwa KEWENANGAN Notaris di atur dalam Pasal 15 UUJN –
P, yaitu :
(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

34
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.

35
(3) Selain kewenangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain
yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan

36
• Dan KEWAJIBAN Notaris diatur dalam pasal 16 UUJN
– P, yaitu :
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta
Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

37
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari
50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta
tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan,
dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan
Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang
berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada
ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.

38
(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Akta penawaran pembayaran tunai;
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat
berharga;
d. Akta kuasa;
e. Akta keterangan kepemilikan; dan
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap,
ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang
sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis
kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU
BERLAKU UNTUK SEMUA".
39
(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa
hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,
dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta
serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat
dan jelas, serta penutup Akta.
(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan
ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk
pembuatan Akta wasiat.

40
(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11),
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk
menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada
Notaris.
(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

41
• Dengan demikian secara Normatif :
• Jika Notaris melakukan suatu tindakkan diluar
kewenangannya, karena Notaris bukan kewenangan Notaris,
dan ada pihak yang merasa dirugikan silahkan ajukan gugatan
secara perdata ke pengadilan negeri agar bisa dibuktikan di
pengadilan negeri  MEMBUAT COVERNOTE BUKAN
KEWENANGAN NOTARIS.
• Jika membuat Covernote merupakan kewajiban Notaris, maka
Notaris yang melanggar kewajiban, maka akan dikenakan
Sanksi Administratif kepada Notaris yang bersangkutan oleh
Majelis Pengawas Wilayah (Propinsi) atau Majelis Pengawas
Pusat Notaris  MEMBUAT COVERNOTE BUKAN KEWAJIBAN
NOTARIS.

42
• Dalam hal apa saja Notaris membuat
atau mengeluarkan suatu covernote ?
Bahwa pembuatan Covernote oleh
Notaris sifatnya Fakultatif, artinya tidak
semua tindakkan para penghadap
yang dibuat/dilakukan di hadapan
Notaris setelah selesai harus dibuat
Covernote.

43
• Notaris dapat membuat Covernote, antara
lain :
a. Ada permintaan dari para penghadap
sendiri yang telah melakukan
tindakkan hukum di hadapan Notaris.
b. Sebagai Keterangan dari Notaris atas
permintaan para penghadap, bahwa
ada perbuatan hukum/tindakkan
hukum yang masih dalam proses
penyelesaian.
44
• Apakah cover note yang dibuat oleh Notaris merupakan Akta Autentik ?
• Bahwa syarat mengenai akta Otentik diatur dalam Pasal 1868
KUHPerdata, yaitu :
1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstan) seorang
Pejabat Umum.
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang.
3. Pejabat Umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.
• DENGAN DEMIKIAN COVERNOTE BUKAN AKTA OTENTIK,
KARENA TIDAK MEMENUHI SYARAT AKTA SEBAGAI
TERCANTUM DALAM PASAL 1868 KUHPERDATA. MISALNYA
BENTUK COVERNOTE TIDAK DIATUR DALAM BENTUK
UNDANG-UNDANG, TAPI HANYA KEBIASAAN ATAU HUKUM
YANG HIDUP DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN
NOTARIS SAJA.

45
• Apakah Cover Note mempunyai
format baku ?
• Bahwa tidak ada dasar hukum dari
Covernote, sehingga tidak ada
bentuk/format baku dari Covernote.
Sebagai tindakkan yang Living Law,
Covernote harus mengandung 3
(tiga) aspek yaitu :
46
1. Formal.
Berkaitan dengan formalitas yang harus dilakukan, misalnya : harus
dibuat diatas kertas yang berkop surat Notaris, ada judulnya
Covernote/Keterangan, ada nomor pengeluaran Covernote/Keterangan,
mencantumkan nama Notaris yang membuatnya, ada isi yang
dterangkan, mencantumkan tanggal Covernote / keterangan dibuat,
nama, stempel jabatan dan tanda tangan Notaris, serta tata cara
pembuatannya.
2. Materil.
Berkaitan dengan substansi yang disebut dalam Covernote/Keterangan
sesuai perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak secara lengkap
di hadapan atau oleh notaris . Misalnya : jenis perbuatan hukum para
penghadap/pihak, disebutkan pula nomor dan tanggal aktanya.
3. Lahiriah.
Bahwa dalam hal ini Covernote / Keterangan harus dilihat apa adanya,
sehingga tidak perlu ditafsirkan lain.

47
• Apa saja yang menjadi persyaratan agar Notaris dapat
membuat Cover Note ?,
• Bahwa syarat agar Notaris dapat membuat Covernote,
yaitu :
1. Jika permintaan dari para penghadap,
berkaitan dengan tindakkan hukum yang
dilakukan di hadapan Notaris yang bersangkutan.
2. Semua data/dokumen dokumen dari para
pihak/penghadap diperlihatkan kepada Notaris
sudah lengkap untuk dilakukannya suatu tindakan
hukum.

48
• Kovernot tersebut dibuat dalam bentuk Surat Keterangan yang
dibuat oleh Notaris sendiri atas suatu tindakan hukum para pihak
yang dilakukan oleh para pihak di hadapan Notaris. Kovernot ini
terkadang menjadi instrument pamungkas untuk menutup
semua tindakan hukum tersebut untuk menindak lanjuti tindakan
hukum yang lain, contoh ketika Perjanjian Kredit, yang kemudian
dibuatkan SKMHT dan atau APHT, karena semuanya telah
ditandatangani oleh para pihak di hadapan Notaris, meskipun
secara administratif kenotarisan belum selesai, maka untuk
untuk kepentingan Bank (pemberi kredit) dan para pihak
(debitur), Notaris akan membuat/mengeluarkan Kovernot, yang
menyatakan bahwa tindakan hukum para penghadap tersebut
telah selesai dilakukan, jika Bank telah menerima Kovernot
seperti itu, telah cukup alasan bagi Bank untuk mencairkan kredit
tersebut kepada debitur. Sehingga pada dasarnya Kovernot
tersebut dapat dilakukan oleh Notaris dalam segala situasi dan
kondisi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan
Notaris.

49
• Bahwa praktek Notaris dan sering dilakukan oleh para
Notaris yaitu membuat Kovernot (Covernote), yang
berisi pernyataan atau keterangan Notaris yang
menyebutkan atau menguraikan bahwa tindakan
hukum tertentu para pihak/penghadap untuk akta-
akta tertentu telah dilakukan dihadapan Notaris. Dan
sudah pasti Kovernot tersebut ditandatangani dan
dibubuhi cap/stempel Notaris yang bersangkutan.
Padahal Kovernot tersebut hanya pernyataan atau
keterangan dari Notaris yang bersangkutan dan tidak
bernilai hukum apapun, tapi dalam praktek Notaris
seakan-akan Kovernot tersebut menjadi semacam
“surat sakti” dari Notaris yang dapat melandasi untuk
tindakan hukum lainnya.

50
• Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus berdasarkan
wewenang yang telah ada pada jabatan Notaris itu sendiri.
Wewenang atau Kewenangan Notaris telah disebutkan dalam Pasal
15 UUJN. Kewenangan Notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1)
sampai dengan ayat (3) UUJN - P, yang dapat dibagi menjadi :
(a) Kewenangan Umum Notaris.
(b) Kewengan Khusus Notaris.
(c) Kewenangan Notaris yang lain yang diatur dalam peraturan
perundang- undangan.

• Berdasarkan uraian di atas, dimanakah letak


pengaturan/dasar hukum atau kedudukan
Kovernote tersebut ?

51
• Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan
tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka
Notaris telah melakukan tindakan di luar wewenang, maka
produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara
hukum atau tidak dapat dilaksanakan (nonexecutable), dan
pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris
diluar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara
perdata ke pengadilan negeri, dengan kata lain bahwa
Kovernote tersebut bukan merupakan kewenangan Notaris, tapi
tidak dilarang untuk dibuat oleh Notaris, dengan ketentuan jika
Kovernot tersebut ternyata tidak benar, maka hal tersebut
tanggungjawab Notaris sepenuhnya dengan segala akibat
hukumnya. Notaris membuat/mengeluarkan Kovernot diluar
kewenangan sebagai Notaris.

52
• Berdasarkan uraian di atas boleh saja Notaris membuat
Kovernote dengan ketentuan yang harus diketahui:
1. Materi yang diterangkan / dinyatakan dalam Kovernote :
• berdasarkan data/fakta yang terjadi atau di lakukan dihadapan
Notaris yang bersangkutan (bukan Kovernote pesanan pihak-
pihak lain yang tidak melakukan tindakan hukum apapun di
hadapan Notaris yang bersangkutan).
• Bukan/tidak berisi kesimpulan Notaris.
• Bukan analisis dari perbuatan/tindakan hukum para penghadap
yang dilakukan di hadapan Notaris.
• Bukan berisi harapan/keinginan para penghadap.
2. Pembuatan Kovernote bukan termasuk kewenangan atau
Kewajiban Notaris, tapi merupakan hukum kebiasaan (Living
Law) di kalangan Notaris.

53
 NOTARIS DALAM MENGELUARKAN COVERNOTE BERTANGGUNG
JAWAB SEPENUHNYA TERHADAP ISI DARI COVERNOTE TERSEBUT,
YAITU TENTANG FAKTA ATAU KEBENARAN MENGENAI APA YANG
DIKERJAKAN OLEHNYA DAN BERKEWAJIBAN MENYELESAIKAN APA
YANG SUDAH DITERANGKAN DI DALAM COVERNOTE. JIKA DILIHAT
BAHWA NOTARIS DALAM MENGELUARKAN COVERNOTE YANG
BUKAN MERUPAKAN KEWENANGANNYA MENURUT UUJN, APABILA
COVERNOTE TERSEBUT MENGAKIBATKAN KERUGIAN BAGI PARA
PIHAK MAKA NOTARIS DAPAT DITUNTUT SECARA PERDATA DALAM
BENTUK GANTI RUGI DENGAN KETENTUAN BAHWA COVERNOTE
TERSEBUT TERNYATA TIDAK BENAR. SEDANGKAN TANGGUNG
JAWAB SECARA PIDANA DAPAT DIKENAKAN TERHADAP NOTARIS
APABILA TERBUKTI TURUT SERTA MEMBERIKAN KETERANGAN
PALSU MENGENAI ISI COVERNOTE YANG DIBUATNYA. NOTARIS
SEBAGAI PIHAK YANG MENGELUARKAN COVERNOTE HARUS
BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA DENGAN SEGALA AKIBAT
HUKUMNYA.
 JIKA SUATU KOVERNOT BERMASALAH ATAUPUN UNTUK TINDAKAN
HUKUM YANG TIDAK SESUAI SEBAGAIMANA DISEBUKAN DI ATAS
MENJADI TANGGUNGJAWAB HUKUM (PERDATA, PIDANA DAN
ADMINISTRATIF) NOTARIS YANG BERSANGKUTAN

54
F. PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) DAN
KUASA UNTUK MENJUAL (KUM) YANG DIBUAT
SEBAGAI KELANJUTAN DARI PPJB

Bahwa hukum jual beli tanah di Indonesia


dilakukan secara terang dan tunai. Dilakukan
secara terbuka mengenai subjek dan objeknya
serta tatacara pembayarannya pada saat
barang diserahkan oleh pembeli maka penjual
menerima uangnya, kemudian pada saat itu
dibuat tanda bukti atau akta telah terjadinya
jual beli tersebut.

55
DALAM KONSTELASI
HUKUM PERDATA INDONESIA

DIMANAKAH LETAK/KEDUDUKAN HUKUM


DARI PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
(PPJB)/IKATAN JUAL BELI IJB
(IJB)/PERIKATAN JUAL BELI (PJB)…?

56
PPJB DIBUAT DENGAN AKTA
NOTARIS

MEMENUHI KETENTUAN PASAL 1868


KUHPERDATA DAN
PASAL 38 UUJN - P

PPJB  SEBAGAI KESEPAKATAN/PERJANJIAN PARA PIHAK


 HUKUM PERJANJIAN/PERIKATAN  BUKU III
KUHPERDATA.

JADI PPJB BUKAN BAGIAN DARI HUKUM TANAH


INDONESIA
57
• Dalam praktek kenotariatan dan dalam rangka
permintaan masyarakat sering dibuatkan akta
Pengikatan Jual Beli dan Kuasa untuk menjual
tanah. Alasan atau latar belakang dibuatnya
kedua akta tersebut, antara lain :
1. Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama/
peralihan hak, dengan alasan ingin dijual lagi kepada pihak
lain, (meskipun dalam hal ini Pembeli telah membayar lunas
kepada Penjual).
2. Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama/
peralihan hak, dengan alasan belum punya uang untuk bayar
pajak-pajak, (meskipun dalam hal ini Pembeli telah membayar
lunas kepada Penjual).

58
PPJB  ADALAH SUATU PERJANJIAN YANG DIBUAT OLEH CALON
PENJUAL DAN CALON PEMBELI SUATU TANAH/BANGUNAN
SEBAGAI PENGIKATAN AWAL SEBELUM PARA PIHAK MEMBUAT
AKTA JUAL BELI (AJB) DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA
TANAH (PPAT). 

BIASANYA PPJB AKAN DIBUAT PARA PIHAK KARENA ADANYA


SYARAT-SYARAT ATAU KEADAAN-KEADAAN YANG HARUS
DILAKSANAKAN TERLEBIH DAHULU OLEH PARA PIHAK SEBELUM
MELAKUKAN AJB DI HADAPAN PPAT. DENGAN DEMIKIAN PPJB
TIDAK DAPAT DISAMAKAN DENGAN AJB YANG MERUPAKAN
BUKTI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH/BANGUNAN DARI
PENJUAL KEPADA PEMBELI.

59
ADA 2 (DUA) JENIS PPJB
PPJB LUNAS

DIBUAT APABILA HARGA JUAL BELI SUDAH DIBAYARKAN LUNAS OLEH PEMBELI KEPADA
PENJUAL TETAPI BELUM BISA DILAKSANAKAN JUAL BELI, KARENA ANTARA LAIN PAJAK-PAJAK
JUAL BELI BELUM DIBAYARKAN, SERTIFIKAT MASIH DALAM PENGURUSAN ATAU SEBAB
LAINNYA YANG MENYEBABKAN AKTA JUAL BELI BELUM BISA DILAKSANAKAN.
DALAM PASAL-PASAL PPJB TERSEBUT DICANTUMKAN KAPAN AJB AKAN DILAKSANAKAN DAN
PERSYARATANNYA. DI DALAM PPJB LUNAS JUGA DICANTUMKAN (DIBUAT JUGA SECARA
TERSENDIRI) KUASA DARI PENJUAL KEPADA PEMBELI UNTUK MENANDATANGANI AJB,
SEHINGGA PENANDATANGANAN AJB TIDAK MEMERLUKAN KEHADIRAN PENJUAL.
PPJB LUNAS UMUM DILAKUKAN UNTUK TRANSAKSI ATAS OBJEK JUAL BELI YANG BERADA
DILUAR WILAYAH KERJA NOTARIS/PPAT YANG BERSANGKUTAN. DIMANA BERDASARKAN
PPJB LUNAS BISA DIBUATKAN AJB DI HADAPAN PPAT DIMANA LOKASI OBJEK BERADA.

60
PPJB BELUM LUNAS

DIBUAT APABILA PEMBAYARAN HARGA JUAL BELI BELUM LUNAS DITERIMA OLEH
PENJUAL.
DI DALAM PASAL-PASAL PPJB BELUM LUNAS SEKURANG-KURANGNYA
DICANTUMKAN JUMLAH UANG MUKA YANG DIBAYARKAN PADA SAAT
PENANDATANGANAN AKTA PPJB, CARA ATAU TERMIN/TAHAPAN PEMBAYARAN,
KAPAN PELUNASAN DAN SANKSI-SANKSI YANG DISEPAKATI APABILA SALAH SATU
PIHAK WANPRESTASI.
DIATUR JUGA SERTIFIKAT (UNTUK TANAH YANG SUDAH BERSERTIFIKAT) –
SERTIFIKAT AKAN DISIMPAN DIMANA DAN OLEH SIAPA (PENJUAL/PEMBELI/PIHAK
LAIN YANG DISEPKATI BERSAMA)..?
JADI SECARA UMUM PASAL-PASAL YANG ADA DALAM PJB TIDAK LUNAS SAMA
DENGAN PASAL-PASAL YANG ADA DALAM PPJB. NANTINYA PPJB TIDAK LUNAS
JUGA HARUS DITINDAKLANJUTI DENGAN AJB PADA SAAT PELUNASAN.

61
• Karena tindakkan Pengikatan Jual Beli yang dibeli yang tersebut
dalam angka (1) dan (2) tersebut telah lunas, maka telah timbul
kewajiban pajak untuk penjual dan pembeli. Jika hal ini
dilakukan menjadi kewajiban Notaris untuk menjelaskan kepada
para penjual dan pembeli, bahwa atas transaksi tersebut tetap
harus bayar pajak meskipun belum dilakukan peralihan hak
(dalam prakteknya oleh penjual dan pembeli selalu dihindarkan)
karena akan dibayarkan ketika pada saat penandatatangan akta
PPAT. Tapi dalam kaitan ini tetap menjadi kewajiban Notaris
untuk menjelaskan kepada penjual dan pembeli mengenai
kewajiban pajak tersebut, jangan sampai terjadi suatu hari (para
penjual dan pembeli tersebut) datang ke hadapan Notaris/PPAT
dan menyatakan Notaris/PPAT tidak pernah menjelaskannya.

62
• Dalam PPJB Lunas ini karena suatu saat akan
ditindaklanjuti dengan akta PPAT, maka harga yang
tercantum dalam PPJB dan Akta PPAT harus sama dan
sesuai fakta yang sebenarnya terjadi, oleh karena itu
dalam PPJB Lunas tersebut disamping harga jual
disebutkan dalam akta, maka Notaris pun harus
meminta kepada Penjual dan Pembeli untuk meminta
kuitansi dari Penjual dan Pembeli yang berkaitan
dengan harga tersebut, agar tidak terjadi disparitas
harga.

63
• Bagaimana jika terjadi, jika harga yang
disebutkan dalam PPJB tersebut lebih tinggi
yang tersebut dalam NJOP PBB tahun yang
berjalan ? Maka dalam rangka pengenaan pajak
harus diambil yang tertinggi, tidak perlu
merubah yang sudah tercantum dalam PPJB
Lunas tersebut, demikian pula sebaliknya jika
NJOP PBB tanhun yang berjalan lebih rendah,
maka pembayaran pajaknya akan diambil yang
tertinggi (apakah NJOP PBB atau yang tersebut
dalam akta).
64
• Dalam praktek sering juga dilakukan, jika ternyata NJOP PBB tahun
berjalan lebih rendah dari yang tersebut dalam PPJB Lunas, para penjual
dan pembeli datang lagi ke hadapan Notaris untuk membatalkan akta
PPJB Lunas tersebut dan langsung ditindak lanjuti denga akta jual beli
PPAT (AJB PPAT). Jika ini dilakukan, maka akta yang pernah dibuatnya
sebagai Proforma (Perbuatan Pura-pura) atau Penyelundupan Hukum.
Bahwa jika dilakukan pembatalan (atau dibuat akta pembatalan) maka
(sesuai Kaidah Hukum Perdata) semuanya harus dikembalikan seperti
keadaan semula, misalnya uang dikembalikan oleh Pembeli kepada
Penjual dan Pembeli mengembalikan tanah kepada Penjual. Sehingga
dalam kaitan ini menimbulkan pertanyaan, adakah akibat hukum yang
timbul dari perbuatan seperti itu ? Jika para pihak tidak pernah
mempersoalkannya dan tidak ada pihak lain yang merasakan dirugikan
maka menjadi suatu hal yang boleh dilakukan. Tapi untuk Notarisnya
telah memberikan jalan yang tidak tepat kepada para pihak, karena
seharusnya Notaris tahu dan mengetahui Kaidah Hukum Perdata seperti
disebutkan di atas.

65
• Mengenai pencantuman tatacara pembayaran harus dijelaskan
: apakah dengan pembayaran tunai, tranfers antar bank, non
tunai (giro, cek) pemindah bukuan ?. Apapun cara
pembayarannya harus dicantumkan secara tegas dalam akta.
Dan Notaris wajib meminta tanda bukti apapun dari para
penjual dan pembeli atas tata cara pembayaran yang telah
mereka lakukan. Untuk Notaris jangan gunakan
kalimat .....”pembayaran telah dilakukan di hadapan saya,
Notaris, sesaat setelah penandatanganan akta ini” kalaupun
ingin menggunakan kalimat lain, misalnya...”akta ini berlaku
pula sebagai tanda terima yang sah yang disepakati oleh para
pihak...”, lebih baik Notaris tetap meminta tanda bukti lain
untuk mem”back up” pernyataan dari para penghadap
tersebut.

66
• Untuk penyerahan sertifikat, harus penyerahan secara riil (nyata) di
hadapan Notaris, dan pada akta bisa dicantumkan kalimat...”Sertifikat
nomor :........., telah diserahkan oleh Penjual kepada Pembeli pada saat
penandatangan akta ini, dan akta ini berlaku pula sebagai tanda terima
yang sah yang disepakati oleh para pihak”. Jika sertifikat tersebut
tidak diserahterimakan oleh para penghadap di hadapan Notaris,
misalnya penjual telah menyerahkannya kepada pembeli sebelum
penadatanganan akta ini, maka Notaris minta tanda bukti secara
tertulis dari para pihak, dan dalam akta bisa dituliskan
kalimat...”Sertifikat nomor :.... telah diserahkan oleh Penjual kepada
Pembeli sebelum penandatangan akta ini, demikian berdasarkan
Tanda Bukti Penerimaan Sertifikat yang dibuat oleh para pihak sendiri,
tanggal........bulan.......tahun......dan bermeterai. Dan keabsahan Tanda
bukti Penerimaan tersebut menjadi tanggunjawab para pihak
sepenuhnya”. Dalam hal ini Notaris jangan mau melakukan jika para
pihak (penjual ke pembeli) akan menyerahkannya setelah
penandatangan akta, maka hal ini merupakan akan jadi potensi
masalah di kemudian hari. Meskipun potensi masalahnya untuk
Penjual dan Pembeli sendiri, tapi lebih baik untuk tidak melakukannya
daripada Notaris masuk ke dalam pusaran permasalah para pihak.

67
3. Bidang tanah yang dibeli tidak
dibayar lunas oleh penjual kepada
pembeli, tapi dibayar
pertahap/cicilan atau angsuran.

Dalam membuat akta Pengikatan Jual Beli


untuk bidang tanah yang dibayar secara
cicilan/angsuran/bertahap, maka harus
ditentukan cara pembayarannya, misalnya :
68
• Telah ditentukan besarnya harga jual, kemudian sisanya akan
dicicil/diangsur/bertahap dalam bentuk nominal uang
perbulan sampai lunas atau atau sisanya tersebut akan
dilunasi dalam jangka waktu tertentu yang tidak ditentukan
besarnya cicilan/diangsur/bertahap.
• Pembayaran tersebut harus jelas, karena berkaitan untuk
menentukan waktu/saat Pembeli Wanprestasi.
• Apakah Wanprestasi akan ditentukan kalau Pembeli tidak
bayar beberapa kali secara berturut-turut atau atau tidak
tepat waktu yang sudah dijanjikan.
• Tentukan pula cara pembayarannya apakah tunai,
pemindahbukuan, dengan cek atau giro atau cara lainnya.
Tatacara pembayaran tersebut akan berakitan pula dengan
saat terjadinya Wanprestasi.

69
Jika Wanprestasi harus ditentukan akibat hukumnya,
misalnya :
•jika Pembeli wanprestasi semua pembayaran yang telah
dilakukan oleh Pembeli kepada Penjual menjadi hangus dan
tidak dapat ditagih dengan cara dan bentuk apapun dan
tanah/rumah yang telah dibeli/ditempati wajib dikembalikan
kepada Penjual (jika rumah/tanah yang yang
diperjualbelikan telah diterima Pembeli) – (KLAUSULA
SAPUJAGAT), atau
•Penjual akan mengembalikan sejumlah uang tertentu dari
yang sudah diterimanya kepada Pembeli, dan tanah/rumah
yang telah dibeli/ditempati wajib dikembalikan kepada
Penjual (jika rumah/tanah yang yang diperjualbelikan telah
diterima Pembeli).
70
• Kemudian tentukan pula tata cara penyerahan
sertifikat, apakah disimpan Penjual sampai
pembayaran lunas, apakah disimpan Pembeli
sampai lunas atas kesepakatan bersama
diserahkan bersama-sama kepada Notaris,
juga akan diambil secara bersama-sama
dengan cara dan alasan apapun atau Penjual
dan Pembeli membuat kesepakatan tersendiri
yang kemudian diserahkan kepada Notaris
yang dilekatkan pada minuta akta.

71
• Jika dilakukan Pengikatan Jual Beli yang dibayar
secara cicilan/angsuran/bertahap tanpa perlu
dibuatkan Kuasa Untuk Menjualnya. Kuasa Menjual
akan dibuat setelah pembayaran lunas dan mereka
sepakat untuk menghadap kembali ke Notaris. Bisa
saja dibuat Akta Kuasa Untuk Menjualnya tapi
dengan syarat tangguh, misalnya dalam akta kuas
tersebut ditegaskan, misalnya : “Kuasa ini akan
berlaku jika Pembayaran dari Pembeli kepada Penjual
telah dibayar lunas yang dibuktikan berdasarkan
kuitansi/tanda bukti lunas asli yang diperlihatkan
kepada Notaris”.

72
• Bahwa judul akta boleh saja akta
Pengikatan/Perikatan/Ikatan Untuk
Menjual dan akta Kuasa Untuk
Menjual, tapi alasan atau latar
belakang terjadinya harus dipahami
oleh para Notaris, misalnya akta
Pengikatan Untuk Menjual bisa
dibuat dengan alasan :

73
• Bidang tanah yang dibeli masih dalam proses pemecahan
sertifikat.
• Bidang tanah yang dibeli dalam proses pensertifikatan.
• Bidang tanah yang dibeli masih dalam jaminan bank atau
bukan bank (sebenarnya tidak boleh dilakukan tapi dalam
praktek banyak dibuat).
• Bidang tanah yang dibeli masih dalam sengketa di pengadilan
(jual-beli tanah sengketa)
• Bidang tanah yang dijual masih dalam proses pembagain
warisan yang belum dibagai oleh para ahli waris.
• Bidang tanah yang dibeli berasal dari lelang (berdasarkan
Risalah Lelang) yang belum dibaliknamakan ke
Pembeli/pemenang lelang.

74
• Bahwa apapun latar belakang/alasan dibuatnya akta
Pengikatan Jual Beli dan Kuasa tersebut yang perlu
diperhatikan mengenai TATACARA PEMBAYARAN,
PENYERAHAN BARANG (LEVERING) dan akibat hukum
tertentu jika ada yang WANPRESTASI.
• Kuasa Untuk Menjual sebagai tindak lanjut dari
Pengikatan Jual Beli, maka kuasa tersebut tidak bisa
berakhir berdasarkan kerentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 1813 KUHPerdata. Hal ini untuk
menjamin hak-hak Pembeli yang telah membayar
lunas harga jualbelinya kepada Penjual.

75
• Apakah boleh dibuat Akta Kuasa
Menjual tanpa dibuatnya akta
Pengikatan Jual Beli ? Sudah biasa hal
seperti ini boleh dilakukan. Kuasa
semacam ini merupakan Kuasa Murni
untuk menjual yang klausul-klausul di
dalalamnya berbeda dengan Kuasa
Menjual yang didahului dengan
Pengikatan Jual Beli.
76
• Kuasa Murni ini dibuat dengan maksud dan
tujuan untuk menjual saja kepada pihak
lainnya. Dalam Kuasa seperti ini harus
disebutkan, misalnya :
• Penerima Kuasa Wajib menyerahkan
hasil penjualannya kepada Pemberi
Kuasa,
• Kemudian juga bisa disebutkan bahwa
Kuasa ini bukan tindak lanjut dari
Pengikatan Jual Beli.
77
• Kuasa semacam ini dapat dicabut kembali.
Karena kuasa seperti ini masuk kedalam
kategori kuasa yang digunakan untuk
memindahtangankan benda yang sejatinya
hanya dapat dilakukan oleh pemiliknya
saja. Maka dari itu, untuk kuasa menjual
ini, diperlukan suatu pemberian kuasa
dengan kata-kata yang tegas di dalam
aktanya (Pasal 1796 KUHPerdata).

78
• Ketika Notaris menerima Kuasa
(Notaris/dibawah tangan) yang
berdiri sendiri untuk melakukan
tindakan hukum yang akan
dilakukan oleh Penerima Kuasa
dalam Kuasa tersebut maka perlu
diperhatikan sebab-sebab
berakhirnya kuasa berdasarkan
KUHPerdata, antara lain :
79
Pasal 1813 Pemberian kuasa berakhir:
• dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;
• dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh
penerima kuasa;
• dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya,
baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa dengan
kawinnya perempuan yang memberikan atau
menerima kuasa.
Pasal 1814 :
• Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila
hal itu dikehendakinya dan dapat memaksa
pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu
bila ada alasan untuk itu.

80
Pasal 1815 :
• Penarikan kuasa yang hanya diberitahukan kepada penerima
kuasa tidak dapat diajukan kepada pihak ketiga yang telah
mengadakan persetujuan dengan pihak penerima kuasa
karena tidak mengetahui penarikan kuasa itu1 hal ini tidak
mengurangi tuntutan hukum dan pemberi kuasa terhadap
penerima kuasa.
Pasal 1816 :
• Pengangkatan seorang penerima kuasa baru untuk
menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan
ditariknya kembali kuasa penerima kuasa yang pertama,
terhitung mulai hari diberitahukannya pengangkatan itu
kepada orang yang disebut belakangan.

81
Pasal 1817 :
• Pemegang kuasa dapat membebaskan diri dari
kuasanya dengan memberitahukan penghentian
kepada pemberi kuasa.
• Akan tetapi bila pemberitahuan penghentian ini, baik
karena Ia tidak mengindahkan waktu maupun karena
sesuatu hal lain akibat kesalahan pemegang kuasa
sendiri, membawa kerugian bagi pemberi kuasa, maka
pemberi kuasa ini harus diberikan ganti rugi oleh
pemegang kuasa itu kecuali bila pemegang kuasa itu
tak mampu untuk meneruskan kuasanya tanpa
mendatangkan kerugian yang berarti bagi dirinya
sendiri.
82
Pasal 1818 :
• Jika pemegang kuasa tidak tahu tentang meninggalnya pemberi
kuasa atau tentang suatu sebab lain yang menyebabkan
berakhirnya kuasa itu, maka perbuatan yang dilakukan dalam
keadaan tidak tahu itu adalah sah.
• Dalam hal demikian, segala perikatan yang dilakukan oleh
penerima kuasa dengan pihak ketiga yang beritikad baik, harus
dipenuhi terhadapnya.
Pasal 1819 :
• Bila pemegang kuasa meninggal dunia, maka para ahli warisnya
harus memberitahukan hal itu kepada pemberi kuasa jika mereka
tahu pemberian kuasa itu, dan sementara itu mengambil
tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaan bagi kepentingan
pemberi kuasa, dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan
bunga, jika ada alasan untuk itu.

83
• Ketentuan berakhirnya Kuasa tersebut
menjadi tidak mengikat jika dalam akta
Kuasa tersebut dicantumkan klausula
bahwa ketentuan berkhirnya kuasa
tersebut dikecualikan dalam kuasa ini,
artinya tidak terikat oleh sebab-sebab
berakhirnya kuasa. Jika tidak disebutkan
maka sebab-sebab berakhirnya kuasa
berlaku.

84
APAKAH NOTARIS MEMPUNYAI
“HAK RETENSI”…?
• Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia  (KKBI)  makna retensi
adalah PENYIMPANAN atau
PENAHANAN.
• Hak Retensi berkaitan dengan
Pemberian Kuasa (Pasal 1792-1819
KUHPerdata) tersebut di atas.
85
• Maksud dari hak retensi adalah hak dari
penerima kuasa untuk menahan sesuatu yang
menjadi milik pemberi kuasa karena pemberi
kuasa belum membayar kepada penerima
kuasa hak penerima kuasa yang timbul
dari pemberian kuasa.
• Pasal 1812 KUHPer :“Penerima kuasa berhak
untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa
yang berada di tangannya hingga kepadanya
dibayar lunas segala sesuatu yang dapat
dituntutnya akibat pemberian kuasa.”
86
• HAK RETENSI adalah hak dari
penerima kuasa untuk
menahan kepunyaan pemberi
kuasa yang ada
padanya sampai pemberi
kuasa memenuhi kewajiban
yang timbul dari pemberian
kuasa.
87
• Hak retensi ini dimiliki antara lain oleh advokat.
Advokat yang menerima kuasa dari kliennya
memiliki hak retensi akibat dari pemberian
kuasa tersebut. Apabila terdapat kewajiban,
misalnya pembayaran biaya jasa hukum, yang
belum dipenuhi oleh kliennya, maka advokat
dapat menggunakan hak retensinya untuk
menahan kepunyaan kliennya..
• Bahwa hak retensi Advokat terhadap klien
diakui sepanjang tidak akan menimbulkan
kerugian kepentingan klien.
88
• CATATAN :
HAK RETENSI TERSEBUT HARUS
DIEKSPLORASI DAN
DIEKSPLOITASI SECARA
AKADEMIK YANG KEMUDIAN
AKAN DAPAT MENJADI
KEWENANGAN NOTARIS.
89
DAPATKAH NOTARIS MENGUNAKAN
“HAK SEKRETASI”…?”
PENITIPAN BARANG
Pasal 1694 - 1739 KUH Perdata mengatur tentang PENITIPAN
BARANG.
Pasal 1694 KUH Perdata : Penitipan Barang terjadi apabila
seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan
syarat bahwa ia akan menyimpanya dan mengembalikan
dalam wujud asalnya (Pasal 1694 KUH Perdata ).
Ada dua jenis penitipan barang yaitu
1. Penitipan Murni (sejati), dan
2. Penitipan SEKRETASI ( Pasal 1695 KUH Perdata).

90
• PENITIPAN MURNI  dianggap dilakukan
dengan cuma-cuma bila tidak diperjanjikan
sebaliknya, penitipan demikian hanya
mengenai barang-barang bergerak (Pasal 1698
KUH Perdata).
• PENITIPAN SEKRETASI  penitipan barang
kepada pihak ketiga, yang disebabkan adanya
perselisihan antara si penitip dengan pihak
lainya atau karena adanya perintah hakim
(Pasal 1730 KUH Perdata).

91
• Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam
perjanjian Penitipan Barang
• Hubungan kontraktual antara orang yang
menyerahkan barang untuk disimpan
(bewaargever) dan orang yang menerima
barang untuk disimpan akan
menimbulkan hak dan kewajiban para
pihak.
• KEWAJIBAN bagi yang menyimpan
barang (bewaarnemer) :
92
1. Memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya
seperti memelihara barang-barang kepunyaanya
sendiri (Pasal 1706 KUH Perdata).
2. Kewajiban pemeliharaan barang harus dilaku-kan
secara hati-hati dan lebih teliti jika:
a. Penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk
menyimpan barang tersebut.
b.   Penyimpanan dijanjikan untuk mendapat upah,
c.   Penitipan terjadi dilakukan untuk keperluan penyimpan,
dan
d.  Telah diperjanjikan sipenerima titipan akan menanggunng
segala kelalaianya (Pasal 1707 KUH Perdata).

93
• HAK-HAK penyimpan barang:
1.Penggantian biaya untuk mempertahankan barang.
2.Penggantian kerugian yang diderita dalam
penyimpanan barang, dan
3.Menahan barang sebelum penggantian biaya dan
kerugian diterima dari penitip.
• Hak Penitip adalah menerima barang yang telah dititip
secara utuh , sedangkan kewajibanya adalah:
1. Memberikan upah kepada penyimpan dan
2. Memberikan penggantian biaya dan rugi kepada
penyimpan
 
94
• CATATAN :
HAK SEKRETASI TERSEBUT
HARUS DIEKSPLORASI DAN
DIEKSPLOITASI SECARA
AKADEMIK YANG KEMUDIAN
AKAN DAPAT MENJADI
KEWENANGAN NOTARIS.
95
• JIKA PEMBAYARAN TIDAK LUNAS/DICICIL/
DIANGSUR  ATUR PULA MENGENAI
SERTFIKATNYA, MISALNYA :
• apakah disimpan Penjual sampai pembayaran lunas ?
• apakah disimpan Pembeli sampai lunas ?
• atas kesepakatan bersama diserahkan bersama-sama
kepada Notaris, juga akan diambil secara bersama-
sama dengan cara dan alasan apapun ?
• Penjual dan Pembeli membuat kesepakatan tersendiri
yang kemudian diserahkan kepada Notaris yang
dilekatkan pada minuta akta.

96
G. KEDUDUKAN HUKUM MKNW

SEBAGAI PUTUSANNYA
SEBAGAI OBJEK
PEJABAT SENGKETA TATA
ATAU BADAN USAHA SEHINGGA
BISA DIGUGAT KE
TATA USAHA PENGADILAN TATA
NEGARA USAHA NEGARA

INDONESIA NOTARY 97
COMMUNITY (INC)
ALASAN
UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN (PASAL 53 (2) – (3)
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
• Pasal 53 ayat (2) : alasan-alasan yang dapat digunakan dalam
gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
• Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
• Pasal 53 Ayat (2) huruf a : Suatu Keputusan Tata Usaha Negara
dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan apabila
keputusan itu:
• Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersifat prosedural / formal.

INDONESIA NOTARY 98
COMMUNITY (INC)
3 (TIGA) ASPEK YANG HARUS
DPERHATIKAN DENGAN GUGATAN
KE PTUN :
1.ASPEK WEWENANG  PEJABAT YANG
BERSANGKUTAN MEMPUNYAI
WEWENANG UNTUK MENGELUARKAN
KEPUTUSAN/KETETAPAN YANG
BERSANGKUTAN.
2.ASPEK PROSEDUR 
KETETAPAN/KEPUTUSAN TERSEBUT
DIKELUARKAN DENGAN TATACARA YANG
BERLAKU UNTUK ITU.
3.ASPEK SUBSTANSI  MENYANGKUT
OBJEK KEPUTUSAN/KETETAPAN.
INDONESIA NOTARY 99
COMMUNITY (INC)
LANDASAN HUKUM :
Undang-undang No. 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-undang No. 9 Tahun 2004
tentang perubahan atas Undang-undang
No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-undang No. 51 tahun 2009
tentang perubahan kedua atas Undang-
undang No.5 tahun 1986

100
CATATAN 1
• PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA (PTTUN)
SURABAYA DALAM PERKARA NO : 156/B/2017.PT.
TUN. SBY, TANGGAL 31 OKTOBER 2017 YANG TELAH
MENYATAKAN BATAL DAN TIDAK SAH KEPUTUSAN
MKNW TENTANG PEMBERIAN PERSETUJUAN
KEPADA NOTARIS TENTANG IJIN PEMERIKSAAN,
YANG DALAM PERTIMBANGAN HUKUMNYA :
ADA PELANGGARAN SECARA PROSEDURAL
DAN WEWENANG DALAM MENERBITKAN
SURAT YANG JADI OBJEK SENGKETA.

101
• PROSEDURAL :
1. SURAT PERMOHONAN DARI PENYIDIK
TIDAK DITEMBUSKAN KE NOTARIS
(MELANGGAR PASAL 23 AYAT (2)
PERMENKUMHAM NO. 7/2016).
2. JANGKA WAKTU PEMANGGILAN TIDAK
SESUAI DENGAN PASAL 24 AYAT (4) :
PEMANGGILAN TERHADAP NOTARIS
DILAKUKAN DALAM WAKTU PALING LAMBAT
5 (LIMA) HARI SEBELUM PEMERIKSAAN
DILAKUKAN.

INDONESIA NOTARY 102


COMMUNITY (INC)
• WEWENANG :
BAHWA SURAT YANG OBJEK
SENGKETA HANYA DITANDATANGANI
OLEH WAKIL KETUA, PADAHAL PASAL
23 AYAT (1) DAN PASAL 24 AYAT (2)
PERMENKUMHAM NO. 7/2016) WAJIB
DITANDATANGANI OLEH KETUA MKNW,
KECUALI WAKIL KETUA MENDAPATKAN
DELEGASI DAN/ATAU MANDAT DARI
KETUA MKNW.

INDONESIA NOTARY 103


COMMUNITY (INC)
CATATAN 2
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) SURABAYA DALAM
PERKARA NO : 21/G/2017/PTUN. SBY, TANGGAL 13 JUNI 2017
DALAM PERTIMBANGAN HUKUMNYA :
•BAHWA MKNW SELAKU PEJABAT TATA USAHA
NEGARA YANG MENJALANKAN URUSAN
PEMERINTAHAN YAITU MEMBERIKAN PERSETUJUAN
IJIN PEMERIKSAAN NOTARIS BERDASARKAN
KEWENANGAN YANG ADA PADANYA SESUAI ASAS
LEGALITAS SEBAGIMANA TERCANTUM DALAM
UUJN/UUJN – P DAN PERMENKUMHAM NO. 7/2016.
•BAHWA OBJEK SENGKETA (PUTUSAN MKNW)
MERUPAKAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA.

INDONESIA NOTARY 104


COMMUNITY (INC)
CATATAN 3
• PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (JUGA PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI)  BERSIFAT  ERGA OMNES YANG
BERARTI MENGIKAT DAN HARUS DIPATUHI OLEH SETIAP WARGA
NEGARA.
• ASAS PUTUSAN PENGADILAN MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM
MENGIKAT SEBAGAI “ERGA OMNES”. ASAS INI MENGANDUNG
PENGERTIAN BAHWA MESKIPUN SUBSTANSI GUGATAN
PENGGUNGAT BERSIFAT PERDATA, TETAPI SENGKETA TATA USAHA
NEGARA ADALAH SENGKETA HUKUM PUBLIK. OLEH KARENA ITU,
PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA HARUS BERLAKU
UMUM BAGI SIAPA SAJA, TIDAK HANYA TERBATAS PADA PIHAK-PIHAK
YANG BERSENGKETA SAJA
• JADI PUTUSAN PTTUN TERSEBUT DI ATAS
BERSIFAT ERGA OMNES  YANG BERLAKU UNTUK
SEMUA MKNW DAN SEMUA NOTARIS…!!!

INDONESIA NOTARY 105


COMMUNITY (INC)
CATATAN 4
PENGADILAN NEGERI SURABAYA (PN
SBY) SURABAYA DALAM PERKARA NO :
54/Pra.Per/2017/PN. Sby YANG TELAH
MENYATAKAN BATAL DEMI HUKUM DAN
TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN
MENGIKAT / TIDAK SAH TIDAK SAH
TENTANG PENYIDIKAN DAN PENETAPAN
TERHADAP PEMOHON (NOTARIS)
SEBAGAI TERSANGKA. DENGAN
PERTIMBANGAN HUKUM :
106
1. SURAT PERSETUJUAN DARI MKNW
TERHADAP PEMOHON CACAT YURIDIS
KARENA HANYA DITANDATANGANI OLEH
WAKIL KETUA, DITANDATANGANI KETUA
DAPAT DIBENARKAN JIKA MENDAPAT
MANDAT DARI KETUA. (PASAL 23 AYAT (4)
PERMENKUMHAM No. 7/2016).
2. DALAM PENERBITAN SURAT TERSEBUT
TIDAK SESUAI DENGAN SOP (STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR) YANG SUDAH
DITENTUKAN.

107
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, sejak
tanggal 22 September 2016, pemanggilan
terhadap Notaris oleh Penyidik/Jaksa Penuntut
Umum/Hakim wajib terlebih dahulu harus seizin
dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW)
Propinsi. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka
pemanggilan tersebut bisa dikualifikasikan sebagai
cacat hukum formalitas dalam melakukan
pemeriksaan terhadap Notaris.

108
109
KALAU TIDAK ADA PERTANYAAN SAYA :

110
KALAU ADA PERTANYAAN MARI KITA :

111
MARI KITA MENJALANKAN TUGAS
JABATAN DENGAN :

112
KERJA CERDAS
REASONING BASED ON RULES
TIDAK BERDASARKAN
PRECEDENT KENOTARIATAN
TIDAK BERDASARKAN LIVING LAW
KENOTARIATAN
113
KERJA CERMAT
MEMBUAT REKONTRUKSI HUKUM SESUAI
DENGAN DATA DAN FAKTA YANG ADA
MENERAPKAN BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN SESUAI TINDAKKAN HUKUM YANG
DIPERLUKAN

MENGUTAMAKAN PRINSIP KEHATI-HATIAN


DALAM UCAPAN DAN TINDAKKAN

114
KERJA CEPAT
MELAYANI PENGGUNA
JASA/PENGHADAP DENGAN ANTUSIAS

MENYELESAIKAN SEMUA JANJI DAN


PEKERJAAN TEPAT WAKTU
MEMPERLAKUKAN SETIAP INDIVIDU BERHAK
MENDAPAT TINDAKAN YANG SAMA.

115
TERIMAKASIH
SUKSES DAN
BAHAGIA
UNTUK KITA
SEMUA...!!
116

Anda mungkin juga menyukai