1
Brian Kettell, Introduction to Islamic Banking and Finance (London: Jhon Wiley and Sons Inc,
2011), 31.
2
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syari’ah Di Indonesia (dalam perspektif fiqih ekonomi)
(Yogyakarta: Fajar Media Press,2012), 49.
26
27
pihak bank dan juga bagi nasabah. Bukan itu saja, bank syari’ah juga
berlandaskan aspek sosial, hubunganan taradin minkum(sukarela antara masing-
masing pihak) antara bank syari’ah dengan nasabahnya, bank syari’ah
menyediakan pembiayaan melalui hubungan ekuitas dalam proyek dan bank
syari’ah dapatberinvestasi dalam sebuah proyek3.
Sumber permodalan bank syari’ah ini bersumber dari simpanan nasabah
sebagai dana pihak ke tiga yang berfungsi sebagai modal ini dan membantu
mengembalikan kerugian bank syari’ah yang bertujuan guna melindungi
kepentingan bagi para pemegang rekening/ nasabah penitipan (al wadi’ah)4/
tabungansertanasabah pinjaman (qard)5/ pembiayaan6.
3
Kabir Hassan dan Mervyn K Lewis, Handbook of Islamic Banking (Northampton: Edward ELgar
Publisher, 2007), 96.
4
Kata al wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang
seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga atau di titipkan, karena dia meninggalkannya
pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, al wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan
murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga
dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
5
Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar
atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus
untuk menyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis
seperti yang diterimanya.
6
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syari’ah (Teori,Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia)
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), 6.
7
Dijelaskan lebih terperici lagi dalam Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2008,
tentang: Perbankan Syari’ah.
28
ijtihad dari para ulama. Perbankan syari’ah diatur pula oleh Dewan Syari’ah
Nasional MUI (DSN-MUI) dan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) sebagai
lembaga pengawasan dalam praktik operasionalnya.
Fungsi keberadaan bank umum syari’ah ini sebagai lembaga intermediary
yang menjembatani dua belah pihak yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Bank syari’ah sebagai lembaga yang menghimpun dari
masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan sebagai yang menyalurkan kembali
dalam bentuk pembiayaan ke pada masyarakat yang membutuhkan dana.
Singkatnya bank syari’ah sebagai penghubung antara memiliki dana (mudharib)
dan membutuhkan dana (shahibul mal).
Gambar 1.2
Bank Syari’ah sebagai Intermediary
Ilustrasi dari gambar di atas adalah ketika nasabah A memiliki dana dan
berniat ingin berinvestasi, maka bank syraiah memberikan fasilitas investasi yang
memberikan keuntungan dan keamanan bagi nasabah A melalui produk-produk
investasi. Disisi lain nasabah B sebagai orang yang membutuhkan dana untuk
bantuan modalnya, maka bank syari’ah memberikan fasilitas pembiayaan kepada
nasabah B. Keuntungan yang di dapat oleh nasabah A adalah keuntungan bagi
hasil yang diterima dari bank syari’ah melalui produk pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah B. Bank syari’ah memperoleh keuntungan dari imbalan atas dana
yang di salurkan melaui pembiayaan.
perantara antar pihak yang surplus dana dengan pihak defisit dana. Lembaga
keuangan syari’ahpada umumnya yang bergerak dalam membantu dan berperan
serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Dengan target pertumbuhan
diarea sektor rill dapat terbantu dan terangkat sebagaimanan yang diharapakan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam tugas dan fungsi bank syari’ah itu sendiri
dari diantara lain penghimpunan dana, penyaluran dana dan jasa-jasa perbankan
lainnya. Melalui penyaluran dana bank syari’ah bergerak dalam bidang
pembiayaan kepada masyarakat.
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan dalam dunia usaha merupakan suatu fasilitas yang sangat
menguntungkan bagi pelaku usaha. Tujuannya dalam membantu permodalan
guna memperbesar usahanya. Namun tidak terlepas dari sisi konsumsi,
pembiayaan juga merupakan salah satu dari alternatif bagi masyarakat dalam
membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dapat dipahami secara sederhana
pembiayaan yaitu, merupakan suatu perjanjian antara 2 pihak yang memiliki
dana dan yang membutuhkan dana dalam suatu pinjaman dengan syarat-syarat
tertentu. Beberapa pengertian lain yang menjelaskan arti pembiayaan antara
lain:
a) Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit8.
b) Pembiayan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut, setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil9.
8
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari… , 160.
9
Kasmir, Bank dan Lembaga…, 102.
30
2. Produk-produk Pembiayaan
Pembiayaan bank syari’ah dilakukan bertujuan agar seluruh lapisan
masyarakat pada umumnya mampu merasakan keberadaan bank. Terbagi atas
jenisnya berdasarkan sifat dari pembiayaan, terbagi atas dua pembiayaan
produktif dan pembiayaan konsumtif 12;
a) Pembiayaan produktif
Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,
baik usaha produktif, perdagangan maupun investasi. Produk yang ditawarkan
bank syari’ah dalam pembiayaan produkstif adalah mudharabah dan
musyarakah.
10
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Putaka
Utama, 2001), 46.
11
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2009), 381.
12
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari… , 167.
31
60% 40%
Laba
Rugi
100% 0%
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Mudharabah
13
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah (Jakarta: LPFE Usakti, 2011), 139
14
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah,…295
32
Mudharib
Gambar 3.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
15
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah,…169- 245, dilihat juga pada DSN MUI & BI, Himpunan
Fatwa Dewan Syari’ah NasionalMUI (Jakarta: CV Gaung Persada, 2006), 20-36.
33
2) Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan perjanjian.
3) Istishna adalah jual beli barang dengan cara pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
dengan penjual.
Negosiasi
Membayar
Nasabah Bank
Syari’ah
Akad
Kirim
Beli barang
barang Suplier
Gambar 4.2
Skema Pembiayaan Jual beli
Negoisasi
Bank Syari’ah Akad
Beli Objek sewa Pembayaran
Gambar 5.2
Skema Pembiayaan Ijarah
16
DSN MUI & BI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah…, 55.
34
3. Tujuan Pembiayaan
Adanya lembaga keuangan yang bergerak dalam pembiayaan kepada
masyarakat tentunya memiliki tujuan baik itu dalam tingkatan makro maupun
mikro. Tujuan pembiayan bagi pelakunya memiliki keuntungan masing-
masingnya, yaitu18:
a) Tujuan pembiayaan bagi lembaga keuangan:
1) Penghimpun dana masyarakat yang mengalami kelebihan dana.
2) Penyaluran pembiayaan merupakan bisnis utama dan terbesar hampir
pada sebagian besar lembaga keuangan.
3) Penerimaan bagi hasil dari pemberian pembiayaan merupakan sumber
pendapatan terbesar.
4) Sebagai salah satu instrumen dalam memberikan pelayanan pada
nasabah.
5) Sebagai salah satu media kontribusi dalam pembanguan.
17
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah (Jakarta:ZikrulHakim,
2007), 63.
18
Veithzal Rivai dan Andria Pemata Veithzal, Islamic Financial…,6. Dilihat juga pada, Rachmat
Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung: Pustaka Alvabeta,
2009), 6-9.
35
dikeluarkan oleh negara dan bank sentral serta melalui pengawasan yang
dilakukan Dewan Syari’ah Nasional itu lah yang mendasari adanya produk
pembiayaan di bank syari’ah.
19
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), edisi
ke 3, 62.
20
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), 202.
21
Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis (Jakarta: Kencana, 2000), 19.
37
22
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), 60.
di lihat juga pada Veithzal Rivai dan Andria Pemata Veithzal, Islamic Financial..., 352.
38
c) Capacity (Kemampuan)
Kemampuan calon nasabah dalam melunasi pembiayaan yang diberikan
pihak bank, dilihat dari usaha nasabah yang menjadi sumber pelunasan
pembiayaan. Disini pihak bank harus benar-benar selektif dalam
memberikan penilaian kepada calon nasabah dengan memperhitungkan
aspek-aspek keuangan, aspek hukum, aspek pemasaran, aspek manajemen,
dan aspek amdal.
d) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Melihat faktor-faktor makro ekonomi yang mungkin saja bisa terjadi dan
mempengaruhi kegiatan usaha calon nasabah yang menjadi sumber
pelunasan pembiayaan. Faktor-faktor itu terlihat dari pangsa pasar yang
menurun, kodisi politik, keamanan negara, dan ekonomi.
e) Collateral (Jaminan)
Jaminan disini bersifat sebagai penjamin atau barang jaminan atas
pembiayaan calon nasabah, agar ketika terjadi permasalahan dalam
pelunasan jaminan ini bisa digunakan sebagai alat pelunasan. Nilai jaminan
itu sendiri biyasanya lebih besar dari atau sebanding dengan modal usaha.
f) Constraints (Desakan)
Melihat dari lokasi usaha yang di dirikan, memungkinkan atau tidaknya
suatu potensi penghambat dan permasalahan baru yang timbul yang
mengaakibatkan kelangsungan usaha tersebut.
Untuk memperkuat teori analisis 6C, didalam pemberian pembiayaan
bank syari’ah akan memperhatikan aspek-aspek pertimbangan dalam
memberikan realisasi pembiayaan, guna menilai kelayakan suatu usaha yang
akan dibiayai bank syari’ah. Secara umum aspek-aspek yang harus diperhatikan
antara lain23:
a) Aspek umum, dalam hal ini harus diteliti masalah-masalah: (1) bentuk,
nama dan alamat perusahaan, (2) susunan manajemen, (3) bidang usaha, (4)
23
Munawir, Analisa Laporan Keuangan (Yogyakarta: Liberty, 2004), edisi ke-4, 237.
39
24
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah…, 304-305
40
25
Cash Flow adalah sejumlah uang dalam kas yang keluar dan masuk sebagai akibat dari aktivitas
perusahaan.
26
Jopi Jusuf, Analisis Kredit Untuk Account Officer (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006), 51- 66
41
27
Bucahri Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah (Bandung: Pustaka Alvabeta,
2009), 193.
43
manajemen risiko dan menempatkannya pada posisi strategis bank, kemudian ada
pandangan yang keliru bahwa risiko harus dihindari, padahal risiko selalu ada
dalam dunia bisnis. Bank Indonesia telah mewajibkan bank komersial untuk
menerapkan manajemen risiko sebagai bagian dari penilaian kinerja bank.
1. Pengertian Risiko
Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk” yang artinya berarti
ketidakpastian dari pada kerugian (uncertainly of loss).Resiko sebagai suatu
keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat
memberikan dampak yang merugikan28. Risiko-risiko tersebut tidak dapat
dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan. Resiko adalah probabilitas
suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan29. Risiko yang dalam ekonomi
islam disebut gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko dan
gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan atau
kebinasaan, dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar30.
Secara keseluruhan penulis dapat menyimpulkan bahwa, risiko adalah segala
sesuatu yang berbentuk ketidak pastian yang berakibat kerugian atau suatu yang
dihasilkan namun di luar dari yang diharapkan.
Risiko pada dasarnya bisa berdampak positif dan juga bisa berdampak
negatif bagi bank syari’ah. Dampak positifnya bagi bank syari’ah, sebagai
bagian dari evaluasi bank syari’ah dengan tujuan menjadi lebih baik lagi di
kemudian harinya. Dampak negatifnya bagi bank syari’ah, terganggunya
operasional bank syari’ah baik dari sisi likuiditas ataupun profitabilitas. Salah
satunya adalah risiko pembiayaan yaitu, risiko yang disebabkan oleh adanya
kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya, dalam
28
Ronny Kountur, Manajemen Resiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Resiko
Operasional Perusahaan, (Jakarta: PPM, 2004), 4
29
Umar Hamdan & Andi Wijaya, Analisis Komperatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan
BPR Syari’ah (Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, Vol. 4, No 7 Juni 2006), 5.
30
Nurul Huda, “Risiko dan Spekulasi dalam Investasi Syari’ah.” http/www.yarsi.ac.id/web-
directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/196-risiko-dan-spekulasi-dalam-investasi-
syari’ah.html./. Diakses pada 18 Mei 2014.
44
31
Karim, “Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko”. (Jurnal Iqtishad, 2004), Vol 4(12): 64, 260.
32
Adiwarman Karim, “Manajemen Risiko Bank Syari’ah.” http://www.adiwarmankarim.com/.
Diakses pada 18 Mei 2014.
33
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Resiko Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), 193
34
Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2013), 25-31. Di
jelaskan juga pada PeraturanBankIndonesia,No.11/ 25/ PBI/ 2009.
45
hingga jatuh tempo melainkan untuk dijual kembali. Risiko pasar yang dihadapi
bank konvensional dan tidak dihadapi oleh bank syari’ahadalah risiko suku
bunga.
c) Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan bank syari’ah dalam
memenuhi liabilitas yang jatuh tempo. Likuiditas dapat diartikan sebagai
kemampuan bank dalam memenuhi dana dengan segera dan dengan biaya yang
normal. Likuiditas yang tersedia harus cukup tidak boleh terlalu kecil maupun
besar karena akan menggagu kebutuhan operasional sehari-hari serta
menurunkan tingkat efesiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat
profitabilitas bank.
d) Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkanoleh
pengendalian internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian-kejadian eksternal
yang mempengaruhi operasional bank.
e) Risiko Hukum
Risiko hukum muncul akibat adanya tuntutan hukum dan kelemahan aspek
yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena adanya tuntutan secara hukum dan
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat kontrak atau pengikatan agunan yang
tidak sempurna.
f) Risiko Reputasi
Risiko reputasi terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan yang berpresepsi negatif terhadap bank. Pemangku kepentingan
bank meliputi nasabah, debitur, investor, regulator dan masyarakat umum. Hal-
hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank adalah manajemen, pelayanan,
ketaatan pada peraturan, kompetensi dan sebagainya.
46
g) Risiko Strategis
Risiko strategis terjadi akibat ketidak tepatan dalam pengambilan dan
pelaksanaan dalam suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko ini timbul antara lain bank
menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank, melakukan
analisis lingkungan strategis yang tidak komprehensif, adanya perubahan
kondisi ekonomi makro, perubahan teknologi dan perubahan kebijakan otoritas
sekitar.
h) Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan muncul akibat bank tidak mematuhi dan tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip syari’ah.
Bank syari’ah diharuskan memenuhi prinsip-prinsip syari’ah dalam aktivitas
bisnisnya. Bank syari’ah harus benar-benar beroperasi murni pada syariat Islam.
Kepatuhan terhadap peraturan syari’ah harus menjadi fitur utama dalam
perbankan syari’ah. Risiko kepatuhan dalam bank syari’ah melekat pada semua
aktivitas bank, termasuk dalam aktivitas pembiayaan bank. Bank syari’ah harus
memastikan bahwa seluruh dokumen kontrak yang dibuat benar-benar telah
patuh pada aturan dan prinsip syari’ah.
i) Risiko Bagi Hasil
Risiko bagi hasil ini terjadi akibat perubahan imbal hasil yang dibayarkan
bank kepada nasabah dan mepengaruhi perilaku nasabah. Bagi nasabah rasional,
perubahan bagi hasil ini memengaruhi perilakunya. Perubahan ekspektasi ini
dapat disebabkan oleh faktor internal seperti menurunya nilai aset bank,
turunnya pendapatan bagi hasil bank dari debitur, dan gagal bayar debitur.
Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi seperti
naiknya bagi hasil yang ditawarkan oleh bank lain.
j) Risiko Investasi
Risiko investasi muncul akibat bank ikut menanggung kerugian usaha
debitur yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil. Risiko investasi ini
makin besar jika basis bagi hasilnya berdasarkan atas laba operasi atau laba neto
47
usaha debitur. Bahkan apabila usaha yang dilakukan oleh debitur bangkrut,
maka bank dapat kehilangan pokok pembiayaan yang diberikan kepada debitur.
35
PeraturanBankIndonesia,No.11/ 25/ PBI/ 2009, tentang: Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah, 3.
36
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 5.
37
Herman Darmawi, Manajemen Risiko (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 17.
38
Irham Fahmi,.Manajemen Risiko (Bandung: Alfabeta, 2011), 2.
48
(46) (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, Hai
orang yang amat dipercaya, Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor
sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang
kering agar Aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka
mengetahuinya." (47) Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (48) Kemudian sesudah
itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan. (49) Kemudian setelah itu akan datang tahun
yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur39.
39
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemah…, 640-641.
49
40
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 471-472.
41
Peter F Christoffersen, Elements of Financial Risk Management (Philadelphia: Elsevier, 2012),
4-5.
50
Penentuan manajemen risiko bukan lah suatu hal yang mudah dilakukan
oleh setiap organisasi. Ada beberapa yang perlu diperhatikan organisasi setiap
akan menentukan manajemen risiko yang akan di ambil dalam penyelesaian risko
yang dihadapinya. Untuk perbankan manajemen risiko tidak dapat disamakan
dalam penerapam manajmen bisnis, karena dalam penerapanya manajemen
perbankan perlua adanya integrasi antara bagian-bagian dalam perbankan42.
Penerapan manajemen risiko yang baik memilki kriteria tersendiri khusus yang
mencerminkan sebuah kinerja perusahaan, kriteria manajemen risiko yang baik
adalah sebagai berikut43;
a) Manajemen risiko merupakan titik sentral dari manajemen stratejik bank.
Manajemen risiko merupakan proses dimana sebuah bank secara metodik
menghubungkan risiko yang melekat pada kegiatannya dengan tujuan untuk
mempertahankan atau memperbesar keuntungan dari setiap aktivitas dan lintas
portofolio dari semua kegiatan.
b) Fokus manajemen risiko yang baik adalah mengidentifikasi, mengelola, dan
mengendalikan risiko dengan sebaik-baiknya. Tujuannya untuk menambah
value dari semua aktivitas bank ke arah yang paling maksimal. Proses ini akan
memimpin kita terhadap pemahaman mengenai faktor-faktor yang berpotensi
42
Frantz Maurer, “Creative ValueThrough Enterprise Risk Management”, (Journal of Appliyed
Business Reaserch, 2009) Vol.25 (3): 14.
43
Robert Tampubolon, ManajemenRisiko:PendekatanKualitatif Untuk Bank Komersial (Jakarta:
PT. ElexMedia Komputindo, 2004), 34.
51