Anda di halaman 1dari 26

BAB II

ANALISIS STUDI KELAYAKAN PEMBIAYAAN DAN


RISIKO BANK SYARI’AH

A. Bank Umum Syari’ah


Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syari’ah. Keberadaannya di awal tahun 1990-an
di tengah krisis global yang melanda Indonesia saat itu dapat menunjukkan bahwa
keberadaan bank syari’ah dapat bertahan. Lembaga-lembaga keuangan syari’ah
tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para
pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan
dana di bank-bank syari’ah.
Dalam perjalanan bank umum syari’ah tidak terlepas dari keberadaan bank
konvensional sebagai pelopor dalam perkembangan dunia perbankan di Indonesia.
Secara bentuk kegiatannya, baik bank umum syari’ah dengan bank umum
konvensional tidak memilki perbedaan. Berdasarkan bentuk kegiatannya baik
bank konvensional dan bank syari’ah memiliki kesamaan yaitu, menghimpun
dana, menyalurkan dana dan jasa-jasa keuangan lainya. Akan tetapi bank syari’ah
merupakan perbankan yang berlandaskan aspek teologis keislaman dalam seluruh
kegiatannya1.
Bank syari’ah adalah lembaga keuangan/bank yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan syariat Islam (al Qur’an dan hadits Nabi
saw) dan menggunakan kaidah-kaidah fiqh2. Dalam UU RI No.21 tahun 2008
tentang bank syari’ah, bank syari’ah adalah bank yang melakukan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam operasionalnya bank syari’ah
menggunakan konsep bagi hasil dalam menentukan keuntungan, baik itu untuk

1
Brian Kettell, Introduction to Islamic Banking and Finance (London: Jhon Wiley and Sons Inc,
2011), 31.
2
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syari’ah Di Indonesia (dalam perspektif fiqih ekonomi)
(Yogyakarta: Fajar Media Press,2012), 49.
26
27

pihak bank dan juga bagi nasabah. Bukan itu saja, bank syari’ah juga
berlandaskan aspek sosial, hubunganan taradin minkum(sukarela antara masing-
masing pihak) antara bank syari’ah dengan nasabahnya, bank syari’ah
menyediakan pembiayaan melalui hubungan ekuitas dalam proyek dan bank
syari’ah dapatberinvestasi dalam sebuah proyek3.
Sumber permodalan bank syari’ah ini bersumber dari simpanan nasabah
sebagai dana pihak ke tiga yang berfungsi sebagai modal ini dan membantu
mengembalikan kerugian bank syari’ah yang bertujuan guna melindungi
kepentingan bagi para pemegang rekening/ nasabah penitipan (al wadi’ah)4/
tabungansertanasabah pinjaman (qard)5/ pembiayaan6.

B. Fungsi Bank Umum Syari’ah sebagai Lembaga Intermediary


Bentuk operasional bank umum syari’ah dari mulai kelembagaan, kegiatan
usaha, serta tatacara dan proses dalam melaksanakan kegiatanya. Sesuai dengan
yang tertera pada UU RI nomor 21 tahun 2008 pasal 1 perbankan syari’ah
berdasarkan prinsipnya yaitu;
Perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syari’ah dan unit usaha syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya7.
Seluruh bentuk kegiatan operasinalnya, perbankan syari’ah yang
berdasarkan prinsip keislaman yang bersumber dari al Quran dan hadist atau pun

3
Kabir Hassan dan Mervyn K Lewis, Handbook of Islamic Banking (Northampton: Edward ELgar
Publisher, 2007), 96.
4
Kata al wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang
seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga atau di titipkan, karena dia meninggalkannya
pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, al wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan
murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga
dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
5
Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar
atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus
untuk menyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis
seperti yang diterimanya.
6
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syari’ah (Teori,Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia)
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), 6.
7
Dijelaskan lebih terperici lagi dalam Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2008,
tentang: Perbankan Syari’ah.
28

ijtihad dari para ulama. Perbankan syari’ah diatur pula oleh Dewan Syari’ah
Nasional MUI (DSN-MUI) dan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) sebagai
lembaga pengawasan dalam praktik operasionalnya.
Fungsi keberadaan bank umum syari’ah ini sebagai lembaga intermediary
yang menjembatani dua belah pihak yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Bank syari’ah sebagai lembaga yang menghimpun dari
masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan sebagai yang menyalurkan kembali
dalam bentuk pembiayaan ke pada masyarakat yang membutuhkan dana.
Singkatnya bank syari’ah sebagai penghubung antara memiliki dana (mudharib)
dan membutuhkan dana (shahibul mal).

Mudharib Bank Shahibul


Syari’ah mal

Gambar 1.2
Bank Syari’ah sebagai Intermediary

Ilustrasi dari gambar di atas adalah ketika nasabah A memiliki dana dan
berniat ingin berinvestasi, maka bank syraiah memberikan fasilitas investasi yang
memberikan keuntungan dan keamanan bagi nasabah A melalui produk-produk
investasi. Disisi lain nasabah B sebagai orang yang membutuhkan dana untuk
bantuan modalnya, maka bank syari’ah memberikan fasilitas pembiayaan kepada
nasabah B. Keuntungan yang di dapat oleh nasabah A adalah keuntungan bagi
hasil yang diterima dari bank syari’ah melalui produk pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah B. Bank syari’ah memperoleh keuntungan dari imbalan atas dana
yang di salurkan melaui pembiayaan.

C. Pembiayaan Bank Syari’ah


Lembaga keuangan syari’ah baik itu bank atau pun lembaga keuangan
mikro sudah banyak dikenal masyarakat bahwasanya memiliki fungsi sebagai
29

perantara antar pihak yang surplus dana dengan pihak defisit dana. Lembaga
keuangan syari’ahpada umumnya yang bergerak dalam membantu dan berperan
serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Dengan target pertumbuhan
diarea sektor rill dapat terbantu dan terangkat sebagaimanan yang diharapakan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam tugas dan fungsi bank syari’ah itu sendiri
dari diantara lain penghimpunan dana, penyaluran dana dan jasa-jasa perbankan
lainnya. Melalui penyaluran dana bank syari’ah bergerak dalam bidang
pembiayaan kepada masyarakat.

1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan dalam dunia usaha merupakan suatu fasilitas yang sangat
menguntungkan bagi pelaku usaha. Tujuannya dalam membantu permodalan
guna memperbesar usahanya. Namun tidak terlepas dari sisi konsumsi,
pembiayaan juga merupakan salah satu dari alternatif bagi masyarakat dalam
membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dapat dipahami secara sederhana
pembiayaan yaitu, merupakan suatu perjanjian antara 2 pihak yang memiliki
dana dan yang membutuhkan dana dalam suatu pinjaman dengan syarat-syarat
tertentu. Beberapa pengertian lain yang menjelaskan arti pembiayaan antara
lain:
a) Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit8.
b) Pembiayan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut, setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil9.

8
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari… , 160.
9
Kasmir, Bank dan Lembaga…, 102.
30

c) Pembiayaan adalah menyediakan dana atau barang berdasarkan


kesepakatan dengan jangka waktu pengembalian yang sudah ditentukan
dengan penyertaan jaminan atas pembiayaan10.
d) Pembiayaan bank syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayaiu untuk mengembalikan pembiayaan
tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atua bagi hasil11.
Pembiayaan dapat disimpulkan adalah suatu sistem perbankan syari’ah
dalam menyediakan dana yang diberikan atau ditawarkan kepada nasabah,
dengan syarat dan ketentuan pengembalian sesuai perjanjian dengan bagi bank
syari’ah keuntungan yang diperolehnya melalui bagi hasil. Asas kepercayaan
lah yang menjadi dasar lembaga keuangan memberikan pembiayaan. Seluruh
lembaga keuangan yang mengatasnamakan kepercayan kepada orang lain
untuk melaksanakan amanatnya.

2. Produk-produk Pembiayaan
Pembiayaan bank syari’ah dilakukan bertujuan agar seluruh lapisan
masyarakat pada umumnya mampu merasakan keberadaan bank. Terbagi atas
jenisnya berdasarkan sifat dari pembiayaan, terbagi atas dua pembiayaan
produktif dan pembiayaan konsumtif 12;
a) Pembiayaan produktif
Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,
baik usaha produktif, perdagangan maupun investasi. Produk yang ditawarkan
bank syari’ah dalam pembiayaan produkstif adalah mudharabah dan
musyarakah.

10
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Putaka
Utama, 2001), 46.
11
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2009), 381.
12
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari… , 167.
31

Mudharabah yaitu, akad kerjasama antara dua belah pihak dimana


pihak ke pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola
modal, serta bagi hasil disepakati sesuai dengan perjanjian sedangkan
keuntungan di tanggung oleh pemilik modal13. Dalam pemberian keuntungan
antara kedua belah pihak sudah melakukan perjanjian kontrak yang sudah
disepakati terlebih dahulu dengan tujuan agar tidak adanya pihak-pihak yang
rugikan.

60% 40%
Laba

Bank Perusahaan / Mudharib


Syari’ah Proyek
Modal 100% Keahlian

Rugi
100% 0%

Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Mudharabah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak dimana


pihak pertama dan pihak kedua memiliki modal bersama dan mengelola
perusahaan secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan, bagi hasil yang
diperoleh di bagi bersama sedangkan kerugian akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan14. Kerjasama yang dimaksud dalam musyarakah
adalah kerjasama dalam menjalankan usaha secara bersama dengan porsi yang
sama.

13
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah (Jakarta: LPFE Usakti, 2011), 139
14
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah,…295
32

Bank Syari’ah Perusahaan / Nasabah Aset


Proyek Value

Mudharib

Bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan


dan kerugian sesuai kontribusi modal

Gambar 3.2
Skema Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang bertujuan untuk


memenuhi kebutuhan: (1) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif; dan (2) untuk keperluan perdagangan atau
peningkatan utility of place dari barang. Sedangkan pembiayaan investasi
merupakan pembiayaan yang diberikan kepada para nasabah untuk keperluan
investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi,
keperluan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Investasi yang dilakukan
biayasanya memiliki ciri untuk pengadaan barang modal, mempunyai
perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah dan berjangka waktu
menengah dan panjang.
b) Pembiayaan konsumsi
Pembiayaan konsumsi adalah pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang habis digunakan dalam memenuhi
kebutuhan15. Produk pembiayaan konsumtif, yaitu:
1) Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang
lebih sebagai laba.

15
Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah,…169- 245, dilihat juga pada DSN MUI & BI, Himpunan
Fatwa Dewan Syari’ah NasionalMUI (Jakarta: CV Gaung Persada, 2006), 20-36.
33

2) Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan perjanjian.
3) Istishna adalah jual beli barang dengan cara pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
dengan penjual.

Negosiasi

Membayar
Nasabah Bank
Syari’ah
Akad
Kirim
Beli barang
barang Suplier

Gambar 4.2
Skema Pembiayaan Jual beli

Dalam pembiayaan konsumtif, bank syari’ah juga menawarkan produk


ijarah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna suatu barang dalam waktu
tertentu dengan membayar sewa (ujrah) dan tidak disertai dengan hak
kepemilikan atas barang yang sewa tersebut16.

Suplier Objek Sewa Nasabah


Menyerahkan

Negoisasi
Bank Syari’ah Akad
Beli Objek sewa Pembayaran

Gambar 5.2
Skema Pembiayaan Ijarah

16
DSN MUI & BI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah…, 55.
34

Pembiayaan konsumtif dan produktif pada dasarnya memilik


perbedaan yang cukup signifikan dalam proses analisisnya. Perbedaan
perlakuan antara pembiayaan konsumtif dan produktif terletak pada metode
pendekatannya17. Dilihat pada pembiayaan konsumtif, fokus analisa dilakukan
pada kemampuan finansial pribadi dalam mengembalikan pembiayaan yang
telah diterimanya seperti gaji. Karena dalam pembiayaan konsumtif ini
kebanyakan nasabah melakukan pembiayaan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya Sedangkan pada pembiayaan produktif, fokus analisa diarahkan
pada kemampuan finansial usaha untuk melunasi pembiayaan yang telah
diterimanya. Sehingga dari sisi prosesnya, analisa pembiayaan produktif jauh
lebih rumit dari pada pembiayaan konsumtif.

3. Tujuan Pembiayaan
Adanya lembaga keuangan yang bergerak dalam pembiayaan kepada
masyarakat tentunya memiliki tujuan baik itu dalam tingkatan makro maupun
mikro. Tujuan pembiayan bagi pelakunya memiliki keuntungan masing-
masingnya, yaitu18:
a) Tujuan pembiayaan bagi lembaga keuangan:
1) Penghimpun dana masyarakat yang mengalami kelebihan dana.
2) Penyaluran pembiayaan merupakan bisnis utama dan terbesar hampir
pada sebagian besar lembaga keuangan.
3) Penerimaan bagi hasil dari pemberian pembiayaan merupakan sumber
pendapatan terbesar.
4) Sebagai salah satu instrumen dalam memberikan pelayanan pada
nasabah.
5) Sebagai salah satu media kontribusi dalam pembanguan.

17
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah (Jakarta:ZikrulHakim,
2007), 63.
18
Veithzal Rivai dan Andria Pemata Veithzal, Islamic Financial…,6. Dilihat juga pada, Rachmat
Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung: Pustaka Alvabeta,
2009), 6-9.
35

6) Sebagai salah satu komponen dari aset alocation approach.


b) Tujuan pembiayaan bagi nasabah:
1) Sebagai pemilik dana, bisa dijadikan sebagai sarana penitipan atau
investasi atas dana yang dimiliki.
2) Sebagi salah satu potensi untuk mengembangkan usaha.
3) Dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
4) Sebagai salah satu alternatif pembiayaan perusahaan.
c) Tujuan pembiayaan bagi negara:
1) Sebagai salah satu sarana dalam memacu pembangunan.
2) Meningkatkan arus dana dan jumlah uang yang beredar.
3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4) Menigkatkan pendapatan negara dari pajak.
5) Selain negara dan bank sentral, dalam operasional perbankan syari’ah
adanya peran dari Dewan Syari’ah Nasional (DSN) yang mengawasi
dan mengeluarkan fatwa berkaitan dengan kepatuhan atas aspek
syari’ahnya.
d) Tujuan pembiayaan bagi masyarakat luas:
1) Dengan adanya pembiayaan maka pertumbuhan ekonomi negara
semakin meningkat, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran
dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
2) Untuk kelompok usaha yang memiliki keahlian dan profesi tertentu,
seperti akuntan publik yang terlibat dalam penyusunan laporan
keuangan perusahaan yang ingin mengajukan pembiayaan atau notaris
yang terlibat dalam pembuatan surat akta kepemilikan atas tanah atau
bangunan yang di jadikan barang jaminan.
3) Pembiayaan akan memberikan rasa aman dan ketenangan kepada
nasabah atas dana yang di simpan di bank.
Dengan kata lain manfaat adanya pembiayaan yang dilakukan oleh
bank syari’ah tidak semata-mata hanya mengntungkan bank saja, melainkan
dapat meningkatkan perekonomian negara. Regulasi atas pembiayaan yang
36

dikeluarkan oleh negara dan bank sentral serta melalui pengawasan yang
dilakukan Dewan Syari’ah Nasional itu lah yang mendasari adanya produk
pembiayaan di bank syari’ah.

D. Analisis Studi Kelayakan Pembiayaan


Studi kelayakan pembiayaan merupakan suatu kegiatan analisis kepada
calon nasabah yang dilakukan pihak bank dalam memberikan keputusan. Bagi
calaon nasabah yang melakukan pengajuan pembiayaan akan ditinjau secara
mendalam terhadap tingkat kelayakannya. Adapun perjanjian yang konteksnya
dalam bentuk urutan langkah-langkah yang lazimnya dalam prosedur pembiayaan
yang harus ditangani oleh bank yaitu melalui proses pembiayaan 19. Salah satu
prosedur yang harus dilakukan adalah analisis studi kelayakan.

1. Tujuan Analisis Kelayakan Pembiayaan


Persetujuan pembiayaan kepada setiap nasabah haruslah dilakukan
melalui proses penilaian yang objektif terhadap berbagai aspek yang
berhubungan dengan objek pembiayaan, sehingga memberikan keyakinan
kepada semua pihak yang terkait, bahwa nasabah dapat memnuhi segala
kewajibannya sesuai dengan persyaratan dan jangka waktu yang
disepakati20.Secra terperinci ada beberapa tujuan dari studi kelayakan yang di
alakukan oleh bank syari’ah, tujuannya adalah sebagai berikut21:
a) Menghindari risiko kerugian, kerugian yang terjadi dimasa depan
merupakan ketidakpastian, ada kerugian yang diramalkan dan ada juga
kerugian yang terjadi diluar perkiraan pengusaha. Studi kelayakan
pembiayaan ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko yang terjadi.

19
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), edisi
ke 3, 62.
20
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), 202.
21
Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis (Jakarta: Kencana, 2000), 19.
37

b) Memudahkan perencanan, segala informasi yang didapat dari hasil analisis


kelayakan usaha dalam pengajuan pembiayaan yang digunakan dalam
proses perencanaan sampai operasional usaha yang akan dilakukan.
c) Memudahkan pengawasan, pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan
usaha agar tidak keluar dari rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan
dilakukan terhadap kegiatan usaha secara menyeluruh dan dapat difokuskan
kiepada beberapa sektor yang dianggap kritis.
d) Memudahkan pengendalian, apabila dalam proses pengawasan ditemukan
penyimpangan, maka segera dikendalikan agar tujuan usaha untuk
mendapatkan keuntungan dapat tercapai.

2. Prinsip Analisis Kelayakan Pembiayaan


Prinsip analisis kelayakan pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang
harus diperhatikan dalam melakukan kelayakan usaha. Secara umum prinsip
tersebut berdasarkan pada 6C 22 antara lain:
a) Character (Watak)
Dilihat dari kejujurannya lewat investigasi yang dilakukan oleh bank kepada
calon nasabah/ pemilik usaha, dengan melihat keadaan lingkungan keluarga
calon nasabah dan riwayat peminjaman yang telah lalu (apabila calon
nasabah sebelumnya pernah mengajukan pembiayaan pada bank lain).
Selain itu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah adanya unsur
kemauan dari calon nasabah untuk melunasi pembiayaan tersebut.
b) Capital (Modal)
Modal yang diperluakan dalam menjalankan usaha tersebut. Dengan kata
lain, calon nasabah dalam mengajukan permohonan pembiayaan pun harus
memperhitungkan aset dan material pendukung usaha. Beberapa hal lain
yang perlu diperhatikan pengusaha yaitu manajemen, keahlian dan sistem
teknologi.

22
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), 60.
di lihat juga pada Veithzal Rivai dan Andria Pemata Veithzal, Islamic Financial..., 352.
38

c) Capacity (Kemampuan)
Kemampuan calon nasabah dalam melunasi pembiayaan yang diberikan
pihak bank, dilihat dari usaha nasabah yang menjadi sumber pelunasan
pembiayaan. Disini pihak bank harus benar-benar selektif dalam
memberikan penilaian kepada calon nasabah dengan memperhitungkan
aspek-aspek keuangan, aspek hukum, aspek pemasaran, aspek manajemen,
dan aspek amdal.
d) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Melihat faktor-faktor makro ekonomi yang mungkin saja bisa terjadi dan
mempengaruhi kegiatan usaha calon nasabah yang menjadi sumber
pelunasan pembiayaan. Faktor-faktor itu terlihat dari pangsa pasar yang
menurun, kodisi politik, keamanan negara, dan ekonomi.
e) Collateral (Jaminan)
Jaminan disini bersifat sebagai penjamin atau barang jaminan atas
pembiayaan calon nasabah, agar ketika terjadi permasalahan dalam
pelunasan jaminan ini bisa digunakan sebagai alat pelunasan. Nilai jaminan
itu sendiri biyasanya lebih besar dari atau sebanding dengan modal usaha.
f) Constraints (Desakan)
Melihat dari lokasi usaha yang di dirikan, memungkinkan atau tidaknya
suatu potensi penghambat dan permasalahan baru yang timbul yang
mengaakibatkan kelangsungan usaha tersebut.
Untuk memperkuat teori analisis 6C, didalam pemberian pembiayaan
bank syari’ah akan memperhatikan aspek-aspek pertimbangan dalam
memberikan realisasi pembiayaan, guna menilai kelayakan suatu usaha yang
akan dibiayai bank syari’ah. Secara umum aspek-aspek yang harus diperhatikan
antara lain23:
a) Aspek umum, dalam hal ini harus diteliti masalah-masalah: (1) bentuk,
nama dan alamat perusahaan, (2) susunan manajemen, (3) bidang usaha, (4)

23
Munawir, Analisa Laporan Keuangan (Yogyakarta: Liberty, 2004), edisi ke-4, 237.
39

keterangan tetang jumlah pegawai/ buruh, (5) kebangsaan, (6) bank


langganan, dan (7) bagan organisasi.
b) Aspek ekonomi/ komersil, yang meliputi masalah: (1) pemasaran dan harga
jual, (2) pesaing, (3) jumlah penjualan dari tiap-tiap jenis produk, (4) cara
penjualan, dan (5) taksiran permintaan dan sebagainya.
c) Aspek teknik, hal yang perlu diteliti yaitu: (1) bahan baku yang dibutuhkan
dalam produksi, (2) tanah dan tempat pabrik, (3) bangunan (milik sendiri/
sewa), (4) urutan proses produksi, (5) perincian mesin dan peralatan, (6)
jumlah yang diproduksi per periode, dan (7) tenaga kerja (keahlian,
pendidikan, tingkat upah).
d) Aspek yuridis, memenuhi ketentuan hukum yang berlaku termasuk izin-izin
yang diperlukan.
e) Aspek kemanfaatan dan kesempatan kerja, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah: (1) manfaat ekonomi bagi penduduk dan pengaruhnya terhadap
struktur perekonomian setempat, (2) terserapnya masyarakat sebagai tenaga
kerja, dan (3) termasuk dalam sektor yang diprioritaskan oleh pemerintah.
f) Aspek keuangan, dengan melakukan penilaian terhadap aspek keuangan
akan diketahui likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan stabilitas dari usaha.
Juga akan mengetahui sejauh mana investasi tersebut dapat dikembalikan.
Dengan dimikian proses analisis kelayakan pembiayaan yang dilakukan
oleh pihak bank syari’ah seyogyanya bermain dalam aspek keuangan. Dimana
aspek keuangan yang sangat riskan dalam pengembalian pinjaman dan sebagai
titik berat dalam mengabil keputusan. Dari prinsip-prinsip tersebut bank
syari’ah perlu memberikan pertimbangan yang matang sebelum memberikan
pembiayaan.
Dalam analisa kelayakan pembiayaan bank syari’ah dapat melakukan
beberapa pendekatan yang bisa menjadi dasar pertimbangan antara lain24;

24
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah…, 304-305
40

1) Pendekatan jaminan, dalam hal ini bank harus cermat memberikan


pembiayaan dengan melihat barang yang dijadikan jaminan dengan
memperhatikan kualitas dan kuantitas barang tersebut.
2) Pendekatan karakter, bank syari’ah sebelum memberikan keputusan harus
mengalisa karakter calon nasabah bisa dengan wawancara lingkungan
sekitar.
3) Pendekatan kemampuan pelunasan, artinya bank menganalisa kemampuan
yang dimiliki calon nasabah dalam melunasi pembiayan yang telah diambil.
Hal ini bisa dilihat dari kemampuan jumlah waktu pelunasan dan jumlah
cicilan.
4) Pendekatan studi kelayakan bisnis, bank dalam hal ini melihat bahwa
seberapa potensi dan kelayakan usaha yang dimiliki calon nasabah.
5) Pendekatan fungsi bank, bank memeperhatikan fungsinya sebagai lembaga
intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan
dengan dana yang di salurkan dengan meninjau sisi likuiditasnya.

3. Sumber Informasi dalam Analisis Kelayakan Pembiayaan


Analisis kelayakan pembiayaan dapat ditinjau dari dua data dan
informasi antara lain yaitu:
a) Analisis laporan keuangan perusahaan
Dalam analisis ini yaitu, proses analisis terhadap kondisi suatu usaha
berdasarkan data atau informasi yang berbentuk angka dapat dihitung. Proses
analisis dilakukan terhadap beberapa dokumen keuangan seperti laporan
keuangan, cash flow25, neraca, laporan laba/rugi, dll. Dalam melakukan analisis
ini, terdapat beberpa metode perhitungan analisis rasio antara lain26:
1) Rasio likuiditas yaitu rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

25
Cash Flow adalah sejumlah uang dalam kas yang keluar dan masuk sebagai akibat dari aktivitas
perusahaan.
26
Jopi Jusuf, Analisis Kredit Untuk Account Officer (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006), 51- 66
41

Current rasio = Harta Lancar X 100%


Hutang Lancar
Quick ratio= Harta Lancar – Persediaan X 100%
Hutang Lancar
2) Rasio leveraga yaitu rasio yang menunjukkan sejauhmana perusahaan
dibiayai oleh hutang. Rasio ini juga menunjukkan indikasi tingkat keamanan
dari para pemberi pinjaman.
Debt to Equity Ratio (DER)= Total Kewajiban X 100%
Modal Sendiri
3) Rasio aktivitas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektifitas
manajemen dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Perhitungan
rasio ini dilakukan untuk mengetahui perputaran aktiva yang dapat
mengahsilkan penjualan.
Aset Turn Over = Penjualan Bersih X 100%
Total Aktiva
4) Rasio rentabilitas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba.
Gross Profit Margin = Laba Kotor X 100%
Penjualan
Nett Profit Margin = Laba Bersih X 100%
Penjualan
5) Rasio coverage yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban pembiayaannya.
EBIT Coverage Ratio= Laba Sebelum Bunga dan Pajak X 100%
Beban Bunga
b) Analisis kualitas perusahaan.
Hasil analisis ini memberikan gambaran yang utuh mengenai mudharib
dan pengaruhnya terhadap risiko pembiayaan yang diberikan kepada shahibul
maal. Proses analisis kualitas perusahaan menggunakan dua pendekatan, antara
lain:
42

1) Dilihat dari sisi internal perusahaan, faktor-faktor yang berada didalam


kendali suatu usaha yang menunjukkan reputasi perusahaan itu sendiri.
Analis harus memperhatikan beberapa faktor dalam yang ada didalam
perusahaan yang menunjukkan reputasi, antara lain27:
(a) Kredibilitas perusahaan, meninjau dari karakter profitabilitas perusahaan
dan mempertahankan stabilitas sebagai tolak ukur prospek pertumbuhan
perusahaan yang baik.
(b) Terpercaya (Trusworthiness), reputasi kepercayaan atas bank kepada
perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutangnya, kepercayaan pihak-
pihak terkait yang berhubungan langsung kepada perusahaan.
(c) Keterandalan (Reliability), karakter reputasi yang baik yang
mencerminkan terjaganya mutu produk atau jasa serta dapat menjamin
pelayanan prima yang dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
(d) Tanggung jawab (Responsibility), keberadaan perusahaan dilingkungan
dapat membantu pengembangan masyarakat sekitar dan legal hukum.
Dalam hal ini keberadaan perusahaan tidak mengalami masalah.
2) Dilihat dari sisi eksternal, faktor-faktor yang berada di luar kendali suatu
usaha tetapi dapat mempengaruhi kegiatan operasionalnya, antara lain;
(a) Bencana alam.
(b) Tren masyarakat.
(c) Kondisi keamanan.
(d) Kebijakan pemerintah.

E. Risiko Bank Syari’ah


Risiko perbankan di Indonesia pada umumnya kurang mendapat perhatian
secara serius dan proposional hingga akhir tahun 2000-an. Hal ini terindikasi dari
kurangnya perhatian bank untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko
sebagai bagian dari manajemen perbankan, sedikit bank yang membentuk komite

27
Bucahri Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah (Bandung: Pustaka Alvabeta,
2009), 193.
43

manajemen risiko dan menempatkannya pada posisi strategis bank, kemudian ada
pandangan yang keliru bahwa risiko harus dihindari, padahal risiko selalu ada
dalam dunia bisnis. Bank Indonesia telah mewajibkan bank komersial untuk
menerapkan manajemen risiko sebagai bagian dari penilaian kinerja bank.

1. Pengertian Risiko
Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk” yang artinya berarti
ketidakpastian dari pada kerugian (uncertainly of loss).Resiko sebagai suatu
keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat
memberikan dampak yang merugikan28. Risiko-risiko tersebut tidak dapat
dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan. Resiko adalah probabilitas
suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan29. Risiko yang dalam ekonomi
islam disebut gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko dan
gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan atau
kebinasaan, dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar30.
Secara keseluruhan penulis dapat menyimpulkan bahwa, risiko adalah segala
sesuatu yang berbentuk ketidak pastian yang berakibat kerugian atau suatu yang
dihasilkan namun di luar dari yang diharapkan.
Risiko pada dasarnya bisa berdampak positif dan juga bisa berdampak
negatif bagi bank syari’ah. Dampak positifnya bagi bank syari’ah, sebagai
bagian dari evaluasi bank syari’ah dengan tujuan menjadi lebih baik lagi di
kemudian harinya. Dampak negatifnya bagi bank syari’ah, terganggunya
operasional bank syari’ah baik dari sisi likuiditas ataupun profitabilitas. Salah
satunya adalah risiko pembiayaan yaitu, risiko yang disebabkan oleh adanya
kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya, dalam

28
Ronny Kountur, Manajemen Resiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Resiko
Operasional Perusahaan, (Jakarta: PPM, 2004), 4
29
Umar Hamdan & Andi Wijaya, Analisis Komperatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan
BPR Syari’ah (Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, Vol. 4, No 7 Juni 2006), 5.
30
Nurul Huda, “Risiko dan Spekulasi dalam Investasi Syari’ah.” http/www.yarsi.ac.id/web-
directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/196-risiko-dan-spekulasi-dalam-investasi-
syari’ah.html./. Diakses pada 18 Mei 2014.
44

perbankan konvensional istilah pembiayaan biasa disebut dengan


kredit31. Namun bank syari’ah haruslah dapat memanaj risiko ini sedemikian
rupa untuk dapat diminimalisir potensi terjadinya32. Karena risiko tidak dapat
dihindari, akan tetapi dapat di atasi dengan manajemen risiko yang tepat.

2. Jenis- jenis Risiko Bank


Pada dasarnya mayoritas risiko yang dihadapi lembaga keuangan
konvensional, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, dan lainnya juga dihadapi lembaga keuangan syari’ah33. Namun
ada beberapa risiko yang unik yang menjadi ciri khas dari bank syari’ah.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2013 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha
Syari’ah, terdapat sepuluh jenis risiko yang dihadapi oleh bank syari’ah, yaitu:
risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum,
risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan, risiko imbal hasil dan risiko
investasi34.
a) Risiko Kredit
Risiko kredit muncul akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam
memenuhi liabilitas kepada bank syari’ah sesuai kontrak. Risiko ini disebut juga
risiko gagal bayar, risiko pembiayaan, risiko penurunan rating, dan risiko
penyelesaian serta risiko konsentrasi pembiayaan.
b) Risiko Pasar
Risiko pasar muncul akibat adanya pergerakan harga pasar dari portofolio
aset yang dimiliki oleh bank dan dapat merugikan bank. Risiko ini hanya
muncul jika bank memegang aset namun tidak untuk dimiliki atau dipegang

31
Karim, “Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko”. (Jurnal Iqtishad, 2004), Vol 4(12): 64, 260.
32
Adiwarman Karim, “Manajemen Risiko Bank Syari’ah.” http://www.adiwarmankarim.com/.
Diakses pada 18 Mei 2014.
33
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Resiko Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), 193
34
Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2013), 25-31. Di
jelaskan juga pada PeraturanBankIndonesia,No.11/ 25/ PBI/ 2009.
45

hingga jatuh tempo melainkan untuk dijual kembali. Risiko pasar yang dihadapi
bank konvensional dan tidak dihadapi oleh bank syari’ahadalah risiko suku
bunga.
c) Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan bank syari’ah dalam
memenuhi liabilitas yang jatuh tempo. Likuiditas dapat diartikan sebagai
kemampuan bank dalam memenuhi dana dengan segera dan dengan biaya yang
normal. Likuiditas yang tersedia harus cukup tidak boleh terlalu kecil maupun
besar karena akan menggagu kebutuhan operasional sehari-hari serta
menurunkan tingkat efesiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat
profitabilitas bank.
d) Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkanoleh
pengendalian internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian-kejadian eksternal
yang mempengaruhi operasional bank.
e) Risiko Hukum
Risiko hukum muncul akibat adanya tuntutan hukum dan kelemahan aspek
yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena adanya tuntutan secara hukum dan
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat kontrak atau pengikatan agunan yang
tidak sempurna.
f) Risiko Reputasi
Risiko reputasi terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan yang berpresepsi negatif terhadap bank. Pemangku kepentingan
bank meliputi nasabah, debitur, investor, regulator dan masyarakat umum. Hal-
hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank adalah manajemen, pelayanan,
ketaatan pada peraturan, kompetensi dan sebagainya.
46

g) Risiko Strategis
Risiko strategis terjadi akibat ketidak tepatan dalam pengambilan dan
pelaksanaan dalam suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko ini timbul antara lain bank
menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank, melakukan
analisis lingkungan strategis yang tidak komprehensif, adanya perubahan
kondisi ekonomi makro, perubahan teknologi dan perubahan kebijakan otoritas
sekitar.
h) Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan muncul akibat bank tidak mematuhi dan tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip syari’ah.
Bank syari’ah diharuskan memenuhi prinsip-prinsip syari’ah dalam aktivitas
bisnisnya. Bank syari’ah harus benar-benar beroperasi murni pada syariat Islam.
Kepatuhan terhadap peraturan syari’ah harus menjadi fitur utama dalam
perbankan syari’ah. Risiko kepatuhan dalam bank syari’ah melekat pada semua
aktivitas bank, termasuk dalam aktivitas pembiayaan bank. Bank syari’ah harus
memastikan bahwa seluruh dokumen kontrak yang dibuat benar-benar telah
patuh pada aturan dan prinsip syari’ah.
i) Risiko Bagi Hasil
Risiko bagi hasil ini terjadi akibat perubahan imbal hasil yang dibayarkan
bank kepada nasabah dan mepengaruhi perilaku nasabah. Bagi nasabah rasional,
perubahan bagi hasil ini memengaruhi perilakunya. Perubahan ekspektasi ini
dapat disebabkan oleh faktor internal seperti menurunya nilai aset bank,
turunnya pendapatan bagi hasil bank dari debitur, dan gagal bayar debitur.
Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi seperti
naiknya bagi hasil yang ditawarkan oleh bank lain.
j) Risiko Investasi
Risiko investasi muncul akibat bank ikut menanggung kerugian usaha
debitur yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil. Risiko investasi ini
makin besar jika basis bagi hasilnya berdasarkan atas laba operasi atau laba neto
47

usaha debitur. Bahkan apabila usaha yang dilakukan oleh debitur bangkrut,
maka bank dapat kehilangan pokok pembiayaan yang diberikan kepada debitur.

F. Manajemen Risiko Bank Syari’ah


Risiko merupakan salah satu faktor yang dapat terjadi namun tidak dapat
dihindari. Cara penyelesaian risiko tersebut dengan melakuakan manajemen
risiko yang baik. Cerminan perbankan yang baik terlihat dari bagaimana cara
menyelesaikan segala macam risiko yang dihadapi.
Manajemenrisiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantaudan mengendalikan
risiko yang timbul dari seluruh usaha bank.35
Ada beberapa pendapat lain mengenai pengertian yang menjelaskan
manajemen risiko diantaranya yaitu:
a) Manajemen risiko didefinisikan sebagaimetode logis dan sistematik dalam
indentifikasi, kualifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta
melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap
aktivitas atau proses36.
b) Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisa
serta mengendalikan risiko dalam setiap perusahaan dengan tujuan
memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Maka dari itu perlu
diketahui makna cakupan yang lebih tinggi untuk memahami proses
manajemen risiko37.
c) Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang
bagaimana suatu organisasi menerapkan hukum dalam memetakan berbagai
permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan
manajemen secara komprehensif dan sistematis38.

35
PeraturanBankIndonesia,No.11/ 25/ PBI/ 2009, tentang: Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah, 3.
36
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 5.
37
Herman Darmawi, Manajemen Risiko (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 17.
38
Irham Fahmi,.Manajemen Risiko (Bandung: Alfabeta, 2011), 2.
48

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko


adalah usaha yang dilakukan secara rasional ditujukan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kerugian atau masalah yang dihadapi. Dalam hal ini
penerapan manajemen risiko dalam suatu perusahaan terutama bank merupakan
hal yang paling penting.
Dalam perspektif islam manajemen risiko merupakan hal yang paling
penting dalam menanggulangi kejadian atau kegagalan di masa yang akan datang.
Tentunya tidak akan ada seorang pun yang dapat mengetahui apa yang terjadi di
hari esok kecuali Allah SWT. Lebih di jelaskan lagi dalam kisah nabi yusuf di
riwayatkan dalam (Q.S.Yusuf :46-49):

           

           

            

               

            
(46) (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, Hai
orang yang amat dipercaya, Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor
sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang
kering agar Aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka
mengetahuinya." (47) Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (48) Kemudian sesudah
itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan. (49) Kemudian setelah itu akan datang tahun
yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur39.

39
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemah…, 640-641.
49

Dalam tafsir M. Quraish Shihab dalam judul tafsir Al-Mishbahmenjelaskan


bahwa, Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa
pertanian. Boleh jadi karena sapi digunakan membajak, kegemukan sapi adalah
lambang kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian, yakni
masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir
sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya yang terjadi40. Dari kisah
tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan
yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut.
Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf,
maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian atas risiko
yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf
dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan
sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi
paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya
kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan
risiko yang sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan
pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.
Jelas bahwa dalam islam pun sebelum adanya disiplin ilmu yang
menjelaskan manajemen risiko di masa moderen, islam sudah jauh beribu tahun
lamanya menerapkan manajemen risiko yang baik melalui kisah nabi Yusuf.
Permasalahan bagaimana cara penerapan manajemen risiko yang baik, tentu akan
di sesuaikan dengan kondisi yang ada.
Penerapan manajemen risiko dalam sebuah perusahaan tentunya akan
sebanding lurus dengan tingkatan risiko yang akan dialami oleh perusahaan itu
sendiri. Peter F Christoffersen menjelaskan ada 4 alasan mengapa perlunya
manajemen risiko, penerapan manajemen risiko dalam suatu perusahaan akan
bermanfaat sebagai41:

40
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 471-472.
41
Peter F Christoffersen, Elements of Financial Risk Management (Philadelphia: Elsevier, 2012),
4-5.
50

a) Mengatasi kebangkrutan, manajemen risiko dapat meningkatkan nilai


perusahaan dengan mengurangi kemungkinan kegagalan atau bangkrut.
b) Pajak, manajemen risiko dapat membantu mengurangi pajak dengan
mengurangi nilai laba sebelum pajak laba.
c) Struktur modal dan biaya modal, manajemen risiko dapat mengatur modal
perusahaan dan mengatur biaya operasional perusahaan yang dikeluarkan.
d) Kompensasi yang murah, manajemen risiko dapat mengurangi tingkat biaya
kompensasi karyawan dalam operasi perusahaan.

Penentuan manajemen risiko bukan lah suatu hal yang mudah dilakukan
oleh setiap organisasi. Ada beberapa yang perlu diperhatikan organisasi setiap
akan menentukan manajemen risiko yang akan di ambil dalam penyelesaian risko
yang dihadapinya. Untuk perbankan manajemen risiko tidak dapat disamakan
dalam penerapam manajmen bisnis, karena dalam penerapanya manajemen
perbankan perlua adanya integrasi antara bagian-bagian dalam perbankan42.
Penerapan manajemen risiko yang baik memilki kriteria tersendiri khusus yang
mencerminkan sebuah kinerja perusahaan, kriteria manajemen risiko yang baik
adalah sebagai berikut43;
a) Manajemen risiko merupakan titik sentral dari manajemen stratejik bank.
Manajemen risiko merupakan proses dimana sebuah bank secara metodik
menghubungkan risiko yang melekat pada kegiatannya dengan tujuan untuk
mempertahankan atau memperbesar keuntungan dari setiap aktivitas dan lintas
portofolio dari semua kegiatan.
b) Fokus manajemen risiko yang baik adalah mengidentifikasi, mengelola, dan
mengendalikan risiko dengan sebaik-baiknya. Tujuannya untuk menambah
value dari semua aktivitas bank ke arah yang paling maksimal. Proses ini akan
memimpin kita terhadap pemahaman mengenai faktor-faktor yang berpotensi

42
Frantz Maurer, “Creative ValueThrough Enterprise Risk Management”, (Journal of Appliyed
Business Reaserch, 2009) Vol.25 (3): 14.
43
Robert Tampubolon, ManajemenRisiko:PendekatanKualitatif Untuk Bank Komersial (Jakarta:
PT. ElexMedia Komputindo, 2004), 34.
51

memiliki dampak ke atas (upside), yaitu yang menguntungkan bank, dan ke


bawah (downside), yaitu yang merugikan bank. Hal ini akan mengingatkan
peluang untuk sukses dan mengurangi kemungkinan gagal maupun
ketidakpastian dalam mencapai tujuan perusahaan.
c) Manajemen risiko adalah sejumlah kegiatan atau proses manajemen yang
terarah dan bersifat proaktif yang ditujukan untuk mengakomodasi
kemungkinan gagal pada salah satu atau sebagian dari sebuah transaksi atau
instrument. Karena itu manajemen risiko harus merupakan sebuah proses yang
dinamis, tidak statis, dan berubah sejalan dengan perubahan kebutuhan dan
risiko usaha.
d) Manajemen risiko haruslah merupakan proses yang terus bertumbuh dan
berkelanjutan, mulai dari penyusunan strategi bank sampai pada penerapan
strategi tersebut. Kegiatan ini harus secara metodik mengidentifikasi semua
risiko yang ada disekitar kegiatan bank di masa lalu, masa kini dan terlebih
lagi di masa yang akan datang.
e) Esensi dari manajemen risiko yaitu adanya persetujuan bersama (komite atau
korporat) atas tingkat risiko yang dapat diterima atau ditolerir dan seberapa
jauh program pengendalian risiko telah disusun untuk mengurangi dampak
negatif dari risiko yang akan diambil tersebut.
f) Manajemen risiko harus diintegrasikan ke dalam budaya organisasi melalui
sebuah kebijakan dan sebuah program yang efektif karena diarahkan oleh
semua manajemen puncak. Manajemen risiko menerjemahkan strategi ke
dalam teknik dan tujuan-tujuan operasi, menetapkan tanggung jawab ke
seluruh organisasi, dimana setiap manajer dan pegawai bertanggung jawab
dalam mengelola risiko sebagai bagian dari deskripsi jabatannya.

Anda mungkin juga menyukai