Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

Disusun Oleh:

1. Liawati
2. Moh. Alfiah Lulu Firdaus
3. Aditya
4. Safri

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

A. Pengertian
Manajemen pembiayaan terdiri dari dua kata, “Manajemen” dan “Pembiayaan”.
Menurut Panglaykim, dkk (1986:26) “Manajemen” diartikan sebagai fungsi dari
manager untuk menetapkan kebijakan mengenai produk apa yang akan dijuanl,
bagaimana membiayai, menyalurkan dan memberikan service.
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I belive, I trust, yaitu
‘saya percaya’ atau ‘saya menaruh kepercayaan’. Perkataan pembiayaan yang artinya
kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seorang untuk
melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku shahibul maal. Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan aatau kesepakatan pinjam meminjam antara bank data/atau
lembaga keuangan lainnya denganpihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil (Veithzal
Rivai dan Arviyan Arifin, 2010:700)
Menurut peraturan Bank Indonesia No. 3/9/PBI/2001, pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiyah bit tamlik
3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna.
4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi mulai jasa,

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen


pembiayaan bank syariah adalah pengelolaan penyaluran dana yang dijalankan oleh
bank syariah yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan sedemikian rupa sehinggaa pembiayaan berjalan dengan baik dan sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
B. Perbedaan Pembiayaan dengan Kredit
Secara ringkas, kredit merupakan fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali
dalam jangka waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga. Berdasarkan Undang-
Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan ata kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit disediakan oleh bank
umum konvensional, BPR, dan Pegadaian.

Sementara itu, pembiayaan merupakan dukungan pendanaan untuk kebutuhan atau


pengadaan barang / aset / jasa tertentu yang mekanisme umumnya melibatkan tiga
pihak yaitu pihak pemberi pendanaan, pihak penyedia barang/ aset/ jasa tertentu, dan
pihak yang memanfaatkan barang/ aset/ jasa tertentu. Produk pembiayaan disediakan
oleh bank umum syariah/ unit usaha syariah/ BPRS, dan perusahaan pembiayaan.
Namun, terdapat pula mekanisme yang hanya melibatkan dua pihak seperti
pembiayaan emas di bank/BPR Syariah dan pembiayaan dengan cara jual dan sewa
balik (sale and lease back).
C. Jenis-Jenis Pembiayaan
1. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
2. Pembiayaan Investasi Syariah
3. Pembiayaan Konsumtif Syriah
4. Pembiayaan sindikasi
5. Pembiayaan berdasarkan take over
6. Pembiayaan letter of credit (L/C)
D. Fungsi Pembiayaan Bank Syariah
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah Bomor 21 Tahun 2008 yang
disebutkan dalam pasal 4 BAB II sebagai berikut:

Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun


(1) dan menyalurkan dana masyarakat.
(2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

(3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana, sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
(4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Anda mungkin juga menyukai