Anda di halaman 1dari 22

PRODUKSI DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu : Zahara Ammalia Ginanjar, S.Sy., M.E.

Disusun oleh :

Eneng Sofa Prameswara


Frista Shafa Salsabila

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI

TAHUN AJARAN 2018/2019

Jl. Lio Balandongan Sirnagalih No.74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang Kota
Sukabumi Telp./Fax 0266-225465 www.staisukabumi.ac.id | e-mail :
stai.sukabumi@gmail.com
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurnalah segala


kebaikan, Dialah pemilik segala anugerah dan keutaman, Dialah pemilik segala
pujian yang baik nan indah, tak seorangpun mampu menghitung pujian yang layak
diberikan pada-Nya. Semoga Allah melimpahkan shalawatnya kepada Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬, keluarga, dan sahabatnya semua. Dan atas rahmat serta karunia-
Nya yang telah memberikan kekuatan lahiriyah dan batiniyah, sehingga kami dapat
menyusun makalah ini.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang
telah mendidik dan membesarkan sampai saat ini, semoga Allah ta’ala merahmati
dan membalas kebaikan mereka, dan penulis ucapkan terima kasih pula kepada ibuk
Zahara Ammelia, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Ekonomi Syariah yang
telah mendidik, dan mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini, semoga
Allah menjaga nya dan merahmati nya.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. Demikianlah,semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis (khususnya) dan pembaca umumnya.

Sukabumi, 29 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Produksi ............................................................................................ 3

B. Tujuan produksi ................................................................................................... 3

C. Faktor Produksi .................................................................................................... 5

D. Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam............................................. 6

E. Produksi Dalam Ekonomi Islam ........................................................................ 8

F. Norma dan Etika Dalam Produksi ................................................................... 11

G. Perilaku Produsen Muslim dan Non Muslim ................................................. 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17

A. Simpulan ............................................................................................................. 17

B. Saran .................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas.
Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi.
Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan
manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini
semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi
kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya
produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan
distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa,
kemudian dikonsumsi ileh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan
ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang
dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi
produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang
dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi
memberikan penjelasan tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan
keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Dimana
Islam mengakui pemilikkan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk
pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian produksi?
2. Apa tujuan dalam produksi?
3. Apa faktor dalam produksi?
4. Apa prinsip-prinsip produksi dalam Islam?

i
5. Bagaimana produksi dalam Islam?
6. Apa nilai-nilai Islam dalam berproduksi?
7. Bagaimana perilaku produsen Muslim vs Non-Muslim?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian produksi?
2. Mengetahui tujuan dalam produksi?
3. Mengetahui faktor dalam produksi?
4. Mengetahui prinsip-prinsip produksi dalam Islam?
5. Mengetahui bagaimana produksi dalam Islam?
6. Mengetahui nilai-nilai Islam dalam berproduksi?
7. Mengetahui bagaimana perilaku produsen Muslim vs Non-Muslim?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Produksi
Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan
jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis, produksi
adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N Siddiqi
berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang dan jasa
dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Produksi mempunyai peranan penting dalam menentukan taraf
hidup manusia dan memakmurkan suatu bangsa. Al-Qur’an telah
meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul banyak dicontohkan bagaimana umat Islam
diperintahkan untuk bekerja keras dalam mencari penghidupan agar mereka
dapat melangsungkan kehidupannya dengan lebih baik, seperti (QS. Al-
Qashash [28]: 73)

َ‫ض ِل ِه َولَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬


ْ َ‫َو ِلت َ ْبتَغُواْ ِم ْن ف‬

“Supaya kamu mencari karunia Allah, mudah-mudahan kamu bersyukur”

Kata-kata ibtaghu pada ayat ini bermakna keinginan, kehendak yang


sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu yang menunjukkan usaha
yang tak terbatas. Sedangkan fadl (karunia) berarti perbaikan ekonomi yang
menjadikan kehidupan manusia secara ekonomis mendapatkan kelebihan
dan kebahagiaan. Ayat ini menunjukkan, bahwa mementingkan kegiatan
produksi merupakan prinsip yang mendasar dalam ekonomi Islam. Kegiatan
produksi mengerucut pada manusia dan eksistensinya, pemerataan
kesejahteraan yang dilandasi oleh keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh
manusia di muka bumi ini. Dengan demikian, kepentingan manusia yang
sejalan dengan moral Islam harus menjadi fokus dan target dari kegiatan
produksi.

B. Tujuan produksi
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi
dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan
tujuan produksi dalam islam yang bertujuan untuk memberikan Mashlahah
yang maksimum bagi konsumen. Walaupun dalam ekonomi Islam tujuan
utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah
dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Secara lebih
spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan
yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:

1. Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat.

2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.

3. Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.

4. Pemenuhan sarana bagi kegaitan sosial dan ibadah kepada Allah.

Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana


kebutuhan manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan
setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang
dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan
keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki
manfaat bagi kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak akan
berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan
jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya
ekonomi dan kemubaziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber
daya ekonomi ini secara cepat.

Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia


tidak berarti bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan
konsumen. Produsen harus proaktif, kreatif dan inovatif menemukan
berbagai barang dan jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Sikap
proaktif ini juga harus berorientasi kedepan, dalam arti: pertama,
menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masa
mendatang; kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik natural
resources atau non natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi
manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus


menerus melakukan riset dan pengembangan guna menemukan berbagai
jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai standar lain yang
sesuai dengan tuntutan masa depan. Efisiensi dengan sendirinya juga akan
senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan
kesinambungan pembangunan akan terjaga. Ajaran islam juga memberikan
peringatan yang keras terhadap prilaku manusia yang gemar membuat
kerusakan dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi
mengejar kepuasaan.

Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial


dan ibadah kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang
paling orisinal dari ajaran islam. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah
mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh
pengusaha itu sendiri.

C. Faktor Produksi
Hubungan antar faktor-faktor dengan tingkat produksi yang
dihasilkan dinamakan dengan fungsi produksi. Faktor produksi dapat
dibedakan ke dalam empat golongan yaitu modal, tanah, tenaga kerja, dan
keahlian. Faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah
produksi diistilahkan dengan output. Fungsi produksi dinyatakan dalam
bentuk rumus, sebagai berikut:
Q= f (K,L,R,T)

Dimana:

K= Jumlah stok modal

L= Jumlah tenaga kerja


R= Kekayaan alam

T= Tingkat teknologi yang digunakan

Q= Jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor


produksi tersebut secara bersamaan.

Berdasarkan persamaan di atas dapat dipahami bahwa tingkat


produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga
kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan.

Dalam teori ekonomi, dalam menganalisis produksi, selalu


dimisalkan bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal, dan keahlian) adalah
tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor
produksi yang berubah-ubah jumlahnya sehingga dalam menggambarkan
hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan tingkat
produksi yang dicapai selalu digambarkan dengan hubungan antara jumlah
tenaga kerja yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan.

D. Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam

Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat


Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari
konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari
falah (kebahagiaan), demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan
barang dan jasa guna falah tersebut.

Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah Saw memberikan arahan


mengenai prinsip-prinsip produksi,yaitu sebagai berikut:

1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah


memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan
bumi dan langit berserta segala apa yang ada di antara keduanya karena
sifat Rahman dan Rahiim-Nya bkepada manusia. Karenanya sifat
tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan
bumi dan langit dan segala isinya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf
Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang
didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi
Islam tidak membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu
pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al-qur’an dan Hadis.
3. Teknik produksi diserahklan kepada keingunan dan kemampuan
manusia. Nabi pernah bersabda:”kalian lebih mengetahui urusan dunia
kalian.”
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam
menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan
manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan
membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah
kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan-
Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama
sealin Islam. Seseungguhnyan Islam mengingkari itu semua dan
menyuruh bekerja dan berbuat, bersikap hati-hati dan melaksanakan
selama persyaratan. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil
kepada Allah SWT. Sebagi pemilik hak prerogatif yang menentukan
segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan
optimal.

Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:

1. Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan


produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi,
memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus
dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni
terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama,
terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk
kemakmuran material.
4. Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemanirian
umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan,
keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan
pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli
fiqh memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri,
perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya
manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual
maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran
rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual,
kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan,
efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu
mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan
rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
E. Produksi Dalam Ekonomi Islam
Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait
dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi
merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber
alam oleh manusia.

Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau


menambah nilai terhadap suatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu
haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik).

Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang


tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat
barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas
produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang
benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti
memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta
memiliki daya jual yang tinggi.

Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT


sebagai Rabb dari alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka
kitab suci umat Islam.

“Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al-Jaatsiyah:13)

Rabb, yang seringkali diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa


Indonesia, memiliki makna yang sangat luas, mencakup antara lain
“pemelihara (al-murabbi), penolong (al-nashir), pemilik (al-malik),yang
memperbaiki (al-mushlih), tuan (al-sayyid) dan wali (al-wali). Konsep ani
bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri di atas kepercayaan bahwa Allah
adalah satu-satunya Pencipta, Pemilik, dan Pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan
alam dengan ketetapan-Nya (sunatullah).

Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah


Rabb semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak
semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting
untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surat al-Qashas
mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa
melupakan urusan dunia. Artinya, urusan dunia merupakan sarana untuk
memperoleh kesejahteraan akhirat. Orang bisa berkompetisi dalam
kebaikan untuk urusab dunia, tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-
lomba mencapai kebaikan di akhirat.

Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti


pola pikir ekonomi konvensional tadi. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga
menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum
itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan. Menurut ajaran
Islam, manusia adalah khalifatullah atau wakil Allah dimuka bumi dan
berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada-
Nya. Dalam QS. Al-An’am(6) ayat 165 Allah berfirman:

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi


dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha penyayang”.

Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang


banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah
dalam arti luas ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau
berusaha. Dengan demikian, bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan
peranan sangat penting dalam Islam. Sangatlah sulit untuk membayangkan
seseorang yang tidak bekerja dan berusaha, terlepas dari bentuk dan jenis
pekerjaanya, dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullah yang
membawa rahmatan lil alamin inilah, seseorang produsen tentu tidak akan
mengabaikan masalah eksternalitas seperti pencemaran.

Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk di


konsumsi sendiri atau di jual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup,
karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan
bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial.

Kita harus melakukan hal ini karena memang dalam sebagian harta
kita melekat hak orang miskin, baik yang meminta maupun tidak
meminta.(QS.51:19 dan QS.70:25). Agar mampu mengemban fungsi sosial
seoptimal mungkin, kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk
mencukupi keperluan konsutif dan meraih keuntungan finansial, sehingga
bisa berkontribusi kehidupan sosial.
Melalui konsep inilah, kegiatan produksi harus bergerak di atas dua
garis optimalisasi. Tingkatan optimal pertama adalah mengupayakan
berfungsinya sumberdaya insani ke arah pencapaian kondisi full
employment, dimana setiap orang bekerja dan menghasilkan karya kecuali
mereka yang “udzur syar’i” seperti sakit dan lumpuh. Optimalisasi
berikutnya adalah dalam hal memproduksi kebutuhan primer (dharuriyyat),
lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat)
secara proposional. Tentu saja Islam harus memastikan hanya
memproduksikan sesuatu yang halal dan bermanfaat buat masyarakat
(thayyib). Target yang harus dicapai secara bertahap adalah kecukupan
setiap individu, swasembada ekonomi umat dan kontribusi untuk
mencukupi umat dan bangsa lain.

Pada prinsipnya Islam juga lebih menekankan berproduksi demi


untuk memenuhi kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi
segelintir orang yang memiliki uang, sehingga memiliki daya beli yang
lebih baik. Karena itu bagi Islam., produksi yang surplus dan berkembang
baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tidak dengan sendirinya
mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat. Apalah artinya produk
yang menggunung jika hanya bisa didistribusikan untuk segelintir orang
yang memiliki uang banyak. Sebagai dasar modal berproduksi, Allah telah
menyediakan bumi beserta isinya bagi manusia, untuk diolah bagi
kemaslahatan bersama seluruh umat manusia.

F. Norma dan Etika Dalam Produksi

Adapun nilai-nilai yang penting dalam bidang produksi adalah:

1. Ihsan dan itqan (Sungguh-sungguh) dalam berusaha


Islam tidak hanya memerintahkan manusia untuk bekerja dan
mengembangkan hasil usahanya (produktivitas), tetapi Islam
memandang setiap usaha seseorang sebagai ibadah kepada Allah dan
jihad dijalan Allah. M Abdul Mun’in al-Jamal, dalam hal ini
mengemukakan hal yang sama bahwa usaha dan peningkatan
produktivitas dalam pandangan Islam adalah sebagai ibadah, bahkan
aktivitas perekonomian ini dipandang semulia-mulianya nilai. Karena
hanya dengan bekerja setiap individu dapat memenuhi hajat hidupnya,
hajat hidup keluarga, berbuat baik kepada karib kerabat, memberikan
pertolongan dan ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kemaslahatan
umum.
Ini semua merupakan keutamaan-keutamaan yang sangat
dijunjung tinggi agama. Karena amalan duniawi bukan hanya semata-
mata untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kemaslahatan seluruh
umat manusia sehingga amalan duniawi tersebut dapat bernilai ibadah
di sisi Allah. Ihsan dalam bekerja, bukan perkara sunat (nafilah) ataupun
perkara Fadilah, dan bukan pula perkara yang sepele dalam pandangan
Islam, tetapi merupakan sesuatu yang diwajibkan agama dan
dibebankan bagi setiap muslim. Dalam hadis Nabi SAW.

‫سو ِل هللاِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬ ُ ‫ي هللاُ تَعَالَى َع ْنه ُ َع ْن َر‬ َ ‫ض‬ ِ ‫بن أَ ْو ٍس َر‬
ِ ‫شدَّا ِد‬ َ ‫ َع ْن أَبِي يَ ْعلَى‬: ( ‫َب‬ َ ‫إِ َّن هللاَ َكت‬
ٍ‫سانَ َعلَى ُك ِل شَيء‬ ِ ‫ َو ْلي ُِر ْح‬،ُ‫ش ْف َرتَه‬
َ ْ‫اإلح‬. َ ‫ َو ْلي ُِحدَّ أ َ َحد ُ ُك ْم‬،َ‫الذ ْب َحة‬
ِ ‫ َوإِذَا ذَبَحْ ت ُ ْم فَأَحْ ِسنُوا‬،َ‫فَإِذَا قَت َْلت ُ ْم فَأَحْ ِسنُوا ال ِقتْلَة‬
ُ‫)ذَ ِب ْي َحتَه‬
Artinya : Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan dalam segala hal,
jika mau membunuh hewan, maka bunuhlah dengan baik, jika mau
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik.

2. Iman, Taqwa, Maslahah dan Istiqamah

Iman, taqwa dan istiqamah merupakan pendorong yang sangat


kuat untuk memperbesar produksi melalui kerja keras dengan baik,
ikhlas, dan jujur dalam melakukan kegiatan produksi yang dibutuhkan
untuk kepentingan umat, agama, dan dunia. Sebagai implikasi dari iman
seorang mukmin tidak merasa cukup dengan melakukan pekerjaan
hanya sekedarnya saja, tetapi akan melakukan dengan sungguh-
sungguh. Mengarahkan segala kemampuannya untuk kebaikan adalah
perintah Allah untuk berbuat Ihsan dalam setiap keadaan. Kemudian
meyakini, bahwa Allah mengawasi semua aktivitasnya dalam setiap
situasi dan kondisi. Apabila seorang mukmin bekerja dalam suatu
perusahaan tujuannya bukan hanya semata-mata untuk mendapatkan
hasil atau menyenangkan hati pemilik perusahaan, agar di naikan gaji
atau jabatannya, melainkan juga karena keyakinan bahwa Allah
senantiasa mengawasinya, sehingga ia bekerja dengan jujur dan
sungguh-sungguh.

Semua nilai yang sudah dipaparkan ini pada dasarnya mengacu


pada nilai-nilai yang pokok dalam ekonomi Islam, yaitu amanah dan
ikhlas dalam setiap aktivitas ekonomi. Namun fenomena yang sering
terjadi di tengah masyarakat terlihat, bahwa sarana dan prasarana yang
diperuntukkan bagi kemaslahatan dan kepentingan umum rusak dan
terabaikan begitu saja. Banyak proyek-proyek negara yang telah
direncanakan dan diselesaikan dalam jangka waktu dengan anggaran
biaya yang telah ditentukan mengalami kegagalan atau kualitasnya yang
tidak sesuai dengan perencanaan. Hal itu terjadi karena hilangnya rasa
amanah dan keikhlasan serta rusaknya hati nurani dan rasa tanggung
jawab dari pengelola proyek tersebut.

3. Bekerja pada Bidang yang Dihalalkan Allah

Selanjutnya, akhlak utama yang harus diperhatikan seorang


muslim dalam bidang produksi secara pribadi maupun kolektif adalah
bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah. Oleh karena itu, setiap usaha
yang mengandung unsur keseimbangan dan mengambil hak orang lain
dengan jalan yang batil seperti mengurangi takaran dan Timbangan dan
sebagainya, memperoleh sesuatu yang tidak diimbangi dengan kerja
atau pengorbanan yang setimpal seperti riba dan sejenisnya, serta yang
dihasilkan dari barang yang haram seperti khamar, atau bekerja di
bidang pekerjaan yang tidak dibenarkan menurut syariat seperti kerja di
bar atau diskotik diharamkan Islam. Ali Abd ar-Rasul, berpendapat
bahwa seorang muslim wajib membatasi produksi nya pada bidang-
bidang yang halal. Karena itu seorang muslim diharamkan melakukan
produksi di bidang-bidang yang diharamkan. Dalam konteks ini, Ali
Abd ar-Rasul sangat menekankan perlunya keseimbangan pada Seluruh
aktivitas produksi dengan tetap memelihara kebaikan dan kemaslahatan
umat.

Dalam sistem ekonomi kapitalis ataupun sosialis tidak mengenal


batas-batas halal dan haram, hanya mementingkan segi keuntungan
semata, tanpa memperhatikan apakah yang diproduksi itu bermanfaat
atau memudharatkan, sesuai dengan norma atau tidak. Dalam sistem
ekonomi Islam seorang muslim tidak diperbolehkan menanam sesuatu
yang memabukkan seperti Hasysyi atau ganja atau yang
memudharatkan seperti tembakau. Terkait dengan masalah ini, tidak
berbeda dengan ulama lainnya seperti Abu al-A’la al-Maududi yang
mengharamkan usaha mencari penghidupan yang meruntuhkan akhlak
dan merusak ketertiban sosial. Diharamkan memproduksi segala sesuatu
yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang dapat
melucuti identitas umat mengguncang nilai-nilai agama dan akhlak,
menyibukan diri daripada hal yang sia-sia, dan menjauhkan diri dari
kebenaran, seperti memproduksi film atau video porno iklan dan foto
dan gambar porno ataupun hiburan lainnya yang tidak sesuai dengan
nilai akidah dan akhlak.

G. Perilaku Produsen Muslim dan Non Muslim


Muhammad (2004) berpendapat bahwa sistem ekonomi Islami
digambarkan seperti bangunan dengan atap akhlak. Akhlak akan mendasari
bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi produksi.
Menurut Qardhawi dikatakan, bahwa:
“Akhlak merupakan hal yang utama dalam produksi yang wajib
diperhatikan kaum muslimin, baik secara individu maupun secara bersama-
sama, yaitu bekerja pada bidang yang dihalalkan oleh Allah swt, dan tidak
melampaui apa yang diharamkannya.”
Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat luas, akan tetapi
sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh ketamakan dan kerakusan.
Mereka tidak merasa cukup dengan yang banyak karena mereka
mementingkan kebutuhan dan hawa nafsu tanpa melihat adanya suatu akibat
yang akan merusak atau merugikan orang lain. Tergiur dengan kenikmatan
sesaat. Hal ini dikatakan sebagai perbuatan yang melampaui batas, yang
demikian inilah termasuk kategori orang-orang yang zalim. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang
zalim. (Al Baqarah: 229)

Seorang produsen muslim harus berbeda dari produsen non muslim


yang tidak memperdulikan batas-batas halal dan haram, mementingkan
keuntungan yang maksimum semata, tidak melihat apakah produk mereka
memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan
akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak. Akan
tetapi seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan
diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta
akhlak yang mulia.
“Seorang muslim tidak boleh memudharatkan diriya sendiri dan
orang lain, tidak boleh memudharatkan dan saling memudharatkan dalam
islam. “Barang siap dalam Islam yang memprakasai suatu perbuatan yag
buruk, maka baginya dosa dan dosa yang mengerjakannya sesudahnya,
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi,
Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Jarir).”
Sangat diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak
akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat,
merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan
menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia
dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan
umum. Produser hanya mementingkan kekayaan uang dan pendapatan yang
maksimum semata, tidak melihat halal dan haram serta tidak mengindahkan
aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa
norma dan etika seorang produsen muslim adalah:
1. Norma Produsen Muslim
a. Menghindari sifat tamak dan rakus
b. Tidak melampaui batas serta tidak berbuat zhalim
c. Harus memperhatikan apakah produk itu memberikan manfaat atau
tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah
tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak.
d. Seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan
diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika
serta akhlak yang mulia.
2. Etika Produsen Muslim
a. Memperhatikan halal dan haram.
b. Tidak mementingkan keuntungan semata.
c. Diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan
akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat,
merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia
dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan,
mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan
individu dan kesejahteraan umum.

Jelaslah terlihat bahwa produsen muslim harus


memperhatikan semua aturan yang telah ditetapkan sesuai dengan
ajaran islam, sementara produsen non muslim tidak mempunyai
aturan-aturan seperti yang tersebut diatas.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa
yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen
2. Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi
dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda
dengan tujuan produksi dalam islam yang bertujuan untuk memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
3. Hubungan antar faktor-faktor dengan tingkat produksi yang dihasilkan
dinamakan dengan fungsi produksi. Faktor produksi dapat dibedakan
ke dalam empat golongan yaitu modal, tanah, tenaga kerja, dan
keahlian. Faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input dan
jumlah produksi diistilahkan dengan output.
4. Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat
Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan
dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk
mencari falah (kebahagiaan), demikian pula produksi dilakukan untuk
menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut.
5. Pada prinsipnya Islam juga lebih menekankan berproduksi demi untuk
memenuhi kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi
segelintir orang yang memiliki uang, sehingga memiliki daya beli yang
lebih baik. Karena itu bagi Islam., produksi yang surplus dan
berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tidak dengan
sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat.
6. Adapun nilai-nilai yang penting dalam bidang produksi adalah: 1) Ihsan
dan itqan, 2) Iman, Taqwa, Maslahah dan Istiqamah, 3) Bekerja pada
Bidang yang Dihalalkan Allah.
7. Seorang produsen muslim harus berbeda dari produsen non muslim
yang tidak memperdulikan batas-batas halal dan haram, mementingkan
keuntungan yang maksimum semata, tidak melihat apakah produk
mereka memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai
dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika
ataukah tidak. Akan tetapi seorang muslim harus memproduksi yang
halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap
dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia.
B. Saran
Demikian makalah ini berdasarkan kemampuan kami punya. Dan
pastinya masih banyak sekali kesalahan dalam penyusunan tugas ini. Untuk
itu kritik dan saran nya agar saya dapat membuat tugas lebih baik lagi dan
semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada,2007)
Rozalinda, 2017. Ekonomi Islam : Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas
Ekonomi. Depok : PT. Rajagrafindo Persada. Cet 4.

Anda mungkin juga menyukai