Anda di halaman 1dari 14

TENTANG

Bank
d
i
s
u
s
u
n
oleh : kelompok 5
nama :
1. Arsyad ridho
2. M. Kalkausar
3. Mega mustika
4. Mutia salsabila
5. Rusni anda
6. Sisi haryanti

Madrasah aliyah negeri


tanjungbalai
t.a 2015/2016
A. Definisi Bank
Bank merupakan istilah yang diberikan oleh masyarakat untuk menamai realitas yang mereka
ciptakan. Karena itu antara satu masyarakat dengan masyarakat lain menyebut realitas tersebut
dengan nama yang berbeda meskipun substansinya sama.
Masyarakat eropa menyebut bank dengan Bank yang berarti meja atau konter. Bagi masyarakat
Itali, bank disebut dengan banco yang dapat berarti peti atau lemari atau bangku. Arti dasar ini
menjelaskan fungsi peti atau lemari sebagai tempat penyimpanan benda-bedan berharga seperti
emas, uang dan lain sebagainya.

Berbeda dari kedua nama yang diberikan oleh kedua kelompok masyarakat di atas, bank dalam
masyarakat Prancis disebut banque yang juga berarti peti atau lemari yang berfungsi untuk
menyimpan uang. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah
badan yang mengurus uang, menerima simpanan dan memberi pinjaman dengan memungut
bunga.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan,
yang dimaksud dengan BANK adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Artinya, aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara
mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan
menghimpun dana dan menyalurkan dana ini merupakan kegiatan utama perbankan.
Berikut ini adalah definisi/pengertian bank menurut para ahli dan berbagai sumber:
1. Dahlan Siamat
Menurut Dahlan Siamat, bank didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang kegiatan utamanya
menerima simpanan dari masyarakat dan atau pihak lainnya kemudia mengalokasikannya kembali
untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. F.E. Perry
Menurut F.E. Perry, bank adalah suatu badan usaha yang traksaksinya berkaitan dengan uang,
menerima simpanan (deposito) dari nasabah, menyediakan dana atas setiap penarikan, melakukan
penagihan cek-cek atas perintah nasabah, memberikan kredit dan atau menanamkan kelebihan
simpanan tersebut sampai dibuthkan untuk pembayaran kembali.
3. Kuncoro
Menurut Kuncoro dalam bukunya Manajemen Perbankan, Teori dan Aplikasi (2000: 68), definisi dari
bank adalaha lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan
menyalurkan kembali dana tersebtu ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasajasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
4. Pierson
Menurut Pierson, seorang ahli ekonomi dari Belanda, bank adalah badan atau lembaga yang
menerima kredit. Bank menerima simpanan dari masyarkat dalam bentuk giro, deposito berjangka
dan tabungan. Simpanan dari masyarakat tersebut kemudian dikelola dengan cara
menyalurkannya dalam bentuk investasi dan kredit kepada badan usaha swata atau pemerintah.
Dari kegiatan tersebut, bank memeperoleh keuntungan berupa dividen atau pendapatan bunga
yang dapat digunakan untuk membayar biaya operasional dan mengambangkan usaha.
5. Prof. GM. Verrijin Stuart
Dalam bukunya Bank Politik, Prof. GM. Verrijin Stuart mendefiniskan bank sebagai suatu badan
usaha yang bertujuan memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri
atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat
penukaran baru berupa uang giral.
6. Somary
Somary menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang aktif memberikan kredit kepada
nasabah, untuk jangka pendek, menengah, atau jangka panjang, bank pemerintah memperoleh
dana dari anggaran belanja Negara yang disisihkan, sedangkan bank swasta memperoleh modal
dari saham. Apabila modal saham tidak mencukupi, maka bank dapat melakukan pengumpulan
dana melalui:
a. Kredit likuiditas dari bank sentral
b. Pinjaman dari bank-bank dalam dan luar negeri
c. Penerbitan saham baru, obligasi dan sertifikat bank
Keuntungan yang diperoleh bank berasal dari selisih antara bunga kredit yang diterima dan yang
dikeluarkan.
7. RG. Howtery
RG. Howtery dalam bukunya Currency on Credit, menyatakan bahwa uang di tangan masyarakat
berfungsi sebagai alat penukar (medium exchange) dan sebagai alat pengukur nilai (standard on
value). Masyarakay memperoleh alat penukar (uang) berdasarkan kredit yang diperoleh oleh badan
perantara utang dan piutang, yaitu bank. Dari pendapat ini, dapat disimpulkan suatu definisi bank,
yaitu badan perantara kredit.
8. A. Abdurracham
Dalam bukunya Ensiklopedi Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, A. Abdurrachman merumuskan
defisini bank sebagai suatu lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti
pinjaman, mengedarkan mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda
berharga, membiayai usaha perusahaan, dan lain-lain. Menurutnya bank adalah suatu usaha
perdagangan yang menjual jasa penyimpanan uang dan pemberian kredit dengan tujuan mencari
keuntungan yang wajar dari bermoral.
9. UU No. 14 Tahun 1967
UU No. 14 Tahun 1967 mengatur tentang pokok-pokok perbankan. Dalam memberikan kredit
didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam
lalu lintas pembayaran dan pengedaran uang. Pemberian kredit dapat dilakukan dengan modal
sendiri. Dengan dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, atau dengan mengedarkan alat-alat
pembayaran berupa uang giral.
10. UU No. 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1

UU No. 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1 yang mengatur tentang perbankan memberikan definisi
tentang bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanand an menyalutkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi ini menjelaskan bahwa
dalam menjalankan usahanya bank tidak hanya mencari keuntunga samara, tetapi juga berfungsi
sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan.
Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan kembali pengertian umum tentang
bank, yaitu lembaga keuangan yang usahanya menyerap dana dari kelompok masyarakat yang
berkelebihan dana menyalurkannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dan
membutuhkan dana serta memenuhi persyaratan terntentu untuk diberikan bantuan dana
tersebut.

B. Jenis dan Fungsi Bank


1. Jenis-jenis Bank
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank, serta kepemilikan bank. Dari segi
fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat
ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari
segi pemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya.
Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah masyarakat
luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu (kecamatan) jenis perbankan juga dibagi ke dalam
caranya menentukan harga jual dan harga beli.
Adapaun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain:
a. Dilihat dari segi Fungsinya
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut
fungsinya terdiri dari:
1) Bank Umum
2) Bank Pembangunan
3) Bank Tabungan
4) Bank Pasar
5) Bank Desa
6) Lambung Desa
7) Bank Pegawai
8) Dan Bank lainnya.
Namun setelah keluar UU Pokok perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan
keluarnya Undang-Undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari:
1) Bank Umum
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Di mana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi bank Umum
sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lambung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan
Rakyat (BPR).
Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut.
1) Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Selain itu, Bank Umum disebut juga sebagai Bank Devisa
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga disebut sebagai Bank
non-devisa.
b. Dilihat dari Segi kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikannya maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut.
Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang
bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bank Milik Pemerintah
Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contah bank milik pemerintah antara lain
Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Bank Tabungan Negara (BTN)
2) Bank Milik Swasta Nasional
Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya
pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembgian keuntungannya untuk keuntungan swasta juga.
Contoh bank milik swasta nasional antara lain:
Bank Muamalat
Bank Central Asia
Bank Bumi Putra

Bank Danamon
3) Bank Milik Koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan koperasi. Sebagai
contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia.
4) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing
maupun pemerintah aing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri.
Contoh Bank Milik Asing antara lain:
Deutsche Bank
Bank of Amerika
Bank of Tokyo
c. Dilihat dari Segi Status
Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat
baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, untuk
memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan criteria tertentu.
Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan
dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkasi keluar negeri,
travelers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan
untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non Devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksankan transaksi sebagai bank devisa.
Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, di mana transaksi yang dilakukan
masih dalam batas-batas Negara.
d. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun
harga beli terbagi dalam dua kelompok.
1) Bank yang berdasarkan prinsp konvensional
Asal mula bank di Indonesia dibawa oleh colonial Belanda sehingga mayoritas bank yang
berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensial. Dalam
mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan
prinsip konversional menggunakan dua metode, yaitu:
a) Menentukan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpana seperti giro, tabungan maupun
deposito. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan
lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spread.
b) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai
biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. System pengenaan biaya ini dikenal dengan
istilah fee based.
2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun, di luar negeri
terutama di Negara-negara Timur Tengah bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah
berkembang pesat sejak lama.
bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan
bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hokum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan
usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah
adalah sebagai berikut.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan
seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak yaitu 60% untuk bank dan 40% untuk peminjam, namun pembagian
keuntungan dihitung setelah disisihkannya hasil keuntungan untuk mengembalikan modal.
Contoh untuk kasus ini misalnya Tn. Ivan Pratama hendak melakukan usaha dengan modal
Rp150.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp100.000.000,per bulan dan modal disediakan seluruhnya oleh Bank Syariah Lepar Pongok. Dari keuntungan ini
disisihkan dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp45.000.000,-. Selebihnya dibagikan
antara Bank Syariah Lepar Pongok dengan Tn. Ivan Pratama sesuai dengan kesepakatan
sebelumnya (60:40). Sehingga diperoleh (60% x Rp55.000.000,- = Rp33.000.000,- ) untuk Baank
Syariah Lepar Pongok dan 40% (40% x Rp55.000.000,- = Rp22.000.000,- ) untuk Tn. Ivan Pratama.

b)

Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)

Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha.
Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Contoh kasus untuk prinsip al-Musyarakah adalah sebagai berikut.
Nn. Siti Rahmah hendak melakukan usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan
sebesar Rp70.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp35.000.000,-. Ini
berarti Nn. Siti Rahmah kekurangan dana sebesar Rp35.000.000,-. Untuk menutupi kekurangan
dana tersebut Nn. Siti rahmah meminta bantuan Bank Syariah Petaling dan disetujui. Dengan
demikian, modal untuk usaha atau proyek sebesar Rp35.000.000,- dipenuhi oleh Nn. Siti Rahmah
50% dan Bank Syariah Petaling 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan keuntungan
sebesar Rp15.000.000,- maka pembagian hasil keuntungan adalah 50:50, artinya 50% untuk Bank
Pelating (Rp7.500.000,-) dan 50% untuk Nn. Siti Rahmah (Rp7.500.000,-). Dengan catatan pada
akhir suatu usaha Nn. Siti Rahmah tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp35.000.000,ditambah Rp7.500.000,- untuk keuntungan Bank Syariah Pelanting dari bagi hasil.
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam hal ini penjual harus lebih dulu memberithukan harga pokok yang ia beli
ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Contoh kasus murabahah
Ny. Cahaya memerlukan sebuha mobil senilai Rp30.000.000,-. Jika Bank Syariah Payung yang
membiayai pembelian mobi tersebut, maka Bank Syariah Payung mengharapkan suatu keuntungan
sebesar Rp6.000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Cahaya adalah
Rp36.000.000,-. Kemudian jika nasabah setuju, maka nasabah dari mencicil dengan angsuran
Rp1.000.000,-. Per bulan (diperoleh dari Rp36.000.000,-:36 bulan) kepada Bank Syariah payung.
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (Ijarah)
e) Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
2. Fungsi Bank
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992, Bab I pasal 3, dijelaskan bahwa fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Adapaun fungsi-fungsi perbankan secara umum antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi perantaraan dalam transaksi
Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah yang satu dengan yang lainnya jika keduanya
melakukan transaksi. Dalam hal ini kedua orang tersebut tidak secara langsung melakukan
pembayaran, tetapi cukup memerintahkan pada bank untuk menyelesaikannya.
b. Fungsi tabungan dan perkreditan
Pada dasarnya, bank merupakan tempat penitipan atas penyimpanan uang, pemberi atau penyalur
kredit. Sebagai tempat penyimpanan uang (tabungan), yang pada hakekatnya sama dengan
deposito berjangka. Dalam kaitan ini, Islam menerapkan istilah tabungan Mudharabah.
Sebagai lembaga pemberi atau penyalur kredit, bank dapat memanfaatkan uang yang disimpan
oleh nasabah pada bank tersebut dikarenakan tidak semua orang sekaligus datang berbondongbondong ke bank untuk mengambil uang. Pandangan Islam dalam ha ini adalag al-musyarakah
atau syirkah.
c. Fungsi stabilitas moneter melalui suku bunga
Sebetulnya, tidak ada perbedaan tajam antara bunga dan riba. Islam dengan jelas dan tegas
melarang semua bentuk bunga betapapun hebat dan meyakinkannya nama yang diberikan
kepadanya. Tetapi dalam ekonomi kapitalistik, bunga adalah pusat berputarnya system perbankan.
Bahkan dikatakan bahwa tanpa bunga, system perbankan menjadi tanpa nyawa dan seluruh
perekonomian akan lumpuh.
d. Fungsi transaksi uang sebagai komoditas
Dalam pandangan Islam, uang adalah sebagai alat penukar, bukan komoditi. Peranan uang ini
dimaksudkan untuk melengkapi ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar.
e. Penghimpun dana untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besat ada tiga sumber, yaitu:
1) Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian
2) Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti
usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
3) Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang
berupa Kredit Likuiditas dan Call Money ( dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang
meminjam).
C.
Tugas dan Tanggung Jawab bank
1. Tugas Bank
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
1) Menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkannya.
2) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara termasuk tetapi tidak
terbatas pada:
-

Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing
Penetapan tingkat diskonto

- Penetapan cadangan wajib minuman dan


- Pengaturan kredit dan pembiayaan
b. Mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran
1) Melaksanakan dan memberikna persetujuan dan izin atas jasa sisa pembayaran
2) Mewajibkan penyelenggara jasa system pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang
kegiatannya
3) Menetapkan penggunaan alat pembayaran
c. Mengatur dan mengawasi bank
1) Melaksanakan pengawasan bank secara langung dan tidak langsung. Pelaksanaa pengawasan
dilakukan antara lain dengan:
a) Mewajibkan bank untuk mengampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan
tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b) Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan.
2. Tanggung Jawab Bank
Adapun tanggung jawab bank dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dengan memberikan bunga atas saldo kas
pemerintah sesuai peraturan perundangan.
b. Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajinan keuangan pemerintah terhadap
pihak luar negeri.
c. Pemerintah wajib meminta pendapat bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia
dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan
dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang temasuk kewenangan Bank Indonesia.
d. Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang Bank Indonesia.
e. Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat urang Negara, pemerintah wjib terlebih
dahulu berkonsultasi dengan dewan perwakilan rakyat. Bank Indonesia dapat membantu penerbitn
fasilitas pembiayaan darurat dan juga kecuali yang berjangka pendek dalam rangka operasi
pengendalian moneter.
f. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia
melanggar ketentuan tersebut, maka perjanjian pemberian kredit kepada pemerintah tersebut
batal demi hukum.
D. Hubungan Nasabah dengn Bank
Hubungan bank dengan nasabah penyimpan dapat disimak dari beberapa pasal UU No. 7 Tahun
1992 UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Dari pasal-pasal tersebut dapat terlihat bahwa hubungan bank dengan nasabah oenyimpan
berdasrkan perjanjian/kontrak yang diserbut dengan perjanjian penyimpanan dana.
Ada beberapa hubungan nasabah dengan bank yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 tahun
1998 tentang perbankan, Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia dan peraturan pelaksaan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hubungan kepercayaan
Hubungan ini dapat dilihat dari pasal 1 angka 2, pasal 1 angka 5 dan pasal 3 UU No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan. Dari beberapa pasal tersebut dapat diketahui bahwa bank adalah lembaga
perantra/intermediasi, dimana bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
di sini muncul hubungan hokum antara bank dengan nasabah penyimpan, nasabah penyimpan
mempercayakan dana simpanannya kepada bank untuk dikelola, untuk itu nasabah penyimpan
mempercayakan dana simpanannya dengan bunga. Kemudian oleh bank dana simpanan tersebut
disalurkan kepada nasabah peminjam, di sini muncul juga hubungan hokum antara bank dengan
nasabah peminjam, bank menyalurkan dana simpanan kepada nasabah oeminjam dalam bentuk
kredit, yang artinya bank juga mempercayakan dana itu kepada nasabah peminjam untuk dikelola,
dan untuk itu bank berhak atas pengembalian dana yang dipinjamkan dengan bunganya.
2. Hubungan kerahasiaan
Pasal 40 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menentukan bahwa:
1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal
44, dan pasal 44A.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak Terafiliasi.
Pelanggaran oleh anggotaa Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya
terhadap ketentuan Rahasia Bank tersebut di atas di ancam dengan pidana yang berat oleh pasal
47 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
3. Hubungan menjamin simpanan nasabah penyimpan
Hubungan ini diatur dalam pasal 37B UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa
1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan,
2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan,
3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum
Indonesia.

4. Hubungan kepedulian terhadap resiko nasabah


Hubungn ini diatur dalam pasal 29 ayat 4 UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan dan Peraturan
Bank Indonesia No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah, tanggal 20 januari 2005 bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubung dengan
transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Menurut pasal 12 No.7/6/PBI/2005 tersebut, bank
yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam No.7/6/PBI/2005 dikenakan sanksi administrative
sesuai dengan Pasal 52 UUNo.10 Tahun 1998 tentang perbankan yang berupa teguran tertulis, dan
pelanggaran itu dapat diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, namun jika
pelanggaran dilakukan dengan sengaja oleh anggota direksi dan pegawai dari bak yang
bersangkutan dapat diadukan oleh nasabah karena telah melakukan tindak pidana dan dajatuhi
sanksi pidana berdasarkan pasal 49 ayat (2) huruf b UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
5. Hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah
Hubungan ini diatur dalam Pasal 2 PBI No.7/7/PBI/2005, bahwa
1) Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau perwakilan
nasabah,
2) Untuk menyelesaikan penagduan, bank wajib menerapkan kebijakan dan memiliki prosedur
tertulis yang meliputi:
a) Penerimaan pengaduan
b) Penanganan dan penyelesaian pengaduan
c) Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
Jika terjadi pelanggaran kewajiban bank yang termuat antara lain dalam Pasal 2 dan 3 PBI
No.7/7/PBI/2005, maka menurut Pasal 17 PBI No/7/7/PBI/2005, bank dikenai sanksi administrative
sesuai dengan Pasal 52 UU Perbankan yang berupa teguran tertulis, dan pelanggaran itu dapat
diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, namun dengan adanya ketentuan Pasal
49 ayat (2) huruf b UU Perbankan maka Direksi dari bank yang bersangkutan dapat diadukan oleh
nasabah sebagai telah melaksanakan tindak pidana dan dijatuhi sanksi pidana.
Hak-hak nasabah penyimpan terhadap bank dalam ke lima hubungan yang muncul dari UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan di atas memang bertujuan untuk memberikan perlindungn
terhadap nasabah penyimpan, hal itu bias terlihat ketika terjadi pelanggaran kewajiban bank
dalam hubungan-hubungan tersebut, UU No.10 Tahun 1998 Perbankan mengatur/memberikan
sanksi berupa sanksi administrative terhadap bank yang bersangkutan dan sanksi pidana bagi
Direksi, Komisaris, pegawai bank yang bersangkutan yang sengaja melanggar kewajiban tersebut.
PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN BANK KONVENSIONAL
Jumhur (mayoritas) ulama mengharamkan bank konvensional karena adanya praktek bunga bank
yang secara prinsip sama persis dengan riba. Baik itu bunga pinjaman, bunga tabungan atau
bunga deposito.
PRAKTIK PERBANKAN YANG DIHARAMKAN
Praktik perbankan konvensional yang haram adalah (a) menerima tabungan dengan imbalan
bunga, yang kemudian dipakai untuk dana kredit perbankan dengan bunga berlipat. (b)
memberikan kredit dengan bunga yang ditentukan; (c) segala praktik hutang piutang yang
mensyaratkan bunga.
Bagi ulama yang mengharamkan sistem perbankan nasional, bunga bank adalah riba. Dan karena
itu haram.
PRAKTIK BANK KONVENSIONAL YANG HALAL
Namun demikian, pendapat yang mengharamkan tidak menafikan adanya sejumlah layanan
perbankan yang halal seperti: (a) layanan transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan
ongkos pengiriman; (b) menerbitkan kartu ATM; (c) menyewakan lemari besi; (d) mempermudah
hubungan antarnegara.
ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHARAMKAN BANK KONVENSIONAL
1. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H,
atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas
berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga
bank.
2. Majmaal Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16
Rabiul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
3. Majma Fiqh Rabithah alAlam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di Makkah,
12-19 Rajab 1406
4. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
5. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;

6. Majmaul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.


7. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang
menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah.
8. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa
sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan kaidah Islam.
9. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung.
10. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/faidah),
tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
11. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqaidah 1424/03 Januari 2004, 28
Dzulqaidah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.
HUKUM BEKERJA DAN GAJI PEGAWAI BANK KONVENSIONAL
Menurut fatwa Syekh Jad al-Haq, salah satu Mufti Mesir, memperoleh gaji/honorarium dari bankbank tersebut dapat dibenarkan, bahkan kendati bank-bank konvensiobnal itu melakukan transaksi
riba. Bekerja dan memperoleh gaji di sana pun masih dapat dibenarkan, selama bank tersebut
mempunyai aktivitas lain yang sifatnya halal.
Yusuf Qaradhawi termasuk ulama yang mengharamkan bank namun dalam soal gaji pegawai bank
ia menyatakan bahwa apabila pegawai tersebut bekerja karena tidak ada pekerjaan di tempat lain
maka ia dalam kondisi darurat. Dalam Islam, kondisi darurat menghalalkan perkara yang asalnya
haram. Kebutuhan hidup termasuk kondisi darurat. Dalam konteks ini, maka pekerjaannya di bank
hukumnya boleh. Begitu juga boleh mengikuti pendapat ulama terpercaya yang menghalalkan
bank konvensional.
Teks asli sebagai berikut:


.
(Sumber: http://webmail.qaradawi.net/fatawaahkam/30/1766.html)
PENDAPAT HALALNYA BANK KONVENSIONAL
Beberapa alasan para ulama ahli fiqih yang menghalalkan bank konvensional adalah (a) bunga
bank bukanlah riba yang dilarang seperti yang disebut dalam Quran dan hadits; (b) riba adalah
bunga yang berlipat ganda; sedang bunga pinjaman bank tidaklah demikian.
ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN BANK KONVENSIONAL
1. Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi menilai bunga bank bukan riba dan halal.
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan
3. Keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002 membahas soal bank konvensional.
4. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal.
5. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV berpendapat bunga bank bukanlah riba
dan karena itu halal.
ALSAN ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN BANK KONVENSIONAL
1. Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi bank konvensional/deposito itu halal dalam berbagai
bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dahulu.
Menurutnya, di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihan atau penipuan di
kemudian hari, juga karena penetuan bunga dilakukan setelah perhitungan yang teliti, dan
terlaksana antara nasabah dengan bank atas dasar kerelaan mereka.
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir mengatakan, Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada
kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan
perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga
mengatakan, Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amal-amal
ribawi yang dilarang Al-Quran yang Mulia. Karena bunga bank adalah muamalah baru, yang
hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat dalam Al-Quran tentang
pengharaman riba.
3. Isi keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002:
"Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan menyerahkan harta dan
tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil mereka dalam menginvestasikannya dalam
berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka
serta ditetapkan terlebih dahulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang

bertransaksi dengannya atas harta-harta itu, maka transaksi dalam bentuk ini adalah halal tanpa
syubhat (kesamaran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam Alquran atau dari Sunnah Nabi
yang melarang transaksi di mana ditetapkan keuntungan atau bunga terlebih dahulu, selama
kedua belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut."
Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta di antara kamu
dengan jalan yang batil. Tetapi (hendaklah) dengan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara
kamu. (QS. an-Nisa': 29).
Kesimpulannya, penetapan keuntungan terlebih dahulu bagi mereka yang menginvestasikan harta
mereka melalui bank-bank atau selain bank adalah halal dan tanpa syubhat dalam transaksi itu.
Ini termasuk dalam persoalan "Al-Mashalih Al-Mursalah", bukannya termasuk persoalan aqidah
atau ibadat-ibadat yang tidak boleh dilakukan atas perubahan atau penggantian.
4. Kata A. Hasan Bangil bunga bank itu halal. karena tidak ada unsur lipat gandanya.
KESIMPULAN HUKUM BANK KONVENSIONAL DALAM ISLAM
Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa praktik bunga yang ada di perbankan konvensional
adalah sama dengan riba dan karena itu haram. Walaupun ada sejumlah layanan perbankan yang
tidak mengandung unsur bunga dan karena itu halal. Namun demikian, ada sejumlah ulama yang
menganggap bahwa bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal hukumnya.
Bagi seorang muslim yang taat dan berada dalam kondisi yang ideal dan berada dalam posisi yang
dapat memilih, tentunya akan lebih baik kalau berusaha menjauhi praktik bank konvensional yang
diharamkan. Namun, apabila terpaksa, Anda dapat memanfaatkan segala layanan bank
konvensional karena ada sebagian ulama yang menghalalkannya.
ANEKA LAYANAN BANK KONVENSIONAL
Bank-bank besar seperti Bank Mandiri, Bank BRI, BCA, dll umumnya memiliki produk dan layananlayanan berikut:
1. Layanan Transaksi Perbankan yang meliputi Safe Deposit Box, Transfer, Remittance, Collection
and Clearing, Bank Notes, Travellers Cheque, Virtual Account, Open Payment, Auto Debit, Payroll
Services
2. Produk Simpanan yang meliputi tabungan, Giro, Deposito Berjangka, dll.
3. Perbankan Elektronik yang meliputi ATM (multifungsi, non tunai dan setoran tunai), Debit, Tunai,
Internet Banking, Mobile Banking,Phone Banking, SMS Top Up, SMS Push Notification, dll.
4. Layanan Cash Management yang meliputi Payable Management / Disbursement, Receivable
Management / Collection
Liquidity Management
5. Kartu Kredit
6. Fasilitas Kredit yang meliputi Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Modal
Kerja, Kredit Sindikasi, Kredit Ekspor, Trust Receipt, Kredit Investasi, Distributor Financing, Supplier
Financing, Dealer Financing, Warehouse Financing, dll.
7. Bank Garansi meliputi Bid Bond, Performance Bond, Advance Payment Bond, Pusat Pengelolaan
Pembebasan dan Pengembalian Bea Masuk (P4BM), dll.
8. Fasilitas Ekspor Impor meliputi Letter of Credit (L/C), Negotiation, Bankers Acceptance, Bills
Discounting,
Documentary Collections, dll.
9. Fasilitas Valuta Asing meliputi Spot, Forward, Swap, dll.
Intinya, produk layanan bank konvensional tidak hanya berkaitan dengan pinjaman, tabungan dan
deposito saja.
Para ulama dan cendekiawan muslim masih berbeda pendapat tentang hukum muamalah dengan
bank konvensional dan bunga bank diantaranya:
Abu zahrah, abu ala al-Maududi Abdullah al- Arabi dan yusuf Qardhawa mengatakan bahwa bunga
bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh islam. Karena itu umat islam tidak boleh
bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau

terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi
secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurut beliau
bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba,
baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam
uang di bank itu dengan bunga. Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama sepakat bahwa bunga
bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam
konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati
secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan
praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang
juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank,
Musthafa Ahmad Zarqa Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Perdata pada universitas syiria di
Damaskus mengatakan, berpendapat bsebagai berikut:
a.
System prbankan yang berlaku sampai kini dapat diterima sebagai suatu penyimpangan
yang bersifat sementara. Dengan kata lain istem perbankan merupakan suatu kenyataan yang
tidak dapat dihindari sehingga umat islam diperbolehkan bermuamalah atas dasar pertimbangan
darurat, tetapi umat islam harus senantiasa berusaha mencari jalan keluar.
b.
Pengertian riba dibatasi hanya mengenai praktek riba di kalangan jahiliyah yaitu yang benarbenar merupakan suatu pemerasan dari orang-orang mampu (kaya) terhadap orang-orang miskin
dalam utang-piutang yang bersifat konsumtif, bukan utang-piutang yang bersifat produktif.
c.
Bank-bank dinasionalisasi sehingga menjadi perusahaan Negara yang akan menghilangkan
unsure-unsur ekploitasi. Sekalipun bank Negara mengambil bunga sebagai keuntungan,
penggunanya bukan untuk orang-orang tertentu, melainkan akan menjadi kekayaan Negara yang
akan digunakan untuk kepentingan umum.
Ulama di negara-negara Timur Tengah dan beberapa orang pakar ekonomi di negara sekuler,
berpendapat bahwa riba tidaklah sama dengan bunga bank. Seperti Mufti Mesir Dr. Sayid Thantawi
yang berfatwa tentang bolehnya sertifikat obligasi yang dikeluarkan Bank Nasional Mesir yang
secara total masih menggunakan sistem bunga, dan ahli lain seperti Dr. Ibrahim Abdullah anNashir. Doktor Ibrahim dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan mengatakan,
Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan
perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak
ada perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan, Sistem ekonomi perbankan ini memiliki
perbedaan yang jelas dengan amal-amal ribawi yang dilarang Al-Quran yang Mulia. Karena bunga
bank adalah muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang
terdapat dalam Al-Quran tentang pengharaman riba. Mr. Kasman Singodimedjo berpendapat,
sistem perbankan modern diperbolehkan karena tidak mengandung unsur eksploitasi yang dzalim,
oleh karenanya tidak perlu didirikan bank tanpa bunga. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam
(PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal karena tidak ada unsur lipat gandanya.
Prof.Dr.Nurcholish Madjid berpendapat bahwa riba di mengandung unsur eksploitasi satu pihak
kepada pihak lain, sementara dalam perbankan (konvensional) tidaklah seperti itu. Dr.Alwi Shihab
dalam wawancaranya dengan Metro TV sekitar tahun 2004 lalu, juga berpendapat bunga bank
bukanlah riba.
Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di sidoarjo Jawa Timur tahun 1968 memutuskan
bahwa; a) Riba hukumnya haram dengan nash sharih Quran dan sunah, b) Bank dengan sistem
riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal, c) Bunga yang diberikan oleh bankbank milik Negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk
perkara musytabiat , d) menyarankan kepada PP muhammadiya untuk mengusahakan terwujudnya
konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah islam.
SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
1. SISTEM PENGHIMPUNAN DANA
Metode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang
diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan,
yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun
disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam
menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari
sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a. Sumber Dana
Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah
harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu,
sebagai bang syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami
terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan
syariat Islam. Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana,
yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham tersebut , dana
titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem Wadiah, maupun yang
diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau
investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah) serta dana zakat, infak, dan sadaqah.
1) Modal

Modal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik yang
mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut.
Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan
melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank
2)Dana titipan masyarakat
3)Dana dari ZIS
Dana ini peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk
kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan
sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial
lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet
Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ)
b.Titipan (Al-Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. AlWadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:
1)Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan
b.Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya
c.Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (Fee) kepada
yang menitipkan.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2)Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan
b.Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari
penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada
penitip sebagai pemilik benda
Prinsip ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa
bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut kepada nasabah.
Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan
dalam akad.
3)Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini
adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang
menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander
atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a)Mudharabah Muthlaqah
Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak memberikan batasanbatasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, mudharib di beri wewenang
penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi
perbankan yang sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.
b)Mudharabah Muqayyadah
Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya.
Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat, dan
waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special investment based on restricted
mudharabah. Model ini dirasa sanagt cocok pada saat krisis dimana sektor perbankan mengalami
kerugian meyeluruh. Dengan special investmen, investor tertentu tidak perlu menanggung over
head bank yang terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan
cost yang dihitung khusu pula.
2.SISTEM PENYALURAN DANA (Financing)
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak
perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas
secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk,
yaitu;

a.Equity Financing
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam
bentuk musyarakah.
1)Al-Mudharabah
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang
telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang
membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai
penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana).
Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha
bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan
bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah
mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan)
kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan
antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil
usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
2) Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan
modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah
lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai
suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse yang disetujui, dan
seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung
bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis
syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang
dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank
ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas
kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra
untuk jangka panjang. Di Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk
seperti ini, dan jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha
atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh
memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk
kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan menyebabkan kontrak
menjadi fasad.
b.Debt Financing.
Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan
barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai
objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang
dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan
uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang
dengan uang (sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang,
yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu dalam
operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang
dengan barang dan uang dengan uang.
1.Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (bai) atau pun sewa
menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
a.Bai Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati, dalam bai Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal
yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau
dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya
bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam
islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
1.Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak
dibeli
2.Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang
ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan
3.Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi
4.Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah
menurut perundangan Islam.
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:

1.
2.
3.
4.

Penjual (bai)
Pembeli (musytariy)
Barang (mabi)
Sighat dalam bentuk ijab kabul.

b.Bai Bithaman Ajil


Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluanproduktif ataupun konsumtif, ia dapat
menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada
nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur
(al-taqsid).
Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):
a.Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep ini secara etimologi erarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual
manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat
dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad
ini dalam masa teertentu (muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi
bentuk produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
1.Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan
manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
2.Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank
menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat
lain yang disetujui kedua belah pihak.
b.Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak
milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karenalebih sederhana dari
sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing
maupun sesudahnya.
2. Uang dengan Barang
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a.Bai as-Salam (In-front Payment Sale)
Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau
menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih
dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. Di dalam masyarakat, skim ini lebih
dikenal dengan jual beli pesanan atau inden. Dalam transaksi bai as-salam mengharuskan adanya
pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak. Dalam teknis perbankan
syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di
muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam
salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b.Bai al-Istishna(istisna sale)
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana
barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Dalam
literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai lanjutan dari bai as-salam, sehinggaa ketentuan
dan aturannya mengikuti akad bai as-salam. Adapun yang membedakannya dengan as-salam
adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya. Pada bai as-salam, pembayaran lebih bersifat
fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima
pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli
(thabii) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan
untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.
3.JASA LAYANAN PERBANKAN
a.Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada
pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama. Dalam aplikasinya dalam perbankan
syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan
permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor). Wakalah juga
diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
b.Kafalah(Gauranty)

Menurut Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin)ikut
bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang.
Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada
beberapa jenis wakalah, yaitu:
1)Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
2)Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di
perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan
pembayaran (Payment Bond).
3)Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk
tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek
(Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
4)Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka
waktu habis.
c.Hawalah (Transfer Service)
Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada
tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau
daiin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal alaih). Akad hawalah diterapkan pada halhal berikut:
1)Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga
memindahkan piutang itu kepada bank.
2)Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu
piutang tersebut.
3)Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja
dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawalah lainnnya.
d.Jualah
Jualah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak
kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk
kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai
pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha dan lain
sebagainya.
e.Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya.
Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang
menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral
atas suatu pembiayaan/pinjaman.
f.Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata
lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik, ard dikategorikan
dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Sedangkan
aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat berupa al-Qard al-Hasan sebagai bentuk
sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di indonesia sendiri, dana untuk skim ini berasal dari dana
Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman
dengan tujuan kebajikan, dimana peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang dipinjamkan
tanpa membayar tambahan.
g.Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang
dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan
mata uang domestik atau mata uang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai