Anda di halaman 1dari 18

Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

PERTEMUAN 1
PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Perasuransian dan Pengaturannya.
1.1 Mempelajari Sejarah dan Perkembangan Perasuransian.
1.2 Mempelajari Pengertian Asuransi.
1.3 Mempelajari Risiko dan Pengalihan Risiko.
1.4 Mempelajari Landasan Hukum Asuransi.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Sejarah dan Perkembangan Perasuransian

Yunani mengalami masa kejayaan ketika Alexander The Great (356-323


SM) berkuasa. Ketika itu ada seorang pembantunya yang bernama Antimenes
membutuhkan uang yang sangat banyak untuk membiayai pemerintahannya. Agar
bisa mendapatkan uang yang diharapkannya maka Antimenes mengumumkan
kepada para pemilik budak belian agar budak-budaknya didaftarkan. Untuk itu
mereka diwajibkan membayar sejumlah uang kepada Antimenes setiap tahunnya.
Atas hal tersebut maka Antimenes memberikan imbalan dengan menjanjikan
kepada mereka apabila ada budak mereka yang melarikan diri, maka Antimenes
akan memerintahkan kepada anak buahnya agar budak tersebut dapat ditangkap.
Namun jika budak tersebut tidak dapat ditangkap maka Antimenes akan
membayar dengan sejumlah uang sebagai penggantinya.1
Uang yang diterima Antimenes dari pemilik budak dapat dikatakan
sebagai semacam premi yang diterima dari tertanggung. Sedangkan kesanggupan
Antimenes untuk mendapatkan kembali budak yang hilang dengan memberikan
ganti kerugian dengan sejumlah uang karena budak yang melarikan diri adalah
semacam risiko yang menjadi tanggungan oleh penanggung. Kesepakatan yang

1
Abdul Kadir Muhammad. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya
bakti, hal.1

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


1
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

dibangun ini mirip dengan bentuk asuransi kerugian. Uraian tersebut di atas
merupakan kesimpulan yang di dapat dari Scheltema dalam bukunya yang
berjudul Verzekeringsrecht.2
Kemudian Scheltema memberikan penjelasan bahwa pada masa Yunani
terdapat banyak orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah
Kota Praja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bunga setiap bulan
sampai wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya penguburan. Jadi,
perjanjian ini mirip dengan asuransi jiwa. Bedanya hanya pada pembayaran premi
dan santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan,
jika ada kematian atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung
memperoleh pembayaran dari penanggung. Pada pinjaman Pemerintah Kota Praja,
pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang serta biaya
penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.3 Perjanjian seperti ini terus
berkembang pada zaman Romawi hingga tahun ke-10 sesudah Masehi. Apabila
ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, maka akan diberi bantuan
biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara
tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.4
Perjanjian yang berkaitan dengan kematian muncul pada awal abad ke-13,
sebagian besar kapten kapal dan pedagang mengasuransikan hidupnya. Pada saat
itu asuransi jiwa dibatasi oleh lamanya pelayaran. Hal tersebut berlanjut pada
masa kekaisaran Romawai Kuno. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan
(collegium) yang dinamakan collegium cultorum dianae et antinoi. Setiap anggota
perkumpulan harus membayar uang pangkal sebesar 100 sesterti dan uang iuran
bulanan sebesar 5 asses sesterti . Apabila ada anggota yang meninggal maka
perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada
ahli warisnya sebesar 300 sesterti. Cara ini kemudian ditiru oleh mayarakat Roma
dengan cara mendirikan perkumpulan collegium lambaeisi. Dalam perkumpulan
tersebut setiap anggota diwajibkan menyetorkan uang pangkal dan iuran setiap
bulan dengan suatu ketentuan apabila salah satu anggota dinaikkan pangkatnya
maka ia akan diberikan uang sebesar 500 Dinnar untuk biaya pesta yang diadakan

2
Ibid.
3
Ibid.
4
Ibid.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


2
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

dalam rangka kenaikan pangkat tadi. Dua perkumpulan tadi mirip dengan suatu
asuransi jiwa secara saling menanggung (onderlinge levensverzekering) (Wirjono
Prodjodikoro, 1987, hal.15).
Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian
tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi
kerugian dan asuransi jumlah.
Pada abad pertengahan, di Inggris terdapat sekelompok orang yang
mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu ) perkumpulan yang disebut gilde.
Perkumpulan ini mengurusi kepentingan anggotanya dengan janji apabial ada
anggotanya yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggotanya. Perjanjian ini banyak
terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.5
Pada abad ke-13 dan ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang
pesat. Akan tetapi tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan
perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedangang untuk
mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui
laut. Inilah awal perkembangan asuransi laut. Untuk kepentingan melalui laut,
pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu,
sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan,
apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya
tidak usah dibayar kembali. Akan tetapi, apabila kapal dan muatannya tiba dengan
selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan
bunganya. Ini disebut bodemerij. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa bunga
yang dibayar itu seoah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang
berfungsi sebagai pihak yang menggung risiko kehilangan uang hilang dalam hal
terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang itu dianggap seolah-olah
sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.6
Sesudah abad Pertengahan perkembangan asuransi kerugian pada
pengangkutan laut berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal
countries) atau Eropa Barat, seperti Inggris pada abad ke-17, kemudian di
Perancis abad ke 18, dan terus ke negeri Belanda, Jerman, dan Denmark.
5
Ibid.
6
Abdul Kadir Muhammad, Op.cit, hal.3

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


3
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

Terutama Inggris, Perancis, dan Belanda, perkembangan asuransi laut di negara-


negara tersebut berkembang pesat karena negara tersebut banyak berlayar melalui
laut dari dan ke negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-
daerah jajahan mereka.7
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19,
asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek
van Koophandel Nederland, disamping asuransi laut juga dimasukkan asuransi
kebakaran, asuransi hasil panen dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi
laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine
Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi,
Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui
Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.8
Perkembangan ilmu dan teknologi berkembang pesat pada abad ke-20
berdambak positif pada perkembangan usaha di bidang perasuransian. Kegiatan
usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga di bidang penunjang asuransi.
Pembangungan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong
perkembangan sarana transportasi darat, laut, dan udara serta meningkatkan
mobilatas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain.
Ancaman bahaya lalu lintas juga semakin meningkat, sehingga kebutuhan
perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga semakin
meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian
dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (social security insurance). 9
Pembangunan di bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan
besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga
kerja yang membutuhkan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan,
kebakaran, dan kecelakaan kerja. Hal ini mendorong perkembangan asuransi
kredit, asuransi kebakaran, dan asurransi tenaga kerja. Perkembangan di bidang
teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari ancaman
kegagalan peluncuran dan berfungsinya satelit, sehingga perlu diasuransikan. Hal
ini pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal

7
Ibid, hal.4
8
Ibid.
9
Ibid.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


4
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

masuk garis orbit. Karena kegagalan tersebut Indonesia mengklaim dan mendapat
ganti kerugian dari perusahaan asuransi yang bersangkutan.10
Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi
masyarakat. Makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat, makin mampu
masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan
keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat,
maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian,
usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang
berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa,
dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai
asuransi sosial bukan didasarkan pada perjanjian, melainkan diatur dengan
undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsory insurance).11

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Pengertian Asuransi

1. Istilah
Di indonesia dikenal dua istilah yaitu pertanggungan dan asuransi.
Asalnya, dari bahasa Belanda, verzekering dan asurantie. Kalau dalam bahasa
Inggris yaitu assurance dan insurance. KHUD dan UU no. 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian tidak membakukan istilah tersebut. Keduanya memakai rumusan
pertanggungan atau asuransi.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam
perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah Perasuransian berasal
dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindugan atas suatu objek
dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila asuransi diberi kata
imbuhan per-an, maka munculah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti
segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan dengan
asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu:12

10
Ibid, hal.5
11
Ibid.
12
Ibid.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


5
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

a. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance


business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan
Asuransi (insurance company)
b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang
asuransi (complimentary insurance business). Perusahaan yang menjalankan
usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang Asuransi
(complimentary insurance company).

2. Pengertian
Menurut pasal 246 KUHD, Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu
evenemen atau peristiwa tidak pasti.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian:13
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana”.
Rumusan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian ternyata lebih luas kalau dibandingkan dengan rumusan Pasal 246
KUHD karena tidak hanya meliputi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa.

13
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 angka 1.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


6
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

Hal ini bisa diketahui dari kata-kata pada huruf b yang menyebutkan, yaitu
“memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.
Dengan demikian objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga
juwa/raga manusia. Rumusan pasal ini juga mengandung kesesuaian dengan
rumusan Pasal 41 New York Insurance Law.
“Perasuransian” menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian dikenal yang namanya Usaha Perasuransian dan Perusahaan
Perasuransian. Berikut ini beberapa pengertian berkaitan dengan Perasuransian
sesuai dengan Undang-undang ini, yaitu;
a. Usaha Perasuransian adalah “segala usaha menyangkut jasa
pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko,
pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah,
konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau
reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi
syariah”.14
b. Perusahaan Perasuransian adalah “perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi,perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan
perusahaan penilai kerugian asuransi”. 15
c. Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan
asuransi jiwa.16
d. Perusahaan asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah
dan perusahaan asuransi jiwa syariah.17
a. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang
memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita

14
Ibid, Pasal 1 angka 4.
15
Ibid, Pasal 1 angka 14.
16
Ibid, Pasal 1 angka 15.
17
Ibid, Pasal 1 angka 16

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


7
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang


tidak pasti.18
b. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa
penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang
polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung
meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang
polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang
diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.19
c. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko
yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau
perusahaan reasuransi lainnya.20
d. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko
berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi
dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti.21

3. Perbandingan Rumusan
Bisa dikemukakan perbandingan rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan Pasal 246 KUHD
sebagai berikut :
1) Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 meliputi asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat
“penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan”. Asuransi jiwa
dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan

18
Ibid, Pasal 1 angka 5.
19
Ibid, Pasal 1 angka 6.
20
Ibid, Pasal 1 angka 7.
21
Ibid, Pasal 1 angka 8.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


8
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada


hidupnya tertanggung”. Bagian ini tidak ada dalam definisi Pasal 246 KUHD.
2) Definisi dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 secara eksplisit
meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Hal ini terdapat dalam
bagian kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”. Bagian ini
tidak ada dalam definisi Pasal 246 KUHD.
3) Definisi dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 mencakup objek
asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang
dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terkandung
dalam definisi Pasal 246 KUHD.
4) Definisi dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 mencakup evenemen
yaitu peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan
peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak
ada dalam definisi Pasal 246 KUHD.

Dari Definisi tersebut bisa dikemukakan Unsur-Unsur Asuransi sebagai


berikut:22
(1) Pihak-Pihak
Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu Tertanggung dan
Penanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan
Tertanggung merupakan pendukung kewajiban dan hak. Penanggung
wajib menanggung resiko yang dialihkan kepadanya dan berhak
memperoleh pembayaran premi. Sedangkan Tertanggung wajib
membayar Premi dan berhak mendapatkan penggantian apabila timbul
kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.
(2) Status Para Pihak
Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, bisa
berbentuk Perseroan terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau
Koperasi. Tertanggung bisa berstatus sebagai Perseorangan, Persekutuan,
atau Badan Hukum, baik sebagai perusahaan atau bukan perusahaan.
Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas
harta yang diasuransikan.
22
Abdul Kadir, Op.cit., hal.8

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


9
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

(3) Objek Asuransi


Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat
dapat benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.
Melalui objek asuransi itu terdapat tujuan yang ingin didapatkan oleh para
pihak. Penanggung punya tujuan ingin medapatkan sejumlah premi
sebagai imbalanpengalihan risiko. Tertanggung punya tujuan yaitu bebas
dari risiko dan mendapatkan penggantian apabila timbul kerugian atas
harta miliknya.
(4) Peristiwa Asuransi
Peristiwa asuransi merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa
persetujuan atau kesepakatan bebas antara Penanggung dan Tertanggung
tentang objek asuransi, yaitu peristiwa tidak pasti (evenemen), yang
mengancam benda asuransi, disertai syarat-syarat yang berlaku dalam
asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas itu dibikin dalam bentuk
tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini adalah satu-satunya alat
bukti yang dipakai untuk membuktikan bahwa sudah terjadi asuransi.
Pasal 255 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) menyebutkan
bahwa Pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta,
yang bernama Polis.
(5) Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang berlangsung antara Penanggung dan Tertanggung
merupakan keterikatan (legally bound) yang timbul karena ada persetujuan
atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara
sukarela dari Penanggung dan Tertanggung untuk melaksanakan
kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal
balik). Hal ini berarti, sejak tercapainya kesepakatan asuransi, tertanggung
terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada Penanggung, dan pada
saat yang sama Penanggung menyanggupi pengalihan risiko. Apabila
terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, maka
Penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis
asuransi. Akan tetapi apabila tidak terjadi evenemen premi yang sudah
dibayar oleh Tertanggung tetap menjadi milik Penanggung.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


10
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

Tujuan Pembelajaran 1.3:


Risiko dan Pengalihan Risiko

1. Risiko
Pengertian risiko secara umum adalah kemungkinan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri
perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugiaan keuangan atau
kemungkinan terjadinya kerugian. Ketidakpastian dan peluang kerugian ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal seperti ketidakpastian
ekonomis,ketidakpastian yang berkaitan dengan alam, ketidakpastian terjadinya
perang, pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.
Dalam kehidupan manusia, sadar atau tidak pasti menghadapi risiko.
Sebagaimana dikemukakan oleh Agus Prawoto, risiko dapat berasal dari beberapa
hal yang tidak diharapkan, namun dari suatu kemungkinan (probability). Hanya
saja, seberapa besar risiko yang akan dihadapi oleh orang yang bersangkutan
sangat tergantung dari aktifitas yang dilakukan. Demikian juga dalam bidang
bisnis, hampir bisa dipastikan tidak ada bisnis yang bebas dari risiko, misalnya
tempat usaha kebakaran, pengelola usaha atau karyawan mendapat kecelakaan
atau bahkan mungkin meninggal dunia.23
Bisa jadi beberapa di antara risiko tersebut penyebabnya sudah dapat
diduga. Untuk itu bagaimana mencegah terjadinya risiko tersebut sedapat
mungkin sudah dipersiapkan dengan baik. Akan tetapi ada pula di antara risiko
tersebut penyebabnya tidak terduga sebelumnya, tiba-tiba muncul begitu saja.
Akibat dari terjadinya peristiwa tersebut dapat menimbulkan kerugian , baik
materiil maupun immateriil, misalnya kehilanggan orang yang dicintai atau
seseorang yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah,
kehilangan harta benda. Timbulnya kerugian inilah yang acapkali menimbulkan
masalah baru bagi yang mendapatkan musibah.24
Mencermati terhadap adanya risiko dalam kontrak bisnis, pada umumnya
klausul asuransi selalu dicantumkan dalam kontrak bisnis. Bahkan sering juga
23
Sentosa Sembiring. 2014. Hukum Asuransi. Bandung: Nuansa Aulia, hal.1.

24
Ibid.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


11
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

ditemui biaya asuransi tersebut dimasukkan menjadi bagian dari harga penjualan
barang dan atau jasa. Artinya, harga yang ditawarkan sudah termasuk biaya
asuransi dan atau sebaliknya harga yang ditawarkan belum termasuk biaya
asuransi.25
Masalah lain dapat terjadi, objek transaksi masih dalam tahap produksi.
Dalam kondisi seperti ini, risiko yang dihadapi oleh produsen bukan hanya risiko
terhadap musnahnya barang saja, akan tetapi dapat pula terjadi risiko tempat
usaha terbakar dan bahkan risiko terhadap tenaga kerja, misalnya sakit,
kecelakaan, jaminan hari tua dan meninggal dunia. Risiko seperti ini tentunya
sulit dihindari. Seperti apa yang dikemukakan oleh Tarsius Tarmudji:26
“Dalam perusahaan, baik pada saat awal maupun saat berjalannya perusahaan
sudah menampakkan kemungkinan risiko yang akan dihadapi, untuk itu
diperlukan suatu upaya awal di dalam mengantisipasi berbagai risiko yang
mungkin terjadi dalam menjalankan usaha.”

2. Pengalihan Risiko
Dalam menghadapi risiko, risiko tersebut dikelola sedemikian rupa
sehingga kerugian yang mungkin timbul dapat diminimalisir sekecil mungkin.
Untuk memahami makna dari risiko, para ahli mencoba menguraikan tentang
konsep risiko, antara lain:27
a. R. Subekti dan Tjitrosudibio, mengemukakan:
“Risiko, risico (Bld), risk (Ing), kewajiban menanggung atau memikul
kerugian sebagai akibat sesuatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa
barang yang menjadi objek perjanjian.”

b. Soeisno Djojosoedarso, mengemukakan:


“Risiko dapat dibagi, antara lain karena sifatnya:
1) Risiko yang tidak disengaja (risiko murni), yakni risiko yang apabila
terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja,
misalnya kebakaran atau bencana alam.
2) Risiko yang tidak disengaja (risiko spekulatif), yakni risiko yang sengaja
ditimbulkan oleh orang yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian
memberikan keuntungan kepadanya, misalnya utang-piutang.

25
Ibid, hal.2.
26
Tarsius Tarmudji, 1996. Manajemen Risiko Dunia Usaha, Yogyakarta: Liberty, hal.17.
27
Sentosa Sembiring, Op.cit., hal.3.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


12
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

3) Risiko fundamental, yakni risiko yang penyebabnya tidak dapat


dilimpahkan kepada seorang dan yang menderita tidak hanya satu atau
beberapa orang saja, tetapi banyak orang, misalnya banjir.
4) Risiko Khusus, yaitu risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri
dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas.
5) Risiko dinamis, yaitu risiko yang timbul karena perkembangan dan
kemajuan masyarakat di bidang ekonomi, ilmu, dan teknologi.”

c. Emy Panggaribuan yang mengutip pendapat pendapat David L. Bichlehaupt,


mengemukakan:
“Upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengatasi suatu risiko,
yaitu sebagai berikut:
1) Menghindari, menyingkir, atau menjauh (avoidance) adalah suatu cara
menghadapi risiko. Seseorang yang menajauh atau menghindar dari suatu
pekerjaan, suatu benda yang mengandung risiko, berarti dia berusaha
menghindari risiko itu sendiri.
2) Mencegah (prevention). Dengan cara mencegah, suatu risiko mungkin
akan teratasi sehingga beberapa akibat yang jelek yang tidak dikehendaki
akan dapat dihindari.
3) Mengalihkan (transfer). Dengan modal ini, yakni cara mengalihkan risiko
dikandung pengertian bahwa seseorang yang mengahadapi risiko meminta
kepada orang lain untuk menerima risiko itu. Pengalihan risiko dilakukan
dengan suatu perjanjian. Termasuk dalam pengertian ini adalah
pertanggungan (asuransi).
4) Menerima (assumption or retention) dengan model ini berarti seseorang
sudah pasrah saja terhadap risiko yang ia tanggung. Hal ini bisa terjadi
karena bila suatu risiko yang dihadapi seseorang diperkirakan tidak begitu
besar atau jika usaha-usaha untuk menghindari, mencegah, mengalihkan
diperhitungkan lebih besar keuntungannnya maka orang akan
mengahadapi risiko tersebut.

d. H. Gunanto, mengemukakan, mengemukakan:


“Jenis-jenis risiko pada dasarnya dapat dibagi 2 (dua):
1) Risiko Murni, yakni risiko atau penyimpangan yang hanya
menimbulkan kemungkinan kerugaian saja; dan
2) Risiko Spekulatif, yakni risiko atau penyimpangan yang terjadi dapat
menguntungkan atau merugikan”.

Risiko bisa menimpa siapa saja baik orang pribadi maupun pelaku usaha.
Pada umumnya untuk pelaku usaha risiko tidak dikelola sendiri tetapi dialihkan ke

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


13
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

pihak lain yang dalam hal ini ke lembaga asuransi. Tarsius Tarmudji
mengemukakan:28
“Suatu risiko yang dialihkan kepada pihak lain secara ekonomis mempunyai arti
yang sangat penting. Artinya, apabila seseorang karana suatu hal menderita
kerugian maka ia tidak sedemikian saja jatuh. Dengan bantuan pihak yang
bersedia mengambil alih risikonya tadi maka orang tersebut dapat berdiri kembali
dan dapat dengan mudah untuk memulai usahanya kembali.”

Dewasa ini, fungsi asuransi tidak hanya sebagai lembaga proteksi saja atau
memberikan perlindungan terhadap objek asuransi, tetapi, melainkan juga sebagai
sarana investasi khususnya untuk asuransi sejumlah uang.
Mengapa perusahaan asuransi mau menerima risiko (pengalihan risiko)
yang dihadapai seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai pelaku usaha?
Untuk menjawab pertanyaan ini, menarik untuk mengikuti pandangan yang
dikemukakan oleh R.Santoso Poedjosoebroto: 29
“Asuransi merupakan sesuatu yg memerlukan pengetahuan teknis yang tinggi
dan pengalaman pula, selain itu masyarakat belum sadar berasuransi
(insurance minded)”.

Selanjutnya menurut Sri Redjeki Hartono, perusahaan asuransi mau


menerima risiko dengan pertimbangan sebagai berikut:30
1. Harus ada sejumlah risiko sejenis yang diasuransikan, sehingga berdasarkan
pengalaman dapat dihasilkan suatu harga rata-rata.
2. Harus ada kemungkinan untuk menghitung peluang terhadap kemungkinan
terjadinya kerugian.
3. Terjadinya kerugian harus secara kebetulan. Meskipun kerugian yang akan
terjadi dan frekuensinya dapat diukur dan dapat diramalkan sebelumnya, tetapi
kerugian yang spesifik harus tidak dapat diduga sebelumnya.
4. Ada kepentingan yang harus dilindungi. Perjanjian asuransi secara mendasar
mempunyai tujuan untuk melestarikan kepentingan dari pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Kemungkinan kerugian tidak boleh merupakan bencana. Kerugian yang
timbul tidak menimpa sejumlah besar orang atau kelompok.
Apa yang dikemukakan kedua pakar hukum asuransi tersebut di atas
cukup beralasan, karena asuransi sebagai suatu lembaga atau badan usaha

28
Tarsius Tarmudji, Op.cit., hal. 58.
29
R. Santoso Poedjosoebroto, 1969, Beberapa Aspekta Hukum Pertanggungan Jiwa di
Indonesia, Jakarta: Bharatara, hal.42.
30
Sri Redjeki Hartono, 1992, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar
Grafika, hal. 198.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


14
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

tentunya tidak dapat dilepaskan dari perhitungan bisnis. Untuk itu, dalam rangka
menerima risiko yang dialihkan oleh masyarakat, penganggug (perusahaan
asuransi) mendapatkan kontra prestasi berupa pembayaran premi dari nilai risiko
yang akan ditanggung.31

Tujuan Pembelajaran 1.4:


Landasan Hukum Asuransi/ Pengaturan Asuransi

Pasal 1774 KUHPerdata yang mengemukakan sebagai berikut :


“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak .
tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikianlah: persetujuan
pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang
pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Sri Redjeki Hartono: “meskipun dalam KUHPerdata perjanjian asuransi
atau perjanjian pertanggungan disebutkan sebagai perjanjian untung-untungan,
sebenarnya penerapan yang sama sekali tidak tepat, selain itu juga bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian asuransi itu
sendiri”.32
Lembaga Asuransi sebagai lembaga proteksi dapat dilihat pada :
a. Dalam KUHD
1) Buku I Bab IX Asuransi pada umumnya
2) Buku I Bab X : asuransi kebakaran, pertanian, dan asuransi jiwa
3) Buku II Bab IX : asuransi Laut, pertanian, asuransi bahaya perbudakan
4) Buku II Bab X : asuransi Pengangkuatan Darat, sungai Perairan

b. UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.


Apabila KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan,
karena melibatkan perjanjian antara dua pihak yang saling menimbulkan hak dan
kewajiban diantara keduanya secara timbal balik, maka pengaturan asuransi yang
lebih khusus lagi saat ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
31
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal.13.
32
Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hal. 81.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


15
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

Tentang Perasuransian yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 sebagai


pengganti undang-undang yang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yang lebih menitikberatkan pengaturan
asuransi dari segi bisnis dan publik administrative.
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
menyatakan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku maka Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3467) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun
semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467), dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Peraturan Pemerintah/PP Nomor
73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, PP No. 63
Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas PP No.73 Tahun 1992, PP No.39
Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992, PP
No.81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No.73 Tahun 1992 ).
Pengaturan dari segi bisnis dalam artian menjalankan bisnis perasuransian
harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.
Sedangkan pengaturan dari segi publik administratif dalam artian kepentingan
negara dan masyarakat tidak boleh dirugikan. Apabila hal ini dilanggar,
pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif
menurut Undang-Undang Perasuransian. .
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 ini memberikan pengaturan yang
sedikit berbeda dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan pengaturan yang ada
di dalam KUHD maupun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992. Hal tersebut
ditandai dengan penambahan pasal yang semula terdiri dari 28 (dua puluh
delapan) pasal menjadi 92 (sembilan puluh dua) pasal. Ruang lingkup usaha
perasuransian dalam undang-undang ini juga ditambah dengan pengaturan
mengenai Asuransi Syariah.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


16
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

c. Di luar KUHD dan UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.


1) UU No.33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang.
2) UU No.34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
3) UU No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4) UU No.23 Tahun 1964 Tentang Dana Pensiun
5) UU No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(UUSJSN).
6) UU No.24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UUBPJS).

Ketentuan di luar KUHD maupun di luar UU No.40 Tahun 2014 Tentang


Perasuransian yang terdapat pada Undang-Undang tersebut di atas mengatur
tentang Asuransi Sosial (Social Insurance). Adanya perhatian terhadap bidang
asuransi sosial ini tampaknya ada kaitannya dengan tujuan negara modern. Bagi
negara yang menganut faham Negara kesejahteraan (Welfare State), salah satu
yang menjadi indicator tercapainya tujuan Negara adalah tersedianya jaminan
sosial yang dimaksud, antara lain diberikan dalam bentuk asuransi sosial (Social
Insurance). Jaminan sosial yang dimaksud , setiap Negara mempunyai latar
belakang masing-masing. Sekalipun berbeda latar belakang munculnya jaminan
sosial yang dimaksud, akan tetapi jika dikaji lebih seksama, tujuan yang hendak
dicapai pada dasarnya adalah bagaimana memberikan jaminan sosial kepada
masyarakat. Untuk selanjutnya yang berkaitan dengan asuransi sosial akan
dibahas secara khusus dan terinci pada pertemuan berikutnya.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan secara singkat Sejarah dan Perkembangan Perasuransian!
2. Jelaskan Pengertian Hukum Asuransi!
3. Jelaskan tentang Risiko dan Pengalihan Risiko!
4. Jelaskan tentang Landasan Hukum Asuransi!

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


17
Modul Hukum Asuransi Program Studi Ilmu Hukum

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra


Aditya bakti
R. Santoso Poedjosoebroto, 1969, Beberapa Aspekta Hukum Pertanggungan Jiwa
di Indonesia, Jakarta: Bharatara
Sentosa Sembiring. 2014. Hukum Asuransi. Bandung: Nuansa Aulia.
Sri Redjeki Hartono. 1992. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta:
Sinar Grafika.
Tarsius Tarmudji, 1996. Manajemen Risiko Dunia Usaha, Yogyakarta: Liberty
Wirjono Prodjodikoro, 1987. Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT Intermasa
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
------------, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
------------, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang


18

Anda mungkin juga menyukai