PERTEMUAN 1
PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Perasuransian dan Pengaturannya.
1.1 Mempelajari Sejarah dan Perkembangan Perasuransian.
1.2 Mempelajari Pengertian Asuransi.
1.3 Mempelajari Risiko dan Pengalihan Risiko.
1.4 Mempelajari Landasan Hukum Asuransi.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Sejarah dan Perkembangan Perasuransian
1
Abdul Kadir Muhammad. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya
bakti, hal.1
dibangun ini mirip dengan bentuk asuransi kerugian. Uraian tersebut di atas
merupakan kesimpulan yang di dapat dari Scheltema dalam bukunya yang
berjudul Verzekeringsrecht.2
Kemudian Scheltema memberikan penjelasan bahwa pada masa Yunani
terdapat banyak orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah
Kota Praja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bunga setiap bulan
sampai wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya penguburan. Jadi,
perjanjian ini mirip dengan asuransi jiwa. Bedanya hanya pada pembayaran premi
dan santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan,
jika ada kematian atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung
memperoleh pembayaran dari penanggung. Pada pinjaman Pemerintah Kota Praja,
pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang serta biaya
penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.3 Perjanjian seperti ini terus
berkembang pada zaman Romawi hingga tahun ke-10 sesudah Masehi. Apabila
ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, maka akan diberi bantuan
biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara
tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.4
Perjanjian yang berkaitan dengan kematian muncul pada awal abad ke-13,
sebagian besar kapten kapal dan pedagang mengasuransikan hidupnya. Pada saat
itu asuransi jiwa dibatasi oleh lamanya pelayaran. Hal tersebut berlanjut pada
masa kekaisaran Romawai Kuno. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan
(collegium) yang dinamakan collegium cultorum dianae et antinoi. Setiap anggota
perkumpulan harus membayar uang pangkal sebesar 100 sesterti dan uang iuran
bulanan sebesar 5 asses sesterti . Apabila ada anggota yang meninggal maka
perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada
ahli warisnya sebesar 300 sesterti. Cara ini kemudian ditiru oleh mayarakat Roma
dengan cara mendirikan perkumpulan collegium lambaeisi. Dalam perkumpulan
tersebut setiap anggota diwajibkan menyetorkan uang pangkal dan iuran setiap
bulan dengan suatu ketentuan apabila salah satu anggota dinaikkan pangkatnya
maka ia akan diberikan uang sebesar 500 Dinnar untuk biaya pesta yang diadakan
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Ibid.
dalam rangka kenaikan pangkat tadi. Dua perkumpulan tadi mirip dengan suatu
asuransi jiwa secara saling menanggung (onderlinge levensverzekering) (Wirjono
Prodjodikoro, 1987, hal.15).
Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian
tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi
kerugian dan asuransi jumlah.
Pada abad pertengahan, di Inggris terdapat sekelompok orang yang
mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu ) perkumpulan yang disebut gilde.
Perkumpulan ini mengurusi kepentingan anggotanya dengan janji apabial ada
anggotanya yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang
diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggotanya. Perjanjian ini banyak
terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.5
Pada abad ke-13 dan ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang
pesat. Akan tetapi tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan
perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedangang untuk
mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui
laut. Inilah awal perkembangan asuransi laut. Untuk kepentingan melalui laut,
pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu,
sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan,
apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya
tidak usah dibayar kembali. Akan tetapi, apabila kapal dan muatannya tiba dengan
selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan
bunganya. Ini disebut bodemerij. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa bunga
yang dibayar itu seoah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang
berfungsi sebagai pihak yang menggung risiko kehilangan uang hilang dalam hal
terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang itu dianggap seolah-olah
sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.6
Sesudah abad Pertengahan perkembangan asuransi kerugian pada
pengangkutan laut berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal
countries) atau Eropa Barat, seperti Inggris pada abad ke-17, kemudian di
Perancis abad ke 18, dan terus ke negeri Belanda, Jerman, dan Denmark.
5
Ibid.
6
Abdul Kadir Muhammad, Op.cit, hal.3
7
Ibid, hal.4
8
Ibid.
9
Ibid.
masuk garis orbit. Karena kegagalan tersebut Indonesia mengklaim dan mendapat
ganti kerugian dari perusahaan asuransi yang bersangkutan.10
Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi
masyarakat. Makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat, makin mampu
masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan
keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat,
maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian,
usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang
berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa,
dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai
asuransi sosial bukan didasarkan pada perjanjian, melainkan diatur dengan
undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsory insurance).11
1. Istilah
Di indonesia dikenal dua istilah yaitu pertanggungan dan asuransi.
Asalnya, dari bahasa Belanda, verzekering dan asurantie. Kalau dalam bahasa
Inggris yaitu assurance dan insurance. KHUD dan UU no. 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian tidak membakukan istilah tersebut. Keduanya memakai rumusan
pertanggungan atau asuransi.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam
perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah Perasuransian berasal
dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindugan atas suatu objek
dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila asuransi diberi kata
imbuhan per-an, maka munculah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti
segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan dengan
asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu:12
10
Ibid, hal.5
11
Ibid.
12
Ibid.
2. Pengertian
Menurut pasal 246 KUHD, Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu
evenemen atau peristiwa tidak pasti.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian:13
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana”.
Rumusan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian ternyata lebih luas kalau dibandingkan dengan rumusan Pasal 246
KUHD karena tidak hanya meliputi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa.
13
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 angka 1.
Hal ini bisa diketahui dari kata-kata pada huruf b yang menyebutkan, yaitu
“memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.
Dengan demikian objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga
juwa/raga manusia. Rumusan pasal ini juga mengandung kesesuaian dengan
rumusan Pasal 41 New York Insurance Law.
“Perasuransian” menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian dikenal yang namanya Usaha Perasuransian dan Perusahaan
Perasuransian. Berikut ini beberapa pengertian berkaitan dengan Perasuransian
sesuai dengan Undang-undang ini, yaitu;
a. Usaha Perasuransian adalah “segala usaha menyangkut jasa
pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko,
pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah,
konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau
reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi
syariah”.14
b. Perusahaan Perasuransian adalah “perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi,perusahaan reasuransi syariah,
perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan
perusahaan penilai kerugian asuransi”. 15
c. Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan
asuransi jiwa.16
d. Perusahaan asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah
dan perusahaan asuransi jiwa syariah.17
a. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang
memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
14
Ibid, Pasal 1 angka 4.
15
Ibid, Pasal 1 angka 14.
16
Ibid, Pasal 1 angka 15.
17
Ibid, Pasal 1 angka 16
3. Perbandingan Rumusan
Bisa dikemukakan perbandingan rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan Pasal 246 KUHD
sebagai berikut :
1) Definisi dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 meliputi asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat
“penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan”. Asuransi jiwa
dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan
18
Ibid, Pasal 1 angka 5.
19
Ibid, Pasal 1 angka 6.
20
Ibid, Pasal 1 angka 7.
21
Ibid, Pasal 1 angka 8.
1. Risiko
Pengertian risiko secara umum adalah kemungkinan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri
perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugiaan keuangan atau
kemungkinan terjadinya kerugian. Ketidakpastian dan peluang kerugian ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal seperti ketidakpastian
ekonomis,ketidakpastian yang berkaitan dengan alam, ketidakpastian terjadinya
perang, pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.
Dalam kehidupan manusia, sadar atau tidak pasti menghadapi risiko.
Sebagaimana dikemukakan oleh Agus Prawoto, risiko dapat berasal dari beberapa
hal yang tidak diharapkan, namun dari suatu kemungkinan (probability). Hanya
saja, seberapa besar risiko yang akan dihadapi oleh orang yang bersangkutan
sangat tergantung dari aktifitas yang dilakukan. Demikian juga dalam bidang
bisnis, hampir bisa dipastikan tidak ada bisnis yang bebas dari risiko, misalnya
tempat usaha kebakaran, pengelola usaha atau karyawan mendapat kecelakaan
atau bahkan mungkin meninggal dunia.23
Bisa jadi beberapa di antara risiko tersebut penyebabnya sudah dapat
diduga. Untuk itu bagaimana mencegah terjadinya risiko tersebut sedapat
mungkin sudah dipersiapkan dengan baik. Akan tetapi ada pula di antara risiko
tersebut penyebabnya tidak terduga sebelumnya, tiba-tiba muncul begitu saja.
Akibat dari terjadinya peristiwa tersebut dapat menimbulkan kerugian , baik
materiil maupun immateriil, misalnya kehilanggan orang yang dicintai atau
seseorang yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah,
kehilangan harta benda. Timbulnya kerugian inilah yang acapkali menimbulkan
masalah baru bagi yang mendapatkan musibah.24
Mencermati terhadap adanya risiko dalam kontrak bisnis, pada umumnya
klausul asuransi selalu dicantumkan dalam kontrak bisnis. Bahkan sering juga
23
Sentosa Sembiring. 2014. Hukum Asuransi. Bandung: Nuansa Aulia, hal.1.
24
Ibid.
ditemui biaya asuransi tersebut dimasukkan menjadi bagian dari harga penjualan
barang dan atau jasa. Artinya, harga yang ditawarkan sudah termasuk biaya
asuransi dan atau sebaliknya harga yang ditawarkan belum termasuk biaya
asuransi.25
Masalah lain dapat terjadi, objek transaksi masih dalam tahap produksi.
Dalam kondisi seperti ini, risiko yang dihadapi oleh produsen bukan hanya risiko
terhadap musnahnya barang saja, akan tetapi dapat pula terjadi risiko tempat
usaha terbakar dan bahkan risiko terhadap tenaga kerja, misalnya sakit,
kecelakaan, jaminan hari tua dan meninggal dunia. Risiko seperti ini tentunya
sulit dihindari. Seperti apa yang dikemukakan oleh Tarsius Tarmudji:26
“Dalam perusahaan, baik pada saat awal maupun saat berjalannya perusahaan
sudah menampakkan kemungkinan risiko yang akan dihadapi, untuk itu
diperlukan suatu upaya awal di dalam mengantisipasi berbagai risiko yang
mungkin terjadi dalam menjalankan usaha.”
2. Pengalihan Risiko
Dalam menghadapi risiko, risiko tersebut dikelola sedemikian rupa
sehingga kerugian yang mungkin timbul dapat diminimalisir sekecil mungkin.
Untuk memahami makna dari risiko, para ahli mencoba menguraikan tentang
konsep risiko, antara lain:27
a. R. Subekti dan Tjitrosudibio, mengemukakan:
“Risiko, risico (Bld), risk (Ing), kewajiban menanggung atau memikul
kerugian sebagai akibat sesuatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa
barang yang menjadi objek perjanjian.”
25
Ibid, hal.2.
26
Tarsius Tarmudji, 1996. Manajemen Risiko Dunia Usaha, Yogyakarta: Liberty, hal.17.
27
Sentosa Sembiring, Op.cit., hal.3.
Risiko bisa menimpa siapa saja baik orang pribadi maupun pelaku usaha.
Pada umumnya untuk pelaku usaha risiko tidak dikelola sendiri tetapi dialihkan ke
pihak lain yang dalam hal ini ke lembaga asuransi. Tarsius Tarmudji
mengemukakan:28
“Suatu risiko yang dialihkan kepada pihak lain secara ekonomis mempunyai arti
yang sangat penting. Artinya, apabila seseorang karana suatu hal menderita
kerugian maka ia tidak sedemikian saja jatuh. Dengan bantuan pihak yang
bersedia mengambil alih risikonya tadi maka orang tersebut dapat berdiri kembali
dan dapat dengan mudah untuk memulai usahanya kembali.”
Dewasa ini, fungsi asuransi tidak hanya sebagai lembaga proteksi saja atau
memberikan perlindungan terhadap objek asuransi, tetapi, melainkan juga sebagai
sarana investasi khususnya untuk asuransi sejumlah uang.
Mengapa perusahaan asuransi mau menerima risiko (pengalihan risiko)
yang dihadapai seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai pelaku usaha?
Untuk menjawab pertanyaan ini, menarik untuk mengikuti pandangan yang
dikemukakan oleh R.Santoso Poedjosoebroto: 29
“Asuransi merupakan sesuatu yg memerlukan pengetahuan teknis yang tinggi
dan pengalaman pula, selain itu masyarakat belum sadar berasuransi
(insurance minded)”.
28
Tarsius Tarmudji, Op.cit., hal. 58.
29
R. Santoso Poedjosoebroto, 1969, Beberapa Aspekta Hukum Pertanggungan Jiwa di
Indonesia, Jakarta: Bharatara, hal.42.
30
Sri Redjeki Hartono, 1992, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar
Grafika, hal. 198.
tentunya tidak dapat dilepaskan dari perhitungan bisnis. Untuk itu, dalam rangka
menerima risiko yang dialihkan oleh masyarakat, penganggug (perusahaan
asuransi) mendapatkan kontra prestasi berupa pembayaran premi dari nilai risiko
yang akan ditanggung.31
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan secara singkat Sejarah dan Perkembangan Perasuransian!
2. Jelaskan Pengertian Hukum Asuransi!
3. Jelaskan tentang Risiko dan Pengalihan Risiko!
4. Jelaskan tentang Landasan Hukum Asuransi!
D. DAFTAR PUSTAKA