Anda di halaman 1dari 95

PELAJARAN : ASURANSI SYARIAH

KELAS : ESY V B
KELOMPOK 1

SEJARAH ASURANSI : BARAT, ISLAM dan INDONESIA

1. PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH


Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min (penanggung disebut
mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min) yang
mempunyai arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dari rasa
takutdan islamic insurance (bahasa Inggris).Sedangkan asuransi syariah atau
takaful secara bahasa berasal dari kafala-yakfulu-kafalatan, artinya
menanggung.Menurut al-Fanjari asuransi syariah diartikan dengan
tadhamun, takaful, at ta’min dengan pengertian saling menanggung atau
tanggung jawab sosial.
Menurut Gemala Dewi, istilah yang sering digunakan dalam
praktiknya atau lebih populer yang digunakan dibeberapa negara termasuk
Indonesia adalah istilah takaful. Istilah takaful pertama kali digunakan oleh
Daar al Mal al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang
berdiri tahun 1983.
Kata takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko
di antara sesama orang sehingga antara satu orang dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini
didasarkan atas dasar tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ (dana ibadah), sumbangan,
derma yang ditujukan untuk menanggung risiko.
Di Indonesia asuransi syariah belum mempunyai payung hukum,
sehingga masih berpayung pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992.
Karena masih berpayaung pada aturan asuransi konvensional, maka
pengertian tentang asuransi yang berprinsip syariah sendiri dianggap kurang
diakomodasi di dalamnya.

1
Dalam ensiklopedi hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah
transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain bekewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.1
Pengertian lebih spesifik terdapat dalam Fatwa DSN Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah
akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba,
zhulm (penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat.2

2. SEJARAH ASURANSI DI BARAT


Sejarah asuransi dimulai melalui bidang perdagangan antara
pedagang Babilonia dan Tiongkok. Jenis asuransi yang mereka
gunakan pada saat itu dikhususkan pada barang dagangan
mereka.Yang mana jaminan yang diberikan adalah perlindungan risiko
barang hilang di tengah laut atau dirampok. Catatan sejarah asuransi
pada sebelum masehi ini sudah terekam pada suatu dokumen yang
bernama Kode Hammurabi pada tahun 1750 SM.Dokumen tersebut
menjelaskan metode penjaminan asuransi untuk pertama kali terhadap
barang dagangan mereka.Pada saat itu pula, penjamin barang tersebut
masih diserahkan kepada pihak notaris.
Selama zaman kuno mulai berevolusi, jenis-jenis asuransi semakin
dikembangkan oleh bangsawan Romawi dan Yunani.Di antaranya
adalah asuransi kesehatan dan jiwa.Inisiasi ini sudah diadakan dari

1
Dahlan dkk. (editor), Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, 3 dan 5, Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.

2
Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.

2
tahun 600 SM.  Yang mana konsepnya berupa santunan kepada
anggota keluarga apabila ada yang meninggal dunia.Contoh, santunan
berupa biaya pemakaman.3
a. Lahirnya perusahaan asuransi pertama di dunia
Sejarah asuransi yang berkembang pada tahun-tahun
berikutnya terjadi di negara Inggris. Tepatnya di London, berdiri
perusahaan asuransi pertama di dunia.
Didirikan pada tahun 1688, perusahaan tersebut muncul dari
sebuah kedai kopi kecil yang bernama Edward Lloyd’s yang
namanya dipakai sebagai nama perusahaan asuransi pertama di
dunia. Perusahaan asuransi itu menawarkan produk asuransi
dagang yang melindungi pergerakan ekspor dan impor kapal kargo
melalui jalur laut.Sistem jaminan asuransi ini tergolong sangat
sederhana karena selama kapal yang mengangkut barang dagang
tersebut tidak terjadi apa-apa, pihak kapal tetap mendapatkan uang
premi mereka.
Sementara itu di benua lain, misalnya Amerika Serikat,
perusahaan asuransi pertama yang dibangun pada saat itu adalah
Philadelphia Contributionship for the Insurance of Houses from
Loss by Fire. Perusahaan ini didirikan Presiden Amerika Serikat
pada saat itu, yaitu Benjamin Franklin beserta beberapa rekannya
pada tahun 1752. Para kontributor akan menolak pemberian klaim
asuransi yang diajukan oleh nasabah jika rumah yang dibangun
tidak sesuai dengan standar bangunan yang sangat ketat.Hingga
saat ini, perusahaan asuransi penanggulangan kebakaran ini masih
aktif hingga saat ini.

b. Perkembangan asuransi abad ke-20

Berkat Wright Bersaudara, penemu pesawat terbang pertama


di dunia, munculah terobosan produk baru. Produk tersebut adalah

3
Sula, Syakir, Ansuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta, Gema
Insani, 2004, Hlm 26

3
asuransi perjalanan pertama di dunia.Inisiasi ini dimulai dari James
Batterson yang menyatakan bahwa risiko bisa terjadi kapan saja
dan di mana saja.Akan tetapi asuransi perjalanan ini hanya
diperuntukkan untuk kelas I dan II saja.Jadi ada batasan khusus
antara orang yang mampu menaiki pesawat dan dianggap sangat
eksklusif.

Memasuki abad ke-20, sejarah asuransi semakin berkembang


lebih pesat dan semakin dibutuhkan oleh masyarakat dunia,
terutama pasca Perang Dunia I dan II. Pasca Perang Dunia II, dunia
sedang memasuki fase baby boom atau yang disebut juga ledakan
penduduk. 

Di Amerika Serikat, semua pasangan suami istri


mendapatkan perlindungan asuransi dengan persentase mencapai
90 persen. Meskipun ekonomi anjlok secara drastis, ada beberapa
perusahaan asuransi kembali bangkit dan mengembangkan produk-
produk asuransi mereka, seperti:

a) Allianz
b) Manulife
c) Cigna.

Perusahaan-perusahaan ini berkembang di negara masing-


masing dengan waktu cukup lama dan mereka berani melakukan
ekspansi pertama secara Internasional. Negara pertama yang paling
sering dituju adalah Tiongkok dan Hong Kong sebagai pusat
ekspansi pertama.Perusahaan asuransi Internasional ini membuat
banyak sekali terobosan produk yang cukup unik dan sangat
dibutuhkan masyarakat. Misalnya, asuransi kendaraan pribadi (roda
dua dan empat), asuransi kesehatan gigi, dan asuransi anak yatim
piatu.

c. Sejarah asuransi jiwa

4
Pertama kali asuransi jiwa muncul pada tahun 1583 – 1603 di
London. Orang yang pertama kali membeli polis asuransi jiwa
adalah William Gybbons yang membayar 80 Poundsterling untuk
mendapat pengganti sebesar 400 Poundsterling apabila dalam
waktu 1 tahun dia meninggal akibat wabah penyakit yang
menyerang kota London setiap lima tahun sekali. Kabar tersebut
kemudian menarik banyak orang dan pelaku industri untuk bergiat
di industri asuransi jiwa.Hingga pada tahun 1603, Pemerintah Kota
London menerbitkan Bill of Mortality yang menjadi dasar tarif
asuransi jiwa.Selanjutnya, industri asuransi jiwa semakin
berkembang.Berikut ini perkembangannya.
a) Tahun 1706: Beroperasi perusahaan asuransi jiwa
pertama The Amicable of London.
b) Tahun 1762: Muncul lagi perusahaan asuransi jiwa
modern The Equitable of London yang mengeluarkan
polis asuransi seumur hidup dengan premi tahunan yang
flat.
c) Tahun 1862: Tercatat telah berdiri 500 perusahaan
asuransi jiwa di Inggris dan terus berkembang ke
berbagai negeri termasuk Amerika Serikat.

Seperti perjalanan asuransi umum di Indonesia, begitu juga


yang terjadi pada asuransi jiwa di Indonesia yang muncul pada
masa penjajahan Belanda dan Jepang.Itulah kenapa terjadi
perubahan setiap masanya.4

3. SEJARAH ASURANSI ISLAM


Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak
dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam
menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang
4
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan Peradilan
Agama, cet 2, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014), Hlm 37

5
halal, walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di
masa Islam, akan tetapi dalam historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas
dari kehidupan pada masa Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-
prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut
dengan sitem aqilah.5
Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa
sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam,
merupakan suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak
zaman dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh
anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah
(diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh saudara
terdekat pembunuh tersebut yang disebut aqilah, harus membayar uang
darah atas nama pembunuh.
Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab
sebelum lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah
SAW atau pada masa awal Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara
kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem aqilah adalah sistem menghimpun
anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal
sebagai “kunz”.Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan
kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk
membebaskan hamba sahaya.
Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak
terlepas adanya asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum
terwujudnya asuransi syariah terdapat berbagai macan asuransi
konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh non muslim. Jika ditinjau
dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya
haram.Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional
mengadung unsur gharar, maysir dan riba. Pendapat ini disepakati oleh
banyak ulama terkenal seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar Universitas
Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili, Muhammad Bakhil al Muthi’ie
(Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun demikian
5
Sula, Syakir, Ansuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta, Gema
Insani, 2004, Hlm 27-28

6
karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari
mereka membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.
Di Malaysia pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya
haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972. Hal tersebut disampaikan
oleh Jawataan Kuasa Fatwa Malaysia, begitu juga dengan Jawatan Fatwa
Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang menyatakan bahwa asuransi
masa kini cara pengelolaan barat dan sebagian operasinya tidak sesuai
dengan operasi Islam.
Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram,
maka kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa
dihindari dari ketiga unsur yang diharamkan Islam.Berdasarkan hasil analisa
terhadap hukum atau syariat Isalam ternyata di dalam ajaran Islam memuat
substansi perasuransian.Asuransi yang termuat dalam substansi hukum
Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip operasional asuransi
dari unsur gharar, maisir dan riba.
Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang
diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan
asuransi yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah.Perusahaan
yang mewujudkan asuransi syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam,
namun juga berbagai perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha
asuransi syariah.6
Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di
negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi
yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar
dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic
Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syarian
islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. Di Arab
Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh berdirinya
dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg
dll.Sampai akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad

6
Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004, Hlm 55

7
tahun 1983. Di Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun
1994 seiring dengan diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang
kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Syarikat Takaful
Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Asuransi
Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi Takaful Umum pada
tahun 1995.
Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah
sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin
kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991. Dengan
beroperasinya bank-bank syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya
jasa asuransi yang berdasarkan syariah pula. Berdasatkan pemikiran tersebut
ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993
melalui yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI)
dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian
asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful
Indonesia (TEPATI).
TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari
berdirinya asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi
Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi
kerugian). Pendirian dua perusahaan asuransi tersebut dimaksudkan untuk
memenuhi pasal 3 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi
kerugian harus didirikan secara terpisah.
Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi
yang berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat
takaful malaysia sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai
dengan 10 September 1993. Hasil studi banding ini diseminarkan di Jakarta
pada tanggal 19 Oktober 1993 yang merekomendasikan untuk segera
dibentuk Asuransi Takaful Indonesia. Kemudian TEPATI merumuskan dan
menyusun konsep asuransi takaful serta mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi.Akhirnya tanggal
23 Agustus 1994, Asurandi Takaful Indinesia berdiri secara resmi.Pendirian

8
ini dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin
operasionalnya diperoleh dari Departemen Keuangan melalui surat
Keputusan nomor Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.7
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan
terlambat dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri.
Pada akhir abad ke 20 negara non muslim telah membuka perusahaan
asuransi yang bernuansa Islam seperti Turki dengan berdirinya perusahaan
Ihlas Sigarta As (1993),. Asutralia dengan berdirinya Takaful Australia
(1993), Bahamas dengan berdirinya perusahaan asuransi Islam Takaful &
Re-Takaful (1993), Ghana dengan berdirinya Asuransi Metropolitan
Insurance Co. Ltd. (1993), dll.
Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh
beroperasi sebagai perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi
Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum dan Asuransi Mubarakah.
Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka
cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta, beringin Life, Bumi
Putra, Dharmala dan Jasindo.
Perkembangan asuransi syariah di masa yang diharapkan akan terus
berkembang, seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia,
khususnya di Indonesia. Meskipun perusahaan syariah di Indonesia masih
terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang
sebagian besar beragama Islam, diharapkan di waktu yang akan datang
produk-produk asuransi yang bernilai syariah dapat tumbuh dan
berkembang secara baik. Diharapkan pula, ada perusahaan asuransi
konvensional dalam operasionalnya kepada prinsip syariah yang
mendasarkan operasionalnya kepada prinsip tolong-menolong dan kejujuran
yang sempurna.8
1. Landasan Hukum Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai beberapa dasar hukum, yang akan
diuraikan sebagai berikut:
7
Ibid, Hlm 39
8
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah Di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007, Hlm 87

9
 Al-Quran
Praktik asuransi syariah tidak disebutkan secara tegas dalam
al-Qur’an, tidak ada sebuah ayat pun secara nyata menjelaskan
tentang praktik asuransi. Al-Qur’an hanya mengakomodasi
beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada
dalam praktik asuransi seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja
sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa
kerugian yang diderita di masa yang akan datang. Dengan hal ini,
praktik asuransi tidak dilarang dalam syariat Islam, karena prinsip
dalam praktik asuransi dalam Islam adalah mengajak kepada
kebaikan manusia. Ayat-ayat al-Quran yang dimaksud adalah:
Al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2, Allah berfirman yang
artinya:
“.... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Ayat itu memuat perintah tolong-menolong antara sesama
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam bidang asuransi
para nasabah diharapakan dapat memberikan sebagian uang yang
dimilikinya untuk digunakan sebagai dana sosial (tabarru’) yang
digunakan untuk menolong salah satu anggota asuransi yang
mengalami musibah.
 Hadits
Hadits yang diriwayatakan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan
Tirmidzi dari Amir bin ‘Auf, sebagai berikut:

“perjanjian itu boleh bagi orang Islam kecuali perjanjian


yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram
dan orang Islam itu wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka
kemukakan kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram”.

10
Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.yang artinya

“barangsiapa yang melepaskan dari seseorang muslim suatu


kesulitan di dunia, Allah SWT akan melepaskan kesulitan darinya
pada hari kiamat dan Allah SWT senantiasa menolong hamba-Nya
selama ia (suka) menolong saudaranya”.

Dalam hadits tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling


membantu antara sesama muslim di dunia ini dengan
menghilangkan kesukaran hidup yang dideritanya. Bagi yang
berkelebihan hartanya dianjurkan untuk membantu orang-orang
yang berada dalam kesulitan dan apabila ini dilakukan maka Allah
SWT akan mempermudah urusan dunia dan akhirat baginya.
Daalam kaitan dengan asuransi hadits ini terlihat adanya anjuran
agar melaksanakan pembayaran premi asuransi dalam bentuk
pembayaran dana sosial (tabarru’) yang akan digunakan untuk
membantu dan mempermudah urusan bagi orang/anggota yang
mendapatkan musibah dan bencana.9

4. SEJARAH ASURANSI DI INDONESIA


Sejarah berdirinya asuransi di Indonesia tidak terlepas dari semakin
berkembangnya bisnis pemerintah kolonial Belanda pada sektor perkebunan
dan perdagangan.Pada masa tersebut perkebunan rempah-rempah, tembakau
dan kelapa sawit yang menjadi ciri khas tanaman di Indonesia tumbuh pesat.
Pemerintah Belanda merasa perlu untuk menjamin kelangsungan bisnis
mereka bisa berjalan dengan baik dan mendapatkan perlindungan terhadap
resiko mulai dari proses panen sampai dengan pengiriman hasil panen
tersebut ke negara mereka. Secara umum perkembangan asuransi di
Indonesia dibagi menjadi 2 tahap penting yaitu zaman penjajahan dan
zaman kemerdekaan
 Sejarah perkembangan asuransi pada masa penjajahan

9
Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004, Hlm 57

11
Pada masa penjajahan Belanda, untuk menunjang bisnis
perkebunan dan perdagangan, mereka mendirikan perusahaan asuransi
kerugian pertama di Indonesia yaitu Bataviasche Zee End Brand
Asrantie Maatschappij pada tahun 1853 dengan perlindungan utama
terhadap resiko kebakaran dan asuransi pengangkutan. Setelah itu
berdiri ada 2 jenis perlindungan asuransi yang terdiri dari asuransi.
Untuk itulah mereka mendirikan perusahaan asuransi pertama di
Indonesia dengan nama.
Lahirnya asuransi di Indonesia pertama kali didirikan oleh orang
Belanda dengan nama Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En
Liefrente Maatschappij (NILMIY) dengan mengadopsi perusahaan
Asuransi Belanda yaitu De Nederlanden Van 1845. Kelak dikemudian
hari setelah Indonesia merdeka, asuransi ini diambil alih Pemerintah
Indonesia dan berganti nama menjadi PT. Asuransi Jiwasraya .Disusul
berikutnya oleh Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912 pada tahun 1912.
Secara umum asuransi pada masa penjajahan dibagi menjadi 2
kategori:
1) Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
2) Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari
Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda,
Inggris dan di negeri lainnya.
3) Sejarah perkembangan asuransi setelah masa kemerdekaan10

 Pada masa setelah kemerdekaan, ada 2 tahap penting perkembangan


asuransi di Indonesia yaitu:
1) Nasionalisasi Perusahaan asuransi asing
Perusahaan asuransi peninggalan penjajah Belanda yang
dinasionalisasi adalah NV Assurantie Maatshappij De
Nederlandern dan Bloom Vander EE tahun 1845 menjadi
PT Asuransi Bendasraya. Selain itu Asuransi De

10
Sula, Syakir, Ansuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta, Gema
Insani, 2004, Hlm 30

12
Nederlanden Van 1845 dinasionalisasi menjadi PT.
Asuransi Jiwasraya
2) Pendirian dan penggabungan perusahaan asuransi baru
Pada masa kemerdekaan ada 2 langkah penting
pemerintah terkait perkembangan asuransi di Indonesia
yaitu penggabungan asuransi PT Asuransi Bendasraya yang
bergerak dalam asuransi rupiah dan PT Umum Internasional
Underwriters (PT UIU) yang bergerak dalam asuransi
valuta asing menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia atau lebih
dikenal dengan nama Asuransi Jasindo. Selain
penggabungan asuransi, pemerintah juga mendirikan
beberapa perusahaan asuransi baru untuk menunjang
kesejahteraan masyarakat yaitu:
 Asuransi Jasa Rahardja untuk melindungi masyarakat
dari resiko kecelakaan lalu lintas
 Perum Taspen untuk Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri
 Perum Asabri untuk anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
 Jamsostek, yaitu asuransi kecelakaan tenaga kerja
perusahaan swasta

 Sejarah perkembangan asuransi modern di Indonesia

Perkembangan asuransi modern di Indonesia dimulai dengan semakin banyaknya


perusahaan asuransi yang berdiri di awal tahun 1980-an.
Beberapa diantaranya seperti AIA Financial, Allianz, Avrist AXA
Mandiri, CIGNA, Prudential, dan Asuransi Sinar Mas hadir dan
menawarkan berbagai macam produk perlindungan dan bahkan
investasi. Hal ini semakin menambah alternative pilihan bagi
masyarakat untuk medapatkan perlindungan terhadap resiko
seperti yang diharapkan. Di sisi lain pemerintah juga semakin
tanggap dengan kebutuhan masyarakat akan perlindungan
sehingga mulai tahun 2014 ini lahir Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai

13
gabungan fungsi dan peran dari Jamsostek dan Askes pada
periode sebelumnya

KELOMPOK 2

ASURANSI SYARIAH
A. Pengertian AsuransiSyariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris insurance yang
mempunyai arti: (a) asuransi, dan (b) jaminan. Asuransi dalam kamus besar
bahasa Indonesia sama dengan pertanggungan. Menurut Wirjono
Prodjodikoro adalah persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada
pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
penggantian kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin
karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
Pengertian asuransi syariah adalah sebuah upaya untuk saling
tolong menolong dan melindungi antar pemegang polis. Asuransi syariah
adalah sebuah usaha untuk saling tolong menolong di antara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi berbentuk aset. Kemudian memberikan
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad sesuai
syariah islam. Hal tersebut merupakan pengertian asuransi syariah
menurut Dewan Syariah Nasional.11
Dalam bahasa Arab asuransi syariah mempunyai beberapa
padanan, yaitu (1) takaful, (2) ta’min, dan (3) tadhamun. Dari ketiga istilah
di atas maka akan diuraikan sebagai berikut :
1. Takaful
Secara bahasa takaful berarti menolong, mengasuh, memelihara,
memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam
fiqhmu’amalah takaful adalah saling memikul resiko di antara sesama
muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung
atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko dilakukan atas dasar saling
tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orangmengeluarkan
dana kebajikan ( tabarru’ ) yang ditujukan untuk menanggung resiko
tersebut.
2. Ta’min
Secara bahasa ta’min berarti memberi perlindungan, ketenangan,
rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Secara istilah Ta’min

11
Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Historis,
Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004.Hlm 35-37

14
adalah seseorang yang membayar atau menyerahkan sejumlah uang secara mencicil dengan
maksud, ia dan ahli warisnya akan mendapat sejumlah uang sebagaimana
perjanjian yang telah disepakati dan/atau orang itu mendapat ganti rugi
atas hartanya yang hilang.
Tujuan pelaksanaan ta’min adalah menghilangkan rasa takut atau
was-was dari sesuatu kejadian yang tidak dikehendaki yang akan
menimpanya, sehingga dari adanya jaminan dimaksud, maka rasa
takutnya hilang dan merasa terlindungi.
3. At - Tadhamu n
Secara bahasa tadhamun berarti menanggung. Secara istilah
berarti seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang yang ditanggung
berupa pengganti (sejumlah uang atau barang) karena adanya musibah
yang menimpa tertanggung, dengan tujuan untuk menutupi kerugian atas
suatu peristiwa dan musibah.

Sedangkan menurut UU Nomor 40 tahun 2014, asuransi syariah


adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara
perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara
para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan
prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara :
1. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau ;
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 12

B. Dasar Hukum Asuransi Syariah


Salah satu hal terpenting dalam asuransi syariah adalah adanya
nilai-nilai spiritual yang harus dipahami dan dilaksanakan secara
bersama-sama oleh peserta asuransi syariah dan perusahaan pengelola

12
Barakatullah, Abdul Halim, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia,
Bandung: Penerbit Nusa Media, 2011. Hlm 43

15
asuransi syariah bahwa ada campur tangan illahi sehingga harus
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secarakomprehensif, akuntabel,
transparansi dan kredibilitas penuh.
Hukum Asuransi Syariah dalam Agama Islam dan Sesuai Al Quran
Dalam Al Quran dan Hadits, hukum asuransi berbasis syariah dan
penerapannya terdapat dalam beberapa ayat, yaitu:

Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran.”

An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah
yang mereka khawatir terhadap mereka.”

HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang


muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan
darinya pada hari kiamat.”
Hukum Asuransi Syariah Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Awalnya, hukum asuransi konvensional bertentangan dengan


syariat Islam. Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia pada 2001
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa asuransi berbasis syariah
diperbolehkan dalam ajaran Islam. Adapun fatwa MUI yang
menegaskan kehalalan asuransi syariah dalam bentuk PDF antara lain:

1) Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum


Asuransi Syariah
2) Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah pada Asuransi Syariah
3) Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil
Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
4) Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada
Asuransi Syariah
Pada saat ini masalah kekhawatiran, keamanan, risiko jiwa dan
harta, serta perlunya asuransi merupakan isu yang sangat menyibukkan
pikiran manusia karena cukup banyak orang yang dilanda ketakutan,
kegelisahan memikirkan keselamatan diri, keluarga, dan harta benda yang
mereka miliki. Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila ada orang yang
mencoba meminimalisir risiko jiwa dan harta benda yang mereka miliki.

16
Dalam rangka meminimalisasi risiko kerugian tersebut, muncullah
berbagai perusahaan asuransi yang menawarkan rasa aman dari berbagai
ketakutan dan kekhawatiran. Pendapat Abu Zahrah yang dikutip oleh
Husain Syahatah, asuransi kolektif (ta`āwun) adalah halal. Menurutnya,
asuransi jenis ini merupakan implementasi sikap tolong-menolong dalam
kebajikan dan ketakwaan yang diperintahkan Allah.11 Dalam al-Qur’an
Surat al-Ma’idah ayat 2 Allah berfirman: “…Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
Menurut Husaini, tolong-menolong juga berlaku dalam asuransi
kolektif swadaya yang bersifat sukarela maupun asuransi kolektif
pemerintah yang bersifat harus. Sebab, pada hakikatnya ia adalah firma
bersama milik para penggunanya, mereka sama-sama menjadi penanggung
sekaligus tertanggung asuransi. Syaratnya, dana yang diperoleh halal dan
tidak mengandungsyubhat. Di samping itu model asuransi seperti ini juga
pernah diterapkan pada awal Islam dalam bentuk persaudaraan antara
kaum Muhajirin dan Anshar
Menurut hukum Islam, asuransi diperbolehkan asal praktik yang
dilakukan seperti akadnya, pengelolaan dana, investasi dana, kepemilikan
dana, unsur preminya, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan teknik
operasionalnya tetap berlandaskan pada al-Qur’an dan alSunnah. Masalah
ini harus benar-benar diperhatikan karena prinsip-prinsip umum dalam
mu’āmalah juga melandasi asuransi Islam.13

C. Rukun dan Syarat Asuransi Syariah


Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafalah (asuransi) hanya ada satu, yaitu
ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan syarat
asuransi adalah sebagai berikut:
1. Kafi (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah
baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan
dengan kehendaknya sendiri.
2. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang
berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal

13
Dahlan dkk. (editor), Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, 3 dan Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 1996. Hlm 54

17
oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini
dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3. .Makful ’anhu, adalah orang yang berutang.
4. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat
diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.

Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu


akad, yaitu suatu tindakan yang dalam kewenangan dua pihak (nasabah dan
perusahaan asuransi). Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa terdapat
persyaratan dan larangan bagi sahnya suatu akad. Akad yang tidak
memenuhi salah satu dari persyaratan ini atau melanggar dari salah satu
larangan ini adalah batal. Adapun akad yang memenuhi semua persyaratan
dan tercegah dari semua larangan, maka akad itu adalah sah, meskipun akad
itu merupakan akad yang baru. Di antara sejumlah persyaratan itu misalnya:
1. Baligh (dewasa).
2. Berakal, sudah barang tentu setiap transaksi yang dilakukan oleh
orang yang kehilangan akal adalah tidak sah, maka perasuransiannya
pun batal.3
3. Ikhtiyar (kehendak bebas), tidak boleh ada paksaan dalam transaksi
yang tidak disukai.
4. Tidak sah transaksi atas suatu yang tidak diketahui. Syarat ini
terdapat di dalam seluruh transaksi. Tidak sah jual beli apabila barang
yang di jual tidak diketahui, dan tidak sah pembayaran harga atas
sesuatu yang tidak diketahui. Karena transaksi tersebut seperti
perjudian.5.
5. Tidak sah transaksi yang mengandung unsur riba.

D. Unsur Unsur Asuransi syariah


Unsur- Unsur dalam Asuransi Syariah Mengandung tiga unsur
yang harus dilaksanakan dan dua Unsur yang harus dihindari.

Unsur-unsur yang harus dilaksanakan yaitu


1. at-takaful(tolong-menolong),
Kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu, yang secara
etimologi berarti menjamin atau saling menanggung. Takaful
dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko

18
diantara sesama orang sehinggga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko
ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan
cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ dana
ibadah,sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung
risiko. Takaful dalam pengertian muamalah ditegakan diatas tiga
prinsip dasar. Tiga prinsip dasar itu adalah saling bertanggung
jawab, saling bekerja sama dan saling membantu, serta saling
melindung.

2. tabarru’(hibah/danakebajikan)
,sertaTabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’u-
tabarru’an, artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan, atau
derma. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang
kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan
berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang
yangdiberi.

3. akad
berasal dari bahasa arab yaitu al-‘aqad
yang berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan al-
ittifaq. Secara terminologyfiqih, akad didefinisikan sebagai
pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul
(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat yang
berpengaruh pada obyek perikatan. Rukun Akad terdiri dari
tiga yaitu:

1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (shighat al-‘aqd).

2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain).

3. Objek akad (al-mu’qud ‘alaih).

Akad dalam Asuransi Syariah


SemuaperusahaanasuransisyariahdiIndonesiamelakukanproseduras
uransidenganlandasanakan
sesuaidengansyariatIslam.Adapunbeberapaakadyangseringdigunakandala
masuransiberbasissyariahantaralain:

1.AkadTabarru’

19
Akadyangdimaksudadalahsetiappesertaakanmemberikanhibahberupapremimelaluidan.Dalamha
liniperusahaanasuransiberbasissyariahberfungsisebagaipengeloladanhiba
htersebut.

2.AkadTijarah
Akadyangdimaksudadalahakanantarapesertadenganperusahaandengantujuankomersial.

3.AkadWakalahbilUjrah
Akadyangdimaksudadalahpesertamenyerahkanpengelolaanuangkepadaperusahaanasuransiuntu
kmengeloladana.

4.AkadMudharabah
Akadyangdimaksudadalahmemberikankuasakepadaperusahaansebagaimudharibuntukmengelol
ainvestasidenganimbalanberupahasil(nisbah)sesuaidengankesepakatan.

UNSUR YANG DILARANG


 Gharar merupakan suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan
tidak
ada unsure kerelaan. Gharar terjadi apabila kedua belah pihak yaitu
peserta dan perusahaan asuransi saling tidak mengetahui apa yang
terjadi dimasa akan datang,
 Maisir menurut terminologi agama merupakan suatu transaksi yang
dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan
cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau
kejadian tertentu. Prinsip maisirdilarang dalam ajaran Islam, baik
itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja
atau tidak berperan sama sekali.
 Riba, Secara istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara batil. Riba dilarang dalam prinsip
muamalat dalam Islam, karena akan menguntungkan salah satu
pihak sedangkan pihak yang lain merasa dirugikan. (Sula, 2004)14

14
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah Di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007. Hlm 23

20
E. PRINSIP PRINSIP ASURANSI SYARIAH
Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah Taawun (tolong
Menolong) dan Al Ta’min ( rasa aman ) . Prinsip ini menjadikan para
anggota atau peserta asuransi sebagai keluarga besar yang satu dengan
yang lainnya untuk bekerja sama dalam hal tolong menolong.

Terdapat 9 (sembilan) prinsip yang harus diterapkan di dalam


asuransi syariah, diantaranya :

1) TauhidAllah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, karena itu


menjadi kekuasaanNya pula untuk memberikan atau mengambil
sesuatu kepada atau dari hamba–hambaNya yang Ia
kehendaki.Dalam asuransi yang harus diperhatikan adalah
bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi
bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.
2) Keadilan
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad
asuransi.Keadilan dalam hal ini dipahami sebagaia upaya dalam
menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan
asuransi.
3) Tolong–menolong Dalam beransuransi harus disadari dengan
semangat tolong-menolong antara anggota. Seseorang yang masuk
asuransi, sejak awal harus memiliki niat dan motivasi dalam
membantu dan meringankan beban saudaranya yang ada pada
suatu ketika mendapat musibah atau kerugian.
4) Kerjasama Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang
selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Pada bisnis asuransi,
kerjasama dapat berbentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua
belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan
perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad dipakai dalam
bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah dan
musyarakah. Konsepini adalah dua buah konsep dasar dalam kajian

21
ekonomika islami dan mempunyai nilai historis dalam
perkembangan keilmuwan.
5) Amanah
Prinsip amanah harus berlaku pada semua nasabah asuransi.
Amanah dalam konteks ini adalah nasabah asuransi berkewajiban
dalam menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan
pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian
yang menimpa dirinya. Begitu juga dalam organisasi perusahaan
saat membuat penyajian laporan keuangan tiap periode dan harus
mewujudkan nilai–nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban).
6) Kerelaan
Dalam surah An-Nisa ayat menjelaskan keharusan untuk bersikap
rela dan ridha dalam melakukan akad (transaksi), dan tidak ada
paksaan antara pihakpihak yang terkait oleh perjanjian akad.
Sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan
paksaan. Dalam asuransi syariah, kerelaan dapat diterapkan pada
setiap anggota asuransi agar mempunyai motivasi dari awal dalam
merelakan sejumlah dana yang disetorkan keperusahaan asuransi,
yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru‟).
7) Saling Melindungi dan membantu bagi peserta yang lain yang
sedang mendapat musibah.
8) Larangan Riba‟
Dalam setiap transaksi, seorang muslim tidak dibenarkan untuk
memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan atau secara
bathil.
9) Larangan Maisir (Judi)Prinsip larangan maisir (judi) dalam sistem
asuransi syariah untuk menghindari satu pihak yang untung dan
pihak yang lain rugi. Asuransi syariah harus berpegang teguh
menjauhkan diri dari unsur judi dalam berasuransi.
10) Larangan Gharar (Ketidakpastian)Gharar dalam pandangan
ekonomi Islam terjadi apabila dalam suatu kesepakatan/perikatan
antara pihak-pihak yang terikat terjadi ketidakpastian dalam jumlah

22
profit (keuntungan) maupun modal yang dibayarkan (premi).27

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja prinsip operasional asuransi


syariah mempunyai karakteristik yang khas, yaitu:

a) Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi


didasarkan atas niat dan semangat persaudaraan untuk saling
membantu pada waktu diperlukan.
b) Tatacara pengelolaan tidak terlibat dengan unsur-unsur yang
bertentangan dengan syariat Islam, seperti unsur gharar, maysir dan
riba‟.

F. Jenis asuransi Islam terdiri dari:


Setiap perusahaan asuransi berbasis syar’i dalam agama Islam
memberikan banyak sekali pilihan tentang produk asuransi syariah apa
saja yang ditawarkan. Kamu perlu memahami jenis-jenis asuransi syariah
sebagai berikut:
1) Takaful Individu
Takaful Individu adalah produk yang memberikan perlindungan dan
perencanaan yang bersifat pribadi. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi
beberapa pilihan yaitu:
 Takaful Dana Investasi Syariah: produk ini menjamin dan
memberikan perlindungan hari tua atau menjadi jaminan dana
bagi ahli waris jika nasabah meninggal dunia lebih awal; produk
ini juga mencakup perlindungan untuk keluarga
 Takaful Dana Haji: produk ini memberikan perlindungan dana
perorangan yang berencana untuk menunaikan ibadah haji
 Takaful Dana Siswa: produk ini menjamin dana pendidikan
mulai dari sekolah dasar hingga sarjana
 Takaful Dana Jabatan: produk ini menjamin santunan bagi ahli
waris dari nasabah yang menduduki jabatan penting jika nasabah
meninggal dunia lebih awal

23
2). Takaful KelompokTakaful Kelompok adalah produk yang memberikan perlindungan dan
perencanaan yang bersifat kelompok dalam perusahaan. Jenis ini pun
dibagi lagi menjadi beberapa pilihan yaitu:

 Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji: memberi perlindungan bagi


karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji dengan pendanaan
melalui iuran bersama dengan keberangkatan bergilir
 Takaful Kecelakaan Siswa: proteksi pelajar dari risiko kecelakaan
berakibat cacat bahkan meninggal dunia
 Takaful Wisata dan Perjalanan: proteksi peserta wisata dari risiko
kecelakaan yang mengakibatkan cacat atau meninggal dunia
 Takaful Kecelakaan Group: proteksi santunan karyawan dalam
perusahaan atau organisasi
 Takaful Pembiayaan: proteksi pelunasan hutang bagi nasabah yang
meninggal dunia dalam masa perjanjian

3). Takaful Umum


Takaful Umum adalah asuransi berbasis syariah yang memberikan
perlindungan dan perencanaan yang bersifat umum. Jenis ini pun dibagi
lagi menjadi beberapa yaitu:
 Takaful Kebakaran: perlindungan dari kerugian yang
disebabkan apiTakaful Kendaraan Bermotor: perlindungan
terhadap kerugian pada kendaraan bermotor
 Takaful Rekayasa: pelindungan terhadap kerugian pada
pekerjaan pembangunan
 Takaful Pengangkutan: pelindungan kerugian pada semua
barang setelah diangkut melalui darat, laut, maupun udara
 Takaful Rangka Kapal: perlindungan pada kerusakan mesin
kapal dan rangka kapal yang disebabkan oleh kecelakaan atau
musibah

Berikut ini beberapa contoh produk dan perusahaan asuransi


syariah terbaik di Indonesia

1. Manulife Syariah

24
Perusahaan asuransi internasional ini telah memiliki reputasi yang
baik selama belasan tahun. Dan produk asuransi Manulife Syariah
merupakan satu yang terbaik dengan menggunakan sistem cashless dan
pilihan reimbursement bagi nasabahnya. Beberapa produk asuransi
syariah yang bisa dipilih dari Manulife antara lain:
Manulife Berkah Crisis Cover Protection
Berkah Payor Income Replacement
Berkah Yearly Renewable Term
Berkah Waiver of Basic Contribution
Berkah Accidental Death and Disability Benefit

2. BNI Life Syariah


Tak ingin kalah dari perusahaan asuransi berbasis syariah lainnya,
BNI juga turut meluncurkan BNI Life Syariah dengan prinsip syariat
Islam untuk investasi pendidikan, investasi plus, dan multi investa.
Untuk bisnis asuransi jiwa, BNI Life Syariah mengeluarkan produk jiwa
syariah dan health plan syariah.

3. PRU Syariah
Anak perusahaan asuransi terkemuka Prudential dengan skala
internasional ikut meramaikan produk asuransi berbasis syariah dengan
mengeluarkan PRU Syariah. Ada banyak pilihan produk asuransi
berbasis syariah yang ditawarkan oleh Prudential sehingga memudahkan
para nasabah untuk berinvestasi.

4. FWD Life
FWD Life hadir dengan produk asuransi kesehatan keluarga
syariah yang bernama asuransi Bebas Handal yang telah menggunakan
sistem cashless dan bisa dibeli secara online.

5. Sunlife
Produk asuransi berbasis syariah yang dikeluarkan oleh Sunlife
adalah Sun Medical Platinum yang memberikan manfaat hingga Rp 7,5
miliar untuk perawatan kemoterapi dan pemulihan sakit.

6. Simas Syariah
Simas Syariah mengeluarkan produk asuransi yang sesuai dengan
syariat Islam. Tentu saja kamu bisa menjadikan Simas Syariah sebagai
salah satu pilihan asuransi yang terpercaya.

7. Panin Syariah

25
Bank Panin yang sudah terkenal kredibilitasnya tampaknya tak
ingin ketinggalan dalam menawarkan asuransi berbasis syariah. Bahkan
Panin Syariah telah mendapatkan penghargaan sebagai asuransi syariah
terbaik di Indonesia versi majalah Investor.15

G. Cara Kerja Asuransi Syariah


Lantas bagaimana cara kerja asuransi syariah? Prinsip dasar
asuransi syariah adalah tolong menolong yang akan menyelesaikan
masalah seorang peserta secara gotong royong menggunakan dana
sosial. Cara kerja ini sangat berbeda jauh dengan asuransi konvensional
dan tentunya mempengaruhi keuntungan yang didapat beserta resikonya.
Adapun beberapa cara kerja yang perlu digaris bawahi dari asuransi
berbasis syariah dibedakan menjadi beberapa sisi, yaitu:

1. Sisi Kepemilikan Dana


Yang dimaksud dalam cara kerja ini adalah peserta memiliki hak penuh
atas kepemilikan tanah dan perusahaan hanya mengelola dengan
mengedepankan transparansi.

2. Bentuk Investasi
Yang dimaksud dalam cara kerja ini adalah sistem bagi hasil disalurkan
kepada Lembaga keuangan berbasis syariah dan bukan dalam bentuk
bunga.

15
Hamidi, M. Luthfi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayan Abadi
Publishing, 2003. Hlm 32

26
H. MANFAAT ASURANSI SYARIAH

Salah satu manfaat asuransi syariah adalah menjadi opsi bagi


nasabah yang ingin ikut asuransi tapi takut akan riba. Pasalnya, asuransi
syariah adalah produk asuransi yang menggunakan sistem pengelolaan
berbasis syariat Islam.
Produk ini berbeda dengan asuransi konvensional yang berorientasi
pada profit. Tujuan asuransi syariah adalah tolong-menolong antar
sesama umat dengan aturan yang gak memberatkan peserta.

1) Dikelola Sesuai Prinsip Syariah, Disetiap asuransi baik


konvensional atau syariah, perusahaan asuransi akan memutar
dana supaya dapat untung untuk membiayai resiko peserta
asuransi. Suatu kelebihan yang dimiliki asuransi syariah ini
adalah dana hanya bisa ditempatkan pada jenis investasi yang
tidak melanggar prinsip syariah atau riba.
2) Bebas riba, Banyak yang mengatakan bahwa asuransi
konvensional masih mengandung riba, karena menukarkan harta
dengan harta yang nominalnya gak sepadan (premi nasabah
dengan klaim yang dibayarkan asuransi). Nah, di sinilah timbul
manfaat asuransi syariah bagi tertanggung yang unggul
dibandingkan konvensional, yaitu bebas dari riba. Alasannya,
akad dalam produk ini bukanlah menukarkan premi dengan uang
klaim, tapi bergotong royong antar sesama peserta. Jika ada
peserta yang mengalami musibah, maka iuran para peserta yang
terkumpul bisa digunakan untuk menolongnya.
3) Pengelolaan dana wajib berdasarkan syariat Islam, Pengelolaan
dana kumpulan peserta harus dikelola berdasarkan syariat Islam.
Misalnya, gak diinvestasikan ke perusahaan yang gak sesuai
prinsip Islam, seperti judi atau produsen alcohol
4) Proteksi gak berubah jika telat bayarJ, ika peserta terlambat
membayar iuran asuransi, maka gak fungsi asuransi berjalan
seperti seharusnya tanpa ada penghentian manfaat. Sementara itu

27
pada asuransi kesehatan konvensional, nasabah bakal terkena
serangkaian sanksi seperti pemblokiran status peserta jika
terlambagt bayar.
5) Berprinsip Tolong-Menolong, Asuransi syariah memiliki
rekening bersama yang disebut dana tabarru’. Nah, dalam
asuransi ini premi yang dibayarkan peserta akan masuk ke dalam
dana tabarru’ tersebut yang berguna untuk saling tolong
menolong antar peserta. Dana yang terkumpul akan untuk
membayar klaim peserta yang mengajukan yang sedang
mengalami resiko.
6) Memiliki Akad yang Berbeda, Pengertian Asuransi syariah adalah
asuransi yang menggunakan prinsip akad takaful. Akad takaful
adalah perjanjian untuk saling tolong menolong sehingga resiko
yang dialami peserta menjadi tanggungan bersama. Apabila kamu
sebagai peserta asuransi syariah, saat pengajuan klaim dana yang
kamu terima adalah hasil iuran peserta lain.
7) Tak Kenal Dana Hangus, Pada asuransi konvensional ketika masa
pertanggungan habis dan tidak ada pengajuan klaim dari peserta
maka dana tersebut hangus. Berbeda dengan asuransi syariah
yang tidak memberlakukan dana hangus meskipun sudah jatuh
tempo pertanggungan. Selain itu, cicilan yang sudah masuk
perusahaan dapat ditarik sebelum jatuh tempo atau klaim.
8) Pengelolaan yang Bersifat, Transparan segala aktivitas yang
dilakukan perusahaan asuransi syariah sifatnya transparan. Mulai
dari penggunaan kontribusi, pembagian hasil investasi dan total
dana tabarru’ yang bisa dibagikan apabila surplus. Apabila kamu
salah satu peserta dari asuransi syariah, kamu akan mendapat
laporan dari pihak asuransi terkait pengelolaan yang dilakukan.
Kewajiban bagi perusahaan asuransi syariah untuk
mentransparansi dana yang sudah kamu setorkan tidak berpindah
pemilik. Akan tetapi, dipercayakan untuk dikelola.

28
9) Peserta Wajib Zakat, Hal yang tidak dilakukan oleh asuransi
konvensional adalah mewajibkan pesertanya untuk berzakat.
Sedangkan pada peserta asuransi syariah wajib. Zakat tersebut
akan disesuaikan dengan keuntungan dana yang diperoleh dari
pengelolaan dana yang dilakukan perusahaan asuransi.
Pengelolaan dana wajib berdasarkan syariat Isla
10) Pengelolaan dana kumpulan peserta harus dikelola berdasarkan
syariat Islam. Misalnya, gak diinvestasikan ke perusahaan yang
gak sesuai prinsip Islam, seperti judi atau produsen alkohol.
11) Wakaf adalah salah satu manfaat asuransi syariah bagi
masyarakat yang gak ada di asuransi konvensional. Maksud dari
wakaf adalah penyerahan harta yang bertahan lama kepada
penerima manfaat sebagai bentuk kebajikan. Jadi, produk asuransi
syariah memungkinkan pesertanya ikut berpartisipasi dalam
kebaikan.
12)
I. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

Kendati keuntungan asuransi syariah dan konvensional sama-sama pada


meringankan risiko, terdapat beberapa perbedaan yang signifikan. Berikut
adalah perbedaan asuransi syariah dengan konvensional.

 Kontrak. Pada asuransi syariah menggunakan akad tabarru’ yang


sesuai dengan syariat Islam, sementara pada asuransi biasa
menggunakan sistem transaksi antara penyerahan premi untuk
mendapatkan pengalihan risiko.
 Kepemilikan dana. Dana para peserta dalam asuransi syariah adalah
milih bersama. Sementara di asuransi konvensional, dana menjadi
milik perusahaan asuransi.
 Prinsip kerja. Asuransi syariah menerapkan prinsip pembagian risiko,
jadi risiko ditanggung oleh semua peserta asuransi. Sementara itu pada
konvensional, risiko dialihkan total kepada perusahaan asuransi.

29
 Peran perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah, peran perusahaan
adalah hanya sebagai pengelola dana saja. Sementara pada produk
konvensional, perusahaan menjadi pihak yang menyediakan jasa.
 Pengelolaan investasi. Asuransi syariah mewajibkan dana kelolaan
hanya diinvestasikan pada instrumen halal saja. Pada konvensional,
investasi bisa ditaruh di manapun.
 Pembagian keuntungan. Keuntungan investasi dan surplus
underwriting (selisih dana kumpulan dengan total klaim peserta) dalam
asuransi syariah akan dibagi secara adil kepada para peserta. Di produk
konvensional, keuntungan menjadi milik perusahaan asuransi sendiri.

KELOMPOK 3

KELEMBAGAAN ASURANSI
A. Definisi Lembaga Asuransi & Asuransi Syariah
Pada prinsipnya,lembaga Asuransi Umum, adalah lembaga yang
memberikan jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa ... asuransi
kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian
keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Berikut adalah
beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :
1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
sesorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu
peristiwa tak tentu.
2. Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian

30
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
3. Menurut Paham Ekonomi

Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena


melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping
bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis
asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau
proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang
ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya
(fortuitious event).
Dalam konsep asuransi syariah, asuransi disebut dengan
takaful,ta’min dan Islamic insurance. Takaful mempunyai arti
saling menanggung antar umat manusia sebagai makhluk sosial.
Ta’min berasal dari kata ‘amanah’ yang berarti memberikan
perlindungan, kata aman serta bebas dari rasa takut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah(
ta’min, takaful atau tadamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk mengahdapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah . adapun akad

31
(perikatan) yang syariah adalah akad yang tidak mengandung
gharar(penipuan) maysir (perjudian),riba, zulm
( penganiayaan),riswah (suap), barang haram dan maksiat16.
Dalam pengertian asuransi di atas, menunjukkan bahwa
asuransimempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a. Adanya pihak tertanggung
b. Adanya pihak penanggung
c. Adanya perjanjian asuransi
d. Adanya pembayaran premi
e. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan (yang diderita
tertanggung)
f. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.
Jadi Lembaga asuransi syariah adalah suatu lembaga yang
mengatur pengelolaan risiko yangmemenuhi ketentuan syariah,
tolong-menolong secara mutual yang melibatkanpeserta dan
perusahaan asuransi.

B. Sumber Hukum Lembaga Asuransi Syariah


Surat Al-Maidah ayat 2

َ َ ‫اونُوا َعلَى ا ْلبِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َوال تَ َعا َونُوا َعلَى اإل ْث ِم َوا ْل ُع ْد َوا ِن َواتَّقُوا هَّللا َ إِنَّ هَّللا‬
‫ش ِدي ُد‬ َ ‫َوتَ َع‬
ِ ‫ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬
Artinya: ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya’.

C. Prinsip dasar Lembaga Asuransi Syariah


a. Tauhid

16
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm 243.

32
Niatan dasar sebuah lembaga asuransi syariah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid,
mengharapkan keridhaan Allah SWT. Karena pada hakekatnya setiap muslim
harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas.
b. Keadilan
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara
nasabah dan perusahan asuransi.17
c. Tolong-menolong
Dalam melaksanakan kegiatan berasuaransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong antara
nasabah.
d. Kerja sama
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara
kedua belah pihak yang terlibat, yaitu anggota nasabah dan perusahaan
asuransi.
e. Amanah
Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuaransi. Seseorang yang menjadi nasabah
asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan
pembayaran dana iuran dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa
dirinya.
f. Kerelaan
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah asuransi agar mempunyai
motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana yang disetorkan
keperusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial.
g. Larangan riba
Riba merupakan bentuk transaksi yang harus dihindari sejauh-jauhnya khususnya dalam berasuransi.
Karena riba merupakan sebatil-batilnya transaksi muamalah.
h. Larangan maisir
Yaitu, semua muamalah yang dilakukan manusia dalam keadaan tidak jelas akan beruntung atau
merugi sekali (spekulatif). Al-maisir (perjudian) mencakup semua muamalah
yang terjadi dengan ketidakjelasan apakah untung atau buntung. Sehingga,
ketentuan dasar al-maisir (perjudian) adalah semua muamalah yang membuat
orang yang melakukannya berada dalam ketidakjelasan antara untung dan rugi,

17
Ibid. Hal.125-126

33
yang bersumber dari al-gharar serta spekulasinya, dan hal itu menjadi sebab
terjadinya permusuhan dan kebencian di antara manusia.
i. Larangan gharar
Secara konevensioanal, kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan dalam aqd
tadabuli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang
harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi
rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang
pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah uang
premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.
Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional18.

D. Rukun dan Syarat


Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafa<lah (asuransi) hanya
ada satu, yaituijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama
lainnya, rukun dan syarat kafalah (asuransi) adalah sebagai
berikut:
a. Kafil (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah
baligh,berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan
kehendaknya sendiri.
b. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang berpiutang
diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal oleh penjamin
karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi
kemudahan dan kedisiplinan.
c. Makful ’anhu, adalah orang yang berutang.
d. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat
diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap19.

E. Produk-produk Lembaga Asuransi


a. Asuransi Jiwa
188
Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, (Bandung; Alfabeta),
hlm. 133

19
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 191.

34
Sedangkan menurut UU No.2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian,20 menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa
adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang
dipertanggungkan. Asuransi jiwa member santunan kematian
kepada ahli waris yang ditunjuk ketika tertanggung meninggal.
Santunan kematian ditujukan untuk biaya pengeluaran
pemakaman, tagihan pengobatan yang tidak diasuransikan, pajak
kepemilikan tanah, dan pengeluaran-pengeluaran lain yang
diakibatkan oleh kematian.
b. Asuransi Niaga
Konsep asuransi niaga bertumpu pada aktivitas pemberian
sejumlah uang dalam bentuk cicilan berkala atau kontan oleh
sejumlah orang kepada salah satu perusahaan, lembaga, atau
yayasan asuransi agar memberikan kompensasi atas kerugian
yang menimpa sala seorang dari mereka ketika risiko yang
diperkirakan benar-benar terjadi. Perusahaan jasa asuransi niaga
bertugas menghitung, menarik premi (uang yang dibayarkan ),
dan membayarkan kompensasi (ganti rugi) kepda para nasabah
yang dijaminnya ketika terjadinya kerugian/kerusakan. Dalam hal
ini, perusahaan berorientasi pada realisasi laba dan
pengembangan uang nasabah. Diantara jenis asuransi niaga saat
ini adalah21:
1) Asuransi laut, darat, dan udara dengan segala bentuknya.
2) Jaminan asuransi dari tanggung jawab.
3) Asuransi kecelakaan, kecurian, dan pengrusakan.
4) Asuransi sakit (asuransi kesehatan).
5) Asuransi kebakaran dan kerusakan.
6) Asuransi dari risiko pembayaran utang.
c. Asuransi Hidup

20

21
Husain Husain, Asuransi dalam Perspektif Syari’ah, (Jakarta; Amzah), hlm. 7

35
Konsep asuransi in berlandaskan pada konsep kesepakatan
seorang nasabah dengan perusahaan jasa asuransi untuk
membayar primer secara berkala dengan kompensasi perusahaan
harus memberikan sejumlah uang yang telah disepakati
sebelumnya kepada si nasabah,atau kepada ahli warisnya, atau
kepada orang terentu yang ditunjukanya, ketika si nasabah
mencapai usia tertentu atau ketika ia meninggal dunia. Nominal
asuransi yang dibayarkan bisa berbentuk kontan atau diberikan
dalam bentuk pemasukan atau gaji bulanan sesuai dengan
kesepakata. Adapun jenis-jenis asuransi ini adalah22:
1) Asuransi kematian; nominal asuransi (santunan) dibayarkan kepada
ahli waris atau orang yang di tunjuk dalam polis setelah si nasabah
meninggal dunia.
2) Asuransi hidup; nasabah memperoleh uang asuransi dalam bentuk
kontan atau dalam bentuk pemasukan bulanan (sesuai kesepakatan).
3) Asuransi kematian dan jaminan hari tua sekaligus; nasabah akan
memperoleh pemasukan bulanan dari nilai asuransinya jika ia pensiun,
sementara sisanya diberikan kepada ahli waris jika ia meninggal
dunia.

d. Asuransi Sosial
Konsep asuransi ini mengacu pada pemilik usaha dan karyawan sama-
sama membayarkan persentase tertentu dari gaji mereka kepada pihak
pemerintah yang disebut dengan badan atau yayasan asuransi social (di
Indonesia menggunakan PT. JAMSOSTEK). Pihak ini lantas menginvestasikan
setoran gaji tersebut dan terikat kewajiban untuk memberikan uang pensiun
secara periodik kepada nasabah ketika ia mencapai usia tertentu atau kepada
ahli waris atau yang ditunjuk seelah kematiannya dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan jenis-jenis asuransi ini adalah23;
1) Dana pensiun pemerintah
2) Jaminan masa tidak kerja (pengangguran)
22
Ibid, hlm. 22.
23
Ibid, hlm. 28.

36
3) Asuransi kesehatan
4) Asuransi kecelakaan yang mengakibatkan disfungsi organ secara total
maupun sebagian.

e. Asuransi Kesehatan
Konsep arusan ini didasarkan pada gagasan kerjasama diantara
sekelompok orang yang membentuk lembaga, organisasi, atau ikatan profesi
dengan kesepakatan setiap orang membayar sejumlah uang tahunan untuk
digunakan sebagai dana berobat bagi anggota yang tertimpa sakit dengan
prinsip tertentu. Asuransi kesehatan dijalankan oleh lembaga yang memiliki
dewan direksi, peraturan, an AD-ART yang disahkan oleh otoritas pemerintah.
Dan tugas terpenting lembaga ini menghimpun dana dari anggota dan
membayar biaya pengobatan24.

f. Asuransi Kendaraan
Asurnsi kendaraan yang dikelola oleh perusahaan jasa asuransi niaga
berlandaskan pada pemikiran pemilik kendaraan membayar sejumlah uang
setiap tahun sebagai polis asuransi, dengan kompensasi jika mobil tersebut
mengalami kecelakaan, maka perusahaan akan menanggung biaya
perbaikannya atau menggantinya dengan mobil baru yang sejenis jika
kerusakannya terlalu parah dan tidak bisa diperbaiki lagi. Adapun jenis-jenis
asuransi ini adalh25;
1) Asuransi Wajib, yaitu asuransi yang diwajibkan oleh pemerintah
kepada para pemilik kendaraan sebagai salah satu prosedur untuk
mendapatkan izin mengemudi.
2) Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang dilakukan atas inisiatif
pemilik kendaraan sendiri untuk melindungi kendaraannya dari
segala bentuk kecelakaan.

F. Perbedaan Lembaga Asuransi Syariah dengan Konvensional.

24
Ibid, hlm 41.
25
Ibid, hlm 44.

37
Ada beberapa aspek yang membedakan antara lembaga
asuransi syariah dengan konvensional, diantaranya:
a) Pengertian
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
resiko tertentu melalui akad( perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Asuransi Syariah merupakan proteksi yang bukan hanya
bermanfaat untuk melindungi diri sendiri dan keluarga, namun
juga bermanfaat bagi orang lain. Karena dalam berasuransu
syariah , kita bisa salin tolong menolong dengan sesama peserta
asuransi yang diambil dari dana tabarru.
Asuransi Umum/ Konvensional menurut pasal 246 Welboek
van Koophandel (Kitab Undang-undang Perniagaan) yaitu suatu
persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak
yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi (nasabah)
sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas
terjadi.
b) Sejarah Berdirinya
Perkembangan asuransi syariah tidak bisa lebih dari
perkembangan asuransi konvensional yang sudah ada lebih
dahulu. Clayton menyatakan bahwa ide asuransi muncul dan
berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum
Masehi.Pada perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di
Negara barat, kemudian berdirilah Lloyd of London sebagai cikal
bakal asuransi konvensional. Setelah berdirinya Llyod, kemudian
muncul asuransi-asuransi konvensional lain yang semakin
berkembang pesat.Selanjutnya, perkembangan asuransi telah
memasuki fase yang memberikan muatan yang sangat besar
sebagai aspek bisnis dalam mencari untung yang sebesar-

38
besarnya. Nilai-nilai sosial yang merupakan konsep awal sudah
mulai ditinggalkan, hal ini terjadi setelah bisnis asuransi
memasuki era modern. Keberadaan asuransi konvensional ini
apabila ditinjau dari hukum perikatan Islam termasuk akad yang
haram sebab operasionalnya mengandung unsur gharar, maysir
dan riba.
Berbeda dengan asuransi konvensional, sejarah lahirnya
asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan sebutan Al
‘Aqilah. Konsep Al ‘aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari
hukum Islam.
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku membunuh
anggota suku yang lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas
kompensasi (bayaran uang darah) sebagai penutupan. Kemudian
Rasulullah saw membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa
para tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, maka
harus membayar tebusan untuk membebaskannya. Selain itu,
Rasulullah saw juga telah menetapkan menejemen sharing of risk
dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai
kecelakaan akibat perang.
Perkembangan asuransi syariah sudah dimulai dengan
berdirinya The United Insurance company Ltd pada tahun 1968.
Kemudian berdirinya beberapa perusahaan asuransi lainnya. Di
Indonesia sendiri, berdirinya Bank Muamalat pada bulan Juli
1992 menjadi alasan bagi kalangan cendekiawan untuk
mendirikan lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah.
salah satunya adalah lembaga asuransi. Pada 27 Juli 1993
dibentuk tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful Indonesia)
yang disponsori oleh Yayasan Abdi Bangsa (ICMI), Bank
Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri, dan Departemen
Keuangan. Selanjutnya, padatahun berikutnya beberapa orang
anggota TEPATI bertolak ke Malaysia untuk mempelajari
operasional asuransi Islam. Pada Oktober 1993 diadakan seminar

39
nasional di Hotel Indonesia. PT Syarikat Takaful Indonesia
berdiri dan ditunjuk menjadi holding company. Selanjutnya, PT
Syarikat Takaful Indonesia mendirikan dua anak perusahaan yaitu
PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada tanggal 25
Agustus 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tanggal 2
Juni 1995.
Letak perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional adalah pada bagaimana resiko itu dikelola dan
ditanggung, dan bagaimana dana asuransi syariah dikelola.
Perbedaan lebih jauh adalah pada hubungan antara operator
(penanggung) dengan peserta( tertanggung).
Dalam penegelolaan dana penanggung resiko, asuransi
syariah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian
atau spekulasi) dan maisir (perjudian). Dalam investasi atau
menejemen dana tidak diperkenankan adanya riba (bunga).
Ketiga larangan ini adalah area yang harus dihindari dalam
praktik asuransi syariah, dan yang menjadi pembeda utama
dengan asuransi konvensional.
Dalam upaya menghindari gharar, pada setiap kontrak
asuransi syariah harus dibuat sejelas mungkin dan sepenuhnya
terbuka. Keterbukaan itu dapat diterapkan dikedua sisi, yaitu baik
pada pokok permaslahaan maupun pada ketentuan kontrak. Tidak
diperbolehkan didalam kontrak asuransi syariah bila terdapat
elemen yang tidak jelas pokok permasalahannya dan/atau ruang
lingkup kontrak itu sendiri. Di dalam kontrak asuransi syariah
tidak diperkenankan adanya jual beli ketidakpastian (gharar)
antara satu pihak dengan pihak lain.
Maisir (perjudian) timbul karena adanya gharar. Peserta
(tertanggung) mungkin memiliki kepentingan yang
dipertanggungkan, tetapi apabila perpindahan risiko(atau
pembagian risiko dalam asuransi syariah) berisi elemen-elemen
spekulatif, maka tidak diperkenankan dalam asuransi syariah.

40
Riba (bunga) sama sekali dilarang di bawah hukum syariah
dan dibawah pengaturan asuransi syariah. Untuk menghindari riba
dalam asuransi syariah, kontribusi para pesertanya dikelola dalam
skema pembagian risiko (risk sharing) dan bukan sebagai premi,
seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam ketentuan
asuransi syariah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk
donasi dengan atas kompensasi (tabarru). Lebih jauh lagi, sumber
dana yang berasal dari kontribusi atau donasi para peserta itu,
harus dikelola atau diinvestasikan berdasarkan ketentuan syariah.
Risiko adalah bagian dari ralitas kehidupan manusia sehingga
sulit untuk menghilangkannya dari kehidupan ini. Yang tidak
diperbolehkan dalam Islam adalah bukan risiko atau
ketidakpastian itu sendiri. Namun menjual atau menukar risiko
atau memindahkan risiko kepada pihak ketiga dengan
menggunakan kontrak jual belilah yang tidak dibolehkan.
Dalam asuransi konvensional, asuransi adalah sebuah
mekanisme perpindahan risiko yang oleh suatu organisasi dapat
diubah dari tidak pasti menjadi pasti. Ketidakpastian menakup
faktor-faktor antara lain, apakah kerugian akan muncul, kapan
terjadinya dan seberapa besar dampaknya dan berapa kali
kemungkinannya terjadi dalam datu tahun. Asuransi memberikan
peluang untuk menukar kerugian yang tidak pasti ini menjadi
menjadi kerugian yang pasti yakni premi asuransi. Suatu
organisasi akan setuju untuk membayarkan premi tetap dan
sebegai gantinya perusahaan asuransi setuju untuk menutup
semua kerugian yang akan terjadi yang termasuk dalam
ketentuan-ketentuan polis.
Pertukaran kerugian tidak pasti dengan kerugian pasti yang
diterapkan dalam asuransi konvensional masuk dalam ruang
lingkup pengertian gharar, dan tidak diperbolehkan daam Islam.
Maka dalam konsep asuransi syariah, tidak ada perpindahan
risiko dari para peserta kepeda operator asuransi syariah. Risiko

41
dibagi diantara para peserta dalam skema asuransi syariah.
Operator hanya sebagai agen untuk membuat skema itu bekerja.
Sudah menjadi bagian dari peran operatr untuk memastikan
seseorang yang ditimpa kemalangan sehingga mengalami
kerugian bisa mendapatkan kompensasi layak26.

Tabel perbedaan lembaga asuransi syariah dengan asuransi konvensional27.


No. P Lembaga Lembag
ri Asuransi a
n Konvension Asuransi
si al Syariah
p
1 K Perjanjian Sekump
o antara dua ulan
n pihak atau orang
se lebih, yang
p dengan saling
mana pihak memban
penanggun tu ,
g saling
mengikatka menjami
n diri n dan
kepada bekerjas
tertanggung ama
, dengan dengan
menerima cara
premi masing-
asuransi, masing
untuk mengelu
memberika arkan

26
Iqbal, Muhaimin.Asuransi Umum Syariah dalam Praktik. (Jakarta: Gema Insani.2006) hal 4-5.
27
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional
(Jakarta : Gema Insani. 2004), hal. 326-328.

42
n dana
pergantian tabarru.
kepada
tertanggung
.
2 A Dari Dari Al-
sa masyarakat Aqilah,
l- Babilonia kebiasaa
u 4000-3000 n suku
s SM yang Arab
ul dikenal sebelum
dengan Islam
perjanjian datang,
Hamurabi. kemudia
Dan tahun n
1668 M di disahkan
Coffe oleh
House Rasulull
London ah SAW
berdirilah menjadi
Lioyd Of hukum
London Islam,
sebagai bahkan
cikal bakal telah
asuransi tertuang
konvension dalam
al. konstitus
i
Madinah
yang
dibuat
oleh
Rasulull

43
ah SAW
3 S Bersumber Bersumb
u dari pikiran er dari
m manusia wahyu
b dan Ilahi dan
er kebudayaan hukum
H . positif,
u Berdasarka sumber
k n hukum hukum
u positif. dalam
m syariah
Islam
adalah
Al-
Qur’an,
Sunnah,
Qiyas,
dan
Maslaha
h
Mursala
h
4 G Tidak Bersih
h selaras dari
or dengan praktek
or syariah adanya
, Islam Ghoror,
M karena Maisyir
ai adanya dan Riba
si Maisyir,
r Ghoror dan
d Riba, hal
a yang

44
n diharamkan
R dalam
ib Muamalah
a
5 D Tidak ada, Ada,
P sehingga yang
S banyak berfungs
( praktek i
D yang mengaw
e bertentanga asi
w n dengan pelaksan
a Kaidah- aan
n Kaidah Operasio
P Syara’ nal
e perusaha
n an agar
g terbebas
a dari
w praktek-
as praktek
S Muamal
y ah yang
ar bertenta
ia ngan
h) dengan
prinsip-
prinsip
Syariah
6 a Akad jual Akad
k beli( akad tabarru’
a mu’awadho dan akad
d h, akad tijaroh
idz’aan, ( mudhar

45
akad abah,
gharrar, dan wakalah
akad , wadiah,
mulzim) shirkah
dan
sebagain
ya)
7 Ja Tranfer of Sharing
m risk, of risk,
in dimana dimana
a terjadi terjadi
n trasfer proses
risiko dari saling
tertanggung menang
kepada gung
penenggun anara
g satu
peserta
dengan
peserta
lain
(ta’awun
)
8 P Tidak ada Pada
e pemisahan produk-
n dana, yang produk
g berakibat saving
el terjadinya life
ol dana terjadi
a hangus pemisah
a (untuk an dana,
n produk yaitu
d savinf life) dana

46
a tabarru’,
n dermada
a n dana
peserta,
sehingga
tidak
mengena
l dana
hangus.
9 In Bebas Dapat
v melakukan melakuk
es investasi an
ta dalam investasi
si batas-batas sesuai
ketentuan ketentua
perundang- n
undangan. perunda
Dan tidak ng-
terbatas undanga
pada halal- n,
haramnya sepanjan
objek atau g tidak
sistem bertenta
investasi ngan
yang dengan
digunakan prinsip-
prinsip
syariah
islam.
Bebas
dari riba
dan
tempat-

47
tempat
investasi
yang
terlarang
10 K Dana yang Dana
e terkumpul yang
p dari premi terkump
e peserta ul dari
m seluruhnya peserta
ili menjadi dalam
k milik bentuk
a perusahaan. iuran
n Perusahaan atau
d bebas kontribu
a menggunak si,
n an dan merupak
a menginvest an milik
asikan ke peserta(s
mana saja hahibul
mal),
asuransi
syariah
hanya
sebagai
pemegan
g
amanah(
mudhari
b) dalam
mengelo
la dana
tersebut.
11 S Sumber Sumber

48
u biaya klaim pembaya
m adalah dari ran
b rekening klaim
er perusahaan, dipoerol
p sebagai eh dari
e konsekuens rekening
m i tabarru’,
b penanggun yaitu
a g terhadap peserta
y tertanggung saling
ar . Murni menang
a bisnis tidak gung.
n ada nuansa Jika
kl spiritual salah
ai satu
m peserta
mendapa
t
musibah,
maka
peserta
lainnya
ikut
menang
gung
risiko
bersama
12 K Keuntunga Profit
e n yang yang
u diperoleh diperole
nt dari surplus h dari
u underwritin surplus
n g, komisi underwri

49
g reasuransid ting,
a an hasil komisi
n/ investasi reasuran
pr seluruhnya si dan
of adalah hasil
it keuntungan investasi
perusahaan. bukan
selururh
nya
menjadi
milik
perusaha
an,
tetapi
dilakuka
n bagi
hasil
(mudhar
abah)
dengan
peserta
13 M Secara Misi
is garis besar yang
i misi utama diemban
d dari dalam
a asuransi asuransi
n konvension syariah
vi al adalah adalah
si misi misi
ekonomi akidah,
dan misi misi
sosial ibadah(t
a’awun)

50
misi
ekonomi
(iqtisad)
dan misi
pemberd
ayaan
umat

51
KELOMPOK 4
MANAJEMEN ASURANSI: RISIKO, POLIS, PREMI, AKTUARIA, UNDERWRITING,
REASURANSI, INVESTASI, SUMBER DAYA MANUSIA, HUKUM

A. Pengertian Manajemen Asuransi

Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya
operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi
perusahaan beserta para staf yang bekerja di dalamnya. Upaya yang dilakukan oleh badan
asuransi dalam bidang keuangan sedemikian rupa sehingga dengan jumlah dana yang
berhasil dikumpul dapat membiayai seluruh program badan asuransi yang diselengarakan.

Pengertian managemen keuangan dapat dipahami dari fungsi dan tanggung jawab
manager keuangan yaitu merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengawasi
berbagai hal tentang dana sebuah lembaga. Meskipun fungsi dan tanggung jawab manager
keuangan berbeda-beda disetiap organisasi, fungsi pokok managemen keuangan antara lain
menyangkut keputusan tentang penanaman modal, pembayaran kegiatan usaha, dan
pembagian deviden pada perusahaan.Dengan demikian tugas pokok meneger keuangan
adalah merencanakan untuk memperoleh dana dan menggunakan dana tersebut untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.

Karakteristik Manajemen asuransi

Managemen keuangan asuransi mempunyai kekhususan atau karakteristik yang berbeda


dengan yang lain. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi harus dapat menjaga kondisi
keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada
masyarakat. Kepercayaan ini menjadi penting karena perusahaan asuransi merupakan
pengelola resiko dari pihak lain. Untuk perusahaan asuransi kerugian, beberapa karakteristik
yang dimilikiknya adalah :

1. Pertanggungjawaban perusahaan asuransi yang sangat besar kepada tertanggung


akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan khususnya neraca.

52
2. Penentuan beban tidak langsung sepenuhnya dihubungkan dengan pendapatan
premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan dengan pengakuan
pendapatan premi.
3. Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh estimasi. Misalnya estimasi mengenai
besarnya premi yang belum merupakan pendapatan( unearned premium income) dan
estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi beban pada periode berjalan ( estimasi
klaim tanggungan sendiri).
4. Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas, karena
perusahaan asurnsi yang tidak memenuhi tingkat solvent pada saat tertentu tidak akan
dapat memenuhi kewajibannya terhadap klaim yang akan datang.28

B. Risiko Asuransi

Risiko asuransi adalah kerugian di masa depan yang tidak bisa kita prediksi kapan
terjadinya.Artinya, sesuatu bisa dikatakan sebagai risiko jika dapat merugikan secara
finansial, terjadi di luar rencana, hingga menimbulkan kerugian fisik dan mental.Dalam
dunia asuransi, contoh risiko bisa berbentuk kecelakaan mobil, jatuh sakit, hingga kasus
penipuan, atau kegagalan proyek, dan masih banyak lagi.Karena itu, pentingnya asuransi
hadir sebagai solusi finansial terhadap permasalahan risiko tersebut.

Jenis-Jenis Risiko Asuransi

Ada tujuh jenis risiko asuransi yang dikelompokkan berdasarkan kemungkinan dan
dampaknya, yaitu:

 Risiko Murni atau Pure Risk


Hal yang dimaksud dalam pure risk adalah risiko dirasakan ketika kerugian terjadi.
Jika tidak terjadi, maka tidak akan ada keuntungan maupun kerugian. Contohnya,
kebakaran menyebabkan kehilangan harta benda, sehingga membuat kita merugi secara
finansial.Jika tidak terjadi kebakaran, maka kita tidak mendapatkan keuntungan maupun

Eko Purwana, Agung. Asuransi (Lembaga Keuangan Bukan Bank) jilid 1. (Ponorogo: STAIN Ponorogo,
28

2006). Hlm. 37

53
kerugian.Sama halnya dengan contoh lainnya, seperti kebanjiran, meninggal dunia, dan
lain sejenisnya.

 Risiko Spekulatif atau Speculative Risk


Jenis risiko ini memiliki dua kemungkinan, yaitu menimbulkan kerugian atau
keuntungan. Contohnya, ketika menginvestasikan sebagian uang ke saham, maka akan
ada risiko untung dan rugi yang mungkin terjadi. Karena itu, investasi memiliki risiko
spekulatif yang perlu dipertimbangkan.
 Risiko Fundamental atau Fundamental Risk

54
Risiko yang terjadi bisa menciptakan dampak secara luas. Misalnya, bencana alam
yang tentu saja akan memberikan dampak kerugian finansial hingga jiwa pada
masyarakat luas. Contoh lainnya adalah perusahaan pailit sehingga harus ‘merumahkan’
seluruh pekerja yang artinya merugikan orang dalam jumlah banyak.
 Risiko Khusus atau Particular Risk
Kerugian yang terjadi hanya berdampak pada diri sendiri/ personal atau bersifat
pribadi. Misalnya, barang yang kita miliki dicuri, artinya dampaknya hanya akan
merugikan diri sendiri. Atau bisa juga risiko yang mengancam kesehatan atau harus di
rawat di rumah sakit. Tentu hanya akan berdampak pada satu atau sedikit orang saja.

 Risiko Individu atau Individual Risk


Kerugian yang terjadi memberikan dampak finansial pada diri sendiri dan kalangan
kecil. Salah satu contohnya, jika kepala keluarga meninggal dunia dan tidak memiliki
asuransi jiwa, maka akan berpengaruh pada finansial keluarga yang ditinggalkan.
Contoh lainnya, ketika cedera fisik dan tidak bisa bekerja lagi, juga akan memengaruhi
finansial diri sendiri dan tanggungan orang tersebut.
 Risiko Harta atau Property Risk

55
Kerugian yang terjadi pada benda berharga.Misalnya, kebakaran yang merusak
harta benda di dalamnya.Atau bisa juga pencurian kendaraan pribadi.Sederhananya,
adalah risiko kerugian yang terjadi pada objek benda mati.
 Risiko Tanggung Gugat atau Liability Risk
Liability risk cenderung berkaitan dengan masalah hukum, contohnya jika kamu
menabrak seseorang dengan mobil dan ia terluka, kamu tentu harus bertanggung jawab
secara hukum terhadap orang tersebut. Umumnya risiko ini ditanggung oleh jenis
asuransi umum, seperti asuransi kendaraan, asuransi proyek, dan lainnya.29
C. Polis Asuransi

Polis Asuransi adalah istilah untuk menyebut kontrak perjanjian kerjasama secara
tertulis antara perusahaan penyedia asuransi (penanggung asuransi) dengan nasabah
pemegang polis. Semua kontrak asuransi, apakah itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan
hingga asuransi kerugian, disebut dengan nama Polis Asuransi.

Isi perjanjian kerjasama yang dimuat dalam Asuransi adalah kesepakatan bahwa
penyedia Asuransi bersedia menanggung risiko yang dimiliki oleh tertanggung yang
namanya tertera dalam polis, dalam jangka waktu tertentu sesuai perjanjian.Untuk
mendapatkan perlindungan Asuransi dari pihak penyedia Asuransi, pemegang polis wajib
membayar sejumlah biaya premi yang telah disepakati.

Dewi, Gemala. Aspek Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. (Jakarta:
29

Kencana Prenada Media Group, 2007). Hlm, 23

56
Di dalam Polis Asuransi juga memuat syarat umum polis, perincian hak dan kewajiban
penyedia Asuransi, pemegang polis, jangkauan manfaat asuransi yang diberikan, pasal yang
menyebut pengecualian proteksi, pasal yang menyebut hal-hal yang bisa membatalkan polis.

57
Selain itu, dalam Polis Asuransi biasanya dilampirkan juga lembar Pertanggungan,
Ketentuan khusus, juga salinan surat permohonan asuransi (Surat Klaim).

Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asurani harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak
(penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian polis
asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian asuransi

Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:

 Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.


 Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga.
 Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan.
 Jumlah yang diasuranssikan (nilai pertanggungan).
 Bahaya-bahaya yang di tanggung oleh penanggung.
 Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung.
 Premi asuransi.
 Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji
khusus yang diadakan antara para pihak.

D. Premi Asuransi
Untuk mendapatkan perlindungan Asuransi, pemegang polis wajib membayar sejumlah
Premi kepada penanggung asuransi.Premi Asuransi didefinisikan sebagai sejumlah
pembayaran yang ditetapkan sebagai biaya pengalihan risiko dari pemegang polis kepada
penyedia asuransi.Besaran premi ditentukan oleh penyedia asuransi dan disepakati oleh
pemegang polis. Besar kecil Premi akan ditentukan oleh banyak faktor. Antara lain, cakupan

58
perlindungan yang diberikan oleh penyedia asuransi, usia tertanggung asuransi, gaya hidup
atau rekam medis tertanggung, jenis kelamin, hingga sektor pekerjaan si tertanggung.

Semakin lengkap dan luas jangkauan proteksi sebuah Asuransi, Preminya biasanya
semakin mahal.Begitu juga bila tertanggung asuransi dinilai memiliki risiko tinggi,
Preminya otomatis lebih mahal.Pemegang polis biasanya diberikan pilihan untuk tempo
pilihan Pembayaran Premi. Yaitu: Premi bulanan, Premi kuartalan, Semester atau
pembayaran premi tahunan.

Premi merupakan sejumlah uang yang di bayarkan oleh nasabah tertanggung kepada
pihak perusahaan asuransi penanggung sebagai bentuk imbalan jasa atas pengalihan resiko
serta kerugian yang sewaktu-waktu mungkin akan diderita oleh tertanggung. Jumlah premi
yang akan di bayarkan oleh tertanggung kepada pihak penanggung akan disesuaikan dengan
cara mempertimbangkan keadaan/kondisi serta beberapa hal lainnya yang terdapat pada
tertanggung. Hal ini akan bervariasi, tergantung pada ketentuan yang ditetapkan oleh pihak
perusahaan asuransi selaku penanggung.
Premi asuransi memiliki tujuan utama yaitu: Pemerataan biaya yaitu cukup hanya
dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu. Memberikan jaminan perlindungan
dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.Pemerataan biaya yaitu cukup hanya
dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar
sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu.30

E. Aktuaria

Aktuaria merupakan suatu ilmu yang mengaplikasikan metode matematika dan ilmu
statistika untuk menaksir risiko dalam industri asuransi dan keuangan. Orang yang
mendalami profesi ini dikenal dengan nama Aktuaris.Untuk mengukur risiko yang
berhubungan dengan kondisi keuangan seseorang, seorang Aktuaris menggunakan berbagai
metode pengukur risiko yang umum digunakan oleh para perusahaan Asuransi seperti
Mordibity Table, Annuity Table, Mortality Table, dan model-model statistika lainnya.

30
Mulyadi Nitisusastro. Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. (Bandung: Alfabeta). Hlm, 133

59
Di Indonesia, Aktuaris banyak digunakan oleh industri asuransi, namun banyak juga
yang bekerja di dana pensiun, sebagai konsultan dan di bidang investasi. Berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 Bab III Pasal
16, perusahaan asuransi jiwa diharuskan mengangkat seorang aktuaris sebagai aktuaris
perusahaan yang memiliki kualifikasi sebagai aktuaris dan tergabung dalam Persatuan
Aktuaris Indonesia (PAI) atau asosiasi lainnya yang sejenis dan terdaftar sebagai anggota
penuh International Association of Actuaries.

Fungsi Aktuaria dalam Industri Asuransi

Fungsi Aktuaria adalah sebagai penilai risiko, penerjemah risiko, penaksir dan
pengkalkulasi kemungkinan terjadinya kemungkinan risiko. Beberapa hal yang dilakukan
oleh seorang aktuaris yaitu:Harus memastikan nasabah membayar premi sesuai dengan
risikonya. Harus memastikan premi yang terkumpul cukup untuk membayar klaim yang
akan terjadi dan menutupi biaya operasional perusahaan.Memastikan bahwa premi yang
terkumpul wajar dan bersaing.

Tugas aktuaria yaitu membuat dan menetapkan sebuah harga produk asuransi
menggunakan tingkat mortalita, Tingkat investasi, skala biaya, klasifikasi risiko, Tingkat
Morbidita, dan Skala Penjualan.Membuat estimasi atas risiko yang menjamin kesehatan
keuangan dan memastikan kecukupan kewajiban.

Membuat proyeksi dan analisis teknis perkembangan perusahaan seperti : membuat


analisis kecukupan pemasukan dan kewajiban, meninjau ulang kecukupan tingkat mortalita
dan morbidita, meninjau ulang kecukupan tingkat investasi, meninjau ulang kecukupan dan
kewajaran biaya-biaya, meninjau ulang risiko yang ada dengan kewajarannya serta meninjau
ulang harga atas penjualan dengan volume penjualan.

F. Underwriting

Underwriting adalah Penjaminan emisi atau yang biasa disebut dengan suatu proses yang
dilakukan oleh pihak bank ataupun lembaga keuangan lainnya untuk bisa menilai kelayakan
kredit ataupun resiko peminjam potensial.Dalam dunia investasi, underwriting adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk bisa mendukung kegiatan transaksi pasar uang atau pasar

60
modal oleh pihak yang didalamnya turut menjamin dan juga bertanggung jawab jika
memang terjadi kondisi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak emiten ataupun pemilik
proyek bisnis.

Sementara itu, dalam konteks asuransi, underwriting adalah suatu proses yang dilakukan
untuk bisa mengidentifikasi dan juga menyeleksi setiap risiko, mengelompokkan tingkat
risiko, dan juga mengambil keputusan terkait kondisi calon nasabah asuransi.
Dalam proses melakukan underwriting, pihak underwriting atau pihak penjamin emisi,
nantinya akan melakukan pemeriksaan pada kemampuan calon peminjam untuk bisa
membayar kembali dana pinjamannya atau kredit dengan berdasarkan analisa riwayat kredit,
jaminan, serta kapasitasnya.Proses underwriting ini umumnya terjadi di belakang layar,
artinya tidak akan ditampilkan secara nyata, namun proses ini adalah bagian yang sangat
penting dalam mengambil keputusan persetujuan pihak peminjam. Pun demikian halnya
dalam dunia investasi dan asuransi.
Cara kerja Underwriting

Underwriting bekerja secara senyap, namun mampu memberikan hasil yang nyata
berupa persetujuan maupun penolakan dari permohonan kredit ataupun asuransi yang
diajukan oleh pihak calon nasabah.Beberapa proses tahapan underwriting adalah sebagai
berikut:

 Pengumpulan Informasi

Mengumpulkan informasi adalah tahap pertama dalam melakukan underwriting.


Proses ini dimulai saat nasabah ingin mengajukan permohonan pinjaman atau
permohonan kredit.Sebagai pihak penjamin emisi, maka bank akan meminta informasi
penting terkait data diri calon nasabah, mulai dari identitas nasabah, tempat tinggal,
tingkat pendapatan, status pekerjaan, kepemilikan beban utang, dan juga investasi
keuangan yang dimilikinya.Umumnya, informasi tersebut akan disertai dengan berbagai
dokumen, seperti kartu identitas diri dan juga keluarga, slip gaji, salinan rekening koran
dari buku tabungan, rekening listrik, dan juga salinan surat aset yang bisa digunakan
sebagai agunan yang di dalamnya bisa berbentuk BPKB untuk kendaraan ataupun
sertifikat untuk properti bangunan.

61
 Verifikasi Data

Bila seluruh informasi terkait calon nasabah sudah terkumpul secara lengkap, maka
proses selanjutnya adalah melakukan verifikasi data. Proses ini bisa dilakukan secara
manual ataupun otomatis dengan menggunakan alat elektronik.Verifikasi manual
dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung yang berhubungan dengan
kebenaran data yang diberikan oleh pihak calon nasabah. Sedangkan proses verifikasi
secara otomatis bisa dilakukan dengan cara melacak riwayat peminjam dan juga
pembayarannya di dalam suatu sistem yang terkomputerisasi atau BI Checking.Bila pihak
underwriter menemukan adanya historis ataupun riwayat pembayaran utang yang
bermasalah ataupun belum dilunasi ke lembaga keuangan lainnya, maka pihak
underwriting bisa melakukan verifikasi lanjutan dengan melakukan panggilan telepon.

 Appraisal atau Penilaian Agunan

Setelah proses verifikasi data calon nasabah selesai dilakukan tanpa adanya masalah
tertentu, maka pihak underwriter bisa melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap
appraisal. Tahap appraisal adalah tahap penilaian atau penaksiran nilai agunan
nasabah.Tujuan dilakukanya tahap underwriting ini adalah agar bisa memastikan nilai
pasar yang dijadikan sebagai agunan dan aset tersebut berada dalam kondisi yang baik.
Sehingga, pihak underwriter nantinya tidak akan memberikan kredit dengan nilai yang
mampu melebihi nilai pasar agunan tersebut.

 Analisis Keuangan Nasabah

Tahap selanjutnya yang harus dilakukan oleh pihak underwriter adalah melakukan
analisis terkait kondisi keuangan dari calon nasabah.Tujuannya adalah agar bisa
menghitung dan juga mengetahui rasio utang atas pendapatan yang dimiliki oleh calon
nasabah tersebut.Selain itu, kegiatan ini juga dilakukan untuk menentukan apakah plafon
pinjaman yang akan diberikan nanti cukup masuk akal secara finansial dilihat dari sudut
pandang bank.

 Putusan

62
Tahap terakhir yang akan dilakukan adalah tahap pengambilan keputusan, apakah
pihak underwriter memberikan persetujuan ataupun menolak permohonan pinjaman dana
yang sudah diajukan oleh calon nasabah.Bila pihak bank atau lembaga keuangan sebagai
underwriter mengatakan bahwa calon nasabah tersebut layak untuk memperoleh
pinjaman, maka pinjaman pun akan disetujui, pun demikian sebaliknya.

Jenis-Jenis Underwriting

underwriting adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga keuangan untuk
melakukan identifikasi dan juga menyeleksi nasabah agar bisa meminimalisir risiko yang
ada di dalamnya Terkait dengan hal tersebut, maka underwriting bisa kita bedakan menjadi
tiga jenis. Ketiga jenis underwriting tersebut adalah sebagai berikut:

a. Loan Underwriting (Penjaminan Pinjaman)

Penjaminan pinjaman atau loan underwriting adalah salah satu jenis underwriting yang dilakukan agar bisa
menilai tingkat kelayakan kredit dari peminjam potensial.Jenis underwriting ini akan
melibatkan penilaian pada riwayat kredit pihak pemohon, catatan finansialnya, nilai dari
agunan yang ditawarkannya, serta berbagai faktor lain yang tergantung pada ukuran dan
juga tujuan dari pengajuan pinjaman itu sendiri.Proses dari underwriting ini biasanya
akan memerlukan waktu yang bervariasi, bisa terjadi dalam beberapa jam saja, atau bisa
berhari-hari, bahkan bisa juga berminggu-minggu. Hal tersebut tergantung dari tingkat
kelengkapan data pihak pemohon dan banyaknya permohonan dana pinjaman yang
diajukan oleh pihak pemohon lain.

b. Insurance Underwriting (Penjaminan Asuransi)

Penjaminan asuransi atau insurance underwriting adalah jenis underwriting yang dilakukan dengan
mengidentifikasi dan juga menyeleksi risiko pengajuan asuransi oleh pihak calon
pemegang polis. Dalam penerapannya, underwriting ini bisa jadi berbeda untuk setiap
jenis asuransi lain.Contohnya untuk asuransi kesehatan, underwriting dilakukan dengan
menilai risiko berdasarkan gaya hidup, usia, kesehatan, riwayat kesehatan, pekerjaan,
hobi, dan juga berbagai faktor lain yang ditentukan oleh pihak perusahaan asuransi selaku
pihak underwriter.Sementara untuk asuransi jiwa, maka proses underwriting tidak

63
terbatas pada kondisi yang sudah pernah ada sebelumnya atau pada faktor kesehatan
lainnya. Proses underwriting pada asuransi jiwa bisa disetujui dengan cara membuat
kesepakatan dalam hal jumlah harga, pertanggungan, ketentuan, pengecualian, atau
bahkan bisa ditolak begitu saja.

c. Securities Underwriting (Penjaminan Efek)

Penjaminan efek atau securities underwriting adalah jenis underwriting yang dilakukan oleh pihak investor
potensial atau surat berharga khusus yang sesuai dengan initial public offering atau IPO.
Pada prosesnya, pihak bank investasi akan melakukan pembelian sekuritas yang sudah
diterbitkan oleh perusahaan, lalu menjualnya kembali di pasar modal atau bursa
efek.Proses ini akan memastikan bahwa perusahaan IPO yang bersangkutan akan
meningkatkan jumlah modal yang diperlukan pihak underwriter pada layanannya.
Tentunya hal ini sangat bermanfaat bagi investor agar mereka tidak mengambil
keputusan yang salah.

Risiko Underwriting

Pada prinsipnya, dasar dalam melakukan underwriting adalah karena faktor risiko.
Dalam keterkaitannya dengan pinjaman atau kredit, risiko yang berpotensi akan timbul
adalah kaitannya dengan kemampuan pihak peminjam untuk melakukan pengembalian dana
pinjaman yang sudah disepakati.Dalam sektor asuransi, risiko asuransi yang bisa muncul
adalah kemungkinan adanya pengajuan klaim asuransi yang dilakukan secara bersamaan oleh
para pemegang polis. Sedangkan pada sekuritas atau efek, resikonya adalah investasi yang
ditanggung sudah tidak lagi mampu menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan apa yang
sudah diharapkan.

Dalam proses underwriting pinjaman ataupun kredit, pihak underwriter akan melakukan
evaluasi pinjaman untuk menentukan dan bahkan memastikan bahwa pihak peminjam akan
mengembalikan kembali dana pinjaman sesuai dengan apa yang dijanjikan dengan agunan
yang ada jika nantinya terjadi kondisi wanprestasi.Dalam asuransi, perusahaan asuransi
sebagai pihak underwriter akan menilai tingkat kesehatan pemegang polis dan berbagai

64
faktor lainnya secara seksama dan menyebarkan risiko potensial diantara sebanyak mungkin
para pemegang polis.

Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya risiko pengajuan klaim kerugian secara
bersamaan.Sedangkan dalam underwriting efek, pihak bank investasi akan membantu
menentukan nilai perusahaan yang mendasarinya melalui kegiatan penawaran umum perdana
dibandingkan dengan risiko pendanaan perusahaan IPO tersebut.

G. Reasuransi

Pada Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Perusahaan


menyebutkan bahwa jenis usaha perasuransian terdiri dari usaha asuransi dan usaha
penunjang usaha asuransi.Usaha asuransi terdiri dari usaha asuransi kerugian, usaha asuransi
jiwa, dan usaha reasuransi.

Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam


pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi.Perusahaan
Reasuransi wajib memperoleh izin usaha dari OJK.Perusahaan Reasuransi memberikan
usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi
atau perusahaan reasuransi lainnya.Perusahaan Reasuransi membantu Perusahaan Asuransi
dalam hal : memperbesar kapasitas penerimaan risiko-risiko tertentu oleh perusahaan
asuransi, penyebaran risiko yang ditanggungnya, stabilisasi keuntungan perusahaan,
meminimkan cadangan teknis yang dibutuhkan, mengembangkan kegiatan perusahaan serta
peningkatan asas profesionalisme dan daya saing perusahaan.

H. Investasi Pada Asuransi Syariah

Prinsip asuransi syariah berdasar pada hukum Islam, oleh karena itu produk asuransi
syariah tidak menginvestasikan dananya dalam bisnis yang mengandung riba (berbunga) dan
hal lain yang diharamkan Islam. Asuransi syariah juga tidak bertransaksi dan berinvestasi
pada instrumen yang tidak jelas akadnya (gharar), spekulatif dan memiliki potensi
merugikan salah satu pihak.

65
Banyak pihak masih mempunyai pemahaman yang keliru terkait produk asuransi
syariah. Pada dasarnya, prinsip asuransi syariah berdasar pada hukum Islam, oleh karena itu
produk asuransi syariah tidak menginvestasikan dananya dalam bisnis yang mengandung
riba (berbunga) dan hal lain yang diharamkan atau dihindari dalam Islam seperti alkohol,
rokok, insitusi keuangan konvensional dan bisnis lainnya yang masuk kategori non halal.

Selain itu, asuransi syariah juga tidak bertransaksi dan berinvestasi pada instrumen
yang tidak jelas akadnya (gharar), spekulatif dan memiliki potensi merugikan salah satu
pihak.Asuransi syariah memastikan bahwa tidak ada kesepakatan yang sifatnya spekulatif
dan tidak jelas akadnya seperti mengasuransikan barang dengan bergantung pada kejadian
yang belum bisa dipastikan.

Melalui produk asuransi syariah, setiap peserta Asuransi Syariah mengumpulkan dana
dan menyerahkannya untuk dikelola oleh Perusahaan, sehingga nantinya akan digunakan
untuk membantu meringankan beban peserta lainnya yang tertimpa risiko. Dana yang kita
donasikan ini merupakan hasil investasi bersama yang dilakukan berdasarkan perjanjian
yang risikonya jelas. Dengan demikian, pengelolaan dana asuransi syariah didasarkan pada
kerjasama, tanggung jawab, perlindungan dan saling tolong menolong antar anggotanya.
Pengelolaan risiko ini dipercayakan pada perusahaan asuransi.

Sesuai dengan nilai Islam, kecelakaan, musibah dan kerugian yang menimpa kita
sudah merupakan ketentuan dari yang Kuasa.Tetapi sebenarnya, dalam sejarah, Nabi
Muhammad sendiri mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu yang dapat mengurangi
risiko yang mungkin.Hal ini memungkinkan, bahwa asuransi syariah dapat dijadikan salah
satu pilihan pengalihan risiko yang dilandasi oleh semangat kebersamaan dan gotong royong
di antara anggotanya.31

I. Sumber Daya Manusia

Keberhasilan setiap lembaga ekonomi sangat ditentukan oleh baik tidaknya


pengelolaan yang dilakukan. Pengelolaan yang ideal akan memperhatikan semua aspek yang
ada pada lembaga ekonomi itu. Dimana, lembaga ekonomi yang baik akan menetapkan

31
Sula, Syakir, Ansuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional. (Jakarta: Gema Insani, 2004). Hlm
26

66
perencanaan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang bagi kegiatan
operasionalnya yang mencakup seluruh bidang kegiatan yang berkaitan dengan usahanya.
Seluruh kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan aktivitas dari manajemen.Kegiatan
manajemen inilah yang mendorong sebuah lembaga ekonomi untuk meraih keberhasilan
dalam menjalankan usaha.

Sebaliknya pengelolaan yang kurang baik, maka akan dapat berakibat runtuhnya
sebuah lembaga ekonomi. Pengelolaan yang baik ini membantu untuk memprediksi
hambatan-hambatan yang terjadi sehingga dapat dipersiapkan lebih awal. Begitupula
terhadap peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang dimiliki akan segera dapat
dianalisis sehingga tindakan proaktif akan lebih mudah dilakukan.

Asuransi adalah sebuah lembaga ekonomi yang bergerak di bidang penjaminan.Terkait


dengan penjelasan tersebut, maka asuransi juga membutuhkan pengelolaan (manajemen)
yang baik pula.

Sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan keuangan, semacam asuransi,


akan berjalan dengan baik dan mempunyai kinerja yang sehat jika dikelola dengan
manajemen yang baik dan sesuai dengan norma peraturan yang berlaku. Manajemen
asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya
berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan
beserta para staf yang bekerja di dalamnya.

Sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dalam manajemen


asuransi.Perusahaan asuransi dalam mencapai tujuan-tujuannya tidaklah dilakukan oleh
hanya beberapa orang pimpinan saja, tetapi seluruh sumber daya manusia yang ada telah
berpartisipasi untuk meraihnya.Oleh karena itu untuk dapat memelihara dan meningkatkan
kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang handal maka diperlukan
kegiatan manajemen sumber daya manusia. Manajemen SDM ini menempati posisi yang
strategis karena penempatan yang benar terhadap orang-orang dalam pekerjaan yang benar
akan dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya menentukan prestasi kerja perusahaan
secara keseluruhan.

67
Tanpa memandang bentuk organisasi atau tempatnya dalam perusahaan, maka setiap
staf divisi sumber daya manusia melaksanakan fungsi-fungsi seluruh bagian perusahaan
asuransi. Adapun tugas dari staf divisi sumber daya manusia adalah:

 Menghimpun proyeksi dan memperkirakan kebutuhan pegawai.


 Merekrut pegawai-pegawai potensial.
 Membantu para kepala divisi menyeleksi pegawai untuk posisi yang diperlukan.
 Membantu dalam hal orientasi dan pelatihan anggota staf dan membantu mereka
mengembangkan keterampilan profesi dan manajerial.
 Menggunakan sistem evaluasi untuk kerja para anggota staf.
 Merencanakan dan menjaga sistem kompensasi.
 Membuat dan melaksanakan rencana kesejahteraan karyawan.
 Memberikan bimbingan dan pembinaan pribadi dan profesinya

J. Hukum Asuransi

Hukum asuransi adalah peraturan tertulis yang mengikat dua pihak yaitu tertanggung
atau pemegang polis dengan perusahaan asuransi dalam perjanjian asuransi yang telah
disepakati.Pengertian hukum asuransi ini sesuai Pasal 246 KUHD yang berbunyi, “asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian yang mengikat penanggung kepada tertanggung
dengan cara menerima sejumlah premi yang dimaksudkan menjamin penggantian terhadap
tertanggung akibat adanya kerugian yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, hal tersebut mungkin akan terjadi akibat terjadinya suatu
evenemen (peristiwa yang tidak pasti).”Selain pasal di atas, masih terdapat beberapa pasal
dan undang-undang (UU) yang menjadi landasan hukum asuransi.

Termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal kehalalan asuransi.Hukum


asuransi yang ada di Indonesia mengikat untuk semua perusahaan asuransi yang ada di
Indonesia.Perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi umum yang biasanya memiliki
produk asuransi mobil wajib patuh pada dasar hukum asuransi tersebut.Baik perusahaan

68
asuransi jiwa yang memiliki produk asuransi kesehatan, hingga asuransi umum yang
menawarkan beragam jaminan ganti rugi atas aset yang dijaminkan seperti properti, wajib
tunduk pada dasar hukum asuransi di Indonesia.Adapun pelaksanaannya berpedoman pada
lima dasar hukum perasuransian yaitu:32

a. UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian


b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 1320 dan Pasal 177
c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab 9 Pasal 246
d. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992
e. PP Nomor 63 Tahun 1999

KELOMPOK 5

ASURANSI DI INDONESIA DAN LEGISTIMASI HUKUM POSITIF

A. Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut “assurantie” yang terdiri dari kata
“assuradeur” yang berarti penanggungan dan “geassureerde” yang berarti tertanggung.
Kemudian dalam bahasa Prancis disebut “assurance” yang berarti menganggung sesuatu
yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa latin disebut “assecurare” yang berarti
meyakinkan orang. Selanjutnya bahasa Inggris kara asuransi disebut ”Insurance” yang
berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi dan “assurance”
yang berarti menganggung sesuatu yang pasti terjadi.
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko, dengan cara
mengalihkan/mentransfer risiko tersebut dari pihak pertama ke pihak lain, dalam hal ini
adalah kepada perusahaan asuransi. Pelimpahan tersebut didasari dengan aturan-
aturan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, yang dianut oleh pihak
pertama maupun pihak lain. Di Indonesia pengertian Asuransi menurut Undang-Undang
No. 1 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi adalah sebagai berikut:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu

32
Barakatullah, Abdul Halim. Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia. (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2011). Hlm 43

69
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

2. Prinsip Dasar Asuransi

Pelaksanaan perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan pihak


nasabahnya tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Setiap perjanjian dilakukan
mengandung prinsip-prinsip asuransi. Tujuan adalah untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan dikemudian hari antara pihak perusahaan asuransi dengan pihak
nasabahnya. Prinsip-prinsip asuransi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Insurable interest

Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara
tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

b. Utmost good faith

Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang
material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta
maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung harus dengan jujur menerangkan
dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si
tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau
kepentingan yang dipertanggungkan.
c. Proximate cause

Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang


menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif
dari sumber yang baru dan independen.
d. Indemnity

Suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam


upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
e. Subrogation

Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.

f. Contribution

Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung,


tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan
indemnity.

70
3. Tujuan Asuransi

Pada dasarnya tujuan masyarakat menjadi nasabah perusahaan asuransi untuk


mengurangi risiko yang pasti (misalnya kematian) dan mungkin (misalnya kecelakaan)
terjadi dalam masyarakat dengan cara mempertanggungkan risiko tersebut pada
perusahaan asuransi atau risiko yang terjadi dalam masyarakat akan ditanggung
perusahaan asuransi. Secara rinci, berikut ini disajikan tujuan masyarakat menjadi
nasabah perusahaan asuransi yaitu:
Dalam pertanggungan dapat dilakukan pencegahan kerugian yang akan
memberikan keuntungan tertentu yaitu berupa pengurangan kerugian dan pengurangan
biaya yang menyangkut pertanggungan tersebut.
Pencegahan dan perlindungan untuk memperkecil kerugian yang terjadi dapat
berupa pengeliminiran sebab-sebab yang dapat menimbulkan keerugian, perlindungan
produk atau orang yang akan dirugikan, pengurangan kerugian, dan perlindungan agar
produk yang telah rusak tidak semakin rusak.
Memberikan keuntungan tertentu pada masyarakat yang mengikuti asuransi
karena dengan mengetahui besarnya risiko yang terjadi dapat diketahui besarnya
kerugian yang dialami.

4. Fungsi Asuransi

a. Pengalihan risiko

Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan risiko/kerugian (chance of


loss) dari tertanggung sebagai “original risk bearer” kepada satu atau beberapa
penanggung (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang
berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak
terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah
kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b. Penghimpun dana

Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan
kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa
premi atau biaya berasuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung,
dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, yang kelak akan
dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang
tertanggung.
c. Premi seimbang

Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh
masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan risiko
yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya

71
premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi
(rate of premium) dikalikan dengan nilai pertanggungan.

5. Jenis-Jenis Asuransi

Jenis-jenis asuransi yang berkembang di Indonesia ini jika dilihat dari berbagai segi
adalah sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi fungsinya

1) Asuransi kerugian (non-life insurance)

Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2


Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi, menjelaskan bahwa asuransi kerugian
menjalankan usaha memberikan jasa untuk menanggulangi suatu risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Jenis asuransi ini tidak diperkenankan
melakukan usaha di luar asuransi kerugian dan reasuransi. Kemudian yang
termasuk dalam asuransi kerugian adalah sebagai berikut:1) Asuransi kebakaran
yang meliputi kebakaran, peledakan, petir, kecelakaan kapal terbang dan
lainnya.2) Asuransi pengangkutan meliputi:a) Marine hul policyb) Marine cargo
policyc) Freight3) Asuransi aneka, yaitu asuransi yang tidak termasuk dalam
asuransi kebakaran dan pengangkutan seperti asuransi kendaraan bermotor,
kecelakaan dari pencurian, dan lainya.
2) Asuransi jiwa (life insurance)

Asuransi jiwa merupakan perusahaan asuransi yang dikaitkan dengan


penanggulangan atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis-
jenis asuransi jiwa adalah:1) Asuransi berjangka (term insurance).2) Asuransi
tabungan (endowment insurance).3) Asuransi seumur hidup (whole life
insurance).4) Anuity contrak insurance (anuitas).
3) Reasuransi (reinsurance)

Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi dalam pertanggungan


ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian. Jenis
asuransi ini sering disebut asuransi dari asuransi dan asuransi ini digolongkan ke
dalam:1) Bentuk treaty.2) Bentuk fakultatif.3) Kombinasi dari keduanya.

b. Dilihat dari segi kepemilikannya

1) Asuransi milik pemerintah

72
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100% oleh
pemerintah Indonesia.
2) Asuransi milik swasta nasional

Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional


sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham maka memiliki suara
terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
3) Asuransi milik perusahaan asing

Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanya merupakan


cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya pun dimiliki 100% oleh pihak
asing.
4) Asuransi milik campuran

Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta


nasional dengan pihak asing.

6. Polis Asuransi

Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat
khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para
pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian
polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua
belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum.
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa
harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.

b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga.

c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan.

d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan).

e. Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung.

f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung.

g. Premi asuransi.

h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-

janji khusus yang diadakan antara para pihak.

73
B. Legistimasi Hukum Positif di Indonesia

Legitimasi Hukum Positif Asuransi diIndonesia Secara hukum positif yang berlaku
peraturan perundang-undangan yang mengatur bisnis asuransi dapat dikelompokan dalam
dua (2) kelompok, yaitu:
1. Hukum Private Asuransi

2. Hukum Publik Asuransi.

Dalam perkembangannya, usaha perasuransian yang sedemikian cepat dilakukan


dengan mengeluarkan berbagai ketentuan atau peraturan, baik dalam bentuk Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri maupun peraturan lainnya.

KELOMPOK 6

ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI

A. ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI


Diadakannya perjanjian asuransi bukan berarti bahwa penanggung harus
melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, dengan membayar ganti rugi kepada
pihak tertanggung. Pelaksanaan prestasi tertanggung hanya akan direalisasikan
apabila peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan
kerugian kepada tertanggung.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar penanggung itu
melaksanakan prestasinya adalah:
1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu
2. Hubungan sebab akibat
3. Cacat atau kebusukan benda
4. Kesalahan sendiri dari tertanggung
5. Azas indemnity (keseimbangan)
6. Nilai benda yang dipertanggungkan
7. Hal-hal yang memberatkan risiko
8. Subrograsi
9. Persekutuan dari penanggung

74
10. Restorno33
Di Indonesia saat ini, pengertian asuransi tercantum di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD) dan diatur secara khusus di dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pasal 246 KUHD
memberikan pengertian dari asuransi atau pertanggungan sebagai berikut:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian,dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tentu.”34
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha Perasuransian,
dicantumkan secara lebih jelas dan lebih lengkap mengenai pengertian dari
asuransi atau pertanggungan yang dinyatakan bahwa :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penganggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninngal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat empat unsur yang harus ada, yaitu:
1. Perjanjian yang mendasari terbenutuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan
penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;
2. Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada
penanggung;
3. Adanya ganti kerugian dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa
perjanjian selesai;
4. Adanya suatu peristiwa (evenemen/accident) yang belum tentu terjadi, yang disebutkan
karena adanya suatu risiko yang mungkin datang atau tidak dialami.

33
Agus Prawoto,Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi,BPFE, Yogyakarta, 1995, hal. 51
34
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Pustaka Yutisia, Yogyakarta, 2011, hal. 29

75
Pengertian asuransi berdasarkan kedua aturan diatas, yaitu Pasal 246 KUHD
dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, sangat jelas dinyatakan bahwa, asuransi adalah perjanjian.
Hubungan hukum dalam perjanjian asuransi melahirkan hak dan kewajiban para
pihak.Dengan demikian, perikatannya bersumber dari perjanjian.Sehubungan
dengan ketentuan perjanjian tidak diatur dalam KUHD maupun UndangUndang
No.2 Tahun 1992, maka seluruh ketentuan yang terkait dengan ketentuan
perjanjian pada umunya berlaku KUH Perdata.
berlakuannya berdasarkan atas lex specialis derogate lege generalis, bahwa
apabila ketentuan khusus (KUHD) tidak mengatur tentang perjanjian, maka akan
berlaku ketentuan hukum (KUH Perdata). Dalam KUH Perdata tidak diatur
secara khusus mengenai asuransi ini, dan perjanjian tidak diatur dalam KUH
Dagang, maka untuk perjanjian asuransi pun akan berlaku ketentuan KUH
Perdata berdasarkan Pasal 1 KUHD bahwa ketentuan umum perjanjian dalam
KUH Perdata dapat berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1 KUHD tersebut
merupakan cerminan atas asa lex specialis derogate lege generalis.
Berdasarkan Pasal 246 KUHD terdapat juga unsur-unsur:
1. Pihak pertama ialah penanngung, yang pada umumnya adalah perusahan asuransi
2. Tertanggung atau perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum atau siapapun
yang dapat mendewrita kerugian.35
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan bahwa,
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”Rumusan tersebut selain
tidak lengkap juga sangat luas.Tidak lengkap karena hanya menyebutkan
persetujuan sepihak saja.
Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan”
mencakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.Dikatakan
tidak lengkap, karena hanya meyebutkan perjanjian sepihak. Sehubungan dengan
itu perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu:

35
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1945, hal. 88

76
1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan
untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUH
Perdata.
Perumusannya menjadi perjanjian adalah suatu perbuatan (hukum), dimana
satu orang atau lebih (saling) mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih.Apabila diperhatikan dari rumusan Pasal 246 KUHD dan Undang-Undang
No.2 Tahun 1992, ruang lingkup perlindungan memiliki perbedaan yang
menyolok. Ruang lingkup perlindungan yang diatur dalam Pasal 246 KUHD
lebih sempit dibandingkan dengan Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No.2 Tahun
1992 yang ruang lingkup perlindungannya lebih luas.
Dalam Pasal 246 KUHD dinyatakan bahwa:
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri
kepada sesorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tentu.”36
Ruang lingkup perlindungan asuransi yang diatur dalam Pasal 246 KUH
meliputi (1) kerugian, (2) kerusakan, dan (3) kehilangan keuntungan.Ketiga
lingkup produk perlindungan tersebut digolongkan kepadaasuransi kerugian,
yaitu golongan asuransi yang pada umumnya mempunyai objek yang bersifat
materiil. Ruang lingkup perlindungan asuransi yang diatur dalam Undang-
Undang No.2 Tahun 1992 meliputi (1) kerugian, (2) kerusakan, (3) kehilangan
keuntungan, (4) Tanggung jawab Hukum terhadap pihak ketiga, (5) atas
meninggalnya seseorang, dan (6) atas hidupnya seseorang (bunga cagak hidup).
Dengan demikian ruang lingkup perlindungan meliputi asuransi yang dapat
digolongkan sebagai asuransi kerugian sebagaimana yang sama diatur dalam
KUHD, dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat, yaitu ditambah asuransi
tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang sekarang ini sangat
berkembang, serta asuransi sejumlah uang, dan bunga cagak hidup.
36
Abdul Kadir Muhammmad, Pengantar Hukum Pertanggungan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,
hal. 7

77
Memperhatikan ruang lingkup perlindungan yang diatur dalam KUHD Pasal
246 dapat dinyatakan hanya mengatur asuransi kerugian, tidak mengatur
asuransi sejumlah uang misalnya, asuransi jiwa. Selanjutnya asuransi jiwa
disebutkan dalam Pasal 247 KUHD menyatakan bahwa:
“Pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: bahaya kebakaran; bahaya yang mengancam
hasilhasil pertanian yang belum dipanen; jiwa; satu atau beberapa orang; bahaya laut dan
pembudakan: bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai-sungai, dan
perairan darat.”
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas pada prinsipnya ada dua jenis asuransi, yaitu:
1. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian, asuransi
laut, serta asuransi pengangkutan.
2. Asuransi Jiwa.37
Perbedaan dari dua jenis asuransi tersebut adalah:
1. Pada asuransi jiwa “peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian dalam
tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada
asuransi “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa pada tenggang waktu yang
tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi
kebakaran gudang yang diasuransikan terbakar.
2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 305
KUHD). Pada asuransi kerugian, jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandingkan
harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan harga barang
sebelum timbul kehilangan atau kebakaran.
Pasal 247 KUHD itu secara yuridis memberikan peluang terhadap tumbuh
dan berkembangnya asuransi yang tidak diatur dalam KUHD. Pasal 247 KUHD
tidak membatasi atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain
menurut kebutuhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada kata-kata “antara lain”
yang terdapat dalam Pasal 247 KUHD itu.Sifat dari Pasal 247 KUHD itu
hanyalah mengatur dan menyebutkan beberapa contoh saja. Dengan demikian,
para pihak dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan bentuk lain. Jadi
tumbuhnya jenis-jenis baru dibidang asuransi memang tidak dilarang oleh

37
Op cit,hal. 34

78
undang-undang.Berdasarkan Pasal 247 KUHD tersebut diatas, dibuka
kemungkinan untuk lahirnya asuransiasuransi baru selain disebutkan
diatas.Selain itu, sehubungan asuransi adalah perjanjian, maka ketentuan dan
asas-asas umum yang terdapat dalam KUH Perdata berlaku pula dalam
perjanjian asuransi.
Asas kebebasan berkontrak sebagaimana daitur dalam Pasal 1338 Ayat (1)
KUH Perdata, menjadi dasar hukum untuk pembentukan asuransi yang tumbuh
dalam perkemabangan masyarakat ( asuransi varia). Tentunya perjanjian
asuransi varia, akan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat apabila
memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian sebagaiman yang diatur dalam
Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.38
Menurut doktrin (teori lama), yang disebut perjanjian adalah perbuatan
hokum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum.Dari definisi
di atas telah tampak adanya asas konsesualisme dan timbulnya akibat hokum
(tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban).
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian, “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum.”Teori baru tersebut
tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dibuat perbuatan-
perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya.
Hukum asuransi di Indonesia dibawa oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang tertuang dalam
kodifikasi Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang Undang Hukum
Dagang).Dalam WvK/KUHD diatur tentang Asuransi Komersial. Lebih lanjut
tentang Usaha Perasuransian diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11 Pebruari 1992, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13.
38
8 R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta,
2009, hal. 339

79
Kini, seiring dengan perkembangan zaman, yaitu :
1. Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 menyatakan : “...selain pengelompokan
jenis usaha, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan
usahanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat sosial dan yang bersifat
komersial...”
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001
menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3), hasil
amandemen kedua 18 Agustus 2000, yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat”; dan
4. Pasal 34 ayat (2), hasil amandemen keempat 11 Agustus 2002, yang menyatakan :
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”;
maka di Indonesia selain Asuransi Komersial, dikenal juga dengan Asuransi Sosial/Jaminan Sosial.
Dengan demikian prinsip-prinsip hukum asuransi komersial (Lex generalis) juga
berlaku bagi asuransi sosial (lex specialis), sepanjang tidak diatur lain oleh
peraturan di lingkungan asuransi sosial/jaminan sosial.
B. ASPEK HUKUM ASURANSI KOMERSIAL39

1. Asuransi komersial diatur dalam :

a) Burgerlijk Wetboek/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor


23);
b) Wetboek Van Koophandel/Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Staatsblad Tahun 1847
Nomor 23, sebagaimana telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun
1971 Tentang Perubahan Dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang

39
Abdul Mubarok,S.H., M.H., MARS., Aspek Hukum Asuransi Di Indonesia,
file:///C:/Users/adrian/Cookies/Downloads/www.unlock-pdf.com_materi-abdul-mubarok_aspek-hukum-kontrak-
asuransi-di-indonesia.pdf, dIakses pada tanggal 1 Mei 2018.

80
Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
2959);
c) Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian; Halaman 1
d) Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun
1992;
e) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 yang berisikan tentang perubahan Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 1992;
f) KMK No. 426/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
g) KMK No. 425/KMK/2003 yang berisi tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi; (8) KMK No. 423/KMK/2003 yang berisi tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian;

2. Pengertian Asuransi
Pasal 246 KUHD/WvK, Asuransi adalah Perjanjian dengan mana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari
suatu evenement (peristiwa tidak pasti).
UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi), 11
Pebruari 1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang

81
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH
Perdata.
Pasal 1774 KUH
Perdata Suatu persetujuan untung–untungan (kansovereenkomst) adalah
suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu.Jadi asuransi adalah sebuah perjanjian yang bersifat untung-untungan.
3. Unsur Asuransi
Asuransi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
a) Penanggung dan tertanggung, atau disebut juga sebagai Subjek Hukum.
b) Persetujuan antara si penanggung dan tertanggung,
c) Benda asuransi dan kepentingan si tertanggung,
d) Tujuan,
e) Premi dan risiko,
f) Peristiwa yang tidak pasti dan ganti rugi,
g) Syarat-syarat,
h) Polis asuransi.

4. Tujuan Asuransi

a) Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan
atau jiwanya.Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
b) Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah
menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian
yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya.
Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya
berupa kerugian total (total loss).Dengan demikian, tertanggung mengadakan

82
asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-
sungguh diderita.
5. Berlakunya Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya
asuransi walaupun polis belum diterbitkan.Penutupan asuransi dalam prakteknya
dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak
sementara (cover note) dan dibayarnya premi.Selanjutnya sesuai ketentuan
perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi
wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD/WvK).
6. Prinsip Dasar Asuransi
Ada 6 prinsip dasar asuransi yang melandasi hukum Asuransi yang perlu
diketahui oleh para pengguna asuransi ataupun perusahaan penyedia asuransi:
a) Insurable Interest adalah hak pertanggungan yang muncul dari hubungan keuangan dan
diakui oleh hukum.
b) Utmost good faith memaksudkan segala sesuatu yang dipertanggungkan yang harus
diungkapkan secara detil dan lengkap. Oleh karena itu, kedua belah pihak harus jujur
mengenai objek yang dipertanggungkan.
c) Proximate cause adalah kejadian yang tidak terduga yang menyebabkan kerugian, tentu
tanpa adanya intervensi yang menyebabkan kerugian tersebut.
d) Indemnity adalah tanggung jawab penanggung untuk mengembalikan posisi finansial
si tertanggung ke posisi semula sebelum terjadi kerugian.
e) Subrogation adalah hak tuntut yang dimiliki oleh tertanggung kepada si penanggung,
atau sering disebut sebagai 'klaim'.
f) Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya untuk kerja
sama.

7. Hukum Asuransi tentang Premi dan Polis


Dalam Hukum Asuransi dikenal kata premi dan polis, yakni dimana premi
adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh si tertanggung sebagai imbalan jasa
si penanggung.Sementara, polis adalah akta atau perjanjian antara si penanggung
dan tertanggung.

83
8. Hukum Asuransi tentang Resiko dan Evenement
Dalam hukum Asuransi dikenal istilah risiko dan evenement yang adalah
peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia yang bisa terjadi secara tidak
terduga dan hasilnya kerugian.Oleh karena itu, perusahaan Asuransi
menggunakan ilmu aktuaria yang berdasarkan pada statistik dan probabilitas,
namun harus berlandaskan pada Hukum Asuransi.
C. ASPEK HUKUM ASURANSI SOSIAL40

1. Asuransi Sosial diatur dalam :

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4456);
b. UU RI Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan;
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan;
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu;
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan;
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;

2. Apakah kepesertaan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dise- lenggarakan
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah kontrak ?
Pasal 246 KUHD/WvK dan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuaransian (UU Asuransi) Asuransi adalah perjanjian,

40
Ibid

84
sedangkan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan :
“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas”;
Sedangkan Penjelasannya menyatakan :
“Prinsip asuransi sosial meliputi:
a. kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan
muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
b. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;
c. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
d. bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang
tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya”,
Maka kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial adalah perjanjian pula.Oleh karena itu, ketentuan dalam buku III
BW/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku bagi BPJS.
Untuk memahami secara konprehensif tentang hubungan Peserta BPJS/SJSN dengan BPJS dan
hubungan BPJS dengan Rumah Sakit selaku provider kesehatan, kita perlu
mengetahui tentang asas asas perjanjian.
3. Asas-asas Perjanjian/Kontrak
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang
dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas
kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme
(concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik
(good faith) dan asas kepribadian (personality).

a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)


Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) BW, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1) membuat atau tidak membuat perjanjian;

85
2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Berdasarkan asas ini, setiap orang yang telah dewasa (umur 21 tahun atau telah kawin) dan mempunyai
kecakapan hukum dapat melakukan perjanjian apapun sepanjang tidak dilarang
(baca : tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan/ketertiban umum)
(periksa pasal 1337 BW).
Pasal 1337
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
b. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (1) BW.Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa
salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua
belah pihak.Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Pasal 1320 BW/KUHPerdata : Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) suatu pokok persoalan tertentu;
4) suatu sebab yang tidak terlarang.

c. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)


Asas ini disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan
akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagai
layaknya undang-undang.Selain para pihak tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.Asas ini dapat
disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) BW.
Pasal 1338 BW :

86
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
d. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas ini tercantum pada Pasal 1338 ayat (3) BW: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

e. Asas Kepribadian (personality)


Asas ini menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan 1340
BW.
Pasal 1315 BW:
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317
BW yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian
kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Syarat sahnya perjanjian
Sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam 1320, sedangkan perjanjian itu tidak mempuinyai kekuatan
mengikat manakala dalam prosesnya terdapat kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan
atau penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 1321.
Pasal 1321
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan (dwaling) atau diperoleh
dengan paksaan (dwang) atau penipuan (bedrog).

Pengertian kekhilafan, paksaan atau penipuan adalah sbb :


Pasal 1322

87
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai
hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.Kekhilafan tidak mengakibatkan
kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya
seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu
diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.
Pasal 1323
Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya
persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.Pasal 1324 Paksaan terjadi, bila
tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan
pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya,
terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus
diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.
Pasal 1325
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang
membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau
keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.
Pasal 1326
Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa disertai kekerasan,
tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.
Pasal 1327
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah paksaan berhenti
persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah
dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan
seluruhnya ke keadaan sebelumnya.
Pasal 1328
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan
yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak
yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan
tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.

88
Dari pasal di atas dapat ditarik KESIMPULAN TEGAS bahwa perjanjian itu dapat mengikat atau
batal.Mengikat jika sesuai pasal 1320 BW dan dapat dibatalkan karena pasal
1321 BW.Tidak ada perjanjian yang kemudian dapat masuk ke dalam ranah
pidana.
Sementara itu, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek Van Stafrecht voor Indonesie)
mengatur :
PENIPUAN, Pasal 378 :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena
PENIPUAN dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
PENGGELAPAN, Pasal 372 :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan diancam karena PENGGELAPAN, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 374
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan
kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
4. Asas Hukum Perjanjian Menurut BPHN
Di samping kelima asas di atas, di dalam lokakarya Hukum perikatan yang
diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman
(17 s/d 19 Desember 1985) asas dalam hukum perjanjian terbagi atas; asas
kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum,
asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.
a. Asas Kepercayaan.
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara
mereka dibelakang hari.

89
b. Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang
mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
c. Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian.Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik.
d. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum.Kepastian ini
terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang
bagi yang membuatnya.

e. Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela
dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari
pihak debitur.Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral).Yang bersangkutan mempunyai kewajiban
hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.Salah satu faktor
yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan
hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati
nuraninya.
f. Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPer.Asas ini berkaitan
dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
berdasarkan sifat perjanjiannya.
Pasal 1339

90
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala
sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau
undang-undang.
g. Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang
menurut kebiasaan lazim diikuti.
h. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan
kreditur harus dilindungi oleh hukum.Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari.Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

D. ASPEK PIDANA ASURANSI41


Dalam sistem hukum pidana di Indonesia dikenal asas legalitas yang
tercantum pada Pasal 1 KUHP, yaitu :
uatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada lebih dahulu” (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege)
Maka ada tidaknya aspek pidana di dalam perasuransian harus dikembalikan kepada UU yang
mengaturnya, yaitu :
1. UU Nomor 2 Tahun 1992 (Usaha Asuransi) Pasal 21 :
a. Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha perasuransian
tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

41
Ibid

91
b. Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
c. Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau
mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
d. Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual
kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang
diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah kekayaan
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
e. Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas
dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 22
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, terhadap
perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan Undangundang ini
dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi administratip, ganti rugi,
atau denda, yang ketentuannya lebih lanjut akan ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan.
Pasal 24
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatu
badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka
tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau terhadap mereka yang
memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak

92
sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun terhadap kedua-
duanya.
2. Bagaimana dengan SJSN-BPJS ?

a. Dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN ternyata tidak diketemukan tentang
KETENTUAN PIDANA.
b. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS diketemukan tentang KETENTUAN
PIDANA, yaitu :
1) Pasal 54
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf
j, huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m adalah larangan :
g. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan
dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau
laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h. Menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
i. Melakukan subsidi silang antar program;
j. Menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi
yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k. Menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;
l. Membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam
laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS
dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau
m. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya
suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS
dan/atau Dana Jaminan Sosial.

93
2) Pasal 55
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 19 ayat (1) dan (2) :
(1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan
menyetorkannya kepada BPJS.
(2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada
BPJS.
3) UU Nomor 20 – 2001 jo. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
karena aset BPJS adalah aset negara (walau sudah dipisahkan) berdasarkan Pasal 41 UU
24 Tahun 2011 :

Pasal 41
Aset BPJS bersumber dari:
a. modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan
tidak terbagi atas saham;
b. hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program
jaminan sosial;
c. hasil pengembangan aset BPJS;
d. dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Halaman 11
Pasal 42 UU 24 Tahun 2011 Tentang BPJS :
Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp
2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

94
95

Anda mungkin juga menyukai