Anda di halaman 1dari 25

ASURANSI

Diberikan Pada Mata Kuliah


BLKL

Universitas Serang Raya


Fakultas Ekonomi
Pengertian Asuransi
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan”.

Asuransi secara umum artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan


dua pihak, tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin
pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap
suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu
peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum
dapat ditentukan saat / kapan terjadinya. Sebagai kontraprestasinya si
tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung,
yang besarnya sekian prosen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut
"premi".
Asuransi Menurut Para Ahli :
1. Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) Republik Indonesia :
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu".
2. Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack :
"Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara
pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat
agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat
diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung".
3. Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang
mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
a) "Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang
dilakukan oleh seorang penanggung".
b) "Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang
atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial".
4. Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green:
"Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko,
dengan jalan mengkombin asikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek
yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh
dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu".
Sejarah asuransi dari tahun ke tahun :
 Tahun 215 SM
Pada tahun 215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier
peliengkapan dan perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang
melindungi mereka terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-
barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti
halnya serangah musuh dan juga badai.
 Tahun 50 SM
CICERO pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian
proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat
berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi proteksi
memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi.
 Tahun 50- 200SM
Kaisar CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua
kerugian yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan
pula premi.
Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan yang
disebut "Collegia". Para serdadu Romawi "Collegia" kegiatan sosial yang diadakan
antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang
meninggal atau gugur di medan perang.
Para budak belian pun membentuk Collegianya dengan maksud apabila meninggal
dapat dikubur dengan layak (disebut Collegia Nititum). Demikian pula para saudara
dan para aktor di Italia membentuk Collegia yang disebut "Collegia Tennorioum"
dengan maksud untuk membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.
 Tahun 1194-1266
Perkembangan perekonomian manusia dari tahun ke tahun
berjalan terus dan periode ini dikenal suatu "Guild System"
(Sistem Gilda), yaitu perkumpulan dari orang-orang yang
mempunyai profesi sama, maka pada waktu itu terbentuklah
gilda tukang kayu, gilda tukang roti dan sebagainya.
Tujuannya sama dengan tujuan Collegia pada zaman Romawi,
yakni meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dari data
di alas dapat dikatakan bahwa "Collegia" dan "Sistem Gilda"
merupakan penemuan-penemuan sosial yang memperoleh
popularitas dan pengakuan masyarakat terhadap adanya risiko-
risiko yang harus ditanggulangi. Perkembangan lembaga yang
mirip dengan asuransi tumbuh terns dan akhimya pada masa
pemerintahan RATU ELEANOR dari Belgia (1194 - 1266)
dibentuk Undang-Undang Asuransi yang tercantum dalam
"ROLE'S DE OLERON"
Sejarah asuransi di indonesia
Perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu :
1. zaman penjajahan sampai tahun 1942

Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah
tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan
asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
a) Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
b) Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari
Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di
negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan
kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat
pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih
sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran,
karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh
Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat
adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II
kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya
pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.
2. zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan.

Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali


beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri
asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda
dan Inggris.

Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan


yang disebut "Bataviasche Verzekerings Unie" (BVU) pada tahun 1946, yang
melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap
penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini
dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi
masih kurang sekali.

Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama,
yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah
menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi
kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan
perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun
pengetahuan teknis.

Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian


pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi
kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua
barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk
menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri.
Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam
bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk
membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk
menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi
profesional, yakni "PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA" yang mendapat
dukungan dari bank-bank pemerintah.
Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang
mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa
perusahaan reasuransi nasional. Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam
hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum
Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa.
Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-
perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya
masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi
swasta asing.
Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia,
pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-
perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
Fungsi Asuransi :
1. Transfer Resiko
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat
memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke
perusahaan asuransi
2. Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana
untuk membayar resiko yang terjadi.

Macam-macam resiko :
Risiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. Resiko Murni (risiko yang tidak disengaja), adalah risiko yang apabila terjadi tentu
menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disegaja.
Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, dsb.
2. Resiko Spekulatif (risiko disengaja), adalah resiko yang sengaja ditimbullkan
oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan
kepadanya.
Contoh : resiko produksi, resiko moneter (kurs valuta asing).
3. Resiko Fundamental, adalah risko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan
kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang
saja, tetapi banyak orang.
Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, resiko perang, polusi
udara.dsb.
4. Resiko Khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan
umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh,
tabrakan mobil dan sebagainya.
5. Resiko Dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan
(dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti risiko
keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut,
Resiko Statis, seperti risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya.

Menurut sumber / penyebab timbulnya, risiko dapat dibedakan kedalam :


a. Resiko Intern, yaitu risiko yang berasal dari dalam, : kebakaran yang berasal dari
rumah si tertanggung sendiri.
b. Resiko ekstern, yaitu risiko yang berasal dari luar , seperti risiko kebakaran dari
rembetan rumah yang bersebelahan, bencana alam, pencurian, perampokan dan
sebagainya.
Manfaat asuransi secara umum adalah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita
satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3. Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang
atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan
harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan
jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi
akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku
untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
Secara garis besar, asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu :
1. Asuransi Kerugian
2. Asuransi Jiwa
3. Asuransi Sosial

Prinsip pokok asuransi yaitu:


1. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith )
2. Prinsip Kepentingan yang dapat di Asuransikan (Insurable Interest)
3. Prinsip Ganti Rugi (Indemnity)
4. Prinsip Perwalian (Subrogation)
5. Prinsip Kontribusi (Contribution)
6. Prinsip Sebab Akibat (Proximate Cause)
ASURANSI SYARIAH

Secara etimologi [bahasa] syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan


secara terminologi [definisi], syariah adalah undang-undang atau peraturan-
peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta [Allah
SWT], serta hubungan antara manusia dengan manusia.
Syariah mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang muslim
dengan aturan-aturan halan dan haram, serta perilaku baik dan buruk.
Panduan dalam pengalaman syariah mengacu pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Sejarah Asuransi Syariah

Awal terbentuknya sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi


jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali
memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian di tahun yang sama sebuah
perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan
asuransi syariah di wilayah Arab.
Tahun 1981, Dar Al-Maal Al-Islami, sebuah perusahaan asuransi jiwa asal
Swiss, memperkenalkan asuransi syariah di Jenewa. Diiringi oleh
penerbitan asuransi syariah kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic
Takafol Company [ITC] di Luksemburg pada tahun 1983.
Di Asia sendiri, asuransi syariah pertama kali dikenalkan di Malaysia pada
tahun 1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful
Malaysia.
Pengertian Asuransi Syariah
Berdasarkan Dewan Syariah Nasional [DNS] dan Majelis Ulama Indonesia [MUI],
Asuransi Syariah adalah sebuah lembaga usaha yang saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Dalam hal ini peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang
mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh
sebagian peserta. Jadi, jika dalam asuransi konvensional terjadi transfer of risk
[memindahkan risiko] dari peserta ke perusahaan, dalam asuransi syariah
mekanisme pertanggungannya adalah sharing of risk atau saling menanggung risiko;
di mana perusahaan HANYA sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan
menginvestasikan dana dari kontribusi peserta, BUKAN sebagai penanggung.

Azas dan Prinsip Asuransi Syariah

Asuransi syariah berazaskan Azas Jaminan Bersama, dan memiliki prinsip


Tanggung Jawab Bersama, Saling Membantu dan Bekerjasama, serta Perlindungan
Bersama.
Kontrak dalam Islam
1. Wa’ad yaitu perjanjian antara satu pihak kepada pihak lain. Pihak yang diberi janji
tidak memikul kewajiban kepeda pemberi janji, dan bila terjadi pengingkaran
terhadap janji tersebut, pemberi janji tidak dikenakan sanksi selain sanksi moral.
2. Akad merupakan kontrak atau perjanjian yang dibuat 2 belah pihak yang saling
mengikat di antara keduanya untuk bersepakat tentang suatu hal. Syarat dan
ketentuan harus dijelaskan secara terperinci oleh kedua pihak. Jika ada
pelanggaran kontrak, maka pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai
dengan kesepakatan dalam kontrak tersebut. Akad inilah yang nantinya banyak
digunakan dalam asuransi syariah.
Ada 2 bentuk akad :
a) Akad Tabarru’ yaitu semua bentuk kontrak/akad yang dilakukan dengan
tujuan kebaikan dan tolong menolong, dan bukan semata untuk tujuan
mencari keuntungan. Dalam asuransi syariah, akad ini terdapat pada dana
tabarru’ di mana dana ini bersifat saling menguntungkan kedua pihak dan
TIDAK digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat komersial.
Contoh: transaksi pinjam meminjam, pendelegasian, dan pemberian sesuatu.
b) Akad Tijarah yaitu akad yang bertujuan komersial. Akad ini digunakan oleh
peserta asuransi syariah dengan pihak perusahaan asuransi.
Skema Akad Tijarah terbagi menjadi 2, yakni: Kontrak yang Pasti [KP] dan
Kontrak yang Tidak Pasti [KTP]. Bila telah ditentukan secara pasti [misal
profit], tidak bisa diubah menjadi KTP. Hal ini mengandung unsur Gharar atau
ketidakpastian. Sebaliknya, jika tidak disebutkan secara pasti [misal profit]
makaalam konsep syariah.
Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional

Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diter tidak
boleh diubah menjadi KP, karena hal ini mengandung unsur Riba’. Kedua unsur ini
dilarang dapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong
menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar
yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita
kenal sebagai sharing of risk.
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan
risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula
transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung.
Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi
milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan
asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Akad (Perjanjian)

Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus


jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan
bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah
menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara
syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah.
Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli
(tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual
beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual,
pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian
yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya
penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak
dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh
peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya
Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang
pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan
disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia
maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar
ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut
pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa
besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa
besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
2. Gharar (Ketidakjelasan)

Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa.
Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung
merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui
seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan
jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama
berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa
mengklaim menjadi milik perusahaan.
3. Tabard dan Tabungan

Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan


atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat
bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan
saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di
antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan
dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang
diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta
untuk saling menolong.
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana
yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat
pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh
perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan
dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan
kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka
dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
4. Maisir (Judi)

Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama
dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam
asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus
asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum
periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka
ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak
mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan
yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang
bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang
polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika
perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab
keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya
klaim yang dibayarkannya.
5. Riba

Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan


bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan
saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di
depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu
investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta
memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula
dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi
yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem
bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan
atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron
ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang
memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba,
pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka
semua sama."(HR Muslim).
6. Dana Hangus

Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta


karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan
tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi
kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang
dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya
dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah
masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip
muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang
merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru
masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada
asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka
asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang
dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak
hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
7. Dewan Pengawas Syariah

Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan


Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional
(DSN), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan
DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.
Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi
konvensional. Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi,
kemanuasiaan atau syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik
dari seluruh sistem asuransi yang ada.
Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia
Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada
tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan
hukum saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang
diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU
Perbankan tahun 1998.

Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah


1. Instrumen tidak dikenal masyarakat luas
2. Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan
3. Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat
berharga
4. Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah

Peluang pengembangan Asuransi Syariah


1. Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk
yang sesuai dengan hukum Islam
2. Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk
pengamanan aset dan transaksi perbankan

Peluang pengembangan Asuransi Syariah.


Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah
adalah ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan
asuransi syariah.

Anda mungkin juga menyukai