Disusun Oleh :
Nim : 63010160347
Kelas :B
SALATIGA
2018
Daftar Isi
Tema yang dibahas
A. Sejarah munculnya asuransi syariah
Sejarah asuransi syariah sendiri dipetakan dalam beberapa periode, yaitu primitif
sebelum masehi, pertengahan, pra-islam, kolonial, dan modern hingga sekarang ini.
Muslehudin berpendapat bahwa munculnya ide dan gagasan asuransi itu berkaitan
erat dengan kelompok manusia, dan dia menyarankan untuk mempelajari sejarah
peradapan manusia.
a. Al-Qur’an
Al-Qur‟an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan
tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Diantara ayat-ayat al-
Qur‟an yang mempunyai muatan nilai-nilai yang ada dalam praktik asuransi
adalah:
i. Surah al-Maidah [5] : 2
Artinya:
“…Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
1
Pupitasari novi dan muhammad,Manajemen asuransi syariah,(yogyakarta:2015), 17
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya”. (QS. Al-Maidah [5]:2)
Dalam ayat ini, perintah tolong-menolong antar sesama manusia. Dan dalam
bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah)
perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai
dana sosial (tabarru’).
ii. Surah al-Baqarah [2] : 185
Artinya:
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah [2] : 185)2
Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa
dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat memudahkan untuk
menyiapkan dan merencanakan kehidupannya di masa mendatang dan dapat
melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak
disengaja.
b. Hadis tentang Aqilah
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata: “Berselisih dua orang
wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu
ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut karena
janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW., maka
Rasulullah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat)
yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki).”(HR.
Bukhari)
c. Piagam Madinah
2
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan
Praktis, Ed. 1 Cet.1, (Jakarta: Kencana, 2004)
Rasulullah SAW. Mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat
dalam Piagam Madinah yaitu sebuah konstitusi pertama yang memperhatikan
keselamatan hidup para tawanan yang tinggal di negara tersebut. Seseorang
yang menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah dari tawanan tersebut akan
menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh,
sebagai pesan memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut. Sebagaimana
kontribusi tersebut akan dipertimbangkan sebagai bentuk lain dari
pertanggungan sosial (social insurance). Bunyi piagam Madinah tersebut
sebagai berikut:
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi SAW., di kalangan
mukmin dan muslimin (yang berasal) dariQuraisy dan Yatsrib, dan orang
yang mengikuti mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari
(komunitas) manusia yang lain. Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan
(kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di antara mereka dan
mereka membayar tebusan tawanan dengan cara adil diantara mukminin”
d. Praktik sahabat
Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi)
pernah dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Pada suatu
ketika Khalifah Umar memerintahkan agar daftar (diwan) saudara-saudara
muslim disusun perdistrik. “Orang-orang yang namanya tercantum dalam
diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus
menyumbang untuk pembayaran hukuman atas pembunuhan tidak disengaja
yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka.” Umar lah
orang pertama kali yang mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar
secara profesional per wilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan
saling menanggung beban.
e. Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah.
Aqilah adalah saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika
salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku yang lain, maka ahli
waris korban akan dibayar dengan uang darah (dyat) sebagai kompensasi
saudara terdekat dari terbunuh. Terbukti dengan tidak adanya penentangan
oleh sahabat lain terhadap apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin
Khattab. Dapat disimpulkan bahwa mereka bersepakat mengenai persoalan
ini.
f. Qiyas
Ide pokok aqilah adalah suku Arab zaman dahulu harus siap untuk
melakukan kontribusi finansial atas nama si pembunuh untuk membayar ahli
waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini sama
dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah. Jadi, jika
dibandingkan permasalahan asuransi syariah yang ada pada saat ini dapat
dikiyaskan dengan sistem aqilah yang telah diterima di masa Rasulullah.
g. Istihsan
Dalam pandangan ahli usul fiqh adalah memandang sesuatu itu baik.
Kebaikan dari kebiasaan aqilah dikalangan suku Arab kuno terletak pada
kenyataan bahwa sistem aqilah dapat menggantikan atau menghindari balas
dendam berdarah yang berkelanjutan.
Landasan kedua dari didirikannya asuransi syariah adalah landasan
yuridis. Pada landasan ini, asuransi syariah telah ikut serta dalam
mengembangkan dunia perasuransian di Indonesia sebagaimana tercermin
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Sedangkan landasan terakhir yaitu landasan filosofis atau bisa pula
disebut dengan landasan teologis. Dalam landasan ini tersirat bahwa asuransi
syariah merupakan salah satu solusi bagi pihak-pihak yang hendak mengatasi
musibah atau bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Dalam teologi Islam
yang masyhur bahwa musibah dan bencana yang menimpa manusia itu
merupakan qadha dan qadar Allah Swt. Namun, bukan berarti bahwa
keterlibatan dalam asuransi merupakan salah satu upaya untuk menolak
qadha dan qadhar Allah Swt, melainkan salah satu upaya untuk
meminimalisir risiko finansial yang mungkin akan diderita.
C. Pandangan para ahli hukum islam tentang asuransi
Dikalangan umat Islam, asuransi masih menjadi perdebatan hukum atas
kehalalannya. Bahkan, sampai dewasa ini. Di sisi lain, praktik ini sudah
memasyarakat di Indonesia, dan sudah banyak masyarakat muslim yang terlibat
di dalamnya, baik sebagai pelaku bisnisnya maupun sebagai peserta (nasabah).
Perdebatan ahli hukum Islam tentang status asuransi terbagi menjadi empat
kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang mengharamkan.
Golongan ini berpendapat bahwa asuransi itu haram dalam segalamacam
bentuknya, termasuk asuransi jiwa dan kerugian. Pendapat ini dikemukakakn oleh
Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili (Mufti Yordania), Yusuf Qardhawi, dan
Muhammad Bakhil al-Muthi (Mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah:
a) Asuransi Syariah
1. Pengertian Asuransi Syariah
Kemunculan asuransi syariah adalah jawaban atas perbedaan pendapat
ulama dalam menyikapi status hukum asuransi konvensional. Pada
kenyataannya bahwa asuransi syariah didasarkan pada prinsip tolong
menolong (ta’awun), sementara asuransi konvensional lebih condong pada
3
Ismanto, Kuat, Asuransi Perspektif Maqasid Asy-Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2016.
sisi perjanjian dan mencari keuntungan, dengan demikian secara prinsi
dasar keduanya berbeda secara filosofis.
Perbedaan terletak pada kerangka operasional serta nilai-nilai yang
digunakan menurut Gemala Dewi bahwa UU No.2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian tidak bisa mengakomodir konsep asuransi syariah
secara utuh dalam asuransi syariah berdasarkan konsep kerja sama dan
perlindungan, perjanjian, pertanggungan bukanlah antara penanggung
dengan tertanggung tetapi para tertangung sendirilah yang saling berjanji
untuk menanggung diantara mereka.
Kata asuransi, dalam bahasa Arab disebut dengan at-ta’min, yang
berasal dari kata amana yang memiliki arti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Pengertian asuransi
syariah lebih menekankan pada makna tolong menolong antar sesama
peserta dewan syariah nasional DSN-MUI mendefinisikan asuransi syariah
(ta’min, takaful, atau tadhamun) sebagai berikut.
Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabaruk yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui
akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
2. Fungsi Dan Tujuan Asuransi Syariah
i. Fungsi Asuransi Syariah
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk
mengalihkan risiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan risiko
dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Selain
fungsi diatas, asuransi juga memiliki fungsi lain seperti berikut:
a. Asuransi menyebabkan atau membuat masyarakat dan perusahaan-
perusahaan berada dalam keadaan aman.
b. Dengan asuransi terdapat suatu kecenderungan, penarikan biaya
seadil mungkin (the equitable assesment of cost).
c. Asuransi sebagai alat penabung (saving).
d. Asuransi dipandang sebagai suatu sumber pendapatan (earning
power).
e. Sumber pendapatan ini didasarkan pada financing the bussiness.
Sumber pendapatan untuk segala sesuatu yang dipertanggungkan.
ii. Tujuan Asuransi Syariah
Tujuan asuransi syariah menurut Radiks Purba, ada tiga hal, yaitu
tujuan ganti rugi, tujuan tertanggung, dan tujuan penanggung.
a. Tujuan ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada
tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian sehingga
tertanggung masih mampu berdiri seperti sebelum menderita
kerugian.
b. Tujuan tertanggung mengikuti asuransi adalah untuk memperoleh
rasa tentram dan aman dari risiko yang dihadapinya dan untuk
mendorong keberaniannya meningkatkan usaha yang lebih besar.
c. Tujuan penanggung dibagi menjadi dua yaitu tujuan khusus dan
tujuan umum. Tujuan khususnya adalah untuk meringankan risiko
yang dihadapi oleh para nasabah, menciptakan rasa tenteram dan
aman dikalangan nasabahnya, dan mengumpulkan dana melalui
premi yang terkumpul dari para nasabahnya. Sedangkan tujuan
umumnya adalah untuk memperoleh keuntungan selain menyediakan
lapangan kerja, apabila penanggung membutuhkan tenaga pembantu.
E. Sistem operasional asuransi jiwa dalam mengeliminir gharar, maisir, dan riba
A. Hukum Asuransi Menurut Ulama
Menurut Zuhdi (dalam Kuat Ismanto. 2017: 2) ada berbagai macam
pendapat dari para ulama tentang hukum asuransi menurut Islam. Perbedaan
itu dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu pendapat haram,
halal, syubhat (ragu-ragu), dan mubah. Dari keempat hukum tersebut, berikut
adalah penjelasan dari para ulama berkenaan dengan hukum asuransi:
1. Kelompok pertama yang mengharamkannya, berpendapat bahwa asuransi
itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa dan
kerugian. Pendapat ini salah satunya dikemukakan oleh Sayyid Sabiq,
dengan alasan bahwa asuransi itu mengandung unsur judi, ketidakjelasan,
serta riba.
2. Kelompok kedua adalah kelompok ulama yang menghalalkan asuransi,
dengan salah satu tokoh adalah Abdul Wahab Khalaf. Diantara alasan
yang dikemukakan adalah bahwa tidak ada ayat al-Qur‟an maupun al-
Hadits yang melarang praktik asuransi.
3. Kelompok ketiga, menghalalkan asuransi yang bersifat sosial dan
mengharamkan asuransi yang bersifat komersial, yang dipelopori oleh
Muhammad Abu Zahrah.
4. Kelompok keempat adalah ulama yang berpendapat bahwa asuransi itu
syubhat dengan alasan tidak ada dalil, baik al-Quran maupun al-Hadits,
yang tegas mengharamkan maupun menghalalkannya.
Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syari’ah tidaklah jauh berbeda
dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika Islami secara
komprehensif dan bersifat mayor. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi
syari’ah merupakan derivasi (minor) dari konsep ekonomi Islami. Sebagai
lembaga yang Islami, asuransi syari’ah tetap konsiten pada nilai-nilai normatif
Islam, terlebih pada prinsip dasar pijakannya, mengharuskan menjadi fondasi
asuransi syari’ah yang kokoh secara konstruksional, di atas bangunan nilai-
nilai Islam.
b. Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
Jadi, wakalah merupakan pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa
dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas
nama pihak pertama dan untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya
oleh pihak pertama.5
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 52 /DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Wakalah bil Ujrah Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi
Syariah disebutkan bahwa Akad Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan oleh
perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Akad Wakalah bil Ujrah adalah
4
Hariyadi, E dan Abdi Triyanto. Peran Agen Asuransi Syariah dalam Meningkatkan Pemahaman Masyarakat
Tentang Asuransi Syariah. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah. 2017. 5(1):23
5
Ibid.
pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola
dana peserta dengan imbalan pembelian ujrah (fee). Yaitu Perusahaan
asuransi bertindak sebagai penerima kuasa dari peserta sebagai pemberi kuasa
untuk dapat mengelola dana peserta. Wakalah bil Ujrah dapat diterapkan pada
produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan maupun unsur
tabarru’ dalam pelaksanaannya, perusahaan asuransi tidak boleh mewakilkan
lagi tanpa seizin pemberi kuasa atau peserta. Oleh karena ada ujrah maka
perusahaan tidak berhak atas hasil pengelolaan dana, investasi dan juga tidak
berkewajiban menanggung resiko atas kerugian dalam mengelola dana
peserta, kecuali atas dasar kecerobohan atau wanprestasi.
c. Wadi’ah
Wadi’ah dapat diartikan dengan meninggalkan atau meletakkan, yaitu
meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan,
menurut istilah, Wadi’ah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain
untuk menjaga hartanya/barangnya dengan secara terang-terangan atau
isyarat yang semakna dengan itu. Dalam praktik asuransi syariah, Asuransi
Mubarakah Syariah (life insurance) menggunakan akad wadi’ah. Dana
terkumpul dari nasabah dititipkan kepada perusahaan asuransi (Mubarakah)
untuk dikelola seperti halnya akad wadi’ah yang ada di bank syariah, hanya
saja dalam asuransi mengandung unsur asuransi dengan nilai pertanggungan
sesuai yang diperanjikan.
d. Musyarakah
Musyarakah adalah perjanjian (akad) antara dua pihak atau lebih
dalam sautu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi
dengan kesepakatan kalau terdapat keuntungan dan/atau mengalami kerugian
masing-masing pihak mendapatkan margin dan menanggung resiko kerugian
sesuai dengan kesepakatan di awal akad. Akad musyarakah dilandasi oleh
keinginan kedua belah pihak yang ingin bekerja sama dalam sebuah usaha
untuk meningkatkan nilai aset yang dimiliki masing-masing pihak secara
bersamaan.
Pada hakikatnya bentuk kerja sama dalam asuransi adalah bentuk
kerja sama yang dilandasi oleh prinsip Musyarakah, dimana ada pihak yang
punya dana dan modal, dan ada pihak yang hanya memiliki tenaga dan skill
serta profesioanlisme. Karena sejatinya Manusia diciptakan oleh Allah SWT
dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu,
konsep Musyarakah menjadi suatu kebutuhan.
Dana dalam akad tabarru’, jika terdapat kelebihan atau surplus maka pihak
underwriting ada 2 hal yang hars dilakukan oleh pihak underwriting yaitu:
a. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan
beberapa alternatif berikut:
Seluruhnya diperlakukan sebagai dana cadangan dalam akad tabarru’
Disimpan sebagian dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya
kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian
lainnya kepada perusahaan asuransi dan reasuransi dan para peserta
sepanjang disepakati oleh para peserta.
6
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), hlm. 182
7
Nopriansyah, Waldi, 2016, “Asuransi Syariah”, hlm. 83-84
b. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih
dahulu oleh peserta dituangkan dalam akad.
2. Defisit Underwriting dalam Akad Tabarru’
Dana didalam akad tabarru’ jika terdapat kekurangan atau defisit ada 2 hal
yang harus dilakukan oleh pihak underwriting yaitu:
a. Jika terjadi defisit underwriting (defisit tabarru’) atas dana tabarru’, maka
perusahaan asuransi atau reasuransi wajib menanggulangi kekurangan
tersebut dalam bentuk qardh (pinjaman).
b. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan ditutup dari surplus dana
tabarru’.
A. Underwriting Syariah
Underwriting menurut asuransi jiwa adalah proses penaksiran mortalitas (tingkat
kematian) atau mordibitas (tingkat kesehatan) calon tertanggung untuk menetapkan
apakah akan menerima atau menolak calon peserta dan menetapkan klasifikasi
peserta. Underwriting adalah proses Penilaian dan penggolongan tingkat risiko yang
dimiliki oleh seorang calon tertanggung atau sekumpulan calon tertanggung, atau
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak risiko tersebut. Underwriting
disebut juga seleksi risiko, adalah proses penaksiran dan penggolongan tingkat risiko
yang terdapat pada seorang calon tertanggung.
Jadi, dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa underwriting
adalah proses penilaian dan pengklasifikasian risiko seseorang atau sekelompok
calon tertanggung, yang bertujuan untuk melindungi perusahaan asuransi dari
kerugian. Underwriting disebut juga seleksi risiko adalah proses penaksiran dan
penggolongan tingkat risiko yang ada pada seorang calon tertanggung. Berdasarkan
tingkat risiko yang ada pada calon tertanggung suatu permohonan asuransi dapat
ditolak atau diterima.
Terlaksana atau tidaknya suatu akad kontrak oleh perusahaan amat tergantung
pada proses underwriting yang mengidentifikasi kelayakan calon tertanggung.
Memahami sebuah konsep underwriting dengan baik merupakan hal yang amat
esensial untuk dapat melakukan identifikasi risiko secara baik, tepat dan akurat,
mengingat tanggung jawab utama dari underwriter dalam seleksi risiko adalah
memastikan bahwa tidak ada risiko yang bisa menimbulkan masalah besar yang
memberatkan bagi perusahaan di kemudian hari, sehingga proses seleksi risiko yang
dilakukan oleh underwriter berkorelasi dengan tujuan perusahaan yakni
maksimalisasi laba.
Dalam asuransi syariah prinsip underwriting sama dengan asuransi
konvensional. Namun dalam asuransi syariah, untuk menyeleksi risiko secara implisit
tergabung dua elemen penting yaitu, seleksi dan pengklasifikasian. Namun
penekanan utama underwriting syariah adalah harus bersifat wasathon (tengah-
tengah) yaitu penekanan pada rasa keadilan bagi nasabah dan perusahaan.
Underwriting asuransi konvensional dan asuransi syariah memiliki banyak
perbedaan. Perbedaan tersebut disajikan pada tabel
No. Prinsip Asuransi Konvensional Asuransi Syariah
1. Konsep Perjanjian antara dua pihak Sekumpulan orang yang
atau lebih, dimana pihak saling membantu, saling
penanggung mengikatkan menjamin, dan bekerja sama
diri dengan cara masing-masing
kepada tertanggung dengan mengeluarkan dana tabarru’
menerima premi asuransi
untuk memberikan
pergantian kepada
tertanggung
2. DPS (Dewan Tidak Mempunyai DPS Mempunyai DPS yang
Pengawas berfungsi
Syariah) untuk mengawasi
pelaksanaan operasional
perusahaan agar terhindar
dari praktek-praktek
muamalah yang
bertentangan dengan
prinsipprinsip syariah
3. Akad Akad jual beli, akad Akad tabarru’ dan akad
idz’aan, akad gharar, serta tijarah
akad mulzim
4. Jaminan Risiko Transfer of risk, dimana Sharing of risk, dimana
adanya perpindahan risiko terjadi proses saling
dari tertanggung kepada menanggung antara satu
penanggung peserta dengan peserta
lainnya
5. Pengelolaan Tidak ada pemisahan dana. Pada produk saving (life)
Dana Ini akan berakibat pada terjadi
terjadinya dana hangus pemisahan dana yaitu dana
tabarru’, derma, serta dana
pesertasehingga tidak
mengenal dana hangus.
Sedangkan untuk asuransi
jiwa dan kerugian, semua
dana bersifat tabarru’
6. Kepemilikan Dana yang terkumpul dari Dana yang terkumpul dari
Dana premi peserta seluruhnya peserta dalam bentuk iuran
menjadi milik perusahaan. atau
kontribusi merupakan milik
peserta. Perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah
dalam mengelola dana
tersebut
7. Sumber Dari rekening perusahaan Dari rekening tabarru’
pembayaran
klaim
8. Keuntungan Diperoleh dari surplus Diperoleh dari surplus
underwriting, komisi underwriting, komisi
reasuransi, serta hasil reasuransi,
investasi yang dilakukan serta hasil investasi. Akan
perusahaan tetapi, seluruh keuntungan
itu bukan milik perusahaan
karena harus dilakukan bagi
hasil (mudharabah) dengan
peserta.
Sumber: Sula (2004)8
Bagi perusahaan asuransi syariah proses underwriting bertujuan untuk
memastikan bahwa calon peserta asuransi syariah memiliki tingkat risiko sesuai
dengan yang diasumsikan perusahaan, dengan demikian perusahaa dapat menjaga
kecukupan dana tabarru’ untuk membayar klaim-klaim yang akan terjadi, sehingga
peserta dan pemegang polis mendapat keadilan yang sama dalam kontribusi tabarru’
sesuai dengan risiko yang dimilikinya.
B. Prinsip-prinsip Underwriting Syariah
Underwriting syariah dalam asuransi syariah samadengan asuransi
konvensional. Namun, dalam asuransi syariah untuk menyeleksi resiko ada dua
elemen penting yaitu seleksi dan pengklasifikasian. Seleksi adalah proses perusahaan
dalam mengevaluasi permintaan asuransi oleh calon peserta untuk menentukan batas
risiko yang di miliki calon. Pengklasifikasian adalah proses penetapan individu ke
dalam kelompok individu yang sekiranya mempunyai kemungkinan kerugian sama,
Namun penekanan utama underwriting adalah harus bersifat wasathon (tengah-
tengah) yaitu penekanan pada rasa keadilan bagi nasabah dan perusahaan.
8
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), hal. 259.
Pada prinsipnya cara mendesain produk-produk asuransi syariah tidak
terlampau jauh berbeda dengan, cara mendesain produk-produk konvensional.
Walaupun demikian, perbedaan yang ada diantara keduanya dapat menentukan halal-
haram nya suatu produk, misalnya ketika menentukan Kontribusi Premi, Cadangan
Premi, di asuransi konvensional didasarkan pada perhitungan bunga (secara tehnik),
sementara pada Asuransi Syariah mendasarkan pada Konsep Bagi Hasil dan Scheme
Bagi Hasil. Dan juga perbedaan dalam menentukan Biaya-Biaya Asuransi, untuk di
Asuransi Syariah tidak dibebankan kepada dana peserta, tetapi diambil dari
perusahaan.
C. Tujuan, Tugas dan Fungsi Underwriting Syariah
Tujuan utama underwriting adalah melindungi perusahaan terhadap seleksi
kerugian. Namun, proses underwriting perusahaan asuransi tetap berfokus pada
pemberian persetujuan dan penerbitan pertanggungan yang :
a. Bertanggung jawab dalam risk assessment (penilaian risiko yaitu proses
penentuan tingkat risiko setiap/group calon tertanggung dimana setiap
tertanggung membayar premi yang mencerminkan tingkat risiko yang dimiliki
dan sesuai dengan produk asuransi yang diminta.
b. Wajar dan adil bagi para tertanggung dan perusahaan.
c. Delivery by the agent (dapat disampaikan oleh agen)Seorang pemohon
asuransi perorangan membuat keputusan akhir yaitu akan menerima polis
asuransi pada saat diserahkan. Jika si pembeli memilih untuk tidak menerima
polis asuransi pada saat agen asuransi berusaha untuk menyerahkan polisnya,
maka polis tersebut dikatakan undeliverable (tidak dapat disampaikan) atau
not taken.
d. Memberikan profit bagi perusahaan.
Seorang underwriter adalah bagian penting dari perusahaan asuransi.
Untuk itu tugas dan fungsi underwriter harus dijalankan dengan prinsip
keadilan, baik untuk peserta atau perusahaan asuransi.
Adapun tugas dan fungsi underwriter adalah sebagai berikut:
1. Tugas Underwriter
Tugas underwriter antara lain mengatur penggunaan dana efektif
mungkin dan seefisien mungkin untuk menghasilkan laba yang maksimal.
Peranan lain underwriter, yaitu:
a. Mempertimbangkan risiko yang diajukan
b. Memutuskan untuk menerima atau menolak yang diajukan.
c. Menentukan syarat dan beberapa ketentuan serta lingkup ganti rugi.
d. Mengenakan biaya upah pada dana kontribusi peserta.
e. Mempertahankan, meningkatkan, dan mengamankan margin profit.
2. Fungsi Underwriter Adalah sebagai berikut :
a. Menilai dan menggolongkan tingkat risiko yang dimiliki oleh seorang
calon tertanggung atau sekelompok orang dalam pertanggungan
sehubungan
b. dengan produk asuransi tertentu.
c. Mengambil keputusan untuk menerima atau menolak risiko.
D. Jenis-Jenis Risiko Yang Mempengaruhi Underwriting
Sebelum menetapkan suatu kondisi underwriting terhadap calon tertanggung,
underrwriter harus mempertimbangkan dari segi pengaruh risiko dan jenis polis yang
diinginkan oleh calon tertanggung. Jenis-jenis risiko yang mempengaruhi penetapan
underwriting adalah sebagi berikut:
a. Increasing risk (risiko menarik) Ada beberapa penyakit tertentu, misalnya besarnya
risiko akan bertambah berat sesuai dengan kenaikan umur calon tertanggung
b. Risiko yang tinggi dialami pada tahun-tahun pertama polis. Makin lama polis
berjalan, risiko semakin menurun
c. Constant extra risk (risiko ekstra yang menetap), pada jenis ini, risiko tambahan
berada pada tingkat yang tetap selama masa pertanggungan.
E. Proses Underwriting
Seleksi Risiko memerlukan serangkaian tahapan. Para agen memulai proses
underwriting pada waat mereka mengisi permohonan asuransi bersama dengan calon
tertanggung. Setelah dikirim ke kantor pusat, permohonan diperiksa kembali sebelum
ditaksir oleh seorang underwriter kantor pusat. Bahkan beberapa permohonan dapat saja
tidak diperiksa oleh seorang underwriter karena dilakukan jet screening atau computer
screening. Berikut tahap awal proses underwriting asuransi jiwa :
a. Field Underwriting
Field underwriting terjadi bila seorang agen mengumpulkan informasi
mengenai calon tertanggung dan mencatatkan informasi tersebut dalam permohonan
asuransi. Permohonan tersebut kemudian menjadi suatu faktor penting dalam
keputusan seleksi risiko. Setiap permohonan yang diterima, baik di kantor pusat atau
kantor operasional, biasanya ditandai dengan suatu nomor identifikasi. Nomor ini
digunakan untuk keperluan pengontrolan dan kemudian sebagai nomor polis jika
polis sampai diterbitkan. Permohonan dan materi-materi pendukung diperiksa untuk
memastikan lengkapnya file.
b. Jet Screening
Jet Screening yaitu penyelesaian suatu kasus segera mungkin. Jika permohonan
asuransi menemukan kriteria yang lengkap maka staf jet screening, dapat menyetujui
permohonan tersebut dan meminta agar polis segera diterbitkan. Jika permohonan
asuransi tidak mempunyai kriteria-kriteria tersebut, maka filenya segera diteruskan
kepada seorang underwriter untuk dievaluasi.
c. Computer scanning
Computer scanning menggunakan sistem-sistem otomatis untuk menyederhanakan proses
underwriting. Perusahaan asuransi membuat program-program computer dengan criteria yang
diperlukan untuk membuat formulir-formulir permohonan.
Prinsip asuransi syariah adalah tolong menolong atau ta’awun dan tidak
mengharapkan keuntungan semata. Pada asuransi syariah juga tidak terdapat hal-hal yang
dilarang oleh syariat Islam seperti Gharar, Riba, Judi, dan Maisyir karena bertujuan untuk
kemaslahatan seluruh anggota.
Dalam hal ini ulama DSN Takaful Indonesia menyatakan bahwa akad tersebut tidak
sah karena adanya dua akad dalam satu akad yaitu akad Tabarru’ dan akad Mudharabah.
Ulama DSN dengan tegas mengatur akad Tijarah (akad jual beli) dan akad Tabarru’ (akad
shodaqoh).
a. Jenis akad Tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan
haknya dengan rela melepas haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang
belum menunaikan kewajibannya.
b. Jenis akad Tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad Tijarah.
a. Prinsip Kepentingan
Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk
mempertanggunngkan suatu resiko yang berkaitan dengan keuangan, yang di akui
sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang di prtanggungkan.
Prinsip kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutup asuransi harus
mempunyai kepentingan (interest) atas harta benda yang dapat diasuransikan
(isnurale). Jadi pada hakekatnya yang di asuransikan bukanlah harta benda itu
tetapi kepentingan tertanggung atas harta benda itu.
b. Prinip jaminan
Prinsip jaminan menjelaskan bahwa jaminan ada timbul kerugian.
Sebaliknya, tidak ada jaminan bila tidak ada kerugian. Adapun kerugian tersebut
hanya berupa ganti rugi finansial, sebab prinsip jaminan tidak dapat dilaksanakan
dalam asuransi kecelakaan dan kematian. Karena dalam kedua jenis asuransi
tersebut, pihak penanggung tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau aggota
tubuh yang cacat/hilang. Hal ini di karenakan jaminan berkaitan dengan jaminan
finansial. Jaminan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
pembayaran tunai, penggantian, perbaikan dan pembangunan kembali.
c. Prinsip kepercayaan
Dalam asuransi, kepercayaan dari penanggung mendapat tempat
kehormatan dalam setiap penutupan asuransi. Bila tidak ada kepercayaan dari
pihak penanggung maka bisnis asuransi akan mengalami kegagalan.
9
Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional. (Jakarta:
Gema Insani). 2004. Hal. 177.
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat islam.
Keuntungan hasil investasi setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi
reasuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip al-
mudharabah dalam suatu perbandingan tetap bedarkan perjanjian kerja sama
antara perusahaan (takaful) dan peserta.
O. Klaim(claims)
Biaya rawat inap dan operasi rumah sakit bukanlah biaya yang murah. Dengan
mengikuti asuransi kesehatan, nasabah dapat mendapat perlindungan dari beban-beban
finansial ini. Klaim asuransi kesehatan dapat diurus oleh nasabah secara elektronik
ataupun secara konvensional tergantung dari pihak kesehatan tempat pasien dirawat.
Selanjutnya, pihak rumah sakitlah yang berperan aktif meneruskannya ke pihak
perusahaan asuransi. Klaim asuransi kesehatan dapat melindungi dari beban-beban
finansial yang memberatkan seperti jika terjadi kecelakan yang menyebabkan luka parah
dan penyakit.
Surat keterangan kematian perlu diurus oleh pemegang asuransi jiwa sebelum
mengajukan klaim. Proses pengujian klaim dilakukan dengan teliti apalagi jika
mengangkut ganti rugi dalam jumlah yang besar. Pemeriksaan mendalam terhadap
kematian orang yang telah dilindungi asuransi jiwa ini sangat mungkin untuk dilakukan.
Pemeriksaan juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada hal melenceng yang
menyalahi kontrak asuransi jiwa seperti misalnya kematian yang terjadi karena bunuh
diri ataupun karena pembunuhan. Proses pemeriksaan biasanya memakan waktu dari 30
hingga 60 hari.
Itulah pengertian klaim asuransi yang penting diketahui oleh setiap nasabah
asuransi. Klaim asuransi merupakan langkah awal untuk mendapat pembayaran akan
kerugian yang diderita oleh nasabah. Oleh karena itu, setiap nasabah hendaknya
memperhatikan prosedur pengajuannya
Pada asuransi syariah, pembayaran klaim diambil dari dana tabarru. Perusahaan
sebagai mudharib wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat dan efisien sesuai
dengan amanah yang diterimanya.
Menurut KUHD Pasal 271, reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya
asuransi. Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD pasal 271 tampak sama
dengan yang dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I Mehr dan E. Cammack dalam
bukunya berjudul Principle of Insurance yang mengatakan “Reinsurance is the insurance of
insurance (reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya asuransi)”. Suatu
transaksi reasuransi adalah suatu persetujuan yang dilakukan antara dua pihak, yang masing-
masing disebut pemberi sesi (ceding company) dan panggung ulang (reasuradur), dengan
jalan pemberi sesi menyetujui menyerah dan penanggung ulang menyetujui menerima suatu
resiko yang telah ditentukan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian.
Dari aspek teknis tujuan reasuransi dan retakaful adalah sama, yakni untuk
mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterimanya dengan mengalihkan seluruh
atau sebagian risiko itu kepada pihak penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini,
penanggung pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya
dipandang dari segi kemungkinan kerugian meteriil.
AJ. Marianto menjelaskan secara tepat tujuan dari reasuransi sebagai berikut:
a) Prinsip Tauhid
b) Prinsip Amanah
c) Prinsip Kerelaan
d) Prinsip Tolong Menolong
e) Prinsip Kerja sama
Daftar Pustaka
Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta: Gema Insani.
Salam, T. S. (2017). Analisa Penerapan Prinsip Syariah dalam Asuransi . Jurnal Ekonomi
Syariah Indonesia.
Hilaliyah, Nuril. 2008. Aplikasi Asuransi Takaful Dana Pendidikan dalam Prespektif
Syariah. Skripsi Universitas Islam Negeri Malang.
Iqbal, Muhammad. 2017. Pengelolaan Dana Tabarru’ Asuransi Jiwa Syariah dalam
Pembiayaan Murabahah di Bank Sumsel Babel Cabang Syariah Baturaja. Jurnal
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palemban VOL.16, NO.1, Juni 2017.
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, dan Praktis, Ed. 1 Cet.1, (Jakarta: Kencana, 2004)
http://isnaniayuniaa.blogspot.com/2017/01/reasuransi-dan-retakaful.html
http://www.sanabila.com/2015/08/tujuan-dan-fungsi-adanya-reasuransi.html
Ilyas. 2014. “Studi Komperatif Prinsip Asuransi Jiwa Takaful Dan Asuransi Jiwa
Konvensional”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum. No. 62, Th. XVI pp. 39-55.
Ismanto, Kuat. 2017. ”Prinsip-prinsip Hukum Asuransi dalam Kajian Hukum Islam”. E-
journal. IAIN Pekalongan.
M. Syakir Sula. 2004. ASURANSI SYARIAH (LIFE AND GENERAL) KONSEP dan SISTEM
OPERASIONAL. Jakarta : GemmaInsani.
https://www.dakwatuna.com/2015/05/14/68613/konsep-taawun-tolong-menolong-dalam-
asuransi-syariah/amp/