PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ASURANSI
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’min yang berasal dari kata amanah
yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut.
Pada dasarnya asuransi dilihat dari segi fungsi perasuransian secara keseluruhan memiliki
kesamaan fungsi, yaitu sebagai perusahaan jasa. Yaitu perusahaan yang menjual jasa
kepada pelanggan pada satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain perusahaan asuransi
adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif.1
Dalam literature arab (Fiqh Islam), asuransi dikenal dengan sebutan Al-takaful
dan al-tadhamun. Al-takaful artinya “pertanggungan yang berbalasan”, atau hal saling
menanggung atau saling memikul resiko diantara sesama orang, sehingga antara satu
dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya Sedangkan Al
Tadhamun secara harfiah berarti solidaritas , atau saling menanggung hak/kewajiban
yang berbalasan.2
Secara teknis Profesor Mehr dan Cammack mendefinisikan asuransi sebagai alat
sosial untuk mengurangi resiko dan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit
yang terbuka terhadap resiko, sehingga kerugian individual mereka secara kolektif dapat
diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh semua
mereka yang bergabung itu.
Sementara itu Profesor Willet mengasumsikan bahwa asuransi adalah alat sosial
dalam pengumpulandana untuk mengatasi kerugian modal yang tak tentu, yang
dilaksanakan melalui pemindahan resiko dari banyak individu kepada orang atau
sekelompok orang.
1
AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 7, Nomor 1, Juni 2016, hlm. 23-30
2
Abd al-Muthalib ‘Abduh, At-Ta’min Al-Islami, cet.1,
Asuransi syariah dan perkembangannya di dalam dunia islam menjadi hal urgen.
Begitupun di Indonesia yang notabene penduduknya mayoritas beragama Islam. Di
dalam ajaran Islam juga termuat substansi mengenai peraturan perasuransian. Asuransi
yang sesuai hukum islam ternyata mampu menghindarkan prinsip operasional asuransi
dari unsur gharar, maysir, dan riba. Atas landasan itulah, kemudian dipikirkan dan
dirumuskan bentuk asuransi yang sesuai syariat Islam. Secara prinsipil kajian ekonomi
islam selalu mengedepankan asas keadilan, tolong – menolong, menghindari kezaliman,
pengharaman riba (bunga), berprinsip profit and loss sharring serta penghilangan unsur
gharar. Unsur Gharar dalam asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang
hak pemegang polis dan sumber dana yang di pakai untuk menutup klaim. Unsur maysir
terletak pada kemungkinan adanya pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain.
Sedangkan unsur riba terdapa pada perolehan pendapatan dari membungakan uang.3
Sedangkan menurut ‘Abd al-Muthalib ‘Abduh ada dua bentuk asuransi yang
disepakati oleh ulama’ dan tidak bertentangan dengan islam, yaitu asuransi yang
berbentuk koperasi (at-Ta’min al-Ijtima’iyyah) dan Asuransi Sosial. Atas dasar itu
Asuransi Syari’ah harus berdiri atas tiga prinsip, yaitu saling bertanggung jawab, saling
melindungi penderitaan satu sama lainnya, dan bekerjasama atau saling bantu membantu.
3
Asuransi dalam Perspektif Islam S. Purnamasari 25
4
Abdul Rahman Ghazaly, H. Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat,
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik
asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis
pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam. Yaitu Al-
qur’an dan Al-hadits, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda
dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum islam.5
ۖ َي ا َأُّيَه ا ا َّل ِذ ي َن آ َم ُن وا ا َّتُق وا ال َّل َه َو ْلَتْن ُظ ْر َنْف ٌس َم ا َق َّد َم ْت ِلَغ ٍد
َو ا َّتُق وا ال َّلَه ۚ ِإَّن ال َّلَه َخ ِبي ٌر ِبَم ا َتْع َم ُلو َن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
5
Ahmad Azhar Basyir, Takaful Sebagai Alternatif Asuransi Islam, dalam jurnal Ulumu al-Qur’an,
C.Perintah Allah Untuk Saling Bertanggung Jawab
Dalam praktik asuransi syari’ah baik yang bersifat mutual maupun bukan,
pada prinsipnya para peserta bertujuan untuk saling bertanggung jawab.
Sementara itu, dalam Islam memikul tanggung jawab dengan niat baik dan
ikhlas adalah suatu ibadah.
Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa hadits Nabi Berikut: “ kedudukan
persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh
bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh seluruh
anggota tubuh lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Asuransi merupakan jenis mu’amalah baru, yang belum ada pada masa Nabi
Muhammad SAW. Hukum berasuransi dalam perspektif Al-quran dan Hadits masih
dipandang polemik (pro dan kontra) dikalangan ulama. Sebagian ada yang
mengharamkan dan sebagian yang lain membolehkannya.rn Asuransi islam yang kini
dikembangkan dengan model bagi hasil (profit sharing), pola tafakul (saling menjamin),
ta’awun (tolong menolong dan kerja sama), dan operasionalna dilandasi oleh nilai-nilai
etika: kejujuran, keterbukaan, keikhlasan, kepercayaan (amanah), dan profesionalitas,
serta bebas dari unsur-unsur gharar (ketidakjelasan), untung-untungan (spekulasi),
penipuan, ketidakadilan, dan riba merupakan sulusi alternatif bagi umat islam dalam
bertransaksi sosial-ekonomi.7
6
Ahmad Warson Munawwir, Almunawwir Kamus Arab Indonesia,
7
PROF.DR NURCHOLISH MADJID asuransi dalam alquran dan hadits
Menurut penulis, sistem asuransi islam yang dioperasikan di Tanah Air justru
akan menyelamatkan dan memberdayakan potensi sosial-ekonomi umat. Kendatipun
berbagai tantangan dan kendala masih menghadang perkembangannya. Oleh karena itu,
dukungan dari berbagai pihak, terutama masyarakat islam, pemerintah, dan akademisi
muslim sangat menentukan masa depannya.rn Melalui tulisan singkat ini diharapkan
dapat melengkapi wacana kita pada seputar masalah asuransi syariah.
ِاْقَتَلْت ِاْمَر َأَتاِن ِم ْن ُهَزْيٍل َفَر َم ْت ِاْح َد اُهَم ا اُاْلْخ َر ى ِبَح َج ٍر َفَقَتَلْتَه ا َو َم ا ِفي: َع ْن َاِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي هللا َع ْنُه قال
َفَقَض ى َأَّن ِدَيًة َجِنْيِنَها ُغ َّر ٌة َأْو َوِلْيَد ٌة َو َقَض ى ِدَيًة اْلَم ْر َأِة َع َلى َعاِقَلِت َه, َبْطِنَها َفاْخ َتَصُم وا ِإَلى الَّنِبي ص م
“Diriwayatkan dari Abū Hurayrah ra, dia berkata: Berselisih dua orang wanita
dari suku Huzail, kemudian salah satu wanta tersebut melempar batu ke wanita yang lain
sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yan dikandungnya. Maka
ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada
nabi Muhammad saw., maka Rasululah saw., memutuskan ganti rugi dari pembunuhan
dari janin tersebut dngan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh ‘āqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki).” (HR. Bukhārī).
Hadis diatas menjelaskan tentang praktik ‘Āqilah yang telah menjadi tradisi di
masyarakat Arab. ‘Āqilah dalam hadis diatas dimaknai dengan aṣābah (kerabat dari
orang tua laki-laki) yang mempunyai kewajiban menanggung denda (diyat) jika ada salah
satu anggota sukunyamelakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain.
Menurut pandangan Thomas Patrick hadis diatas menunjukkan konsep
asuransi dalam Islam bukanlah hal baru, karena sudah ada sejak zaman Rasulullah saw.
yang disebut dengan ‘Āqilah. Bahkan menurut Thomas Patrickdalam bukunya Dictionary
of Islam, hal ini sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu bahwa, jika ada
salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain lain, pewaris korban
akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari
pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut ‘Āqilah, harus membayar
uang darah atas nama pembunuh.
KESIMPULAN