Anda di halaman 1dari 12

NAMA : BAKTI PRAYOGO

NIM : 63010170239

KELAS :I

MATKUL : ASURANSI SYARIAH

TUGAS RANGKUMAN TENTANG ASURANSI SYARIAH

Pengertian asuransi syraiah

Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda ”assurantie” yang berarti pertanggungan,
bahasa Inggris “assurance/insurance” yang berarti jaminan, dan bahasa Arab “At-ta’min”
yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.

Sementara itu dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional, asuransi syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk asset dan/atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa secara umum asuransi syariah dapat diartikan sebagai
asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat islam dengan mengacu pada al-
Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana prinsip dasar asuransi syariah yang bersifat saling
melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan ta’awun, yaitu prinsip hidup saling
melindungi dan saling menolong dengan unsur saling menanggung resiko diantara peserta
asuransi, dimana setiap peserta menjadi penanggung peserta yang lainnya.

Sejarah perkembangan asuransi syariah

lembaga asuransi tidak dikenal pada masa islam, akan tetapi terdapat aktivitas dari
kehidupan pada masa rasullullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya
konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah.sistem tersebut telah
berkembang dimasyarakat arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW kemudian pada zaman
Rasulullah SAW atau pada masa awal islam sistem tersebut dipraktikan diantara kaum
Muhajirin dan Anshar.

Sistem aqila adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu
tabungan bersama yang dikenal sebagai “ kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan
pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk
membebaskan hamba sahaya. Untuk membangun umat jangka panjang, masyarakat Islam
perlu selalu mengaplikasikan prinsip-prinsip perniagaan yang terdapat dalam Islam yang
berdasarkan nas-nash yang jelas atau pendapat para pakar ekonomi Islam. Untuk itu asuransi
berlandaskan syariah merupakan lembaga yang dapat membawa umat islam kearah
kemakmuran patut diwujudkan tanpa pertimbangan.Dengan adanya keyakinan umat Islam di
dunia dan keuntugan yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai
perusahaan asuransi yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah.

Pada dekade 70an dibeberapa negara Islam atau di negara yang mayoritas
penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu kepada
nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979
Faisal Islamic Bank of Sudan memprakasai berdirinya perusahaan asuransi syariah Islamic
Insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic Insurance Co.Ltd. di Arab Saudi. Keberhasilan
asuransi syariah ini diikuti oleh berdirinya Dar al-Mal al-Islami di Geneva, Swisss dan
Takaful Islami di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al-Islami
di Bahrain pada tahun 1983.

Sedangkan di Indonesia Asuransi takaful baru muncul npada tahun 1994 seiring
dengan diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT Asuransi Umum
pada Tahun 1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan Syariah
sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat setelah
diresmikannya Bank muamalat Indonesia pada Tahun 1991.

Prinsip dan filososfi asuransi syariah

Terdapat 3 prinsip yang diterapkan dalam asuransi syariah, yaitu:

1. Saling bertanggung jawab Para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab
bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau
kerugian dengan niat ikhlas.
2. Saling bekerjasama atau saling membantu Diantara peserta asuransi takaful yang satu
dengan yang lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam
mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.
3. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba. Terdapat bebarapa solusi untuk
menyiasati agar bentuk usaha asuransi dapat terhindar dari unsur gharar, maysir dan
riba.
Pandangan ahli hukum tentang asuransi syariah

Berikut merupakan pandangan MUI terhadap asuransi syariah :

1. Bentuk Perlindungan

Dalam kehidupan, kita memerlukan adanya dana perlindungan atas hal-hal buruk
yang akan terjadi. Hal ini ditegaskan oleh fatwa MUI NO : 21/DSN-MUI/X/2001
menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan upaya meng-antisipasi
kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu
dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini”. Salah satu upaya solusi yang bisa
dilakukan adalah memiliki asuransi yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.
Iktiar/usaha ini juga merupakan pengamalan dari perintah Allah SWT dalam
firmanNya,”dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
tehadap (kesejahteraannya)”. [QS An-Nisa : 9].

2. Unsur Tolong menolong

Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap tolong-menolong terhadap
sesama. Dalam kehidupan sosial tolong-menolong dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk, baik secara finansial maupun kebaikan. Fatwa MUI NO : 21/DSN-
MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong
diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai syariah. Hal ini sesuai dengan firman Allah,”… dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan….”. [QS A-
Maidah : 2]

3. Unsur Kebaikan

Dalam setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya
memiliki akad tabbaru’. Secara harfiah, tabbaru’ dapat diartikan sebagai kebaikan.
Aturannya, jumlah dana kontribusi/premi yang terkumpul disebut hibah bissyarthi
(pemberian dengan persyaratan) yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan, yakni
klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Perlu
ditegaskan bahwa akad hibah dalam asuransi syariah adalah hibah bissyarthi
(pemberian dengan persyaratan yang berlaku) bukan hibah mutlaq (dimana
hibah/pemberian yang diberikan kepada orang lain tidak boleh diambil kembali),
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW,“Orang yang menarik kembali hibahnya
(pemberiannya) seperti anjing yang memakan kembali muntahannya.” (Muttafaqun
‘Alaihi).

Adapun besarnya kontribusi/premi dapat ditentukan melalui rujukan yang ada,


misalnya merujuk pada tabel mortalita untuk menentukan kontribusi/premi pada
asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk menentukan kontribusi/premi pada asuransi
kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.

4. Berbagi Risiko dan Keuntungan

Dalam asuransi yang dikelola secara prinsip syariah, risiko dan keuntungan dibagi
rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi. Hal ini dinilai cukup adil dan sesuai
dengan syariat agama karena menurut MUI, asuransi hendaknya tidak dilakukan
dalam rangka mencari keuntungan komersil.

Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada salah satu peserta asuransi yang
terkena musibah, maka ganti rugi (klaim) yang didapat dari peserta asuransi yang lain.
Dengan kata lain, saat seorang peserta mendapat musibah peserta lain juga ikut
merasakannya. Begitu juga dengan keuntungan yang didapat. Dalam asuransi syariah
keuntungan/surplus underwriting yang didapat dari hasil investasi kontribusi/premi
dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta asuransi dan tentu saja
disisihkan juga untuk perusahaan yang mengelola investasi. Hal ini juga ditegaskan
dalam POJK No 72/ POJK.05/2016 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, BAB III Surplus Underwriting,
Pasal 6, Ayat 1.

5. Bagian dari Bermuamalah

Muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar
manusia. Contoh hubungan yang diatur dalam islam adalah jual beli dan perdagangan.
Hal tersebut juga menjadi landasan dari asuransi syariah. Menurut MUI asuransi juga
termasuk bagian dari bermuamalah karena melibatkan manusia dalam hubungan
finansial. Segala aturan dan tata caranya tentu saja harus sesuai dengan syariat islam.
Jadi dalam berpartisipasi dalam bermuamalah, Anda dianggap ikut serta dalam
menjalani perintah agama.

6. Akad dalam Asuransi Syariah

MUI juga menegaskan aturan akad yang digunakan dalam asuransi. Hal ini sebagai
langkah antisipasi dari kesalah fahaman sebagian masyarakat yang mengatakan
bahwa terjadinya dua Akad dalam satu jual beli dalam asuransi syariah. Tanpa
memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud oleh Nabi SAW dalam hadis berikut
yang artinya:

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan dua transaksi dalam
satu transaksi jual beli.” [Hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban].

Sementara itu menurut Jumhur Ahli Fikih dari kalangan sahabat, tabi’in dan para
imam mujtahid menjelaskan bahwa yang dimaksud dua jual beli dalam satu akad adalah
seperti penjualan barang dengan menggunakan harga tempo (kredit) atau harga tunai (cash).
Pada keadaan ini ternyata sang pembeli dan penjual tidak memutuskan apakah barang
tersebut dijual dalam keadaan tunai atau tempo, dan sudah terjadi transaksi (transaksi tidak
jelas apakah tempo atau tunai). Transaksi inilah dilarang Nabi SAW dalam hadisnya. Namun
jika penjual dan pembeli sepakat mengambil salah satu akad (salah satu harga) sebelum
berpisah, maka hal ini diperbolehkan.

Adapun mekanisme Akad yang dijalankan dalam asuransi syariah sangatlah jelas dan
adil, dimana dana kontribusi/premi yang dibayarkan peserta langsung dipisah dari awal, mana
dana tabarru’ untuk saling membantu sesama peserta ketika ada yang tertimpa musibah dan
mana ujrah/fee perusahaan sebagai pengelola dana para peserta. Seperti halnya zakat, ada
porsi khusus yang didapatkan oleh amil zakat sebagai pengelola dana zakat. MUI juga
menegaskan bahwa Akad yang disepakati tidak boleh terdapat unsur gharar (ketidak jelasan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat
karena tujuan akad adalah saling tolong-menolong dengan mengharapkan ridha dan pahala
dari Allah SWT.

Landasan hukum asuransi syariah

1. Al-Qur’an
a. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: “Hai orang yang
beriman! Bertaqwalah kepada Allah danhendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuatuntuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan” (QS. al-Hasyr
[59]: 18).
b. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus ilaksanakan
maupun dihindarkan, antara lain : “Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah
akad-akad itu Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut
yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1).
c. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan
positif, antara lain : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya” (QS. alMaidah [5]:2).
2. Hadis Nabi Muhamad
Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah,
antara lain: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu
Hurairah). “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan
mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka
bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
3. Hukum positif di Indonesia
a. Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian
b. Fatwa DSN no 21tahun 2001

Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional

Berikut ini adalah perbedaan anatara asuransi syariah dengan asuransi konvensional:

1. Dalam Asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berperan dalam
mengawasi manajemen, produk, serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan
dengan syariat Islam. Sementara dalam asuransi konvensional, tidak ada dewan
pengawas melainkan komisaris.
2. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (saling menjamin), yaitu nasabah yang
satu menolong nasabah yang lain. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat
tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi
konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. perusahaan
hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi
konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan lah yang memiliki
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan-kebijakan pengelolaan dana tersebut.
5. Untuk kepentingan pembayaran klaim, dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana
sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong bila
ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana
pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dan perusahaan
sebagai pengelola. Sedangkan dalam perusahaan asuransi konvensional, keuntungan
sepenuhnya menjadi milik perusahaan
7. Sumber hukum yang digunakan asuransi syariah adalah bersumbr dari Al-Qur’an,
hadits, dan sumber hukum islam lainnya. Sedangkan asuransi konvensional
bersumber dari pikiran dan kebudayaan manusia.

Produk-produk asuransi syariah

Produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi dengan prinsip syariah,
yaitu :

1. Asuransi Jiwa / Takaful Keluarga / Life Insurance Produk ini dibedakan atas asuransi
perseorangan (retail), asuransi kumpulan (corporate), asuransi dengan unsur tabungan
(saving), dan asuransi tidak dengan unsur tabungan (non saving) dan bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada peserta yang bermaksud menyediakan sejumlah
dana bagi ahli warisnya dan atau penerima wasiatnya, apabila ia meninggal dunia,
sebagai tabungan bagi peserta yang masih hidup, serta sebagai persiapan apabila
peserta mendapat kesulitan dana akibat sakit, kecelakaan maupun mendapat
ketidakmampuan. Produk asuransi syariah ini terdiri dari asuransi perseorangan
(asper)/layanan individu (retail) dan asuransi kumpulan (askum)/layanan
group/kelompok (corporate).
2. Asuransi Kerugian/Asuransi Umum/Takaful Umum/General Insurance Produk dari
general insurance ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving). Produk asuransi
syariah yang dikeluarkan dan dipasarkan asuransi kendaraan bermotor, asuransi
kebakaran. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa produk asuransi
syariah berdasarkan jenis usahanya dapat dibedakan menjadi asuransi jiwa yang
terdiri dari produk saving dan non saving baik secara individual maupun kumpulan,
serta asuransi umum yang merupakan produk non saving

Mekanisme kerja asuransi syariah

Berikut ini merupakan proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah
dapat diuraikan:

1. Underwriting
Adalah proses penafsiran jangka hidup seseorang calon peserta yang dikaitkan dengan
besarnya risiko untuk menentukan besarnya premi.
2. Polis Asuransi
Adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan
asuransi.
3. Premi (Kontribusi)
Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa baagian, yaitu:
a. Premi tabungan
b. Premi tabbaru’
c. Premi biaya
4. Pengelolaan Dana Asuransi (Premi)
Pengelolaan dana asuransi dapat dilakukan dengan akadmudharobah, mudharobah
musyarakah atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharobah, keuntungan perusahaan
asuransi syariah dari bagian keuntungan dana daari investasi (sistem bagi hasil).
Mekanisme dana peserta dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu ditinjau dari ada atau
tidaknya unsur tabungan dan ditinjau dari aliran dana dalam asuransi syariah.
5. Jenis Investasi Usaha Asuransi Syariah
Investasi merupakan penggunaan modal untuk menciptakan uang , baik melalui sarana
yang menghasilkan pendapatan maupun melalui kerja sama yang lebih berorientasi
risiko yang dirancang untuk mendapatkan perolehan modal.
6. Klaim
Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
7. Penutupan Asuransi
Adalah berakhirnya perjanjian asuransi.
Akad-akad asuransi syariah

1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya
menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad
tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Akad tijarah
ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada perusahaan
asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan
nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa
perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan
dikembalikan beserta bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam akad
tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak
sebagai pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Untuk alad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti
dalam pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
1) Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau
Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan
imbalan berupa ujrah (fee).
2) Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada
perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru'
clan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan,
dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati
sebelumnya.
3) Akad Mudharabah Musytarakah Akad Mudharabah Musytarakah aclalah
Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada p erusahaan sebagai mudharib
untuk mengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta,
yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang
yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya
ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah
disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Prospek asuransi syariah di Indonesia

Masa depan asuransi syariah di Indonesia masih terbuka lebar. Pertumbuhan ekonomi
yang kuat dikombinasikan dengan naiknya tingkat tabungan dan berkembangnya
perekonomian kelas menengah merupakan pertanda baik untuk industri asuransi jiwa syariah.

Penetrasi asuransi syariah di Indonesia masih terbilang kecil. Padahal, Indonesia


menempati jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Beberapa peluang lain juga
ditambahkan Bert demi meningkatkan bisnis asuransi syariah di Indonesia. Pertama
Indonesia memiliki jumlah pendudukan muda yang terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi
yang merangkak naik juga menjadi peluang yang baik, stabilitas politik serta meningkatnya
kecenderungan untuk menambung menjadi pertanda yang baik bagi asuransi syariah.

Pada 2011 lalu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada pada
angka 6,5 persen dan diperkirakan terus mengalami kenaikan. Pertumbuhan ini dipengaruhi
salah satunya oleh konsumsi domestik rata-rata 65 persen dari total PDB selama beberapa
tahun belakangan. Pasar asuransi syariah di Indonesia terbilang pasar yang belum tergarap
dan memiliki peluang yang besar dan matang. Ini bisa terlihat dari gabungan penetrasi
asuransi jiwa dan kerugiaannya yang hanya berada pada angka 1,78 persen dari PDB 2011.
Dengan rata-rata kemampuan individu membayar premi asuransi jiwa hanya 44 dolar AS.

Tidak adanya perbedaan cara penjualan produk asuransi syariah dengan konvensional
dinilai menjadi faktor kurang berkembangnya asuransi syariah di Indonesia. Menurut data
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pangsa pasar asuransi jiwa syariah dan re-asuransi
jiwa syariah pada kuartal III tahun 2012 hanya sebesar 3,96 persen. Kebanyakan perusahaan
asuransi jiwa syariah masuk ke pasar dengan mengadopsi produk-produk syariah yang setara
dengan produk asuransi tradisional mereka.

Saat ini beberapa perusahaan asuransi lebih memilih membuat unit asuransi syariah
ketimbang membuat perusahaan baru dengan fokus asuransi syariah. Sampai tahun 2012,
hanya ada tiga perusahaan asuransi jiwa syariah, dan dua asuransi umum syariah. Selebihnya,
ada 17 unit asuransi jiwa syariah dan 20 unit asuransi umum syariah. Tiga lainnya adalah
perusahaan re-asuransi syariah atau unit re-asuransi syariah.

Secara umum kesadaran akan kebutuhan asuransi jiwa masih sangat rendah. Apalagi
untuk asuransi jiwa syariah. Asuransi syariah masih harus bekerja keras menentukan cara
untuk membedakan dirinya. Tapi bukan lantas edukasi yang dilakukan adalah dengan
membeda-bedakan mengenai manfaat produk asuransi konvensional dengan syariah. Karena
ini hanya akan membingungkan nasabah.

Contoh perusahaan asuransi syariah di Indonesia

1. Allianz Syariah (Allisya)


2. PRUSyariah
3. Asuransi Syariah Manulife
4. Asuransi Syariah AIA
5. Asuransi Sinar Mas Syariah
6. Asuransi Bumiputera Syariah
7. Asuransi Syariah Panin
8. Asuransi Syariah Central Java (CARlisya)
9. Asuransi Syariah BNI Life
10. Asuransi Syariah Astra
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Junaidi. 2018. “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”. Tawazun: Journal of


Sharia Economic Law, 1 (1): 2655-9579.

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6680/5/BAB%202.pdf, diakses tanggal 7 September 2019.

http://repository.unpas.ac.id/31039/4/BAB%20II.pdf, diakses tanggal 7 September 2019.

https://www.finansialku.com/daftar-asuransi-syariah-di-indonesia/, diakses tanggal 7


September 2019.

https://takaful.co.id/2018/12/17/halalnya-asuransi-syariah/ diakses tanggal 7 September


2019.

https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/05/01/mm42gr-peluang-
asuransi-syariah-indonesia-masih-besar, diakses tanggal 7 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai