Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerusakan dan kerugian adalah kenyataan yang harus dihadapi manusia di dunia. Sehingga
kemungkinan terjadi risiko dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar. Tentu
saja ini membutuhkan persiapan sejumlah dana tertentu sejak dini. Oleh karena itu banyak orang
mengambil cara dan sistem untuk dapat menghindari risiko kerugian dan bahaya tersebut.
Diantaranya dengan asuransi yang merupakan sebuah sistem untuk mengurangi kehilangan
finansial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan ke lainnya. Sistem
asuransi ini sudah berkembang luas di negara Indonesia secara khusus dan dunia secara
umumnya. Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai
kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan, maupun bagi pembangunan negara.
Mereka yang menjadi nasabah asuransi akan merasa tenteram karena mendapat perlindungan
dari kemungkinan tertimpa suatu kerugian.
Suatu perusahaan yang mengalihkan risikonya melalui perjanjian asuransi akan dapat
meningkatkan usahanya dan berani menggalang tujuan yang lebih besar. Demikian pula premi-
premi yang terkumpul dalam perusahaan asuransi dapat di usahakan dan di gunakan sebagai
dana untuk pembangunan. Hasilnya akan dapat dinikmati oleh masyarakat. Dikarenakan
penduduk di Indonesia mayoritas adalah muslim, maka kini akan dibahas mengenai Asuransi
Syariah. Sehingga dengan adanya pembahasan ini maka kita akan tahu dan paham mengenai
akuntansi Asuransi. Akuntansi Asuransi yang akan kami bahas disini adalah yang digunakan di
lembaga keuangan syariah. Dalam akuntasi asuransi syariah ada beberapa prinsip yang ada
didalamnya yang harus diterpakan meliputi : saling bertanggung jawab, saling bekerjasama,
saling melindungi. Dan akuntansi asuransi syariah dan konvensional mempunyai perbedaan serta
kelebihan dan kelemahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi disebut at-ta’min dalam bahasa arab, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min memiliki arti member
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Men-ta’min-kan sesuatu, artinya
adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap harta yang hilang, dikatakan ‘seseorang mempertanggungkan atau mengasurasnsikan
hidupnya, rumahnya atau mobilnya’.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat.
Asuransi syariah sudah mulai dikenal semenjak berdirinya Syarikat Takaful Indonesia pada
tahun 1994. Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa potensi penerimaan premi syariah di Indonesia
akan mencapai US$ 1,20 miliar. Pencapaian posisi ini menempatkan pada posisi terbesar kedua
setelah Malaysia yang diperkirakan oleh penelitian Institute of Islamic Banking and Insurance di
London sebesar US$ 1,22 miliar. Tetapi jika dibandingkan dengan asuransi konvensional jumlah
premi ini sangatlah kecil (Ichsan:2014).
2.2 Landasan Hukum Asuransi Syariah
Hukum-hukum muamalah adalah bersifat terbuka artinya Allah SWT dalam Al-Quran hanya
memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi mujahit
untuk mengembangkan melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
hadist . Al-Qur’an maupun hadist tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana
berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya adalah haram karena ternyata
dalam hokum Islam memuat substansi perasuransian secara Islami. Hakikat asuransi secara
Islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerjasama, saling tolong menolong, dan saling
melindungi penderitaan satu sama lain.
Dari segi hokum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya
pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang
mengakomodasi asuransi syariah di Indonesia karena tidak mengatur mengenai keberadaan
asuransi berdasarkan prinsip syariah. Dengan kata lain, UU No. 2 Tahun 1992, tidak dapat
dijadikan landasan hokum yang kuat bagi asuransi syariah. Adapun peraturan perundang-
undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu :
a) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang
perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
b) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
c) Keputusan Direktur Jendral Lemabga Keuangan Nomor Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis,
Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan
sistem Syariah.
2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi syaraiah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong-
menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Para pakar
ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi tafakul ditegakan atas tiga
prinsip utama dalam Putri:2010 menyebutkan:
a. Saling bekerja sama
Seorang muslim bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seorang
muslim dituntut mampu merasakan dan memikirkan saudaranya yang akan menimbulkan
sikap saling membutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
b. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain.
Hubungan sesama muslim ibarat suatu badan yang apabila satu anggota badan terganggu
atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling membantu dan
tolong-menolong menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan
masyarakat.
c. Sesama muslim saling bertanggungjawab
Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim.
2.4 Manfaat Asuransi
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain sebagai
berikut:
1) Rasa aman dan perlindungan.
2) Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil.
3) Berfungsi sebagai tabungan.
4) Alat penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah risiko dibagi bersama para peserta sebagai
bentuk saling tolong menolong dan membantu diantara mereka.
5) Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan
investasi sesuai dengan syariah atas suatu bidang usaha tertentu.
2.5 Tujuan Akuntansi Asuransi Keuangan Syariah
Akuntansi keuangan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan tingkat
kebutuhan perusahaan untuk menetapkan hak dan kewajiban keuangan, hasil operasi dan untuk
memberikan imformasi mengenai posisi keuangan pada waktu tertentu.
Suatu transaksi dikatakan sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
 Transaksin tidak mengandung unsur kezaliman
 Transaksi tidak mengandung unsur riba
 Transaksi tidak mengandung unsur judi
 Transaksi tidak mengandung unsur penipuan
 Transaksi tidak mengandung material yang diharamkan
 Transaksi tkidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain
Adapun tujuan dari Akuntansi Keuangan Syariah baik pada asuransi syariah maupun pada
lembaga keuangan syariah lainnya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait termasuk hak dengan kewajiban yang
berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan
prinsip syariah yang berdasarkan pada konsep  kejujuran, keadilan,  kebajikan dan
kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam.
b. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk
mengambil keputusan.
c. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha.
2.6 Sistem-Sistem Asuransi
Sistem asuransi yang paling banyak berkembang dan beredar dewasa ini antara lain sebagai
berikut:
1) Perusahaan jasa asuransi niaga
Asuransi niaga terkait erat dengan bahaya-bahaya atau risiko-risiko yang muncul akibat
menjalankan aktivitas perdagangan, terutama angkutan barang dan sejenisnya dari satu
tempat ke tempat lain, meliputi: Asuransi laut, asuransi darat, Asuransi udara.
2) Sistem asuransi jiwa
Asuransi ini berkaitan dengan marabahaya dan risiko yang dapat menimpa seseorang,
seperti luka-luka akibat kecelakaan, sakit, meninggal, atau pension. Dan diantara model
asuransi jiwa yang paling penting adalah sebagai berikut:
 Asuransi hidup
 Asuransi Kecelakaan
 Asuransi Sosial
 Asuransi Sakit
3) Sistem asuransi dari marabahaya yang menimpa harta benda
Model asuransi ini yang paling populer antara lain sebagai berikut.
 Asuransi dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/ pemusnahan.
 Jaminan asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan, dan kecelakaan kerja.
 Jaminan asuransi dari kemacetan pembayaran.
4) Sistem asuransi investasi
Asuransi ini berlandaskan pada sistem pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama
sejumlah orang atau perusahaaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan
kepada pihak yang mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan pada mereka
ketika telah mencapai jangka waktu tertentu. Dengan demikian, ini menggabungkan
antara sistem investasi dan asuransi.
2.7 Produk-produk Asuransi Syariah (Takaful Keluarga)
Asuransi syari‟ah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu-
membantu dan melindungi para peserta sendiri. Perusahaan asuransi takaful diberi kepercayaan
(amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi para peserta, mengembangkan dengan jalan
halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian
Muhammad dalam Hilaliyah (2008:41).
Takaful keluarga sendiri adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan dalam
menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta takaful dalam musibah kematian
yang akan menerima santunan sesuai perjanjian adalah keluarga/ahli warisnya, atau orang yang
ditunjuk, dalam hal tidak ada ahli waris. Dalam musibah kecelakaan yang tidak mengakibatkan
kematian, santunan akan diterima oleh peserta yang mengalami musibah. Jenis takaful keluarga
meliputi:
1. Produk takaful individu dengan unsur tabungan, meliputi:
a.Takaful berencana/dana investasi
b. Takaful dana haji
c.Takaful pendidikan/dana siswa
d. Takaful dana jabatan
e.Takaful hasanah
2. Produk takaful individu tanpa unsur tabungan, meliputi:
a. Takaful kesehatan individu
b. Takaful kecelakaan diri individu
c. Takaful Al-Khairat individu
3. Produk takaful kumpulan
a. Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b. Takaful Majelis ta‟lim
c. Takaful Al-Khairat
d. Takaful Al-Khairat+Tabungan Haji (Takaful Iuran Haji)
e. Takaful Pembiayaan
f. Takaful Kecelakaan Siswa
g. Takaful Wisata dan Perjalanan
h. Takaful Medicare
2.8 Sistem Pengelolaan Dana Asuransi Syariah
Informasi tentang pengelolaan dana asuransi syariah ini juga diberikan oleh perusahaan
asuransi pertama yang memperkenalkan asuransi syariah sebagai sejarah terbentuknya asuransi
syariah di dunia. Dalam hal keuntungan yang di dapat oleh perusahaan asuransi atas
pengembangan dana asuransi syariah dari setiap nasabah asuransi syariah ini di bagi secara
merata dan seimbang. Ini sesuai dengan prinsip asuransi syariah “mudharabah” atau biasa
disebuat dengan prinsip bagi hasil. Dan besarnya pembagian hasil dari keuntungan tersebut, ini
tergantung pada kesepakatan antara peserta asuransi syariah di mana nasabah asuransi syariah ini
menjadi pemilik modal dengan perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai media untuk
mengembangakan dan menjalankan modal tersebut pada saat akad perjanjian dilaksanakan.
Dalam pengelolaan dana asuransi syariah dari para nasabah, perusahaan asuransi dalam hal ini
asuransi syariah mempunyai mekanisme atau cara kerja yang terbagi menjadi 2 cara dalam
mengelola dana asuransi syariah, adalah sebagai berikut :
a. Sistem pengelolaan dana yang mengandung unsur tabungan
Menjadi nasabah asuransi, baik produk asuransi konvensional maupun asuransi syariah yang
berbasiskan Islam sebagai landasan hukum semua nasabah asuransi harus memberikan atau
membayar iuran yang jumlah telah ditentukan kepada perusahaan asuransi secara rutin. Atau
dalam dunia asuransi, iuran tersebut disebut dengan premi asuransi. Tetapi khusus untuk asuransi
syariah ini, besar premi asuransi yang akan dibayarkan itu sesuai dengan kemampuan para
masing-masing nasabah asuransi dan sesuai dengan kesepakatan pada saat akad perjanjian
dilakukan.
Untuk pembayaran iuran atau premi asuransi syariah, para nasabah bisa memilih cara
pembayarannya baik dengan transfer atau bayar langsung. Dan waktu pembayaran premi
asuransi ini juga bisa di pilih langsung oleh setiap nasabah asuransi, bisa dengan melakukan
pembayaran setiap bulan, 3 bulan sekali, per 6 bulan, bahkan sampai 1 tahun sekali
pembayarannya. Untuk setiap dana premi asuransi syariah yang dikeluarkan oleh tiap nasabah
asuransi syariah yang berhubungan dengan tabungan, ini akan langsung dipisahkan oleh
perusahaan asuransi ke dalam dua rekening yang berbeda. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan
premi dana asuransi syariah dari setiap peserta asuransi syariah yang merupakan milik peserta
sekaligus sebagai simpanan.
Dana premi asuransi tersebut secara otomatis menjadi hak dari nasabah asuransi syariah dan
akan dikembalikan bila :
 Perjanjian asuransi syariah ini telah berakhir
 Nasabah asuransi syariah tersebut mengundurkan diri
 Nasabah asuransi syariah tersebut meninggal dunia. Dan dana asuransi syariah tersebut
diberikan kepada ahli waris atau keluarganya.
b. Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan.
Khusus untuk produk asuransi syariah, premi asuransi syariah akan harus dibayarkan oleh
setiap nasabah asuransi syariah ini akan dipisahkan langsung oleh perusahaan asuransi.
Pemisahan dana asuransi syariah tersebut, salah satunya untuk sumbangan yang digunakan untuk
membantu sesama nasabah asuransi syariah dan juga untuk sesama umat muslim.
Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana premi asuransi yang diberikan oleh setiap nasabah
asuransi syariah sebagai iuran atau sumbangan untuk kebaikan dengan tujuannya untuk saling
tolong-menolong dan saling membantu sesama umat muslim dan nasabah asuransi syariah.
Untuk dana yang berupa premi asuransi syariah tersebut akan dibayarkan apabila :
 Nasabah asuransi syariah tersebut meninggal dunia. Dan dana asuransi syariah tersebut
diberikan kepada ahli waris atau keluarganya.
 Perjanjian asuransi syariah telah berakhir. Untuk dana premi asuransi syariah ini akan di
berikan jika ada surplus dana yang diterima oleh perusahaan asuransi.
Semua sistem dan cara pengelolaan dana asuransi syariah yang telah dihimpun dan dikelola
oleh perusahaan asuransi ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam demi untuk
mendapatkan keuntungan. Nah, setiap keuntungan yang didapat dari hasil investasi tersebut,
akan dibagikan secara merata dengan jumlah yang adil antara nasabah asuransi syariah dengan
perusahaan asuransi. Pembagian keuntungan dari investasi ini, tentunya setelah dikurangi beban
asuransi, yaitu klaim dan premi asuransi. Pembagian keuntungan ini juga akan dilakukan dengan
mengedepankan atau menggunakan prinsip Al-Mudharabah dan sesuai dengan perjanjian atau
pada saat akad asuransi syariah dilakukan.
2.9 Sumber Biaya Operasional
Dalam operasionalnya asuransi syariah yang berbentuk bisnis seperti Perseroan Terbatas
(PT), sumber biaya operasional menjadi sangat menentukan dalam perkembangan dan
percepatan pertumbuhan industri. Lain halnya dengan asuransi syariah yang berbentuk sosial,
mutual atau koperasi, disini peran pemerintah harus dominan terutama dalam memberikan
subsidi ditahap awal berdirinya asuransi tersebut. Asuransi syariah yang bersifat sosial tentu
tidak terlampau mengutamakan aspek bisnis atau perolehan profit. Tetapi lebih mengutamakan
aspek manfaat sebesar-besarnya bagi anggotanya sebagaimana fungsi utama asuransi syariah,
yaitu wataawanu alal birri wattaqwa’ saling menolong dalam kebajikan dan taqwa‟.
a. Bagi Hasil Surplus Underwriting
Menurut Sula (2004:180) bagi hasil surplus underwriting adalah bagi hasil yang diperoleh
dari surplus underwriting, yang dibagi secara proporsional antara peserta (shohibul mal) dan
pengelola (mudhorib) dengan nisbah yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan, untuk
produk-produk non saving dalam asuransi jiwa, surplus underwriting juga merupakan sumber
biaya operasional. Surplus underwriting diperoleh dari kumpulan dana peserta yang
diinvestasikan, lalu dikurangi biaya-biaya atau beban asuransi seperti reasuransi dan klaim.
Kemudian surplus tersebut dibagi hasil antara peserta dan perusahaan. Bagian perusahaan inilah
yang diambil sebagai biaya operasional sebelum menjadi profit perusahaan.
Menurut Richard Bailey dalam Sula (183:2004), Tujuan underwriting membuat taksiran risiko
dan penetapan calon tertanggung kedalam kelompok-kelompok risiko, sasaran underwriting
perusahaan adalah menyetujui dan menerbitkan polis yang:
1. Adil Bagi Nasabah (Equitable to The Client) :
Salah satu prinsip dasar asuransi ialah bahwa masing-masing tertanggung membayar premi
yang proporsional terhadap risiko yang ditaksir perusahaan terhadap tertanggung tersebut.
Dengan diterimanya aplikasi asuransi jiwa, perusahaan harus menetapkan tingkat risiko dan
harus membebani premi secara adil atas risiko tersebut.
2. Dapat Dijual oleh Agen (deliverable by the agent) :
Pembeli membuat keputusan terakhir apakah polis asuransi tertentu dapat diterima. Jika
pembeli memutuskan tidak membeli polis jika agen berusaha menjual polis tersebut,
dikatakan bahwa polis tidak dapat dijual (undeliverable) atau tidak dibeli (not taken). Satu
di antara alasan-alasan sebuah polis tidak dibeli ialah karena keputusan underwriting yang
tidak menguntungkan dengan hasil pembebanan premi antisipasi yang lebih tinggi.
Misalnya, jika underwriter telah memutuskan beban premi lebih tinggi dari premi normal
untuk satu penutupan atau membatasi uang pertanggungan atau jenis benefit tambahan atau
rider yang dikehendaki, maka calon tertanggung mungkin menolak polis.
Adapun syarat diterimanya suatu polis adalah:
 Polis harus menyediakan benefit yang memenuhi kebutuhan pembeli.
 Premi yang ditetapkan oleh polis harus dalam batas kemampuan keuangan pembeli.
 Premi yang dibebankan untuk asuransi harus bersaing dengan pasar.
3. Menguntungkan Perusahaan (profitable to the company)
Underwriter harus membuat keputusan yang menguntungkan perusahaan. Semua
perusahaan asuransi, apakah itu perseroan terbatas, asuransi jiwa bersama, atau fraternal,
meminta underwriting yang sehat untuk meyakinkan hasil keuangan yang menguntungkan.
Perseroan terbatas membayar deviden kepada pemegang saham. Dan dalam beberpa kasus,
asuradur (penanggung) perusahaan mutual maupun fraternal membayar deviden kepada
pemegang polis (peserta).
b. Bagi Hasi Investasi
Menurut Sula (2004:180) bagi hasil investasi adalah bagi hasil yang diperoleh secara
proporsional berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan, baik dari hasil investasi dan
rekening tabungan peserta maupun dari dana rekening tabarru’. Setelah dana peserta dibayarkan,
dan terkumpul dalam total dana peserta, kemudian diinvestasikan. Profit yang diperoleh dari
investasi kemudian dilakukan bagi hasil antara peserta dan pengelola atau perusahaan asuransi.
c. Dana Pemegang Saham
Dana pemegang saham adalah dana yang disiapkan oleh para pemegang saham sebagai
modal setor bagi perusahaan, baik pada tahap awal berdirinya perusahaan maupun penambahan
dana setelah perusahaan berjalan, beserta hasil investasi atas dana tersebut atau dengan kata lain,
akumulasi laba ditambah modal yang disetor oleh pemegang saham.
d. Loading (Kontribusi Biaya)
Menurut Sula (2004:181) loading adalah kontribusi biaya yang dibebankan kepada
peserta, yang biasanya pada asuransi konvensional diambil dari premi tahun pertama dan kedua.
Pada beberapa asuransi syariah di Indonesia, loading dikenakan sebesar kurang lebih 25 persen
dari premi tahun pertama atas sepengetahuan peserta dan terutama diperuntukkan untuk biaya
komisi agen. Adapun jumlah kontribusi yang diambil berpulang kepada kebijakan perusahaan
masing-masing dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan aspek market.
Perusahaan asuransi syariah seperti Syarikat Takaful di Malaysia, dan sebagian asuransi
syariah di Indonesia seperti Asuransi Syariah Mubarokah tidak membebankan loading kepada
peserta dengan alasan bertentangan dengan kaidah syara‟. Sementara sebagian yang lain seperti
Takaful Keluarga, MAA syariah dan asuransi syariah lainnya, Dewan Pengawas Syariah (DPS)
membolehkan loading (misalnya sebesar 3 persen) dari premi tahun pertama, sepanjang
dilakukan secara transparan dan sepengetahuan peserta takaful diawal akad. Hal ini dianggap
tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara‟.
Menurut Sula (2004:181) pengertian biaya loading pada asuransi syariah adalah kontribusi biaya
yang diambil dari sebagian kecil kontribusi peserta (premi) tahun pertama, misalnya 20%-30%
dari premi tahun pertama. Biaya tersebut terutama diperuntukkan untuk komisi agen dan biaya
penagihan (incasso).
2.10 Perbedaan Sistem Akuntansi Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Konsep akuntansi Islam dan akuntansi konvensional memiliki sifat dan karakteristik yang
berbeda. Sebab dasar-dasar akuntansi Islam adalah syariat Islam yang diimplementasikan
dikalangan masyarakat muslim, yang prosesnya ditangani oleh para akuntan yang
mengombinasikan kemampuan dan kecakapan dengan kejujuran kerja. Berdasarkan pengertian,
landasan syar’i dan prinsip-prinsip akuntansi syariah serta keterangan-keterangan diatas, dapat
kita simpulkan sifat-sifat spesifik akuntansi syariah diantaranya sebagai berikut. :
 Kaidah-kaidah dasar akuntansi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah nabawiyah
serta fiqih para ulama
 Akuntansi Islam dilandasi oleh kaidah yang kuat, iman, serta pengakuan bahwa Allah itu
adalah Tuhan, Islam adalah agama, Muhammad adalah Rasul, dan juga percaya pada hari
akhir.
 Akuntansi Islam berlandaskan pada akhlak yang baik. Karenanya, seorang akuntansi yang
melaksanakan proses akuntansi harus mampu mempunyai sifat amanah, jujur, netral, adil,
dan professional.
 Dalam Islam, seorang akuntan dianggap bertanggung jawab di depan masyarakat dan umat
Islam tentang berapa jauh kesatuan ekonomi yang dipengaruhi oleh hokum syariat Islam,
terutama yang berkaitan dengan muamalah.
 Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang bersifat kaidah dan akhlak, akuntansi dalam
Islam juga berkaitan dengan proses-proses keuangan yang sah.
 Akuntansi dalam Islam sangat memperhatikan aspek-aspek tingkah laku sebagai unsur dan
juga berperan dalam kesatuan ekonomi.
Dalam system akuntansi syariah memiliki beberapa perbedaan system akuntansi dengan
akuntansi konvensional. Mohamed Arif bin Abdul Rashid, CEO PT. Syarikat Takaful Indonesia,
dalam Eccounting Concept In Takaful Busines menjelaskan beberapa perbedaan tersebut sebagai
berikut:
a) Cash Bases
Dalam praktik akuntansi konvensional, premi asuransi diakui sebagai pendapatan,
walaupun premi asuransi belum dibayarkan. Sedangkan dalam praktik akuntansi takaful
atau asuransi syariah, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar diakui
sebagai pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara tunai. Praktik akuntansi ini
memiliki arti yang penting yang berkaitan dengan system bisnis yang berperinsip pada
mudharabah dimana akad mengikat antara peserta dengan perusahaan dalam kesepakatan
bagi hasil.
b) Technical Reserve
Cadangan teknis merupakan bagian dari premi asuransi yang belum dihasilkan atau
dikenal sebagai cadangan premi yang belum dihasilkan. Dalam system akuntansi takaful,
cadangan teknik dihitung dengan menggunakan metode 1/365. Premi akan diakui sebagai
pendapatan serta ditentukan menurut jumlah hari yang sebenarnya selama periode
akuntansi dan masa perjanjian/kontrak Tafakul. Premi yang tidak digunakan selama masa
perjanjian dianggap cadangan.
c) Beban Retakaful
Dalam praktik asuransi konvensional beban reasuransi selama masa perjanjian, diakui
sebagai asuransi awal yang dikover. Praktik akutansi ini sesuai dengan standar yang
diterima, yaitu perbandingan pendapatan dengan beban yang terjadi pada periode
berjalan. Dalam system akuntansi Takaful, beban retakaful selama masa perjanjian diakui
sebagai utang sampai angsuran atau premi Takaful dibayar oleh peserta. Akan tetapi,
beban retakaful ini akan diakui sebagai pendapatan juika seluruh premi dibayar lebih
awal oleh peserta.
d) Surplus (Pada Asuransi Jiwa)
Dalam asuransi konvensional, surplus dari investasi ditrasfer ke pemegang saham sebagai
pendapatan. Tetapi, di Takaful keluarga (jiwa), perusahaan tidak berhak mengakui
surplus ini sebagai pendapatan. Pada Takaful keluarga hanya laba dari dana investasi
dibagikan antara peserta dan perusahaan sesuai yang diperjanjikan (misalnya 70:30 atau
60:40). Setelah dikurangi bagian keuntungan bagi perusahaan, sisa dari keuntungan ini
merupakan pendapatan bagi peserta Takaful yang dikreditan kerening peserta.
e)   Surplus (Pada Asuransi Kerugian)
Laba dari Takaful Umum (kerugian) dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan
yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta Takaful. Keuntungan dibayarkan jika
peserta tafakul masih terikat perjanjian atau kontrak. Aspek teknis akuntansi, asuransi
Tafakul menggambarkan nilai tambah atau keuntungan yang diungkapkan secara adil dan
transparan. Sehingga, baik perusahaan maupun peserta asuransi tafakul tidak merasa
dirugikan. Keuntungan lain yang bersifat jangka panjang bahwa adanya nilai
kebersamaan, tolong-menolong, dan saling menaggung jika di antara peserta terjadi klaim
kerugian. Inilah sisi kemungkinan yang didapatkan dari asuransi Takaful.
Secara ringkas perbedaan antara akuntansi asuransi konvensial dengan akuntansi asuransi
syariah dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Akuntansi Asuransi Konvensional Akuntansi Asuransi Syariah
1. Premi Asuransi diakui sebagai Premi Asuransi benar-benar diakui
pendapatan meskipun premi sebagai pendapatan jika diterima
asuransi belum dibayarkan secara tunai.
2. Beban retafakul selama perjanjian Beban retakaful diakui sebagai utang
diakui sebagai asuransi awal yang sampai angsuran atau premi takaful
dikover. dibayarkan. Dan beban retakaful
diakui sebagai pendapatan jika
dibayar lebih awal.
3. Dana asuransi yang terhimpun Dana asuransi tafakul yang
dikelola untuk kepentingan bisnis terhimpun dikelola dengan konsep
perusahaan dengan keuntungan mudharabah
yang dinikmati oleh perusahaan dan
pemegang saham.
4. Laba atau surplus investasi ditrasfer Laba investasi dari dana Takaful
ke pemegang saham. keluarga yang terhimpun dibagikan
kepada peserta takaful keluarga dan
perusahaan tidak berhak mengakui
surplus ini sebagai pendapatan.
5. Keuntungan yang didapatkan oleh Ada pembagian
perusahaan asuransi merupakan keuntungan/berdasarkan rasio yang
laba perusahaan disepakati dalam perjanjian

2.11 Implementasi Akuntansi Islam pada Asuransi Syariah


a) Akuntansi syariah dengan akad mudharabah.
Dalam akad ini terdapat pemisahan pengelolaan dana antara dana pemegang
saham(DPS) dengan dana peserta asuransi (DPA). Perusahaan bertindak sebagai pemegang
amanah untuk mengelola kontribusi yang diterima dari peserta yang digunakan apabila di antara
para peserta terjadi musibah. Di lain pihak ,peserta menyetujui Bahwa dana ynag disetor akan
dikelola secara professional oleh operator. Jika pada akhir periode, peserta yang tidak
mendapatkan musibah akan memperoleh bagi hasil. Dengan demikian, dalam akad ini dana yang
disetorkan partisipan merupakan milik peserta, dan tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan
pemegang saham. Konsikuensinya, system akuntansi yang diterapkan harus dipisahkan antara
akuntansi Dana Pemegang Saham (DPS) dengan akuntansi Dana Peserta Asuransi (DPA).
b)   Akuntansi syariah dengan akad wakalah.
Dalam akad ini tidak terdapat pemisahan penegelolaan dana antara pemegang saham
dengan dana peserta asuransi. Perusahaan menerima dana tabarru’ dari peserta dan berhak
digunakan untuk seluruh kegiatan perusahaan. Dana yang berasal dari pemegang saham dengan
dana peserta dicampurkan. Sehingga, konsekuensinya, akuntansi tidak harus dipisahkan antara
akuntansi dana pemegang saham dengan akuntansi dana peserta asuransi.
2.12 Kekuatan dan Kelemahan Asuransi Syariah
a. Kekuatan
Dalam upaya pengembangan operator aswansi syariah baru di Indonesia, yang dapat
menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut :
 Tenaga kerja profesional/ sumber daya manusia inti yang kompeten dan memilki
integritas moral dan ghirah Islam, yang berada dalam sebuah team work yang solid.
 Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
 Kelompok pemegang saham mampu mengusahakan "captive market” awal.
 Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki infrastruktur teknologi dan potensi
tenaga ahli (mislanya: Fund manager).
 Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah marnpu memberi rasa
arnan kepada peserta asuransi syarialr, selain unsur duniawi semata.
 Adanya unsur dakwah.
 Produk asuransi bersifat transparan.
Sebagai fakta dari kekuatan asuransi syariah adalah jika pada tahun 2000 jumlah asuransi
yang berbisnis dengan berdasarkan prinsip syariah adalah sebanyak 4 buah. Sebagai
perbandingan adalah pacla tanggal 21 Agustus 2007 asuransi syariah yang sudah mendapatkan
rekomendasi dari DSN MUI sebanyak 37 asuransi syariah, 3 reasuransi syariah dan 5 broker
asuransi dan reasuransi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah.
b. Kelemahan
Sistem asuransi syariah darr"core teatn" astttansi syariah baru ini memiliki kelemahan yang
masih dalam tuhap peningkatan yaitu:
 SDM pendukung (lapisan keduadst) belum banyak memahami bisnis syariah.
 Dalam hal pemasaran, alternatif distributif relatif masih terbatas dibandingkan pola
konvensional.
 Kompleksitas dalam sistem administrasi syariah (misalnya perhitungan bagi hasil dan
tingkat hasil investasi).
 Permodalan yang terbatas akan mempengaruhi
 Sistem/teknologi pendukung manajemen
 Strategi bisnis
 Ketersediaan infrasfurktur (internal, eksternal, anstomer support dll)

Kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis asuransi syariah terutama di
Indonesia penjelasannya adalah sebagai berikut : SDM pendukung (lapisan kedua, dst.) belum
banyak memahami bisnis syariah, dalam hal pemasaran, alternatif distribusi relatif masih terbatas
dibanding pola konvensional, kompleksitas dalam administrasi syariah (misalnya: perhitungan
bagi hasil dan tingkat hasil investasi) memerlukan dukungan sistem yang andal, permodalan
yang terbatas akan mempengaruhi:
1. Sistem/teknologi pendukung manajemen.
2. Strategi bisnis
3. Ketersediaan infrastruktiur (internal, external, customer support, etc.)
Apabila pemegang saham kurang mengharagi pentingnya investasi di bidang IT sebagai
"modelling tools" dan" administration tools" , pengalaman langsung/penerapan model terhadap
bisnis riil belum cukup (baru pada tahap teoritis), lemahnya"public relatiofls" untuk
mengkomunikasikan keunggulan LKS (ideloanya beralih dari " short term/hit and run
marketing" menjadi "Iong term marketing/customer relationship").

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut.
 Asuransi merupakan sebuah lembaga keuangan Non-bank yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan yang ditimbulkan oleh
peristiwa yang tidak diduga sebelumnya.
 Asuransi Syariah, merupakan sebuah sistem dimana para peserta menginfaqkan atau
menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar
klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini
hanya sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari dana-dana atau
kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
 Prinsip-prinsip yang dijalankan oleh asuransi syariah dalam mengoprasikan kegiatannya
antara lain Saling bekerja sama atau bantu-membantu, Saling melindungi dari berbagai
kesusahan dan penderitaan satu sama lain, saling bertanggung jawab, dan menghindari
unsur-unsur yang mengandung gharar, maysir dan riba.
 Perbedaan yang paling mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi kovensional
adalah pada keberadaan Pengawasan Dewan Syariah (PDS), akad, Investasi dana,
kepemilikan dana, pembayaran klaim dan keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai