Anda di halaman 1dari 14

ASALAMUALAIKUM WR WB

Asuransi Dalam Perspektif Islam


Oleh :
Kelompok 3
Cecep irfan Nurbayan
Rana Oktaviani
Firman Arif Adyansyah
Pengertian Asuransi Menurut
UU
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,
“Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada yang tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan.”
Pengertian Asuransi Dalam Islam
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut at-ta’min,
penanggung disebut mu’ammin, sedangkan
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi
adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem
yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Semua
telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian
mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya
saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut
dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan
kepada masing-masing peserta. Dengan pemberian
(derma) mereka dapat menutupi kerugian-kerugian
yang dialami peserta yang tertimpa musibah.
Prinsip - prinsip Dasar Asuransi Dalam
Islam
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun
(kerja sama)
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhah
(keuntungan/transaksi bisnis), tetapi tabarru’ atau
mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian).
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah
yang telah ditentukan
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah
kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat
imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus
dijalankan menurut aturan syariat islam.
Manfaat Asuransi Dalam Islam
1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan
di antara anggota.
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW
3. Secara umum dapat memberikan perlindungan-
perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu
pihak.
4. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara
khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk
memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu, dan biaya.
5. Pemerataan biaya
6. Sebagai tabungan
7. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan
usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).
Pendapat para ulama tentang hukum asuransi
Di dunia timur, asuransi dikenal pada abad XIX M,
sedang di barat telah dikenal sejak abad XIV M, karena
itu para imam madzhab empat tidak ada yang
menyinggung persoalan ini. Namun ada beberapa ulama
yang berpendapat bahwa asuransi itu :
1. Haram
2. Boleh
3. Syubhat
1. Haram
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii
Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan
yg mereka kemukakan ialah :
Asuransi sama dgn judi
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan
Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-
praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak
tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya
dgn mendahului takdir Allah.
Menjadikan takdir Allah sebagai obyek bisnis.
2. Boleh
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab
Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa
dan Abd. Rakhman Isa . Mereka beralasan:
Tidak ada nash yg melarang asuransi.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum.
Asuransi termasuk akad mudhrabah
Asuransi termasuk koperasi .
Asuransi di analogikan dengan sistem pensiun seperti
taspen.
3. Syubhat
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat
adalah karena tidak ada dalil yg tegas yang menyatakan
halal atau haramnya asuransi tersebut. Al-Qur’an
maupun Hadits tidak menyebutkan secara nyata apa dan
bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa
asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam
hukum Islam memuat substansi perasuransian secara
Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.
Hakikat asuransi secara syariah adalah saling
bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu-
membantu dan saling menanggung penderitaan satu
sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan
secara syariah, karena prinsip-prinsip dasar syariah
mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan
jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang
meringankan bencana mereka sebagaimana fir­man Allah
SWT. dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 yang
artinya:“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.
kesimpulan
Dari uraian singkat di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu dari definisi asuransi bersifat saling
melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan
ta’awun. Yaitu prinsip hidup saling melindungi dan
saling menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara
sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam
menghadapi malapetaka. Prinsip asuransi dalam islam
yaitu intinya Asuransi harus dibangun atas dasar taawun
(kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak
berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata.
Tujuan asuransi itu sendiri adalah untuk saling tolong
menolong antar umat manusia.
WASALAMUALAIKUM WR WB

Anda mungkin juga menyukai