Anda di halaman 1dari 6

ASURANSI SYARI’AH

Disusun Oleh Kelompok 5


Muh. Zainul Ma’ruf (203070054)
Azizah Wulandari (203070039)
Dini Jihan Fahira(203070058)
Abstrak
Asuransi merupakan upaya antisipasi mengatasi kehidupan di dunia yang penuh
dengan ketidakpastian dan penuh resiko. Oleh sebab itu untuk mengatasi
permasalahan hidup tersebut manusia dituntut untuk merencanakan masa depan
secara komprehensif. Islam telah mengingatkan manusia agar merencanakan dan
mempersiapkan diri dalam menghadapi hari esok. Asuransi telah menjadi kebutuhan
penting bagi manusia termasuk umat muslim, karenanya sangat penting untuk
mengetahui keputusan para ulama mengenai sistem dan mekanisme pelaksanaan
asuransi syariah yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Mengingat perkembangan
praktik asuransi juga masih terdapat inovasi baru yang tidak bisa lepas dari maysir,
gharar, dan Riba.

Pendahuluan

Kehidupan di dunia penuh dengan ketidakpastian dan resiko, mulai dari resiko sakit,
kecelakaan, bahkan berujung pada kematian karena resiko seperti kematian tidak bisa
dihindari oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan hidup tersebut manusia
dituntut untuk merencanakan masa depan secara komprehensif. Salah satu cara untuk
dapat menikmati masa depan yang lebih baik dan berkecukupan dari sisi materi
diperlukan tabungan yang mampu meminimalkan resiko tersebut yang pada umumnya
disebut dengan tabungan asuransi. Al-Qur`an merupakan pedoman hidup yang
universal dan komprehensif bagi setiap umat manusia. Karena sifatnya yang universal
tersebut al-Qur`an tidak menyatakan secara langsung tentang pengertian asuransi dan
bentuknya, namun Dalam alQur`an secara eksplisit terdapat ayat yang menyatakan
pentingnya perencanaan dalam pekerjaan dan masa depan. Dalam surat alHasyr Allah
berirman : “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang
engkau kerjakan”. (QS. 59:18).
Pembahasan

Asuransi Konvensional Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie.


Dalam hukum Belanda sering dipakai kata ini dengan kata verzekering yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “pertanggungan”. Dari kata
assurantie ini muncul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi
tertanggung, atau dengan istilah lain disebut penjamin dan terjamin. Dari istilah
verzekering itu juga timbullah istilah verzekeraar bagi penanggung dan verzekerde
bagi tertanggung. Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian bahwa asuransi (pertanggungan) adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan. Sedangkan ruang lingkup usaha asuransi yaitu usaha jasa
keuangan yang dengan menghimpun dana masyrakat melalui pengumpulan premi
asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi
terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti
atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. Pihak penanggung atau penjamin
adalah perusahaan asuransi, sedangkan tertanggung atau yang dijamin adalah peserta
asuransi. Jadi dalam suatu asuransi, terdapat perjanjian antara kedua belah pihak
dimana pihak yang dijamin diwajibkan membayar uang premi dalam jumlah tertentu
dalam suatu masa

tertentu pula, kemudian pihak yang menjamin akan mengganti kerugian jika terjadi
sesuatu pada diri si penjamin. Sementara itu Abdul Mannan seorang ahli ekonomi
Islam mengatakan, hakikat asuransi terletak pada dihilangkannya resiko kerugian
yang tak tentu bagi gabungan sejumlah orang yang menghadapi persoalan serupa dan
membayar premi kepada suatu perusahaan. Dana ini cukup untuk mengganti semua
kerugian yang disebabkan oleh semua anggota.5 Berdasarkan pengertian di atas suatu
perjanjian asuransi minimal terdapat tiga unsur. Pertama, pihak yang sanggup
menanggung atau menjamin bahwa pihak lain akan menadapat pergantian dari satu
kerugian yang mungkin akan diderita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula
belum tentu
akan terjadi. Kedua, pihak yang ditanggung diwajibkan membayar sejumlah uang
kepada pihak yang ditanggung,Ketiga, apabila peristiwa yang dimaksud telah terjadi.
Sejarah Asuransi

Istilah asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa
asuransi kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu
lintas perhubungan laut antar pulau sehingga berkembang pula asuransi pengangkutan
laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan jenis asuransi kapitalis.
Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan didasarkan atas perhitungan niaga.
Asuransi jiwa baru dikenal pada awal abad ke-19.
Asal-usul asuransi syariah berbeda dengan kemunculan asuransi konvensional
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari
budaya suku Arab pada zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah
mengandung pengertian saling memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga.
Dalam kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan
mendapatkan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si
pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong royong
untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan yang tidak
sengaja itu.

Asuransi Perspektif Islam : Pro Kontra Ulama Fiqh

Indonesia merupakan masyarakat muslim mayoritas, oleh sebab itu perlu adalah
sebuah alternatif sistem asuransi sesuai dengan syariat Islam mengingat banyak
kalangan yang berpendapat bahwa asuransi tidak Islami karena mendahului takdir
Allah yang dalam istilah jawa disebutkan ndisik’i kerso.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pendahuluan diatas bahwa asuransi tidak
dijelaskan dengan jelas dan tegas dalam nash Al-Qur`an maka masalah asuransi ini
dipandang sebagai masalah ijtihadi yaitu perbedaan dikalangan ulama’ yang sulit
dihindari dan perpedaan tersebut harus dihargai sebagai bentuk rahmat.

Adapun pandangan para ulama’ iqh terhadap hukum asuransi sebagai berikut:
Ulama’ yang melarang praktik asuransi diantaranya Sayyid Sabiq, ‘Abd Allâh al-
Qalqi (mufti Yordania), Yusuf Qaradhâwi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (mufti
Mesir). Beliau mengatakan bahwa Asuransi itu haram dalam segala macam
bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat Alasan-alasan yang mereka kemukakan
ialah:
1. Asuransi sama dengan judi;
2. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti;
3. Asuransi mengandung unsur riba/renten;
4. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau
dikurangi;
5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktik-praktik riba;
6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah

Sedangkan para ulama’ yang memperbolehkan praktik asuransi dengan alasan bahwa:
1. Tidak ada nas (Al-Qur`an dan Sunnah) yang melarang asuransi;
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak;
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak;
4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan;
5. Asuransi termasuk akad mudhârbah (bagi hasil);
6. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’âwuniyah);
7. Asuransi dianalogikan (qiyas) dengan sistem pensiun seperti taspen.

Adapun ulama’ yang memperbolehkan adanya praktik asuransi diantaranya Abd.


Wahab Khallaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas
Syariah Universitas Syria), Muhammad Yûsuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada
Universitas Cairo Mesir), dan ‘Abd Rahman ‘Isa (pengarang kitab al-Muamalah al-
Haditsah wa Ahkâmuha).

Sedangkan menurut Zuhdi pandangan ulama tentang hukum asuransi terbagi


menjadi empat bagian. Pertama, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi
termasuk segala macam bentuk dan operasionalnya hukumnya haram. Kedua,
kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya halal atau
diperbolehkan dalam Islam. Ketiga, kelompok ulama yang berpendapat diperbolehkan
adalah asuransi yang bersifat sosial sedangkan asuransi yang bersifat komersial
dilarang dalam Islam dan keempat, kelompok ulama yang berpendapat bahwa
asuransi hukumnya termasuk syubhat, karena tidak ada dalil syar’i yang secara jelas
mengharamkan atau menghalalkan asuransi.

Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Sistem yang diterapkan pada perusahaan asuransi pada umumnya tidak sesuai
dengan kaidah hukum Islam, oleh sebab itu dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
untuk kemaslahatan ummat ditemukan alternatif sistem tersendiri yang lazim disebut
dengan takaful yang dijalankan sesuai dengan prinsip syariah. Landasan dasar yang
digunakan dalam takaful adalah konsep tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan. Lain halnya dengan praktik asuransi konvensional yang menggunakan
prinsip jual beli.
Sementara bagi umat Islam sendiri secara umum masih terdapat keraguan tentang
kedudukan hukum asuransi, karena dikawatirkan mengandung unsur-unsur ketidak
pastian (gharar), gambling (maisir), riba dan komersial. Oleh sebab itu perlu
diciptakan produk alternatif yang bebas dari unsureunsur tersebut.

Keberadaan usaha asuransi syariah tidak lepas dari keberadaan usaha asuransi
konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha erasuransian syariah
sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama
berkembang. Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan manfaat yang diperoleh
melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang
menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan ini bukan
saja dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan miliki non muslim. Selain
itu juga terdapat perusahaan induk dengan konsep konvensional ikut memberikan
layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cabag atau unit usaha syariah
(UUS).
Pada 27 Juli 1993 ICMI melalui yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat
Indonesia (BNI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri, sepakat memprakarsai
pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim Pembentuk Asuransi Takaful
Indonesia (TEPATI). Pada 25 Agustus 1994 dibentuklah Asuransi Takaful Keluarga
yang beroperasi di bawah anak perusahaan PT. Syarikat Takaful Indonesia.
Berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia sebagai Holding Company disusul dengan
adanya dua anak perusahaannya yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa)
dan PT.. Asuransi Takaful Umum (Asuransi Kerugian).
Pembentukan kedua perusahaan asuransi tersebut untuk mengikuti ketentuan UU
No 2 Th 1992 tantang Usaha Perasuransian yang mengharuskan perusahaan asuransi
jiwa dan perusahaan asuransi kerugian didirikan secara terpisah.

Landasan Hukum BPJS Kesehatan :

1. Undang-Undang Dasar 1945 yaitu; Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju
terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur; bahwa
untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi 
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan
kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Dalam Pengelolaan BPJS Kesehatan, manajemen berpedoman pada tata kelola yang
baik antara lain :

1. Pedoman Tata Kelola BPJS Kesehatan 


2. Pedoman Kode Etik BPJS Kesehatan 
3. Pedoman Gratifikasi BPJS Kesehatan
4. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (WBS) BPJS Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional: Teori,


Sistem, Aplikasi, & Pemasaran (Tangerang: Kholam Publishinng 2006).
Amrizal Hamsa, “Asuransi Dalam Perspektif Islam” dalam
AtTasyri’, Vol. 01, No. 2. Juni-September 2009, Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Teungku Dirundeng, Meulaboh Aceh barat.
Dewan Asuransi Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992
dan peraturan pelaksanaan tentang usaha perasuransian, Edisi 2003, DAI.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1996). Muhammad Abdul
Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam.(Yogyakarta: PT.Dana Bhakti
Wakaf, 1993).
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Upaya menghilangkan
Gharar, Maisir, dan Riba, (Jakarta: Gema Insani, 2006).
Redaksi Ulumul Qur’an, “Syarikat Takaful sebagai suatu Alternatif”. Dalam Jurnal
Kebudayaandan Peradaban Ulumul Quran No. 2/VII/1996
Syakir Sula, Asuransi Syariah. Wirjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia,
(Jakarta: Intermasa, 1979). Zarqâ, Musthafâ Ahmad, al-Ta’mîm i al-Islâm.

Anda mungkin juga menyukai