Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
TAHUN 2019/2020
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek
Hukum Asuransi dan Reasuransi Syariah” sebagai tugas mata kuliah Hukum
Ekonomi Syariah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya serta bobot
materi. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 57.
2
Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 51-52.
2.2 Dasar Hukum Asuransi Syari’ah
Landasan dasar asuransi syari’ah adalah sumber dari pengambilan
hukum praktik asuransi syariah. Kebanyakan ulama (jumhur) memakai
metodologi konvensional dalam mencari landasan syari’ah (al-asas al-
syar’iyyah) dari suatu pokok masalah (subjek matter). Dalam hal ini pokok
masalahnya adalah lembaga asuransi.
Adapun dasar hukum asuransi syri’ah adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan
tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini
terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi atau al-ta’min
secara nyata dalam al-Qur’an. Walaupun begitu al-Qur’an masih
mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar
yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasae tolong-menolong,
kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap
peristiwa kerugian (peril) di masa mendatang.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-nilai yang
ada dalam praktik asuransi diantaranya adalah:
a) Surah al-Maidah [5]:2
3
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 104-
105.
Ayat ini memuat perintah tolong-menolong antara sesama
manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik
kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk
menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial
(tabarru’). Dana sosial ini berbentuk rekening tabarru’ pada
perusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah
satu anggota yang sedang mengalami musibah (peril).
b) Surah al-Baqarah [2]: 261
2. Sunnah Nabi
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW secara tegas juga tidak
ditemukan perintah atau contoh spesifik tentang asuransi syari’ah,
dibawah ini adalah hadits yang bisa dijadikan inspirasi yang secara
tidak langsung asuransi diperlukan oleh umat manusia. Diantaranya
sebagai berikut:
7
Asy’ari Suparmin, Asuransi Syariah Konsep hukum dan Operasinya, (Ponorogo:Uwais
Inspirasi Indonesia,2019), hlm. 28-32.
Dengan demikian, maka suku Arab pada zaman dahulu sudah
mempraktekan asuransi dengan cara melakukan proteksi terhadap anggota
sukunya terhadap risiko pembunuhan yang bisa terjadi setiap saat tanpa
diduga sebelumnya.
Sejarah terbentuknya asuransi syariah dimulai sejak tahun 1979 yang
ditandai dengan berdirinya perusahaan asuransi di Sudan bernama
Sudanese Islamic Insurance.
Perusahaan tesebut merupakan yang pertama kali memperkenalkan
asuransi syariah. Pada tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa
di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah
Arab.
Kemudian asuransi syariah juga dikenal di Swiss yang ditandai
dengan berdirinya asuransi syariah bernama Darl al Mal al Islami pada
tahun 1981 yang selanjutnya memperkenalkan asuransi syariah kedua
bernama Islamic Takafol Company (ITC) yang berdiri di Luksemburg
pada tahun 1983, dan diikuti oleh beberapa Negara lainnya.
Asuransi syariah di Indonesia merupakan sebuah cita-cita yang
telah dibangun sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi
modern yang siap melayani umat Islam Indonesia dan bersaing dengan
lembaga asuransi konvensonal.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan perkembangan asuransi
syariah di dunia hingga saat ini semakin dikenal luas dan dinimati oleh
masyarakat dunia, baik oleh negara-negara dengan penduduk muslim
mayoritas maupun dengan penduduk muslim minoritas.
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia telah
mengalami kemajuan pesat, khususnya karena Indonesia didomisili oleh
kaum muslim maka permintaan akan asuransi syariah pun semakin tinggi
apalagi asuransi ini didasarkan pada prinsip syari’at islam.8
8
Muhammad Ajib, Kupas Habis Hukum Iddah wanita, Lentera islam, hal. 29-34
Dalam hal ini, prinsip-prinsip asuransi syariah ada sembilan macam
yakni:
1. Prinsip Tauhid
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana
seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermualamah yang
tertuntun pada nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam setiap
melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati
bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah dan selalu
bersama. Dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan dalam
berasuransi syariah bukanlah semata-mata meraih keuntungan dan
peluang pasar namun lebih dari itu. Niat awal adalah implementasi
nilai syariah dalam dunia asuransi. Dari sisi nasabah, berasuransi
syariah adalah bertujuan untuk bertransaksi dalam bentuk tolong-
menolong yang berlandaskan asas syariah, dan bukan semata-mata
mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah. Dengan demikian,
nilai tauhid terimplementasi pada industri asuransi syariah.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan antara pihak-pihak yang terlihat dalam akad asuransi.
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan
hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi memiliki peluang besar untuk melakukan
ketidakadilan, seperti adanya unsur dana hangus (untuk produk
tabungan), karena pembatalan kepesertaan di tengah jalan oleh
nasabah. Pada asuransi syariah dana tabaru’ dari nasabah yang telah
dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada fund tabaru’
berikut hasil investasinya.
3. Prinsip Tolong-menolong (ta’awun)
Dalam melaksanakan kegiatan asuransi harus didasari dengan
semangat tolong-menolong antar sesama anggota. Seseorang yang
masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk
membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika
mendapatkan musibah atau kerugian.
4. Prinsip Kerjasama (Cooperation)
Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada
dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai mahluk yang
mendapat mandat dari sang Khalik-Nya untuk mewujudkan
perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah
yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya yaitu sebagai
mahluk individu dan mahluk sosial.
5. Prinsip Amanah (Trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui
penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan
asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk
mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang
dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus menerminkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor
public.
6. Prinsip Kerelaan (Al-Ridha)
Dalam berbisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap
nasabah asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan
sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang
difungsikan sebagai dana sosial.
7. Prinsip Larangan Riba
Islam melarang setiap muslim yang mencoba meningkatkan modal
mereka melalui pinjaman atas riba (berkembang atau bunga) baik pada
rate yang rendah atau tinggi.
8. Prinsip Menghindari Maisir
Maisir bisa disamakan dengan kegiatan berjudi. Judi menunjukkan
tindakan atau permainan yang bersifat untung untungan/spekulatif
yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan materi yang akan
membawa dampak terjadinya praktik kepemilikan harta secara batil.
Allah sangat tegas melarang kegiatan perekonomian yang mengandung
unsur perjudian.
9. Prinsip Larangan Gharar (Ketidakpastian)
Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang
harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan
menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima,
tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan karena hanya Allah
yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi
pada asuransi konvensional.9
9
Asy’ari Suparman, ASURANSI SYARIAH: Konsep Hukum dan Operasionalnya, (Sidoarjo: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2019), hal.49-53
c. Jika pemegang polis mengalami cacat tetap total karena
kecelakaan selama masa asuransi, peserta tidak lagi membayar
premi dan kepadanya diberikan seluruh dana tabungan,
santunan sebesar 50% dari manfaat awal, serta beasiswa sesuai
kondisi polis dan kondisi anak penerima hibah pada saat
musibah.
d. Jika peserta mengalami musibah setelah masa asuransi
berakhir, tetapi masih dalam pemberian beasiswa empat tahun
di perguruan tinggi, jika peserta cacat total karena kecelakaan,
akan diberikan seluruh saldo rekening tabungan dan beasiswa
untuk anak penerima hibah sampai empat tahun di perguruan
tinggi.
2. Program Dana Haji
Program dana haji ditujukan untuk perorangan yang
berkeinginan menunaikan ibadah haji.
Manfaat dari program ini adalah sebagai berikut:
a. Jika peserta ditakdirkan oleh Allah wafat sebelum berakhirnya
masa asuransi dan polis dalam keadaan aktif, perusahaan
asuransi akan memberikan santunan duka kepada ahli waris
plus semua saldo rekening tabungan beserta bagian
keuntungannya.
b. Jika peserta dipanjangkan umurnya oleh Allah, perusahaan
akan memberikan semua saldo tabungan ditambah bagian
keuntungan dari hasil investasi.
c. Jika peserta mengundurkan diri sebelum masa asuransi
berakhir, perusahaan asuransi akan memberikan semua saldo
rekening tabungan plus bagi hasil dari investasi.
2.5.2 Produk Nontabungan
Maksud produk nontabungan adalah jenis produk yang tidak
memiliki unsur tabungan karena premi yang dibayar oleh peserta
hanya dimasukkan ke dalam rekening khusus, yaitu rekening tabarru’
sebagai dana yang telah diniatkan oleh peserta untuk saling menolong
apabila ada peserta yang terkena musibah.
1. Program kecelakaan diri
Asuransi kecelakaan diri ini memberikan proteksi financial
bagi ahli waris peserta jika mengalami musibah meninggal dunia
karena kecelakaan selama masa perjanjian, berupa santunan
meninggal dunia atau santunan cacat tetap karena kecelakaan.
Namun jika sampai akhir perjanjian tidak terjadi klaim, kepada
peserta akan diberikan bagi keuntungan dari surplus dana yang ada.
Keistimewaan program ini adalah calon peserta dari sisi
underwriting tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, jadi
premi untuk wanita dan pria sama.
2. Program kecelakaan siswa
Program ini diperuntukkan bagi siswa/mhasiswa lembaga
pendidikan, baik yang bersifat formal maupun nonformal. Program
ini memberikan proteksi terhadap peserta jika mengalami musibah
meninggal dunia karena kecelakaan, cacat tetap total, atau cacat
tetap sebagian.
3. Program kecelakaan diri kumpulan
Program ini ditujukan untuk perusahaan atau organisasi
yang berbadan hukum yang ingin menyediakan santunan bagi
karyawan/anggotanya apabila mengalami musibah karena
kecelakaan.
Jika sampai akhir perjanjian tidak terjadi klaim, kepada
peserta (diwakili pemegang polis) akan mendapat bagian
keuntungan dari surplus dana, jika ada.10
10
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, halal & maslahat, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hal.83-90