Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUKUM ISLAM

ASURANSI DALAM SYARIAT ISLAM

Oleh :
Reyhan Al-Haq
15211201

Universitas Bandar Lampung


Fakultas Hukum

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT , Robbil alamin, puji dan syukur bagi-Nya yang
telah melengkapi dan mencukupkan nikmatNya dan sholawat semoga tetap terlimpah
atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah di utus Allah SWT sebagai
rahmat bagi seluruh umat manusia .
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema ASURANSI
DALAM SYARIAT ISLAM yang disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Hukum Islam. Dalam penyusunan makalah ini saya menulis memperoleh bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini saya ingin Berterima
kasih kepada Dosen Mata kuliah Hukum Islam. Mengingat kemampuan saya yang
sangat terbatas maka saya menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang dan
bermanfaat buat kita semua.

Bandar Lampung, 14 Januari 201

Hormat Saya
Reyhan Al-haq
15211201

Daftar Isi

Kata Pengantar.

Daftar Isi..

ii

BAB I Pendahuluan ..

1.1 Latar Belakang...

1.2 Rumusan Masalah..

BAB II Pembahasan..

2.1 Pengertian..

2.2 Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam ..

2.3 Pandangan Ulama Mengenai Asuransi..

2.4 Model dan Karakteristik Asuransi Syariah..

2.5 Landasan Hukum Asuransi Syariah.

BAB III Pembahasan Khusus 10


3.1 Pengertian Asuransi Syariah dan Konvesional .... 10
3.2 Perbedaan Mengenai Sumber Hukum 11
3.3 Perbedaan Mengenai Dewan Pengawasan Syariah 12
3.4 Perbedaan Mengenai Akad Perjanjian... 13
3.5 Perbedaan Mengenai Kepemilikian dan Pengelolaan Dana.. 14
BAB IV Penutup... 16
Kesimpulan
Daftar Pustaka.
.

16
17

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia tampak
mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi yang serba canggih dan
modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya bagian mana di
belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba sederhana menjadi
berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap maju
ternyata masih mengalami kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan
Amerika misalnya mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan
ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hampir semua hukum keperdataan
diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga termasuk penerapan asuransi
konensional yang telah menciptakan keresahan dan ketidakadilan kepada nasabahnya.
Mudah-mudahan visi dan misi asuransi syariah yang tidak berbasis pada bunga dan
dapat mengubah rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat manusia
dalam hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan memaparkan beberapa poin
berkenaan asuransi syariah dan asuransi konvensional sebagai suatu perbandingan,
terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila dibandingkan dengan
asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan hidup dalam hukum
perasuransian di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Asuransi dalam Pandangan Islam ?


2. Bagaimana Asuransi dalam Pandangan Ulama ?
3. Apa yang Membedakan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvesional ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kata asuransi banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah[1]:

Bahasa Belanda assurantie, yang berarti pertangungan,


Bahasa Italia insurensi, yang berarti jaminan
Bahasa Inggris assurance, yang berarti jaminan
Bahasa Arab At-tamin, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan
bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:

Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada


pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin
karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.[2]

Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian


kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum
pasti.

Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan
dihadapinya.

Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak
pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.

UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih
dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu
kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.

Faturrahman

Djamil

berarti

suatu

persetujuan

dimana

pihak

yang

menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah


premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung,
sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.

Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi bahasa
ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal
terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain
mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan
saat akan terjadinya.

Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik
pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.

Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak tertanggung
yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus
atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar
sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila
ada unsure ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.

2. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam


Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan
ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga
ditinjau dari sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat Islam ada anggapan
bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan
orang yang mengingkari rahmat Allah.
Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada
makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:Dan tidak ada suatu
binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya. (Q.
S. Hud: 6)dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit
dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? (Q. S. AnNaml: 64)Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan
hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezeki kepadanya. (Q. S. Al-Hijr: 20)Dari ketiga ayat tersebut
dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk
keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu
mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak
dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah
ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan
pendapat sukar dihindari.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam.
Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi


jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti
Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (mufti Mesir). Alasanalasan yang mereka kemukakan ialah:
Asuransi sama dengan judi
Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di
kurangi.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah

3. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI


Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam
kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama adalah
bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut; baik itu
bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen dan
lain sebagainya

Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2


kelompok besar [7]:

Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan


memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat
yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi
yang bersifat social (ijtimai) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial
(tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).

Kelompok yang mengharamkan asuransi :

Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah


haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam
(mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)

Muhammad Bakhit al-muthii (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi


yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau taaddi
/ itlaf.

Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena


mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan
pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.

Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi berdasarkan atas 5 alasan[8]:

1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.


2. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3. Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara tunai.
4. Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang
berarti mendahului takdir Allah SWT.
5. Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.

Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi berdasarkan atas 4 alasan[9]:


1.

Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada
kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib
adanya.

2.

Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan


pada munculnya resiko.

3.

Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi


meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi
dengan riba.

4.

Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di


dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.

Kelompok yang membolehkan asuransi :

Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa
(guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas alazhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo),
Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi,

Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat
yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama di
landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.

Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman


Djamil adalah sebagai berikut[10]:

1. Tidak terdapat nash Alquran atau hadits yang melarang asuransi.


2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul
dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan
asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.

Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam


kebaikan dan ketakwaan

4. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH


Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi
konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Asuransi
syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada gilirannya bisa
membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.

Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.


Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.

Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata mencari


keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong antarsesama. Pada
asuransi konvensional, akad perjanjian yang mendasarinya adalah akad jual-beli
(tabaduli).

Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah[11] :

1. Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan atas niat dan
persaudaraan untuk saling membantu pada waktu yang diperlukan.

2. Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan dengan
syariat islam.
3. Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan perlindungan
kepada peserta.
4. Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi
operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat islam.

Model asuransi syariah[12] :

1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara atau
organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang sesungguhnya
paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan kaidah-kaidah
berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan saling melindungi

2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota
(shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).

3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful


berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai
wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan
mereka.

Ciri-ciri asuransi syariah dalam opersionalnya antara lain :

Menghindari Riba
Menghindari unsur judi
Menghindari unsur penipuan (gharar)

Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada konsepnya


(built in concept), juga lebih berorientasi untuk :

Tolong-menolong dan bekerja sama


Saling menjaga keselamatan dan keamanan
Saling bertanggung jawab
5. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih
menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum
(konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah
pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
A. Pengertian Asuransi Syariah
Pengertian asuransi syariah telah diungkapkan pada awal tulisan ini, namun tidak ada
salahnya untuk mengemukakan sepintas dalam hal membandingkan dengan asuransi
komvensional. Asuransi syariah, mempunyai 3 pengertian seperti yang telah
dikemukakan, diantaranya at-tamin. Muammin adalah penangung dan mun-tamin
diartikan tertanggung. Di dalam Al-Quran dikatakan dalam Surat Quraisy ayat :4

Artinya:

Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.

Ada kata aman dari rasa takut, memberi rasa aman. Jadi istilah at-tamin, yaitu antara
mentaminkan sesuatu yang berarti seseorang membayar atau menyerahkan uang
cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang
telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang,
sehingga

dapat

dikatakan

bahwa

seseorang

mempertanggungkan

atau

mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau kendaraannya.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan fatwa
tentang pedoman umum asuransi syariah. Menurutnya, asuransi syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk asset atau tabarru yang memberikan pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

B. Pengertian Asuransi konvensional


Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah pertanggungan. Istilah
pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Hal dimaksud
melahirkan istilah assuradeur , assurantie bagi penaggung dan geassureeder bagi
tertanggung.

Selain itu, ada definisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya assuransi itu
merupakan alat atau institusi belaka yang bertujuan untuk mengurangi resiko dengan
mengabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara olektif

dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi terebut kemudian dibagi dan
didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.

Di dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian meupakan


petanggungan yang di dalamnya ada perjanjian antara 2 pihak atau lebih, yaiut pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tettanggung, dengan menerima premi
asuransi,untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karenakerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

2. Pebedaan Mengenai Sumber Hukum


A. Sumber Hukum Asuransi Syariah
Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-Quran, sunnah, ijma, qiyas, dan fatwa
DSN MUI. Karena itu modus operandi asuransi syariah selalu sejalan dengan prinsipprinsip syariah. Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari
asuransi syariah,parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam
yang bersumber dari Al-Quran, hadits, dan fiqh islam. Karena itu, asuransi syariah
mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian, sehingga kejelasan yang
meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad secara syariah antara perusahaan
dengan peserta asuransi , baik yang akadnya jual beli ataupun tolong-menolong.

B. Sumber Hukum Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang di dasari oleh pikiran


manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus operandinya didasarkan atas
hukum positif . Karena itu tidak memiliki sumber hukum yang jelas,maka cenderung
membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan kedepan. Seperti
halnya dalam akadnya sesuatu yang di akadkan terjadi cacat secara syariah karena
tidak jelas berapa yang akan dibayar oleh peserta asuransi yang meliputi berapa

sesuatu yang akan diperoleh. Tidak diketahui berapa lama seseorang peserta asuransi
harus membayar premi.

3. Perbedaan Mengenai Dewan Pengawas Syariah

A. Dewan Pengawas Asuransi Syariah

Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan


bagian yang tak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya
oprasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya,
menghindari adanya penyimpangan secara hukum islam yang dapat merugikan orang
lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk:
-Melakukan pengawasan secara periodic pada Lembaga Keuangan Syariah yang
berada dibawah pengawasannya.

- Berkewajiban mengajukan unsure-unsur pengembangan Lembaga Keuangan


Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan Syariah
Nasional.

- Melaporkan Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang


mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun anggaran.

- Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.

B. Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawaas dalam melaksanakan


perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak memiliki sebuah
wadah control yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan asuransi

teersebut sehingga mudah timbul penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan


administrasi maupun penyimpangan hukum secara syari.

4. Perbedaan Mengenai Akad Perjanjian

A. Asuransi Syariah

Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah


tabarruyang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesame manusia, bukan
semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau
transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad mudharabah, wadiah,wakalah, dan
sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru mutabari mewujudkan usaha untuk
membantu seseorang dan hal ini di anjurkan oleh syariat islam, penderma yang ikhlas
akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar.

Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan kejelasan
sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang
dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru dari
setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta asuransi yang mendapat musibah
atau kerugian akan menerima bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah
yang dihadapinya. Bantuan dimaksud bersumber dari dana akad tabarru.

B. Asuransi Konvensional

Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak
peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing dari kedua belah
pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan di pihak lainnya sebagai
tertanggung. Pihak penaggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti
dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan

tertangung ,memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana


sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.

Sistem

kontrak

dimaksud,

mengandung

unsure

untung-untungan,

yaitu

keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penaggung


mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah da dipandang sebagai hasil dari
mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil.

5. Perbedaan Mengenai Kepemilikan dan Pengelolaan Dana

A. Asuransi syariah

Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana yang
terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan
milik peserta ( Shohibul Mal). Pihak perusahaan asuransi syariah hanya sebagai
penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali tabarrudapat diambil
kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak pebedaan mendasar pada life
insurance apabila seorang peserta karenakebutuhan yang sangat mendesak boleh
mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada. Selain itu, perlu diungkapkan
bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang mengandung unsure saving
(tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam 2 rekening, yaitu
rekening peserta dan rekening tabarru.

B. Asuransi Konvensional

Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan, bebas


mengunakan dan menginvestasikan pengelolaanya, bersifat tidak ada pemisahan dana
peserta dengan dana tabarru sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan status
hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas mengelola

dan menginvestasikan yanpa ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan
pemindahan, bahkan ada kecendrungan yang selalu di praktikkan dalam asuransi
konvensional untuk menginvstasikan dananya ke system bunga. Selain itu, dana yang
terkumpul pada system asuransi konvensional dikelola oleh badan pengelola dan
keuntungannya hanya untuk kepentingan badan pengelola dan membayar polis
peserta, pengelola menganngap mempunyai pertambahan keuntungan sebagai usaha
yang dikelolanya.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi taawaun atau tolong-menolong. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa asuransi taawun prinsip dasarnya adalah dasar
syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan
dalam meringankan bencana yang di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada
sejak tahun1994, walaupun sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi perusahaan
asuransi tidak kalah dengan asuransi konvensional yang telah berdiri lebih dahulu.
Bisa dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya perusahaan asuransi
konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi yang
dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah banyak yang
beralih ke asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini sedang naik daun, tetapi
karena mereka sudah mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah yang
lebih baik. Mengapa syariah dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian yang ada
selama ini mengandung unshur gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga unsure itu
diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah telihat dari segi konsep, sumber
hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila dibandingkan
dengan asuransi konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 93
[2] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 1
[3] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 97
[4] www.wikimu.com
[5] ibid
[6] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 98
[7] Ibid hal 100
[8] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 80
[9] ibid
[10] Ibid hal 81
[11] Ibid hal, 104
[12] http://www.pojokasuransi.com

[13] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Ekonisia; Yogyakarta)
hal 126
[14] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 65
[15] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 77
[16] Takaful.com/atu/pro06.html
[17] Ibid

Anda mungkin juga menyukai