Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perputaran bumi, permasalahan yang dihadapi manusia
semakin komplek, terkadang permasalahan-permasalahan itu belum terjamah oleh
hukum, padahal dalam suatu kaidah ushul dikatakan bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan pola tindak dan pola tingkah manusia tidak lepas dari
pantauan hukum. Oleh karenannya apabila ada suatu masalah yang belum
terjamak oleh hukum yang secara pasti disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis
maka diadakan kajian hukum mengenai permasalahan tersebut melalui jalan
ijtihad.
Permasalahan-permasalahan yang seperti tersebut di atas dalam istilah fiqh
disebut dengan masail fiqhiyyah. Salah satu permasalahan yang ingin kami bahas
dalam makalah ini adalah masalah tinjauan hukum asuransi. Topik ini kami
anggap penting karena disamping asuransi memang sebagai salah satu
permasalahan kontemporer juga karena di indonesia sudah berdiri asuransi yang
berlandasan syariah.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini dijabarkan dari rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian asuransi?
2. Bagaimanakah operasional asuransi?
3. Bagaimanakah hukum perasuransian?
4. Apakah perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni:
1. Mengetahui pengertian asuransi.
2. Memahami bagaimanakah operasional asuransi.
3. Mengetahui hukum perasuransian.
4. Mengetahui perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

1
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan kita mengenai asuransi syariah.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk penulisan selanjutnya
yang berkaitan dengan asuransi syariah.

E. Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta
sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas.
Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini, penulis
tidak hanya mengandalkan pengetahuan sendiri namun juga mengambil rujukan
dari beberapa literatur sebagaimana tertuang dalam Daftar Pustaka.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang Menurut
Islam, menyebut bahawa asuransi berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris
insurance atau assurance yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD) dijelaskan bahwa asuransi adalah :
“Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
dihaerapkan, yang mungkin akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak
tertentu.”1
Menurut pasal 1 undang-undang No.2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.2
Di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak ada satupun ketentuan ketentuan
yang mengatur secara eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi
dalam Islam termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi
ini halal atau haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh
melalui ijtihad.

1
Solahudin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, (Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2006), h. 127.
2
Heri sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, cet 2,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 112.

3
B. Operasional Asuransi
Operasional perasuransian secara umum meliputi beberapa operasional
antara lain sebagai berikut:3
1. Aqad
Aqad juga merupakan prinsip dalam menentukan sah atau tidaknya suatu
transaksi. Demikian halnya dengan asuransi, aqad antara perusahaan dengan
peserta harus jelas. Apakah aqad-nya jual beli (tadabuli) atau tolong menolong
(Takaful).
Syarat dalam transaksi jual beli adalah penjual, pembeli terdapatnya harga
dan barang yang dijual belikan, pada asuransi biasa, penjual dan pembeli, barang
yang diperoleh, yang dipersoalkan adalah berapa premi yang harus dibayar kepada
perusahaan asuransi. Padahal hanya Allah SWT yang tahu kapan kita meninggal.
Jadi pertanggungan yang akan diperoleh sesuai dengan perjanjian, akan tetapi
jumlah yang akan disetorkan tidak jelas tergantung usia kita, dan hanya Allah
SWT yang tahu kapan kita meninggal.
Dengan demikian aqad jual beli dalam asuransi bisa terjadi cacat secara
syari'ah karena tidak jelas (Gharar). Yaitu berapa besar yang akan dibayarkan
kepada pemegang polish (pada Product Saving) atau berapa besar yang diterima
pemegang polish (pada Product Non Saving).

2. Gharar
Definisi gharar menurut mazhab Syafi'i adalah apa-apa yang yang
akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat paling kita takuti.
Apabila tidak lengkap rukun dari aqad maka terjadi gharar. Oleh karena itu,
ulama berpendapat bahwa aqad jual beli atau aqad pertukaran harta benda dalam
hal ini adalah cacat secara hukum.
Pada asuransi konvensional, terjadi karena tidak adanya kejelasan masud
alaih (sesuatu yang di-aqad-kan). Yaitu meliputi beberapa sesuatu akan diperoleh
(ada atau tidak, besar atau kecil). Tidak diketahui berapa yang akan dibayarkan,
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h. 74.

4
tidak diketahui berapa lama kita harus membayar (karena hanya Allah SWT yang
tahu kapan kita akan meningal). Karena tidak lengkapnya rukun dari aqad maka
terjadi gharar oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa aqad dalam jual beli
atau aqad pertukaran harta benda dalam hal ini cacat secara hukum.
Dalam asuransi yang menggunakan prinsip syari'ah mengganti aqad tadi
dengan niat tabarru’, yaitu suatu niat tolong-menolong pada sesama peserta
apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Pertolongan tersebut tentunya
tidak tertutup kemungkinan untuk kita atau keluarga apabila Allah SWT
mentakdirkan kita lebih dahulu mendapat musibah.

3. Tabarru’
Tabarru’ berasal dari kata tabarra, yatabarru, tabarruan, yang artinya
sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan).
Niat tabarru’ merupakan alternatif uang yang sah dan diperkenankan. Tabarru’
bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk bermaksud
memberikan dana yang bertujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta
Takaful, ketika diantara ada yang mendapat musibah.
Tabarru’ disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang terkena
musibah maka dana klaim yang diberikan adalah dana rekening tabarru’ yang
sudah diniatkan oleh sesama Takaful untuk saling tolong-menolong.

4. Maisir
Islam menghindari adanya ketidakjelasan informasi dalam mengadakan
transaksi. Maisir pada hakikatnya tidak diketahui informasi oleh peserta tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan produk yang akan dikonsumsinya.
Dalam mekanisme asuransi syariah keterbukaan merupakan akselerasi dari
realisasi prinsip-prinsip syariah. Karena tidak adanya kepercayaan jika tidak
adanya keterbukaan informasi. Dalam mekanisme asuransi konvensional, masisir
sebagai akibat dari status kepemilikan dana dan gharar.

5. Riba

5
Keberadaan asuransi syariah yang paling substansial disebabkan adanya
ketidak adilan dalam asuransi konvensional, misalnya untuk melipat gandakan
keuntungan dari praktek yang dilakukan dengan cara yang tidak adil. Semua
asuransi konvensional menginventasikan dananya dengan bunga.
Dengan demikian asuransi konvensional selalu melibatkan diri dalam riba.
Demikian pula dengan perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan didepan. Sedangkan Takaful menyimpan dananya di bank
berdasarkan syariah dengan sistem mudharabah.

6. Dana Hangus
Dalam asuransi konvensional, adanya dana yang hangus, dimana peserta
tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum
masa reversing period, maka dana peserta tersebut hangus. Demikian pula
asuransi non tabungan atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak
menjadi klaim. Maka premi yang akan dibayarkan akan hangus sekaligus menjadi
milik pihak asuransi.

C. Hukum Per-Asuransi-an
Ada berbagai pendapat mengenai hukum dari perasuransian, setidaknya
ada 2 pandangan besar mengenai hukum dari asuransi yaitu:
1. Haram, diantara para ulama yang mengatakan bahwa asuransi adalah haram
antara lain Yusuf Al-Qardawi, Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qadili,
Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan
Muhammad Nezatullah Siddiqi, mereka mengatakan bahwa dalam sistem
operasional perasuransian terdapat tiga unsur yang diharamkan dalam Islam,
yaitu; gharar, maisir dan riba.4
2. Boleh, para ulama yang membolehkan adanya asuransi mengatakan bahwa
jika dalam asuransi tersebut tidak mengandung unsur gharar, maisir dan
riba maka transaksi –asuransi- yang dilakukan tetap sah.

4
Gharar artinya transaksi yang dilakukan masih belum jelas, sedangkan Maisir adalah
transaksi yang dijalankan mengandung unsur judi, Lihat: Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah Deskripsi dan ilustrasi,…h. 99.

6
D. Perbedaan Asuransi Syariah (asuransi yang diperbolehkan) dengan
Asuransi Konvensional (asuransi yang masih diragukan kebolehannya)
1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam asuransi syariah
merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen,
produk serta kebajikan investasi serta kebajikan investasi supaya senantiasa
sejalan dengan syariat Islam.
2. Prinsip asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong) sedangkan prinsip
asuransi konvensional tadabuli (jual beli antara nasabah dengan
perusahaan).
3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)
diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada
sembarang sektor dengan sistem bunga.
4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
Sedangkan asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan
perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan
pengelolaan dana tersebut.
5. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening
tabarru’ seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong
menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik
perusahaan.
6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam
asuransi konvensional, jika tidak ada klaim, nasabah tidak mendapatkan apa-
apa.5

5
Warkum Suwitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI
dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 106.

7
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat dilihat dalam
tabel berikut ini:6
Asuransi
Keterangan Asuransi Syariah
Konvensional
Pengawasan Dewan Adanya Dewan Pengawas Tidak ada
Syariah (PDS) Syariah.
Aqad Tolong menolong (Takafuli) Jual beli
Investasi dana Investasi dana berdasarkan Investasi dana
syari'ah dengan sistem bagi berdasarkan bunga.
hasil (mudharabah).
Kepemilikan dana Dana yang terkumpul dari Dana yang terkumpul
nasabah (premi) merupakan dari nasabah (premi)
milik peserta. menjadi milik
perusahaan.
Pembayaran klaim Dari rekening tabarru’ (dana Dari rekening dana
kebijakan) seluruh peserta; perusahaan.
Keuntungan (profit) Dibagi antara perusahaan Seluruhnya menjadi
dengan peserta dengan prinsip miliknya perusahaan.
bagi hasil.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpukan bahwa hukum dari asuransi pada
dasarnya terlatak pada operasional asuransi itu sendiri, jika dalam operasional
6
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 138.

8
asuransi tersebut masih terdapat unsur gharar, maisir dan riba, maka hukumnya
haram menurut sebagian besar para ulama, adapun jika dalam operasionalnya
telah dihilangkan ketiga unsur tersebut maka hal yang demikan diperbolehkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala. 2004. Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian


Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

9
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskrifsi dan
ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi, cet 2. Yogyakarta: Ekonisia.
Suwitro, Warkum. 1996. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga
Terkait (BAMUI dan Takaful) di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solahudin. 2006. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

10

Anda mungkin juga menyukai