Anda di halaman 1dari 24

Asuransi Syariah 1

Perbedaan Secara Syariah Asuransi Takaful Dengan Asuransi


Konvensional
11/10/2001 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : dr. Endy M Astiwara


Head of Human Resources and Development ATK

Sumber : Muamalatuna Vol. I/Edisi I/Th. I/25 Mei 2001

Takaful sebagai asuransi yang bertujuan pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan
menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain. Didalam
menghadapi resiko, Allah SWT memerintahkan taawun (tolong-menolong) yang berbentuk al birri wat
taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan
permusuhan).

Firman Allah, “..dan janganlah kalian memakan harta diantara kamu sekalian dengan jalan yang bathil,
dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan
sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu” (al Baqarah:188). Konsep dasar inilah
yang mendasari berdirinya takaful dan sekaligus yang membedakan takaful dengan asuransi lain.

Secara rinci perbedaan takaful dengan asuransi lain dapat dilihat dari uraian sebagai berikut :

Akad

Kejelasan akad dalam praktek muamalah merupakan prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya
secara syariah. Demikian halnya dengan asuransi, akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas.
Apakah akadnya jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful). Dalam asumsi biasa (konvensional)
terjadi kerancuan/ketidakjelasan dalam masalah akad. Pada asuransi biasa akad yang melandasi adalah
jual beli (aqd tadabuli). Oleh karena itu syarat-syarat dalam akad jual beli harus terpenuhi dan tidak boleh
dilanggar ketentuan syariahnya.

Syarat dalam transaksi jual beli adalah adanya penjual, pembeli, terdapatnya harga, dan barang yang
diperjualbelikan. Pada asuransi biasa, penjual, pembeli, barang atau yang akan diperoleh adan, yang
dipersoalkan adalah berapa besar premi yang harus dibayar kepada perusahaan asuransi, padahal hanya
Allah yang tahu tahun berapa kita meninggal. Jadi pertanggungan yang akan diperoleh sesuai dengan
perjanjian, akan tetapi jumlah yang akan disetorkan tidak jelas tergantung usia kita, dan hanya Allah yang
tahu kapan kita meninggal.

Dengan demikian akadnya jual beli maka dalam asuransi biasa terjadi cacat secara syariah karena tidak
jelas (gharar). Yaitu berapa besar yang akan dibayarkan kepada pemegang polis (pada produk saving)
atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non saving). Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya yang terkenal Majmu Fatwa menyatakan bahwa
akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Sebab
pada dasarnya harta seorang muslim yang lain itu tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang
disukainya. Akan tetapi hatinya tidak suka karena ia berikan karena tertipu atau terkecoh. Keadilan itu
diantaranya dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan hartanya dan penjual
menyerahkan barang jualannya kepada pembeli dan dilarang menipu, berkhianat, dan bahwa hutan itu
harus dilunasi dan mengucapkan pujian.

Gharar (Ketidakjelasan)

Definisi gharar menurut madzhab syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan
kita dan akibat yang paling kita takuti. Ibnu Taimiyah bicara tentang gharar, yaitu al gharar yang tidak
diketahui akibatnya. Sedangkan Ibnu Qoyim berkata al gharar adalah yang tidak bisa diukur
penerimaannya baik barang itu ada atau tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta
liar meskipun ada.

Pada asuransi konvensional, terjadi karena tidak ada kejelasan makud alaih (sesuatu yang diakadkan).
Yaitu meliputi beberapa sesuatu akan diperoleh (ada atau tidak, besar atau kecil). Tidak diketahui berapa
yang akan dibayarkan, tidak diketahui berapa lama kita harus membayar (karena hanya Allah yang tahu
kapan kita meninggal). Karena tidak lengkapnya rukun dari akad maka terjadilah gharar. Oleh karena itu
para ulama berpendapat bahwa akad jual beli atau akad pertukaran harta benda dalam hal ini adalah
cacat secara hukum.

Takaful mengganti akad tadi dengan niat tabarru (aqd takafuli), yaitu suatu niat tolong menolong pada
sesama peserta takaful apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Pertolongan tersebut tentunya
tidak tertutup kemungkinan untuk kita atau keluarga apabila Allah mentakdirkan kita lebih dahulu
mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadist.

Rasulullah pernah melarang jual beli gharar (HR Muslim). Dari Ali RA katanya Rasulullah pernah
melarang jual beli orang terpaksa, jual beli gharar HR Abu Daud).
Asuransi Syariah 2
Konsekuensi dari akad dalam asuransi konvensional, dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Sedangkan dalam asuransi takaful, dana yang terkumpul adalah milik peserta dan takaful tidak boleh
mengklaim milik takaful.

Tabarru

Tabarru berasal dari kata tabarraa yatabarra tabarrauan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang
yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat tabarru merupakan alternatif uang yang sah dan
diperkenankan. Tabarru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling
membantu satu sama lain sesama peserta takaful, ketika diantaranya ada yang mendapat musibah. Oleh
karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim
yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama takaful untuk saling tolong
menolong.

Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama
Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar dihadapan Allah, sebagaimana digambarkan
dalam hadist Nabi SAW, barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya
(HR Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Maisir (judi, untung/untungan)

Sikap Allah dalam al Quran sangat jelas dalam hal maisir, firman Allah SWT “ hai orang-orang yang
beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan (QS Al Maidah:90).

Dalam mekanisme asuransi konvensional, maisir (untung untungan), sebagai akibat dari status
kepemilikan dana dan adanya gharar. Al gharar menurut bahasanya artinya penipuan., yang tidak ada
unsur rela pada pelaksanaannya, sehingga termasuk memakan harta bathil. Pada bagian lain Zuhail
berkata bahwa baial gharar adalah jual beli yang mengandung resiko bagi salah seorang yang
mengadakan akad sehingga mengakibatkan hilangnya harta. Faktor inilah yang dalam asuransi
konvensional disebut maisir (gambling).

Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang
pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf
menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional mengatakan adanya unsur maisir karena adanya
unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal
dunia, sebelum periode akhir polis asuransinya, namun telah membayar preminya sebagian maka
tanggungannya akan menerima sejumlah uang tertentu.

Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang polis.
Hal ini dipandang sebagai al maisir. Unsur ini pula yang terdapat dalam bisnis asuransi, dimana
keuntungan yang diperoleh tergantung dengan pengalaman si penanggung, keuntungan dipandang
sebagai hasil mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerjanya yang riil.

Lebih jauh Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil (ikut) asuransi
tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebutkan judi, jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak
sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak
sedikitnya klaim yang dibayarnya.

Riba

Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga. Dengan
demikian asuransi konvensional selalu melibatkan diri dalam riba. Demikian juga dengan perhitungan
kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntugan di depan. Takaful menyimpan dananya di bank
yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Demikian pula investasinya, selain di bank-
bank syariah juga pada bidang-bidang lain yang tidak bertentangan dengan syariah.

Allah dengan tegas melarang praktek riba, “ hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan
keberuntungan” (Ali Imron:130). Sedangkan hadist Nabi mengutuk orang-orang yang terlibat dalam
transaksi riba “Rasulullah mengutuk pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya
bersabda kepada mereka semua sama” (HR Muslim).

Dana Hangus

Hal lain yang sering dipermasalahkan oleh para ulama pada asuransi konvensional adalah adanya dana
yang hangus, dimana peserta yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mendundurkan
diri sebelum masa reversing period, maka dana peserta itu hangus. Demikian pula juga asuransi non
saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak
terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus yang sekaligus menjadi milik pihak asuransi.

Hal ini menurut para ulama sangat merugikan peserta terutama bagi mereka yang tidak mampu
melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika tidak
Asuransi Syariah 3
melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Pada kaitan ini peserta dalam posisi yang dizalimi,
padahal dalam praktek muamalah dilarang saling menzalimi antara kedua belah pihak, laa dharaa wala
dhirara (tidak ada yang merugikan dan dirugikan).

Bagaimana dengan konsep Takaful

Takaful dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk pun yang karena
satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil
kembali kecuali sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan sebagai dana tabarru.

Begitu pula dengan Asuransi Takaful Umum (asuransi kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka takaful akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau
70:30 sesuai kesepakatan yang ada. Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat
dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Adapun mengenai jumlahnya sangat tergantung pada
tingkat investasi tahun tersebut.

Konsep Taawun dalan Asuransi Takaful

Sebagian ahli syariah menyamakan takaful dengan sistem aqilah pada zaman rasulullah SAW. Dr. Satria
Effendi M Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at tak awun atau at takaful
(asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan anggota
masyarakat untuk bersama-sama memikul suatu kerugian atau penderitaannya yang mungkin terjadi
pada anggotanya.

Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul
akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan diatas, bukan untuk
kepentingan badan pengelola (asuransi takaful). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja
mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong menolong
seperti yang diajarkan Islam.

Atas dasar ini maka pakar Islam sepakat keabsahannya, sebagaimana dinyatakan dalam fatwa kibar al
ulama di Saudi Arabia dalam muktamarnya pada tahun 1397 H.

Dewan Pengawas Syariah

Pada asuransi takaful seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), baik
dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur organisasi
perusahaan setara dengan dewan komisaris.
Hal-hal itulah yang membedakan asuransi takaful dengan asuransi konvensional, apabila dilihat dari sisi
perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanusiaan atau syariahnya, maka sistem takaful adalah yang
terbaik dari seluruh sistem asuransi yang ada.  

Esensi Asuransi Islam


26/09/2003 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : Bey Sapta Utama (Staf Pengajar STEI Tazkia)

Bagi setiap muslim sesungguhnya hidup dan mati hanya untuk Sang Pencipta Allah SWT semata-mata.
Dalam tekad itu terkandung konsekuensi, setiap muslim harus berislam bukan hanya di masjid dan
mushallah, ketika shalat, puasa, zakat dan berhaji saja, akan tetapi juga ketika ia berada di pasar, bank
dan perkantoran. Ketika ia sedang bertransaksi, berinvestasi di pasar modal, dan juga ketika berasuransi.

Semangat itu pula yang mestinya menjiwai semarak kebangkitan ekonomi Islam di dunia. Di Indonesia
sendiri, sejak sistem bank tanpa bunga di perkenalkan melalui UU No 7 1992 tentang Perbankan, yang
dipertegas dengan diakuinya dual banking system, perbankan syariah tumbuh dengan cepat dalam tiga
tahun terakhir. Data–data menunjukkan pangsa total aktiva perbankkan naik dari dari 0,11 persen pada
1999 menjadi 0,33 persen pada 2001. Dana pihak ketiga naik dari 0,07 persen menjadi 0,3 persen pada
kurun waktu sama, dan kantor juga semakin meluas menjangkau 29 kota di pulau Jawa, Sumatera ,
Sulawesi dan Kalimantan.

Di bidang asuransi, perkembangan yang sama pun terjadi . Saat ini, perusahaan asuransi yang benar-
benar secara penuh beroperasi secara syariah ada tiga, yakni Asuransi Takaful Umum, Asuransi Takaful
Keluarga ( jiwa ), dan Mubarakah. Selain itu beberapa perusahaan asuransi konvensional telah membuka
divisi syariah yakni MAA, Great Eastern, Bumiputera (asuransi jiwa ), dan Tripakarta. Data Departemen
Keuangan menunjukkan, market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0,3 persen dari
total premi asuransi nasional. Perkembangan ke depan diperkirakan akan lebih marak lagi mengingat
kondisi dakwah Islam yang semakin luas cakupannya, sehingga meningkatkan awareness masyarakat. Di
samping itu beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan asuransi syariah adalah
ditetapkannya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah . Di bidang aturan
hukum, saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat
memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.

Berasuransi secara Islam merupakan bagian dari prinsip hidup yang berdasarkan tauhid. Setiap manusia
Asuransi Syariah 4
menyadari bahwa sesungguhnya setiap diri tidak memiliki daya apapun ketika datang musibah dari Allah
SWT, apakah itu berupa kecelakaan, kematian, atau terbakarnya toko yang kita miliki.

Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya musibah. Cara pertama adalah
dengan menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua, mengalihkan risiko ke pihak lain (risk
transfer), dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk sharing).

Menarik untuk direnungi bahwa sejak dari awal keberadaannya, mekanisme asuransi Islam senantiasa
terkait dengan kelompok. Ini berarti, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan kelompok.
Sekalipun, misalnya, musibah itu hanya menimpa individu tertentu (particular risks). Apalagi apabila
musibah itu mengenai masyarakat luas (fundamental risks) seperti gempa bumi dan banjir.
Sesungguhnya Allah SWT sudah menegaskan hal ini dalam beberapa firmanNya di dalam Alquran,
antara lain dalam surat al Maidah ayat 2, dan al Baqarah ayat 177. Demikian pula janji Allah untuk
senantiasa “menyediakan makanan dan menyelamatkan dari ketakutan” (Q.S. Quraisy: 4) seringkali kita
rasakan melalui tangan orang lain yang digerakkan Allah untuk membantu kita dalam rangka memenuhi
janjiNya tersebut. Banyak pula hadis Rasulullah SAW yang menyuruh umat Islam saling melindungi dalam
menghadapi kesusahan.

Berdasarkan ayat Alquran dan hadis di atas, sesungguhnya musibah, ataupun risiko kerugian akibat
musibah, wajib ditanggung bersama (risk sharing). Jadi, bukan setiap individu menanggung sendiri-sendiri
(risk retention), bukan pula dialihkan ke pihak lain (risk transfer). Risk sharing inilah sesungguhnya esensi
asuransi dalam Islam, di mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama, proteksi dan saling
bertanggungjawab (cooperation, protection, mutual responsibility), yang bisa disingkat dengan prinsip
CPM.

Jelas berbeda dengan apa yang berlangsung di asuransi konvensional. Di sana yang terjadi adalah
transfer risiko. Anda membayar sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu anda pikul
kepada perusahaan asuransi. Di sini terjadi ‘jual beli’, dengan komoditasnya adalah risiko kerugian, yang
belum pasti terjadi. Di sinilah ‘cacat’ dari perjanjian asuransi konvensional, jika dilihat dari sudut pandang
Islam. Teori akad dalam Islam mensyaratkan adanya komoditas (objek akad) yang pasti, apakah itu
berbentuk barang ataupun jasa. Cacat ini diperburuk lagi dengan kondisi bahwa uang premi akan hangus
apabila kerugian tidak terjadi, sebaliknya akan berjumlah berlipat-lipat kali manakala dibayarkan sebagai
ganti rugi apabila risiko yang dipertanggungkan terjadi.

Memang, tertanggung tidak akan mendapat keuntungan dari sini karena prinsip ganti rugi dalam asuransi
sudah mengatur bahwa ganti rugi tidak mungkin akan memberikan lebih dari jumlah kerugian yang
diderita. Akan tetapi mekanisme transfer risiko seperti ini memungkinkan adanya ketidakseimbangan
kekuatan dalam menjalankan perjanjian asuransi yang telah disepakati. Pada tataran yang paling
sederhana, misalnya, ketika perusahaan asuransi mensyaratkan tertanggung untuk melakukan hal yang
terbaik untuk mencegah terjadinya kerugian, antara lain dengan melakukan manajemen risiko secara
ketat, di pihak lain tertanggung merasa tidak perlu melakukannya karena sudah mengalihkan risiko
kepada perusahaan asuransi. Pada tataran yang lebih kompleks, bisa saja terjadi kecurangan-
kecurangan dalam pengajuan klaim, baik berupa klaim palsu (fraudulent claim) maupun pengajuan nilai
klaim yang lebih besar dari sebenarnya.

Dalam risk sharing yang dianjurkan dalam Islam, moral hazard seperti yang dimungkinkan dalam asuransi
konvensional. InsyaAllah tidak akan terjadi karena setiap individu sejatinya menjadi penanggung bagi
semua peserta. Dana yang terhimpun (pool of funds) selain digunakan untuk menyantuni peserta yang
menderita kerugian, juga akan diinvestasikan (tentunya menurut kaidah investasi Islam), dan hasilnya
akan dibagikan kembali kepada peserta sesuai prinsip mudharabah.

Hasil itu akan negatif apabila risiko yang dihimpun tidak dikelola dengan baik, sehingga jumlah klaim
besar. Akibatnya peserta kehilangan kesempatan untuk memperoleh bagi hasil. Mekanisme ini dengan
sendirinya mendorong setiap peserta untuk melakukan pencegahan risiko dan mengelola risiko masing-
masing dengan baik. Fraudulent claim pun sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Bukan saja karena
ada dimensi moral dan etik yang inheren terdapat di dalamnya, namun juga karena mekanisme risk
sharing itu sendiri yang dikaitkan dengan prinsip mudharabah, membuat orang secara sadar tercegah dari
hal-hal yang buruk. Wallahu a’lam bis-Shawab.  

Kinerja Asuransi Tahun 2002


07/05/2003 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : Muhammad Syakir Sula

Sumber : Modal Online

Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal
shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka khalifah (penguasa, pengurus,wakil) di
muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menggantikan rasa takut dengan rasa aman tenteram. Mereka mengabdi hanya kepada-Ku, tiada
menyekutukan sesuatupun dengan Aku. Dan barang siapa yang kufur setelah itu adalah orang-orang
Asuransi Syariah 5
fasik(QS 24:55)

Ketika pertama kali Takaful sebagai asuransi syariah diresmikan oleh menteri Keuangan Mar`ie
Muhammad dan Habibie sebagai ketua ICMI pada tahun 1995 yang lalu, media massa dan beberapa
praktisi asuransi berkomentar, telah lahir bayi raksasa asuransi syariah. Saya yang ikut dari awal cukup
senang dengan julukan itu, walaupun ternyata kinerja sampai tahun 2002 belum membuktikan bahwa dia
adalah bayi raksasa, ia hanyalah bayi biasa yang lahir dan tumbuh sehat sebagaimana bayi lainnya, atau
mungkin bayi raksasa yang bibitnya unggul tapi ditakdirkan lahir dan diasuh dilingkungan kaum dhuafa.

Perkembangan Saat Ini

Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh sebagai perusahaan asuransi syari`ah ada
tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum, dan Asuransi Mubarokah, selain beberapa
perusahan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta,
Bumi Putra, Principle dan sedang dalam proses Beringin Life, Jasa Tania, Jasindo, Darmala Manulife,
NasRe, dan sebagainya. Sementara itu jumlah asuransi konvensional saat ini sebanyak 106 asuransi
kerugian, 62 asuransi jiwa dan 4 perusaan reasuransi. Berdasarkan laporan departemen keuangan tahun
2001 market share asuransi syariah masih sekitar 0,3 persen. Jika melihat potensi market yang ada,
apalagi membandingkan dengan jumlah penduduk muslim, tentu asuransi syariah mempunyai peluang
pasar yang sangat besar.

Kendala Yang Dialami

Beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi perkembangan asuransi syariah,a.l: Pertama, kurangnya
Sosialisasi; media komunikasi yang digunakan masih cenderung tradisional, dengan cara presentasi,
seminar, ceramah, sementara sosialisasi melalui koran, tv, dan radio masih sangat terbatas, kecuali
dalam beberapa bulan terakhir ini. Hal ini tentu sangat dipengaruhi pula oleh faktor permodalan. Kedua,
tenaga Ahli Asuransi Syariah; Harus diakui bahwa tenaga ahli yang benar2 menguasai tehnik asuransi
dan pada saat bersamaan menguasai syariah masih sangat terbatas. Inipula yang menjadi konsen kita
agar dibuka pendidikan yang dapat melahirkan praktisi-praktisi ekonomi syariah yang benar-benar
professional, bukan karbitan.

Ketiga, dukungan Ummat; masyarakat muslim belum menjadikan asuransi syariah sebagai kewajiban
dalam praktek muamalah, sehingga tidak jarang kepentingan financial jauh lebih dominan dibanding
kebutuhan syar`i, padahal Allah swt menyerukan kepada kita untuk menjalankan ajaran agama ini secara
syumul (menyeluruh), tanpa kecuali dari aqidah, akhlak, ibadah sampai muamalah semuanya harus
sesuai tuntunan syariah. Keempat, dukungan Pemerintah; adalah menjadi kewajiban bagi pemerintah
untuk menyediakan sarana perekonomian yang berbasis syariah karena mayoritas dari penduduk negeri
ini adalah muslim. Jika negeri ini menjunjung tinggi nilai2 demokrasi maka yang paling demokratis adalah
mayoritas instrumen asuransi syariah harus berbasis syari`ah. Kendala perundang-undangan salah satu
contoh betapa perhatian pemerintah belum optimal untuk memfasilitasi perkembangan asuransi syariah,
atau adanya peraturan perpajakan yang menjadikan asuransi syariah terkena pajak dua kali, sebelum dan
sesudah bagi hasil (mudharabah).

Prospek Ke Depan

Alqur`an memberikan garansi bahwa kekuasaan, kepengurusan dan hal-hal yang bersifat sosial, ekonomi
dan kemasyarakatan akan diwariskan kepada hamba-hambaNya yang beriman dan beramal sholeh,
seperti yang dijanjikan kepada ummatNya terdahulu. Karena itu ikhtiar yang sungguh-sungguh untuk
mengembalikan sistem ekonomi ribawi ke sistem ekonomi syar`i menjadi tanggung jawab setiap muslim
yang taat pada agamanya.

Beberapa hal yang mungkin dapat dijadikan parameter prospek asuransi syariah ke depan, misalnya : (1)
Potensi Market; sekarang ini seqmen pasar asuransi syariah mungkin hanya berupa ceruk pasar, masih
kecil, nease selectivity tetapi potensi emosional market ini bisa di create menjadi besar dengan misalnya
melakukan mass promotion atau networking dengan lembaga-lembaga ummat seperti Muhammadiah,
NU, Persis, MUI, ICMI, Alwasyliyah, Dewan Mesdjid, Kopontren dan sebagainya. Sangat tergantung
kreativitas pelaku bisnis di segmen ini, dan ini dapat dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga
keuangan syariah.(2) Keunggulan Kompetitif; ditinjau dari sudut pandang marketing, asuransi syariah
memiliki positioning yang sangat kuat dan unik dibandingkan dengan asuransi konvensional. Ia memiliki
segmen pasar sendiri, emotional market, sejauh mana mampu menggarap dan mengembangkan segmen
ini, dan menjadikan emotional market menjadi rational market ini menjadi tantangan tersendiri. Asuransi
syari`ah juga memiliki differentiation yang kuat, baik dari segi content, yaitu adanya mudharabah,
transparan, akad tabarru`, investasi syariah dan produk-produk yang dijamin kehalalannya, maupun dari
segi context, yaitu dijalankan dengan prinsip amanah, participan oriented, akhlakul karimah dan
bernuansa syari`ah. Begitu pula dari segi Branding, dengan sedikit meningkatkan service,akan dengan
mudah terciptakan brand yang baik.

Meminjam istilah pakar marketing Hermawan Kertajaya, ia telah memenangkan tiga arena pertempuran
yaitu how to win the mind share dengan positioning yang unik, how to win the market share dengan
differentiation yang kuat, dan how to win the heart share dengan brand yang kuat. (3) Pergeseran
Pemahaman Muamalah; telah terjadi pergeseran pemahaman ummat terhadap muamalah yang islami,
indikasi ini dapat dilihat dengan maraknya bank-bank konvensional melakukan konversi atau membuka
window syariah, begitu juga di industri asuransi, konversi dan membuka window syariah mulai menjadi
Asuransi Syariah 6
trend bisnis masa depan. Mulai munculnya jurusan ekonomi syariah baik di tingkat diploma, S1, S2,
sampai S3 (luar negeri), DSN-MUI, serta instrumen syariah lainnya seperti Jakarta Islamic Index,
Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, dan Penggadaian Syariah adalah bagian dari perjalanan
pemahaman muamalah yang berdasarkan syari`ah.

Terakhir, bahwa konsep muamalah dalam Islam adalah konsep yang unik, karena bukan saja ia universal,
dimana didalamnya diatur semua hal termasuk kehidupan bermasyarakat, tetapi ia juga fleksibel
khususnya dalam bidang muamalah dan dapat diterapkan dimanapun dan kepada siapa pun tanpa
melihat muslim ataukah nonmuslim. Karenanya konsep ini mimiliki prospek yang sangat menjanjikan,
bahkan dapat dijadikan solusi dalam mengatasi problem ekonomi yang dialami oleh bangsa ini, Al Islam
diinun sholihun likulli zamanin wamakanin (Islam adalah agama yang benar dan dapat diterapkan
dimanapun dan kapanpun). Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap ummat Islam untuk kembali
kepada ajarannya yang benar dalam segala bidang, sebagaimana kata Imam Malik, la yashluhu amru
hadzihi`l ummati, illa bima shaluha (Ummat ini tidak akan kembali jaya, kecuali dengan konsepsi lama
yang telah membawanya dulu ke jenjang kejayaan). Wallahu a`lam bishshowab.  

Takaful Incar IDB


30/04/2003 - Asuransi Syariah

Sumber : Republika Online

Syarikat Takaful Indonesia (STI) berharap Bank Pembangunan Islam (IDB) menanamkan modalnya di
perusahaan asuransi syariah pertama di Tanah Air ini. ''Kami sudah mengajukan proposal agar IDB
menanamkan modal sekitar Rp 100 miliar. Sejauh ini presiden IDB sudah memberi lampu hijau,'' papar
Direktur Pemasaran STI, Muhammad Syakir Sula, kepada Republika, Selasa (29/4). Menurut Syakir, saat
ini IDB tengah bersiap melakukan due diligence. Diharapkan proses ini bisa berjalan cepat, sehingga
dana bisa dicairkan tahun ini juga.

IDB belum lama ini juga telah menambah sahamnya di Bank Muamalat Indonesia (BMI). Semula dana
yang ditanamkan IDB sekitar empat juta dolar AS dan kemudian digenapi hingga 10 juta dolar AS (sekitar
Rp 90 miliar). BMI sendiri termasuk pemilik saham terbesar ketiga di STI setelah Takaful Malaysia dan
Permodalan Nasional Madani (PNM). ''Bila IDB meluluskan permohonan kami, tahun ini juga ada
tambahan segar sekitar Rp 200 miliar yang masuk ke STI,'' papar Syakir.

Sejauh ini STI telah memastikan mendapatkan tambahan dana dari Takaful Malaysia senilai kurang lebih
Rp 65 miliar. Uang itu diperkirakan sudah bisa dicairkan pada bulan Mei-Juni ini. Sementara itu, baik PNM
maupun BMI juga dikabarkan akan menambah modal masing-masing sebesar Rp 21 miliar dan Rp 7
miliar. Sebelum dana segar ini masuk baik asuransi jiwa dan umum Takaful masing-masing memiliki
modal sekitar Rp 20 miliar.

Bila IDB mewujudkan komitmennya untuk menanamkan modalnya, berarti Takaful tak perlu menunggu
akhir tahun 2004 untuk bisa menguatkan modal untuk asuransi umum maupun jiwa masing-masing Rp
100 miliar seperti yang semula direncankan. Hanya saja, kata Syakir, meskipun secara prinsip sudah
memberikan persetujuan, masuknya IDB bukan tanpa persyaratan tertentu.

Menurut Syakir, IDB menghendaki menjadi pemilik mayoritas. ''Sebetulnya itu tak masalah bagi Takaful
Malaysia selaku pemilik mayoritas saat ini. Bahkan, mereka menawarkan agar sahamnya dibeli sekalian.
Hanya, kami menginginkan saat ini Takaful Malaysia masih yang mayoritas, mengingat kita masih butuh
banyak bantuan manajerial dari mereka,'' paparnya.

Bertambahnya modal, kata Syakir, akan sejalan dengan meningkatnya kinerja perusahaan. Sebab,
katanya, untuk bisa memberikan pelayanan yang menarik, perusahaan tidak hanya perlu menyiapkan
sumber daya yang sesuai, tapi juga perlu memiliki teknologi informasi (IT) mutakhir yang tentunya butuh
pendanaan yang besar.  

Undang-undang Asuransi Syariah Suatu Keniscayaan


17/09/2002 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : Dr. Jafril Khalil, M.C.L. (Direktur CIERA)

Sumber : Republika Online

Asuransi syariah mulai beroperasi di Indonesia semenjak 1994, ditandai dengan beroperasinya asuransi
syariah Takaful. Yang menjadi dasar beroperasinya pada waktu itu adalah kebijaksanaan Depertemen
Keuangan saja, karena tidak satupun undang-undang yang mengatur asuransi syariah beroperasi.

Kalau demikian apa dasar pemberian izin untuk asuransi syariah beroperasi? Semuanya tentu mengacu
kepada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang nota bene
diperuntukkan untuk peraturan pelaksanaan usaha asuransi konvensional. Dengan demikian tentu banyak
hal-hal yang perlu diatur dalam asuransi syariah, tidak diatur dalam undang-undang itu.
Asuransi Syariah 7

Sambutan masyarakat terhadap asuransi syariah cukup bagus. Takaful dapat mengumpulkan premi
dalam jumlah yang signifikan dalam tahun awal beroperasinya dan tetap naik setiap tahunnya.
Masyarakat Islam yang pada awalnya kurang mengenal apa itu asuransi syariah, perlahan mualai
mengenal, apalagi menggunakan asuransi syariah seakan ikut sama memajukan perekonomian umat.

Masyarakat Islam yang sudah punya insurance minded ini tentu berharap, uang yang dikumpulkan
melalui asuransi akan dapat membantu saudaranya yang ditimpa musibah, selanjutnya bagian tertentu
dari premi yang dikumpulkan dapat diinvestasikan di kalangan umat Islam sendiri. Ini berarti uang itu akan
membantu percepatan kemajuan ekonomi di kalangan umat Islam. Dilihat dari segi prinsip yang
ditawarkan, umat Islam juga merasa aman berasuransi dengan asuransi syariah karena ia terbebas dari
riba, gharar, maisir dan lain-lain yang membawa kepada dosa.

Selama hampir tujuh tahun Takaful menjadi pemain tunggal, dan menjadikan ia memonopoli pasar. Islam
tentu tidak menghendaki demikian karena bisa berakibat timbulnya moral hazard (zalim) dalam
melaksanakan pelayanan. Dan tanpa adanya pesaing maka perusahaan tersebut akan lamban bergerak,
merasa dimanjakan dan para pengurusnya akan cenderung sebagai eksekutif menara gading.

Karena kebutuhan masyarakat Islam untuk berasuransi semakin tinggi, maka para pengusaha di bidang
asuransi membuka matanya dan berubahlah sebagian asuransi menjadi asuransi syariah, seperti
Asuransi Syariah Mubarakah konversi 2001, MAA membuka Divisi Syariah 2001, dan Great Eastern
membuka Divisi syariah 2001, dan mungkin akan ada lagi asuransi lain yang akan konversi.

Pertanyaannya apakah undang-undang yang ada cukup untuk mengatur jalannya asuransi syariah?
Jawaban tentu tidak, karena akan terjadi berbagai pelanggaran dalam berasuransi syariah, apalagi kalau
asuransi tersebut diurus oleh orang yang tidak mengerti syariah, maka hal-hal yang tidak halal bisa saja
disebut kepada para nasabah sebagai benda halal.

Berbeda

Asuransi syariah sangat jauh berbeda dengan asuransi konvensional dari berbagai segi, pertama dari
prinsip produk. Produk asuransi syariah bisa dimulai dengan mudharabah, wadhiah, tabarru' dan taawun.
Jadi kalau seseorang masuk asuransi perorangan berunsur tabungan dengan perinsip mudharabah,
maka nasabah dikenakan iuran tabarru, dalam jumlah yang kecil, mungkin sekitar enam persen dari uang
(premi) yang disetorkan, maka sebagian besar uangnya adalah untuk investasi. Jadi kalau ia berhenti di
tengah jalan maka sepenuhnya uang tersebut akan dikembalikan oleh perusahaan, kecuali yang enam
persen tersebut yang sudah menjadi hak orang ramai, dimana ia akan disimpan pada rekening tabarru'.

Sedangkan dalam asuransi konvensioanal semua uang premi yang disetor oleh nasabah dianggap
pendapatan perusahaan yang digunakan untuk membayar klaim. Akibatnya kalau pembeli polis asuransi
berhenti tahun pertama, maka semua uang nasabah menjadi milik perusahaan.

Dari contoh kasus di atas jelas terdapat karakteristik yang sangat berbeda antara asuransi syariah dan
asuransi konvensional, jadi tidak mungkin undang-undang konvensional terus dipaksakan kepada
asuransi syariah, karena bisa terjadi moral hazard dikalangan pelaksana asuransi syariah.

Umpamanya, produk mudharabah yang dibuat sebagian asuransi syariah tidak berbeda dengan
konvensional, karena ia tidak punya komitmen menjalankan sepenuhnya prinsip mudharabah tersebut.
Misalnya dalam produk mudharabah-nya asuransi tersebut tetap membebankan biaya operasional
perusahaannya sebanyak 80 persen kepada nasabah, kadang-kadang malah lebih dari itu, akibatnya
nasabah dirugikan, alias ditipu dengan menggunakan nama syariah.

Kedua dari segi cara berkontrak, asuransi syariah kontraknya jelas apakah mudharabah, wadiah, taawun
atau tabarru', dimana para peserta punya niat berinvestasi sambil tolong-menolong antara peserta, kalau
terjadi musibah, sedangkan asuransi konvensional kontraknya jual beli dan mirip dengan perjudian, malah
sebagian pakar undang-undang menyebutnya sebagai kontrak perjudian, karena ada sifat untung-
untungan.

Ketiga dari prinsip kepemilikan, apa boleh asuransi syariah sepenuhnya dimiliki oleh nonmuslim. Dalam
masalah bermuamalah secara umum Islam fleksibel, tapi dalam pengaturan distribusi keuangan Islam
selalu melindungi.

Perusahaan yang erat kaitannya dengan aktivitas orang-orang Islam, saham mayoritas mesti dimiliki oleh
orang Islam. Yang terjadi di lapangan, ada perusahaan sepenuhnya dimiliki oleh orang nonmuslim, lalu
membuka windows syariah, karena itu ia menuntut pula asuransi haji untuk bisa digarapnya, tentu saja ia
akan menjadi aneh. Apalagi asuransi tersebut asuransi asing, begitu mereka mendapatkan uang premi,
pasti mereka larikan kenegaranya dengan berbagai alasan. Bisa saja dengan alasan reasuransinya dan
lain-lain, dan perlu diingat, jarang asuransi asing memakai perusahaan reasuransi nasional untuk
mereasuransikan tertanggung.

Karena tidak adanya suatu aturan yang jelas, maka perusahaan asing dengan mudah membuka windows
atau mungkin cabang syariah. Apakah ini akan dibiarkan terus-menerus. Kalau demikian asuransi asing
yang nonmuslim, akan berlomba-lomba membuka cabang syariah. Implikasinya sangat besar terhadap
perekonomian umat. Mereka dengan mudah akan mendapatkan dana segar dari masyarakat, dimana
Asuransi Syariah 8
mereka belum tentu mau untuk meinvestasikannya kembali di Indonesia, tentu saja masyarakat Islam
akan kecolongan.

Keempat dari segi kepengurusan, apa boleh nonmuslim boleh menjadi pengurus asuransi syariah? Dalam
mengurus usaha-usaha yang erat kaitannya dengan masyarakat ramai, masalah aqidah tidak bisa
dilepaskan, karena dari aqidah inilah akan lahirnya prinsip kejujuran, amanah, fathanah dan keadilan
terhadap para nasabah. Kalau dibiarkan asuransi syariah di Indonesia tanpa suatu undang-undang, maka
kemungkinan besar untuk masa depan umat Islam Indonesia secara mayoritas akan menjadi nasabah
asuransi asing nonmuslim, dan uang kita akan diberikan kepada mereka dalam jumlah yang besar, maka
dengan sendirinya kita telah membuka pintu selebar-lebarnya untuk terjadinya capital flight.

Kelima dari segi kebijaksanaan investasi. Dalam asuransi konvensional, kebijaksanaan investasinya jelas
pada sektor keuangan, seperti pasar modal, bank dan lain-lain, penyertaan modal dibenarkan sebanyak
20 persen. Dalam kebijaksanaan investasi asuransi syariah tentu tidak mungkin disamakan dengan
asuransi konvensional, karena investasinya mesti lebih banyak pada sektor riil, sebab skim mudharabah
dan wadiah menghendaki keuntungan itu dari hasil investasi sektor riil, kalau tidak demikian ia akan
terkeluar dari prinsip mudharabah-nya. Walau bagaimanapun, peraturan berkenaan ini memang sudah
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep 4499/LK/2000. Namun tentu ada
penyempurnaan dari peraturan ini, agar perusahaan asuransi syariah betul-betul bisa
mempertanggungjawabkan investasinya.

Investasi asuransi konvensional tentu tidak terbatas, apakah ia berinvestasi pada tempat yang halal, atau
haram, tidak ada satu undang-undang yang melarangnya, sedangkan investasi asuransi syariah mesti
pada tempat yang halal, tidak dibenarkan pada tempat-tempat yang haram, sekalipun ia mempunyai
keuntungan yang besar. Proteksi dari segi investasi ini tentu diperlukan agar tidak terjadi
pencampuradukan antara yang halal dan batil.

Alasan di atas, merupakan justifikasi yang tidak perlu diperdebatkan, karena undang-undang asuransi
syariah akan membela kepentingan umat Islam untuk jangka panjang. Umat Islam mungkin sepakat,
bahwa jangan sampai kita kecolongan untuk kesekian kalinya dalam menentukan kebijaksanaan ekonomi
keuangan, khususnya asuransi, karena pada akhirnya masyarakat generasi akan datang akan menjadi
konsumen yang dibodohi akibat tindakan para eksekutif hari ini. Wallahu 'alam.  

Dana Pensiun
17/01/2002 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : Cecep M Hakim

Sumber : Mingguan Berita Keluarga Muslim FIKRI Edisi 13 Tahun I, November 2001

Bagi seorang karyawan perusahaan milik swasta hanya ada satu kata kalau berhenti bekerja, yaitu
pesangon. Padahal zaman sekarang pensiun bukan lagi monopoli pegawai negeri. Sudah banyak
perusahaan dana pensiun menawarkan program perencanaan pensiun bagi karyawan.

Dana pensiun bekerja menghimpun dana lewat tabungan karyawan untuk jangka panjang. Dana-dana itu
dikumpulkan dan diinvestasikan ke berbagai sektor guna mendapatkan keuntungan. Di berbagai negara
program dana pensiun bukan lagi sebuah program istimewa, tapi suatu keharusan yang berguna sebagai
jaminan bagi karyawan di hari tua.

Di Malaysia Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP) merupakan cerita sukses sebuah dana pensiun
dalam mengelola uang karyawan. Demikian pula Employee Providence Fund (EPF) di Singapura. Tiap
tahun kedua lembaga itu mencatat keuntungan lebih dari 40 % dari dana yang diinvestasikannya. Bahkan
ketika ekonomi global sedang menuju krisis seperti sekarang ini.

Apa kunci sukses dana pensiun itu? Kuncinya hanya satu, yaitu amanah. Para pengelola dana pensiun di
kedua negara tahu betul, apabila amanah itu dikhianati maka yang rusak bukan hanya nama baik si
pengelola, tetapi juga nama lembaga. Penyakit khianat inilah yang tampaknya menjangkiti dana pensiun
di Indonesia, sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut menjadi pudar. Ingat kasus
Jamsostek dan Taspen? Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataannya. Lembaga tempat karyawan
dan pegawai menggantungkan masa depannya harus keropos karena mental pengelolanya.

Banyak yang tidak sadar, bahwa program pensiun sudah dilaksanakan sejak zaman Khalifah Abubakar
Siddiq ra. Tentu belum dalam bentuknya yang sekarang. Pendapatan negara dalam bentuk kharaj, jizyah
dan ghanimah, tulis Dr. Hasanuzzaman dalam Economic Function of an Islamic State, sebagian
dialokasikan untuk membayar para tentara yang ikut berperang dan menderita cacat permanen. Ada juga
yang diberikan tanah dari daerah yang ditaklukan. Tradisi pemberian tanah ini kemudian dihilangkan di
zaman Umar bin Khattab menjadi khalifah.

Bagi ulama ada beberapa persoalan yang belum selesai dalam dana pensiun. Pertama soal investasi.
Berdasarkan keputusan Lokakarya Ulama 1997 tentang lembaga keuangan, maka dana pensiun harus
menyesuaikan investasinya agar sesuai dengan syariah. Misalnya kalau mau investasi di saham dan
obligasi, maka harus dipilih saham emiten yang tidak terlibat dalam produksi makanan dan minuman
Asuransi Syariah 9
haram dan riba. Panduan itu juga menggariskan rasio maksimal Debt to Equity Ratio (DER) yang dimiliki
emiten. Ada yang mengeluhkan panduan ini pada awalnya, karena syaratnya terlalu ketat. Tapi kemudian
diakui bahwa investasi mengikuti panduan ini ternyata menyelamatkan portofolio yang dipegang karena
terhindar dari fluktuasi.

Persoalan lain adalah ketentuan yang mengharuskan peserta dana pensiun menentukan kepada siapa
manfaat dana pensiun akan diberikan apabila ia meninggal dunia. Pilihan seperti ini jelas melangkahi
hukum waris yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Ketentuan yang
memberikan pilihan seperti ini nampaknya ditiru mentah-mentah dari dana pensiun ala Eropa dan
Amerika. Hukum barat tidak membedakan antara waris dan wasiat, dan hanya mengenal satu kata untuk
keduanya yaitu will. Seseorang yang telah memberikan wasiat (will) sebelum wafat, bahwa seluruh
hartanya akan diberikan kepada seseorang meskipun bukan ahli warisnya. Padahal dalam Islam wasiat
hanya boleh sepertiga dari harta warisan. Selebihnya harus jatuh kepada ahli waris dengan perhitungan
yang telah digariskan oleh ajaran Islam.

Ada pula ketentuan yang mengharuskan dana pensiun yang apabila menempatkan dana di deposito
pendapatannya tidak boleh kurang dari 14 % per tahun. Hal ini tentu saja merupakan pukulan terhadap
perbankan syariah. Sebagaimana diketahui, deposito dalam perbankan syariah umumnya mengikuti
prinsip syariah. Artinya tidak boleh menentukan persentase pendapatan terhadap modal investasi di awal
usaha. Siapa yang bisa memastikan apa yang ia dapatkan esok hari? Hukum ekonomi juga mengenal
adanya booming dan recession.

Mengharuskan pendapatan deposito tidak boleh kurang dari 14 % berarti telah mengingkari hukum alam
itu sendiri. Di sisi lain, memang ada yang harus dibenahi dalam perbankan syariah. Seringkali pendapatan
yang dibagikan kepada penyimpan lebih kecil dari perolehan yang didapat dalam perbankan
konvensional. Dalam masyarakat yang belum sepenuhnya sadar syariah, perbedaan sedikit saja dalam
jumlah akan menjadi persoalan besar. Perbankan syariah tidak bisa lagi mengandalkan kehalalan produk
sebagai nilai jual. Ia harus membuktikan bahwa dengan perbankan syariah masyarakat juga lebih
diuntungkan secara bisnis. Untuk bisa lebih bersaing dalam bisnis, harus lebih banyak produk yang
diciptakan, selain jaringan yang diperluas. Bagaimana mungkin bisa bersaing kalau produknya cuman
yang itu-itu saja dan jaringannya hanya di kota-kota tertentu?

Pendapatan kecil tentu berpengaruh kepada pembayaran manfaat pensiun kepada para peserta. Padahal
diantara produk yang ditawarkan adalah manfaat pasti. Bagaimana jika pendapatan investasi tidak dapat
menutup pembayaran manfaat tersebut? Hal ini juga memerlukan pembahasan lagi dari sisi syariah. Jika
dana pensiun sebagai suatu lembaga yang tunduk pada hukum syariah, kepastian besarnya manfaat sulit
dicarikan keabsahannya. Pertanyaannya, kapan karyawan swasta kita dapat menikmati pensiun yang
dikelola secara syariah kalau perusahaan seperti ini hanya satu?  

Depkeu Didesak Bentuk Subdirektorat


17/11/2003 - Asuransi Syariah

Sumber : Republika Online

Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mendesak agar pemerintah segera merealisasikan berdirinya
subdirektorat di Direktorat Asuransi Dirjen Lembaga Keuangan Depkeu yang khusus menangani asuransi
syariah. Selama ini pengaturan asuransi syariah masih ditangani oleh Direktur Lembaga Asuransi
Depkeu.

''Asuransi syariah perlu ditangani semacam unit yang mungkin nantinya dikepalai oleh kasubdit,'' ujar
Ketua AASI, Muhammad Syakir Sula, kepada wartawan di sela-sela acara buka bersama, Kamis malam
(13/11) di Jakarta.

Menurut Syakir, pengaturan oleh subdirektorat khusus ini karena perkembangan asuransi syariah makin
besar. Sementara di sisi lain, perbankan syariah saja sudah ditangani oleh direktorat tersendiri di Bank
Indonesia. ''Sedangkan asuransi syariah belum ada lembaga khusus yang mengatur.''

Perkembangan asuransi yang meningkat terlihat dari data Depkeu. Pertumbuhan bisnis asuransi naik
sebesar 35 persen pada 2002 lalu. Persaingan perusahaan asuransi pun semakin ketat seiring
meningkatnya jumlah asuransi nasional yang beroperasi ditambah dengan invasi asuransi-asuransi
internasional ke Indonesia.

Sebagai gambaran, saat ini tidak kurang dari 171 perusahaan asuransi di Indonesia yang beroperasi,
terdiri atas 106 asuransi kerugian, 61 asuransi jiwa, dan empat perusahaan reasuransi. Jumlah ini
diperkirakan akan semakin meningkat ketika AFTA 2004 diberlakukan.

Asuransi Takaful sebagai asuransi syariah pertama di Indonesia keberadaannya kini telah mengilhami
munculnya asuransi syariah lain, yaitu asuransi syariah Mubarakah dan beberapa asuransi konvensional
yang memiliki cabang syariah, seperti MAA Assurance (jiwa dan umum), Asuransi Tripakarta, Great
Eastern, AJB Bumiputera, Principle Life, Bringin Life, Jasindo.

Selain itu, ada beberapa asuransi konvensional yang sedang dalam proses untuk membuka unit syariah.
Asuransi Syariah 10
Di antaranya adalah Tali Insani, Dharmala Manulife, Binagriya, Nasional Re, Pasaraya, Asuransi Central
Asia (ACA), Intan, Anugerah, dan Allianz.

AASI kerja sama dengan Depkeu

Pada bagian lain, AASI telah melakukan kerja sama dengan Departemen Keuangan (Depkeu) untuk
menyertifikasi ahli asuransi syariah. Diharapkan, dengan dilakukannya sertifikasi ahli asuransi syariah ini
dapat menambah jumlah tenaga asuransi syariah yang saat ini dirasakan masih kurang.

Training besertifikat ini menjadi bagian dari upaya Depkeu untuk memberikan pelatihan kepada staf,
kepala cabang, dan manager perusahaan asuransi. Ini merupakan antisipasi imbauan Depkeu yang
menyatakan bahwa setiap bank syariah harus mempunyai tenaga ahli asuransi syariah minimal satu
orang. ''Saat ini jumlahnya terbatas. Paling yang ada kebanyakan dari asuransi Takaful. Sementara
jumlah perbankan syariah makin bertamah,'' paparnya.

Hingga tidak heran, sambung Syakir, bila banyak tenaga ahli asuransi syariah yang dimiliki Takaful
dibajak oleh asuransi lain yang akan membuka unit asuransi syariah. Para peserta program pelatihan
nantinya akan memperoleh gelar khusus, yakni Certified Islamic Insurance Specialist (CIIS).

Gelar ini diberikan untuk memperjelas definisi dari ahli asuransi syariah yang selama ini belum ada
kriterianya. Ke depannya diharapkan setiap pelatihan tenaga ahli asuransi oleh Depkeu, akan diberikan
pembekalan tidak hanya ilmu-ilmu asuransi konvensional, melainkan juga wawasan tentang asuransi
syariah.

Meskipun MoU-nya baru diadakan Kamis (13/11), lanjut Syakir, tetapi program sertifikasi sebenarnya
sudah berjalan. Angkatan pertama dilakukan pada Oktober 2003 yang menatar sebanyak 25 orang.
''Rencananya pada Desember 2003 akan ada lagi,'' tambahnya.  

Membangun Sinergi Lembaga Keuangan Syariah


13/10/2003 - Asuransi Syariah

Tulisan Oleh : Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ (Direktur Takaful, Praktisi dan Pengamat Asuransi
Syariah)

Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan al haqqu bila nizhom yaklibuhul bathil binnizhom. Artinya,
kebenaran yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kebathilan yang terorganisir dengan rapi. Kita
semua tahu, agresi pasukan Amerika ke Irak adalah salah -- baik menurut hukum internasional, HAM,
hukum di negara Irak itu sendiri apalagi hukum Islam -- karena merampas hak dan kemerdekaan suatu
negara secara tidak sah, dengan cara-cara terorisme, dan dengan alasan yang tidak sah pula.
Masyarakat internasional pun mengetahu, kalau sebenarnya penguasaan minyak dan ambisi menguasai
wilayah Timur Tengah ada di balik semua ini. Tapi kebathilan itu terbukti menang sekalipun kebenaran
disuarakan oleh masyarakat dunia termasuk sebagian besar masyarakat Amerika sendiri.

Kasus Inul contoh lain, bahwa betapa kebathilan itu jika terorganisir secara baik, akan mampu
mengalahkan kebenaran sekalipun, jika tidak terorganisir dengan baik. Kita harus belajar dari sini,
Amerika tidak akan bisa menghancurkan Irak sekiranya negara-negara Arab bersatu dan bersinergi.
Demikian juga kasus Inul, kekuatan bathil mulai dari media sampai kepada tokoh-tokoh tertentu demikian
solid, seperti kata Alquran, ba'duhum auliau ba’din (saling mengokohkan satu sama lain), dan kemudian
kebathilan malah berbalik menjadi kebenaran. Kita lalu teringat firman Allah SWT, yuriiduuna liyudhfiuu
nuurallahi biafwaahihim wallahu mutimmu nuurihi walaukarihal musyrikun (Mereka hendak memadamkan
cahaya/ agama Allah dengan ucapan-ucapan mereka, dan Alllah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir itu benci).

Membangun Sinergi Ekonomi Ummat

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah merupakan embrio kekuatan ekonomi baru di negeri ini, ia
telah terbukti di zamannya mampu menjadi sistem yang bisa menyejahterakan umatnya. Di masa krisis,
bank syariah mampu lolos dari kebangkrutan, sekalipun tidak mendapat bantuan dana BLBI, yang
kemudian dikorup oleh para konglomerat. Konsep dengan muatan nilai-nilai kebenaran ini haruslah
menjadi kekuatan baru dalam membangkitkan kembali perekonomian negeri ini. Ia harus bersinergi satu
sama lain laksana bangunan yang tersusun rapi, Alquran menyebutkan dengan istilah ka annahum
bunyanun marshush (seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh).

Saat ini tumbuh dengan sangat cepat bank-bank syariah, seperti BMI, BSM, maupun bank konvensional
yang membuka cabang-cabang syariah seperit cabang BNI Syariah, BRI Syariah, Danamon Syariah, BII
Syariah, Bukopin Syariah, IFI Syariah, dan sebagainya. Demikian juga dengan asuransi, dimulai dari
Syarikat Takaful Indonesia sebagai pionir dengan dua anak perusahaan yaitu Asuransi Takaful Umum
(General Insurance) dan Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance), Asuransi Syariah Mubarokah,
kemudian muncul cabang-cabang syariah dari asuransi konvensional, seperti Bumiputera cabang syariah,
Tri Pakarta Syariah, Great Eastern cabang syariah, dan sebagainya.

Kedua institusi ini, bank syariah maupun asuransi syariah, dapat melakukan sinergi yang saling
Asuransi Syariah 11
menguntungkan dan mengokohkan satu sama lain. Bank membutuhkan asuransi sebagi back up risiko,
baik risiko kemacetan kredit, risiko kematian nasabah, jaminan kerugian dari hasil pinjaman ke bank
seperti kendaraan, properti, maupun jaminan atas aset-aset bank itu sendiri. Sebaliknya asuransi
membutuhkan bank sebagai instrumen transaksi nasabah, sebagai tempat deposito, dan investasi yang
paling aman sekalipun sangat konservatif. Sekarang berkembang satu bentuk sinergi yang baru antara
asuransi dan bank yang disebut dengan bancassurance. Banyak produk inovatif yang bisa di-create
dengan produk bancassurance, misalnya: financial insurance seperti mortgage redemption insurance, car
loan, personal), overdraft insurance, capital repayment (seperti educational dan personal loan),
depositor’s insurance (seperti term, personal accident, cash plan), saving plan (seperti educational saving
plan), dan banyak lagi produk-produk lain seperti hospitalization disability), dread disease, al khairat,
pension fund, unit link, investment fund, dan sebagainya. Produk-produk ini dapat menjadi sumber
pendapatan baru bagi bank maupun asuransi. Dengan modal sinergi dan biaya yang rendah kedua belah
pihak dapat memperoleh keuntungan yang berarti.

Selain itu sinergi dapat dibangun dengan lembaga syariah lainnya seperti obligasi syariah, pasar modal
syariah, pegadaian syariah, leasing syariah, BPRS, BMT, dan lembaga syariah lainnya.

Menyatukan visi dan hati

Kesamaan visi lembaga keuangan syariah tidak dapat disangsikan, apalagi jika lembaga tersebut
didirikan bukan semata-mata atas pertimbangan market, tetapi pertimbangan syar’i, yaitu ingin
mengembangkan sistem ekonomi syariah. Tetapi yang mungkin menjadi tantangan ke depan,
menyatukan hati para pelaku bisnis syariah, dan merapatkan langkah seiring dan seirama. Diskusi,
seminar, lokakarya, antar praktisi ekonomi syariah, pakar ekonomi, dan ulama, merupakan hal yang
sangat diperlukan untuk saling merekat satu sama lain. Terbentuknya DSN-MUI, MES, Asbisindo, dan
terakhir akan dibentuk oleh BI – LKS semacam Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, merupakan sarana
komunikasi dan silaturahmi yang sangat diperlukan.

Pelaku Lembaga Keuangan Syariah harus mampu meninggalkan paradigma lama, paradigma
konvensional, dan menyatukan shof (barisan) dalam paradigma baru membangun ekonomi berdasarkan
prinsip-prinsip syariah, yang real dalam implementasi dan bukan hanya pada tataran simbol-simbol dan
MOU semata. Kita takut dengan sindirian Allah SWT dalam Alquran, …tahsabuhum jamii’an wa
quluubuhum syatta (kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka bercerai berai). Kita akan kembali
terombang ambing dan terbawa arus, dan skenario sistem kapitalis, sistem yang tidak syariah, jika tidak
dilandasi komitmen yang kuat, dan kesiapan menghadapi risiko perjuangan. Janganlah kita menjadi umat
yang pernah disinyalir oleh Rasulullah, mereka itu “bagaikan buih di atas ombak, terombang-ambing
mengikuti ke mana arus mengalir”. Ketika seorang sahabat bertanya mengapa demikian ya Rasulullah,
beliau menjawab karena kalian hubbuddunya wakarohiyatul maut (terlampau cinta pada kesenangan
dunia dan takut mati). Wallahu a’lam bis-Showab.  

Profil Lembaga Keuangan Syariah - Asuransi Syariah


31/05/2001 - Asuransi Syariah

Kali ini kami akan menampilkan profil-profil lembaga ekonomi syariah yang ada di Indonesia. Semoga
informasi ini akan menambah khasanah pengetahuan Anda tentang ekonomi syariah.

Asuransi Syariah
Sumber: Pesantren.net

Kebangkitan kedua sektor keuangan syariah setelah perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada
tahun 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan syariah di
Indonesia, melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI sendiri memiliki dua anak perusahaan,
yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU).

Dibandingkan di sejumlah negara -bahkan negara yang mayoritas penduduknya adalah nonmuslim-
keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas
misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya
mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979),
Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei Darussalam (1992).

Hingga saat ini, PT Syarikat Takaful Indonesia masih menjadi satu-satunya perusahaan asuransi
berdasarkan syariah. Namun demikian, ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang mulai
menjajaki peluncuran produk-produknya yang berlandaskan sistem syariah.

Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa
hal. Pertama, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan
suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi
supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.

Kedua, prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu
menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional
bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
Asuransi Syariah 12

Ketiga, dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional,
investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

Keempat, premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi
milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan
pengelolaan dana tersebut.

Kelima, untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial)
seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena
musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik
perusahaan.

Keenam, keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan
selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan
sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.

PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK)

PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), didirikan pada tahun 1994 dengan modal dasar Rp 25 miliar dan
modal disetor Rp 9 miliar. Sebagai anak perusahaan PT Syarikat Takaful Indonesia (STI), sebagian besar
saham PT ATK dimiliki oleh PT STI, selebihnya oleh Koperasi Karyawan Takaful.

Pada tiga tahun pertama beroperasi, yaitu 1994, 1995 dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif
sebesar Rp 1,383 miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai berhasil membukukan laba yaitu
sebesar Rp 135 juta. Laba itu terus tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312 juta, namun menurun
kembali pada 1999 menjadi Rp 221. Kondisi ini sebetulnya relatif baik, mengingat pada tahun-tahun itu
ekonomi Indonesia tengah dilanda krisis. Bahkan, tak sedikit perusahaan asuransi konvensional yang
kesulitan likuiditas dan akhirnya gulung tikar.

Sedangkan pendapatannya sejak pertama berdiri terus tumbuh. Pada tahun 1999, porsi pendapatan
terbesar masih dari premi yaitu mencapai Rp 28,552 miliar. Pendapatan investasi mencapai Rp 1,707
miliar dan dari sektor lainnya Rp 99 juta.
PT ATK yang berkantor pusat di Jl. DR. Saharjo, Jakarta, hingga tahun 1999 berhasil merangkul 39.204
orang peserta individu di delapan produk individunya, yaitu Takaful Dana Investasi, Takaful Dana Haji,
Takaful Dana Siswa, Takaful Anuitas, Takaful Anak Asuh, Takaful Kesehatan, Takaful Al-Khairat dan
Takaful Kecelakaan Diri. Sementara 441.573 peserta kumpulan tersebar di tujuh produk kumpulannya,
yaitu Takaful Pembiayaan, Takaful Al-Khairat, Takaful Majelis Taklim, Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan,
Takaful Kecelakaan Siswa, Takaful Perjalanan Haji dan Umroh serta Takaful Wisata dan Perjalanan.

Jajaran dewan komisaris PT ATK, dipimpin oleh Iwa Sewaka selaku Direktur Utama PT STI. Sedangkan
jajaran dewan pengawas syariah diketuai oleh KH Ali Yafie. Jajaran dewan direksi diisi oleh Agus
Siswanto selaku direktur utama, Basuki Agus selaku direktur operasional, Edwin Mustafa selaku direktur
keuangan dan Syahrial Sakni selaku direktur teknik dan aktuaria.

Mereka saat ini mengelola aset perusahaan senilai lebih dari Rp 55 miliar. Dalam menjalankan
operasionalnya, PT ATK didukung oleh 947 orang sumberdaya manusia yang tersebar di 31 kantor
cabang. Dengan segala potensinya, PT ATK menetapkan visi 2003, yaitu menjadi perusahaan asuransi
yang tangguh, terkemuka, diperhitungkan dan dibanggakan oleh ummat Islam dan masyarakat Indonesia.
Untuk itu, PT ATK menetapkan misi untuk tetap konsisten sebagai lembaga ekonomi-keuangan syariah
dan memeberi manfaat sebesar-besarnya bagi para stakeholders.

PT Asuransi Takaful Umum

PT Asuransi Takaful Umum (ATU), didirikan pada 5 Mei 1994. Mayoritas (99 persen) saham PT ATU,
dimiliki oleh PT Syarikat Takaful Indonesia selaku induk perusahaan. Selebihnya adalah milik Koperasi
Karyawan Takaful.

Sebagai perusahaan asuransi berdasarkan sistem syariah, produk-produk asuransi PT ATU bebas dari
tiga unsur yang diharamkan hukumnya dalam muamalat Islam, yaitu ketidakpastian (gharar), untung-
untungan (maisir) dan bunga (riba).

Lebih dari itu, prinsip bagi hasil (mudharobah) yang mendasari operasi PT ATU memungkinkan para
peserta yang tak pernah mengajukan klaim -atau bahkan yang membatalkan polis sekalipun- memperoleh
keuntungan dari bagi hasil tersebut.

Perhitungan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta, didasarkan pada mekanisme sebagai berikut:
kumpulan dana dari peserta diinvestasikan dengan prinsip syariah. Hasil investasi, dibagikan kepada
perusahaan dan peserta berdasarkan suatu nisbah tertentu, setelah dikurangi pembayaran berbagai
beban biaya (klaim dan premi reasuransi).

Berbeda dengan produk-produk PT ATK, produk asuransi PT ATU lebih banyak berorientasi pada
Asuransi Syariah 13
pengasuransian barang. Produk-produk tersebut yaitu Takaful Kebakaran, Takaful Kendaraan Bermotor,
Takaful Rekayasa, Takaful Pengangkutan, Takaful Rangka Kapal, Takaful Aneka.

Dari kantor pusatnya di Arthaloka Building, Jl. Jendral Sudirman Jakarta, PT ATU mengembangkan
usahanya melalui enam kantor cabang, masing-masing di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Medan dan Balikpapan.

Saat ini, sejumlah korporat terkemuka telah tercatat sebagai nasabah PT ATU seperti PT Krakatau Steel,
PT Pupuk Kujang, PT Telkom, PT Perusahaan Listrik Negara serta sejumlah perusahaan swasta seperti
PT Bank Muamalat Indonesia, PT ARCO Indonesia, PT Elnusa, dan sebagainya.

Jajaran dewan pengawas syariah PT ATU diketuai oleh KH. Ali Yafie. Sedangkan jajaran dewan
komisaris dipimpin oleh Iwa Sewaka selaku Dirut PT Syarikat Takaful Indonesia. Sedangkan di jajaran
Direksi terdapat nama-nama seperti Shakti Agustono Rahardjo sebagai dirut, Muhammad Syakir Sula
sebagai direktur operasi dan Nurmansjha Lubis sebagai direktur keuangan  

Takaful Upaya Merekat Kesatuan Ummat


23/11/2000 - Asuransi Syariah

Tulisan : Drs. H. Masyhuril Khamis, SH

Saat ini persoalan dan permasalahan umat semakin kompleks, sejak hal yang terkecil sampai masalah
besar, baik dalam hal keterbelakangan ilmu pengetahuan, ketinggalan cara berpikir, maupun kemiskinan
keterampilan yang bermuara pada miskinnya materialistik. Kondisi ini diharapkan mampu memupuk
tanggung jawab moral, meningkatkan semangat jihad, agar senantiasa saling membantu mengangkat
sekaligus melepaskan umat dari belenggu kebodohan, keterbelakangan dan penjajahan pemikiran serta
budaya. Memang, hari ini perang tidak berlangsung seperti jaman kolonial dahulu, tapi pada hakekatnya
perang saat ini lebih dahsyat, sebab musuhpun tidak pernah keiahatan secara nyata, tapi ada di mana-
mana, malah barangkali sampai memasuki kamar tidur atau tidur bersama kita. Inilah yang perlu menjadi
perhatian dengan memperkokoh iman, meningkatkan semangat jihad, sikap berhati-hati dan waspada
terhadap rongrongan dan musuh-musuh aqidah, karena itu perbekalan ilmu mesti dipacu berdasarkan
akhlak mahmuda.

Kepedulian umat perlu ditingkatkan terutama dalam mengisi dan menyemai nilai-nilai pembangunan
bangsa, sebab dengan begitulah kita akan merasakan nikmat kemerdekaan. Namun, bila peran serta kita
tidak secara nyata dilaksanakan, bukan tidak mungkin umat yang mayoritas ini seperti penonton dalam
sebuah pertandingan akbar.
Pada sisi lain adanya globalisasi dan modernisasi, dimana golongan elite ekonomi harus bersaing dengan
luar negeri dengan menerapkan standar internasional, sehingga berdampak semakin melambung, jauh di
atas standar ekonomi golongan masyarakat bawah, yang notabene umat Islam. Hal ini bisa berdampak
negatif meskipun ada sisi positif. Karena itu, kondisi ini harus diimbangi dengan penerapan sistem
ekonomi yang dapat menjangkau semua lapisan sehingga upaya menciptakan sistem ekonomi yang
berwawasan kerakyatan, sebab kalu usaha memeprbaiki sistem ekonomi ini tidak berlangsung, akan
terjadi tantangan besar dihadapan kita. Tantangan itu meliputi tiga proses nyata, yaitu proses pemiskinan
umat, proses pemurtadan umat dan proses minoritas umat. Proses pemiskinan ini akan berjalan dengan
miskinnya ilmu pengetahuan akibat naiknya biaya pendidikan dan methodologi yang tidak islami, miskin
ekonomi akibat berhasilnya sistem kapitalis merusak sistem ekonomi syariah, sehingga membuat otak
umat semakin menyakini sistem bunga berbunga.
Kemudian miskin iman akibat perpacuan materialis mengakibatkan hidup individualis yang bermuara pada
sekulerasi. Lain lagi kecenderungan miskin persaudaraan, dimana antara satu sama lainnya terjadi jarak,
akibatya nilai-nilai ukhuwah pun semakin menipis, tali kekerabatan bertambah jauh, segala kebutuhan
selalu diukur dengan untung atau membawa rugi dan ini yang dikhawatirkan memacu pertumpahan
darah, paling tidak sebagai bibit untuk menciptakan revolusi sosial.

PROSES PEMISKINAN UMAT

Perbedaan menyolok antara cara hidup si kaya dan miskin berdampak pada perubahan sikap hidup,
dimana si miskin selalu mencoba meniru gaya hidup orang kaya dengan cara berhutang (kredit) atau
dengan menjual asset yang ada beurpa tanah hanya untuk membeli fasilitas hidup. Akibatnya ribuan
hektar lahan/produktif yang seyogyanya bisa menjadi sumber nafkah si miskin menjadi berpindah tangan
pada orang lain. Kendati si miskin mendadak menjadi orang kaya sementara, tapi pada hakekatnya
mereka telah terperangkap pada proses pemiskinan yang sangat menyedihkan. Setelah nasib mereka
selalu bergantung pada orang lain, karena gaya hidup yang selalu ikut-ikutan, akibatnya setelah assetnya
habis merekapun menjadi pekerja pabrik atau apa saja, di atas lahan yang pernah mereka miliki.

Selain itu banyaknya wanita muslimah yang harus bekerja menjadi pramuwisma di rumah orang lain yang
sedikitpun tidak berkaitan dengan peraturan Islam atau menjadi pelayan pada tempat-tempat yang bisa
merubah akhlaknya pada kegiatan maksiat. Yang bisa jadi pada akhirnya terjadi proses pemurtadan
umat, minimal akan terjadi deagamisasi.

Inilah tugas yang harus menjadi kajian kita menyongsong masa depan umat, sebab tugas kita hari ini
bukanlah hanya meninggalkan tempat-tempat maksiat atau kita hanya membangun sarana-sarana ibadah
Asuransi Syariah 14
dan lembaga-lembaga dakwah, tapi harus berani merubah sikap, cara berfikir atau cara hidup yang
kurang baik mengarah pada peningkatan hidup qur’ani.

Untuk itu perlu usaha terpadu dari semua pihak terutama dalam menyelamatkan generasi masa depan
agar tidak terjebak dalam perangkap membahayakan ini dan setiap kita selalu waspada dan berhati-hati
untuk tidak larut dengan gaya dan cara hidup orang lain yang memang belum saatnya diikuti umat ini.

UPAYA MENGANGKAT UMAT

Tugas kita yang paling berat adalah mengangkat harkat dan martabat umat dari kebodohan dan
kemiskinan. Dimana pola kehidupan mereka telah terseret jauh dan tenggelam pada kebingungan
panjang. Terciptanya gaya hidup materialistik mengakibatkan hilangnya sifat Ta’awun atau tolong
menolong. Dan yang muncul adalah sikap egoistik yang menonjolkan diri sendiri dan kerajaan keluarga.
Akibatnya semakin menyuburkan sikap hidup eksploitisme, dimana muncul pemerasan terhadap si lemah
dalam arti meluas. Sedangkan generasi mudanya bermunculan cara hidup holiganistik atau urakan dan
berkelompok. Para remaja semakin hura-hura, tawuran serta berkompetisi dalam perbuatan yang sia-sia.

Untuk itu, langkah konkrit yang harus dijalankan antara lain dimulai dari upaya mensosialisasikan jiwa
anak, keluarga dengans entuhan Islam, mendorong mereka untuk tetap aktif mengadakan pengkajian
terhadap nilai kebenaran Islam secara rutin. Menghidupkan menjama’ahkan masjid seperti jaman Rasul
dan sahabatnya. Sehingga masjid adalah tempat seluruh aktivitas, baik dalam kegiatan ibadah maupun
muamalah malah sebagai tempat proses munakahat. Karena itu setiap orang tua wajib menjadi
guru/contoh bagi anak-anaknya. Dengan demikian pengelolaan agama tersebut dapat secara disiplin
dilaksanakan. Penyediaan buku-buku bacaan agama mutlak kita galakkan di setiap diri dan keluarga agar
kebodohan dapat teratasi. Disiplin penguasaan ilmu harus menjadi kebiasaan rutin di setiap keluarga.
Yang lebih penting untuk meningkatkan martabat umat tentunya kita harus menyadari betap pentingnya
manfaat keberadaan ilmu dan pembinaan ekonomi masa depan. Dengan begitu kita akan berusaha
merekat kesatuan umat, untuk membenahinya.

Merekat kesatuan umat, selanjutnya persatuan umat dalam bentuk membina lapangan usaha jama’ah
perlu semakin digerakkan dengan memacu potensi jamaah. Ini biasa disebut dengan Takaful atau tolong
menolong berpa mendirikan Koperasi Masjid Badan Usaha Mandiri Terpadu (BMT) dan ikut aktif
membantu perkembangan lembaga-lembaga ekonomi syariah. Kita harus berani mengoptimalkan potensi
jamaah menjadi kekuatan yang riil dengan memanfaatkan infaq, shadaqah, tabarru (dalam kebajikan)
untuk saling membantu dengan sistem transparan dan penuh kejujuran. Sehingga antara satu jamaah
dengan lainnya semakin membantu (Takaful Ijtima’).

Tantangan pemiskinan umat, pemurtadan da peminoritasan umat wajib kita jawab dengan upaya
menghidupkan dakwah dan mendakwahkan Islam secara kaffah artinya kita harus berani memacu
lembaga Islam untuk bergairah meningkatkan kerja-kerja Islam khususnya dalam lapangan ekonomi
syariah. Sebagai seorang Muslim upaya merekat persatuan itu wajib dimulai dengan menyakini Islam
secara totalitas dan kaffah. Kita harus berani memasuki Islalm seutuhnya, tidak terpotong-potong sebab
Allah mengingatkan kita:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS 2:28).

Karena itu nilai-nilai Islam tidak hanya diambil pada saat haji, sholat, puasa, kematian, perkawinan, tapi
pada soal ekonomi kita sudah islami. Kita kurang percaya atau menafikan sistem ekonomi syariah dan
masuk pada sistem kapitalis, bergumul dengan riba, padahal Rasul mengingatkan bahwa hancurnya
suatu umat bila sistem riba telah merasuk ke dalam sendi-sendi ekonomi umat. Tidak dapat disangkal
bahwa praktek-praktek ribawi telah meretakkan persatuan umat, kekayaan pada kelompok-kelompok
tertentu, sedang si miskin terus menderita.

Proses pemiskinan, pemurtadan, peminoritasan umat hanya bisa diatasi dengan cara ber-takaful, artinya
hanya dengan sistem saling menguntungkan (win-win) martabat umat dapat terangkat.

Untuk itu pertumbuhan ekonomi Islam mencakup bank-bank syariah, reksadana syariah, pegadaian
syariah, serta asuransi syariah Takaful mesti didukung tanpa ada kecurigaan diantara kita. Allah
mengingatkan:

“Janganlah harta itu hanya berada pada sekelompok orang sedang manusia lainnya menjadi penonton
atau pelengkap penderitaan”.

Semoga bermanfaat.

Drs. H. Masyhuril Khamis, SH (Regional Manager Takaful Pusat)  

Takaful, asuransi syari’ah, suatu solusi


01/12/2000 - Asuransi Syariah

Tulisan: Drs. H. Masyhuril Khamis, SH (Head of Regional Manager I Takaful)


Asuransi Syariah 15

Pendahuluan

Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi, pelaku bisnis
dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah melaksanakan sistem kerja sama
atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka, layaknya
seperti mekanisme asuransi. Kerjasama ini mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis,
diakibatkan musibah yang terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan
penyamun.

Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan melakukan investasi
atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan uang. Dan pada abad kesembilan
belas,, dan cara membungakan uang inipun menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para
taipan keturunan Yahudi.

Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para ekonom muslim mulai
menelorkan dan merenocvasi konsep ekonomi Islam. Mereka adalah rangkaian emas dari Abu Yusuf
menghasilkan al-kharaj dan Abu ‘Ubaid menulis kitab al-amwal. Asuransi adalah salah satu lembaga
ekonomi yang menjadi fokus para perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format
maisir, riba, gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil, tolong menolong
dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem asuransi syari’ah mestilah mempunyai
komitmen untuk kesejahteraan bersama dengan dimulai aqad yang jelas, bukan aqad jual beli.

Takaful, asuransi syari’ah

Di indonesia Asuransi Takaful telah berdiri sejak 25 agustus 1994, merupakan salah satu dari sekitar 13
perusahaan asuransi sedunia yang memiliki sistem yang sama. Kehadirannya di indonesia pantas
memberi angin segar sekaligus sebagai upaya memberikan alernatif berasuransi secara Islami, apalagi
jumlah penduduk muslim di negeri ini adalah mayoritas.

Selain itu Asuransi Takaful merupakan solusi terbaik antisipasi finansial, dengan demikian ada dua hal
yang secara nyata ddituntut untuk dilaksanakan, yaitu : penyiapan dana yang aman dan profitable, serta
akumulasi dana yang halal.
Dalam ajaran Islam menyantuni anak yatim, mereka yang tertimpa musibah, baik kematian, kehilangan
harta benda, dan sejenisnya, sangatlah dianjurkan, artinya kontribusi sesamanya untuk meringankan
paenderitaan saudaranya sangatlah diharapkan, dan inilah hakikat persaudaraan sebenarnya yang
disebut ta’awun, itsar, ukhuwah, sehingga aplikasinya terasa menjembatani antara yang senang dan
susah.

Pada hakikatnya konsep inilah yang secara transparan diaplikasikan Asuransi Takaful, sehingga unsur
penipuan (Gharar), maisir/peruntung-untungan, serta pengelolaan dana secara riba dihilanghkan, dengan
harapan image negatif terhadapbisnis asuransi dapat diperkecil atau malah semakin positif.
Konsekwensinya setiap peserta Takaful harus menyisihkan sebahagian uangnya untuk keperluan dana
tolong menolong atau iuran kebajikan (Tabarru) yang diniatkan untuk menyantuni peserta yang lain. Dana
ini merupakan dana tolong menolong sesama peserta, perusahaan hanya sebagai pengelola atau
pemegang amanah, artinya perusahaan berfungsi menjalankan amanah dari semua peserta untuk
mengelola titipan dananya, agar dikelola sesuai syari’ah, dan diharapkan dapat beruntung. Sementara
dana Tabarru dikelola untuk mengatasi kemungkinan musibah pada sesama peserta.

Dengan perkataan lain, bahwa dana peserta/premi, bukanlah milik perusahaan, jadi bila peserta berhenti
atau ingin meminta kembali dana tersebut, perusahaan tidak bisa menghalanginya, dan bagi pesrta status
yang berlaku selama ini, karena dana itu adalah miliknya. Hanya saja keuntungan investasi dana yang
dikelola perusahaan itulah yang akan dibagi dengan sistem mudharabah (bagi hasil).

Justru itulah dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan , tidaklah memakai aqad “tabaduli” (jual
beli), dan aqad mu’awadhah (pertukaran)tapi menggunakan aqad “Takafuli” (tolong menolong). Jadi salah
satu perbedaan konkrit dengan sistem non syari’ah adalah penggunaan aqad ini, karenanya Takaful
sangat tepat bila dinyatakan sebagai alternatif dan pengganti atas pola asuransikonvensional yang masih
menerapkan aqad pertukaran dan aqad tabaduli (jual beli).

Fenomena sistem Takaful memang unik di tengah sistem kapitalis dan individualis yang berkembang,
sehingga sistem ini secara finansial memungkinkan memperoleh manfaat yang jauh lebih baik, dan yang
paling perlu semangat solidaritas antara sesama peserta terjalin erat dengan adanya iuran kebjaikan
(tabrarru), dengan demikian sistem bagi hasil dan Tabarru, secara otomatis memerlukan transparansi
dalam pengelolaan dana dan status penggunaan dana. Adapun manfaat secara bsnis yang diharpkan
pengelola (perusahaan) adalah surplus dana yang ada, serta dana pengelolaan tahun pertama saja, yang
secara terbuka disepakati untuk diambil dari premi/dana peserta.

Oleh sebab itu tidak ada alasan bahwa seseorang yang menjadi petugas asuransi menjadi nista, atau
dianggap tabu, karena tunjangan bisnis yang diberikan kepada agen/petugas (khusus di Takaful)
bersumber dari dana pengelolaan itu.

Konsep dasar Takaful


Asuransi Syariah 16
Takaful dalam menjalankan usahanya bertujuan memberikan perlindungan kepada peserta yang
bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau penerima hibah, wasiat,bilamana
peserta tersebut meninggal dunia. Selain itu sebagai tabungan atau menjadi dana persiapan, bilamana
mendapatkan kesulitandana, akibat sakit, kecelakaan maupun karena sebab lainnya.

Karena itu Takaful menerapkan konsep dasar antara lain:


1. Saling bertanggung jawab, dimana sesama peserta mampu merasakan bahwa antara satu dengan
lainnya bersaudara. Rasulullah SAW mencontohkan persaudaraan itu seperti tubuh manusia, yang
apabila satu sakit, yang lain ikut merasakannya dan berupaya menyembuhkannya.
2. saling bekerja sama dan saling membantu, artinya sesama peserta harus semakin meningkatkan
kepeduliannya dalam upaya meringankan beban saudara yang lain. Nabi SAW mengajarkan bahwa siapa
yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya, Allah akan meringankan kebutuhan hidupnya. Jadi
dengan bertakaful, diharapkan azas kebersamaan akan tercipta dengan sendirinya, sehingga komitmen
saling membantu benar-benar tercipta.
3. saling melindungi, dimana semua peserta harus berprinsip bahwa tidak sempurna iman seseorang
yang dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, sedang tetangganya menderita kelaparan. Artinya
komitmen membela dan saling mensejahterakan sangatlah diharapkan tercipta melalui kepesertaannya di
Takaful.

Ketiga konsep ini tidak akan dapat dilaksanakan, bila nilai taqwa dan iman yang kokoh serta niat ikhlas
belum meresap secara mendalam pada semua peserta dan pengelola Takaful.

Pada dasarnya konsep ini ada pada asuransi konvensional, namun dalam aplikasinya masih mempunyai
kekurangan, di antaranya unsur-unsur al-gharar, maisir dan ribawi masih terasa akrab dalam
pelaksanaannya. Karenanya konsep dasar ini harus bermuara pada operasional pelaksanaannya,
sehingga komitmen saling menolong, melindungi dan bertanggung jawab benar terlaksana.

Pengembangan Asuransi Takaful ke depan

Untuk memasyaratkan serta memperluas jaringan Takaful, tentu memerlukan partisipasi aktif seluruh
lapisan masyarakat, terutama Ulama, Tokoh adat, Pemuka masyarakat, Cendekiawan, Politisi, Ekonom
serta para pendakwah/Khatib, sebab untuk memulai pengembangan bisnis asuransi apapun, yang paling
dominan adalah menumbuhkan kepercayaan umat. Sebab bisnis ini adalah saling mempercayai. Selama
ini masyarakat merasa tabu, antipati terhadap asuransi bukanlah disebabkan alasan syar’i saja, atau
kondisi ekonomi, dan latar belakang pendidikan, tapi lebih dominan disebabkan pengaruh sikap
ketidakjujuran sebahagian besar pelaku bisnis asuransi, yang lebih mengedepankan keuntungan sepihak
(perusahaan), sehingga seolah-olah masyarakat hanya sebagai perahan belaka.

Dari pengalaman Takaful selama ini ternyata sistem kemitraan dengan lembaga umat, seperti ICMI,
perpustakaan masjid, muhammadiyah, nahdhatul ulama, persis, al-washliyah, pengelola ta’lim, koperasi
serta bpr/bmt syari’ah dll., sangat memberi peluang apalagi kemitraan tersebut dimodifikasi lebih apik dan
baik lagi.

Saat ini Takaful mengembangkan sistem outsourching, dimana sebahagian proses kerja Takaful
diserahkan pada pihak lain, dengan mengedepankan konsep win win, sehingga diharapkan seluruh
Lembaga Syari’ah, perusahaan serta siapa saja yang bersedia (muslim), menjadikan Takaful sebagai
mitranya.
Target yang diharapkan dengan sistem ini adalah memberikan kesempatan untuk perluasan pasar dan
jaringan pemasaran, membuka lebih luas lapangan pekerjaan, lebih memasyarakatkan bisnis asuransi
bersyari’ah, serta menciptakan suasana ukhuwah yang lebih optimal. Setidaknya konsep ini memberikan
pengaruh pada persepsi umat untuk lebih berani mengenal Takaful, menjadikan sebagai buah bibir
sekaligus menjadi buah hati umat, sehingga setiap daerah malah kecamatanpun ada Takaful.

Penutup

Tumbuh dan berkembangnyaTakaful akan sangat tergantung pada respons umat, artinya perkembangan
Takaful sesungguhnya sangatlah menjanjikan bila seluruh kita sama-sama menjadikannya sebagai solusi
dan alternatif dalam memenuhi keinginan berasuransi. Konsep syari’ah yang menjadi asas perusahaan
memang diharapkan dapat menghilangkan unsur riba, maisir dan gharar, sehingga setiap peserta Takaful
dan umat Islam merasakan bahwa unsur tersebut berubah dengan nilai syari’ah yang sebenarnya.

Sikap peduli dan saling mempercayai, membantu dan melindungi sangat menonjol terutama dapat
dirasakan dampaknya tidak hanya untuk sesama peserta tapi untuk kesejahteraan umat. Umat Islam
diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam memajukan sistem syari’ah di negeri mayoritas ini,
tentunya bukan hanya dalam hal berasuransi, dan perbankan lainnya, tapi juga dalam meningkatkan
kualitas umat Islam.

Kemiskinan iman, ilmu, miskin persaudaraan harus diselesaikan dengan menghidupkan konsep jihad,
ukhuwah, asamuh dan dawam terhadap upaya memajukan umat.
Konspirasi sekuler , marxisme, dan sejenisnya yang bercita-cita memojokkan simbol dan nilai Islam wajib
ditantang dengan konsep aqidah tauhidullah dan intelektualitas, serta dibarengi upaya kepedulian
masalah penderitaan kaum dhu’afa, faqir miskin, dan ini membuktikan bahwa nilai ajaran Islam sebagai
addin yang universal.
Asuransi Syariah 17
Stabilitas ekonomi yang masih belum pulih harus ditertibkan oleh umat ini dengan mengenmbangkan
sikap amanah, saling toleransi, menghilangkan negatif thinking, berubah menjadi ihsan, berakhlak
Rasulullah SAW.

Sejarah membuktikan bahwa dengan nilai amanah, berniat benar, berkaa benar, kesuksesan Islam
mampu menerobos dunia, semua ini terangkum dalam kata : Akhlaqul karimah. Krisi hari ini bukanlah
diakibatkan semata-mata krisi ekonomi, tapi lebih penting adalah krisis akhlak, moral, krisis amanah,
sehingga kebohongan dan kepalsuan bermunculan di mana-mana. Ingatkah kita bila kebohongan telah
berjalan, maka kebohongan pertama itu akan diiringi kebohongan berikutnya, sehingga manusianyapun
hidup dalam serba kebohongan, dan itulah masyarakat penuh kemunafikan.

Kondisi ini tidak boleh berlarut-larut, semua kita wajib merubahnya dengan cara menempuh persaudaraan
dan saling mempercayai, menghapus prediksi syubuhat atau pikiran negatif secepatnya, selain itu upaya
membekali nilai kejujuran bagi generasi ini wajib dimulai dari setiap pribadi, sehingga kita berani menjadi
teladan bagi anak serta keluarga.

Takaful dan Kemajuan Umat


16/01/2001 - Asuransi Syariah

Tulisan: Drs KH Didin Hafidhuddin MSc & Drs H Masyhuril Khamis SH


Sumber: Republika

Islam sebagai ad-din telah mendidik umatnya agar selalu hidup produktif dan penuh vitalitas kerja dan
amal. Hal ini bermakna bahwa Islam, bukan agama orang pemalas, tapi justru sebaliknya umat Islam
dipacu untuk mencari kebahagiaan hidup akhirat dengan tidak melupakan kebahagiaannya di dunia. Ini
terbukti dengan disyariatkan zakat, haji serta dianjurkannya bershadaqah dan untuk itu perlu harta dan
material. Hal itu didapatkan melalui usaha dan kerja keras yang dilandasi iman, kejujuran serta ilmu
pengetahuan (QS 12:55).

Begitulah Islam menata umatnya agar selalu berbagi rasa dengan orang lain, dapat pula membagi waktu
antara kepentingan dunia dan akhirat, dan ini merupakan keuniversalan ajaran Islam. Untuk itu,
sebenarnya umat Islam perlu mencari dan mengumpulkan harta, perlu jabatan yang strategis. Dan tanpa
nilai ajaran Allah SWT, pasti manusia hilang kendali hidup dan akhirnya mendapatkan kesesatan. Selain
itu kita juga diingatkan agar selalu ''menabung'' ibadah demi kepentingan akhirat. Justru itu kita
diharuskan untuk selalu adil dalam jabatan, ikhlas dalam menerima dan memberi nikmat Allah dan
berlapang hati atas seluruh karunia-Nya serta jujur pada setiap tindak perbuatannya.

Karena perlunya keseimbangan hidup dunia dan ukhrawi, maka kita harus senantiasa menjadikan kerja
memenuhi kebutuhan hidup ini sebagai ibadah dan dilandasi oleh niat mencari ridho Allah. Dengan
demikian dapat mendorong kita untuk selalu optimis pada setiap tindakan produktif pada setiap hasil
kerja, pada gilirannya jadilah sebagai tabungan amal menyongsong hari kemudian.

Begitulah dalam menata hidup kita selalu membagi kepentingan antara dunia dan akhirat. Agar hidup
penuh arti, mendapat barokah dan rahmat Allah SWT (QS 7:96).
Karena itulah setiap pemanfaatan harta harus sesuai dengan perintah-Nya sehingga nikmat dapat
mendatangkan manfaat bagi kita, juga bagi orang lain, yang pada gilirannya kita pun dapat menempatkan
kehidupan yang seimbang antara keperluan material dunia, serta kebutuhan rohaniah ukhrawi.

Lembaga ekonomi syariah


Melihat perlunya umat Islam memanfaatkan seluruh potensi harta yang dianugerahkan Allah SWT agar
tidak sia-sia, atau tidak dimanfaatkan pada proporsi sebenarnya, maka salah satu upaya untuk itu
didirikanlah berbagai bentuk sistem lembaga ekonomi syariah.
Hal ini sebagai relevansi dampak berdirinya bank syariah dan sebagai jawaban alternatif bagi umat yang
alergi dengan sistem bank konvensional.

Pada dasarnya perkembangan bank syariah tidaklah kalah dari bank konvensional yang mengandalkan
suku bunga. Namun, problema yang muncul adalah sangat sedikit sekali umat yang berminat
menanamkan modalnya pada bank syariah. Barangkali hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan umat
tentang bagaimana sistem perbankan Islam yang sebenarnya, atau karena minimnya promosi. Selain itu
juga telah berdiri reksadana syariah, baitul maal wat tamwil (BMT), dan insya Allah pegadaian dengan
sistem syariah.

Kondisi ini harus didukung SDM (sumberdaya manusia dan sumberdaya material). Bagi kita yang memiliki
harta, tentunya perlu memikirkan sekaligus memanfaatkan peluang ekonomi umat ini, sebagai upaya
memperbaiki sistem ekonomi kita.

Takaful
Demikian pula dalam bidang perasuransian, Yayasan Abdi Bangsa beserta Bank Muamalat Indonesia
serta sejumlah pengusaha Muslim secara bersama-sama mendirikan asuransi syariah ''Takaful'' yang
diresmikan pendiriannya 25 Agustus 1994 oleh Menteri Keuangan RI dan saat ini telah berdiri cabangnya
di seluruh Indonesia.
Asuransi Syariah 18
Takaful secara bahasa, akar katanya berasal dari Kafala-yakfulu-Kafaalatan, artinya menanggung.
Kemudian dari Mujarrad dipindahbabkan ke tsulatsi maziid dengan menambah Ta, sebelum Fa fi'il dan
Alif setelahnya, maka menjadi Takaafala Yataakaaful-Takaafulan. Perpindahan bab dengan menambah
Ta dan Alif seperti tersebut di atas dalam Ilmu Sharaf menelorkan pengertian yang satu menanggung
yang lain dengan berbagi cara, antara lain dengan membantunya, apabila ia amat membutuhkan bantuan,
terutama bila yang bersangkutan ataupun keluarganya ditimpa musibah.

Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan tolong-menolong secara teratur sedemikian rupa,
keteraturan dan rinciannya antara sejumlah orang bila semuanya akan tertimpa bahaya dan kesukaran,
sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang di kalangan mereka, semuanya ikut membantu
menghilangkan atau meringankannya, dengan cara memberikan bagian yang tidak menyulitkan masing-
masing guna menghilangkan bencana tersebut.

Bermuamalah dengan Takaful, pada ulama besar peringkat internasional abad ini seperti Majma' Fighil
Islaamy, Mekkah, Saudi Arabia, Abu Zahra, Yusuf Al Qardhawy condong berpendapat bahwa hukumnya
adalah Mubah, selama tidak mengandung unsur Gharar. Gharar secara lughawi berarti penipuan yaitu
ketidakjelasan, baik ketidakjelasan itu pada persentase, kepastian dapat, ataupun kepastian waktu
mendapatkannya, tidak mengandung maisir, yaitu untung-untungan untuk mendapatkannya, di mana
kalau nasibnya baik, ia akan mendapat bagian dan kalau nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi
yang sudah dilunaskannya itu akan melayang semuanya. Tak ada unsur Ribaa, yaitu mendapat
tambahan jumlah dengan tanpa ada imbalan yang sah, ataupun keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila
salah satu dari tiga unsur itu terdapat pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, maka hukum perjanjian itu
adalah haram walaupun namanya baik, halal dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kesemua unsur
tersebut tidak ada di dalamnya, maka hukumnya adalah sah, atau mubah, meskipun namanya asuransi,
Takmiin, atau Takaful.

Berdirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa Islam mempunyai sistem asuransi yang tentunya
secara operasional berbeda dengan asuransi konvensional lainnya. Salah satu kiat yang dikembangkan
Takaful adalah prinsip tolong-menolong, di mana setiap pemegang polis wajib memberikan derma untuk
keperluan dana tolong menolong, serta untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan
kepada semua peserta di samping mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan
bersama. Yang perlu diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan atau Dewan Pengawas Syariah
seperti yang ada pada bank Islam. Keberadaan dewan ini dipandang mutlak, untuk mengawasi
penggunaan dan pendistribusian dana yang diperoleh serta mensahkan produksi yang akan dipasarkan
serta tata cara pemasaran di lapangan.

Takaful barangkali keberadaannya masih belum diperhitungkan. Namun, kehadiran lembaga ini setidak-
tidaknya dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Karena
itu lembaga ekonomi syariah tidak akan sukses, bila umat Islam di negara ini masih lebih percaya pada
keberadaan milik orang lain, daripada memperbaiki, membesarkan apa yang seharusnya layak kita
besarkan.

Selain lembaga ekonomi ini, tentunya peranan Bazis sangat perlu mendapat perhatian kita, di mana
lembaga ini pun harus berani mengikuti sistem perbankan Islam. Namun, Bazis sebagai lembaga
penerima dan pendistribusi harta kepada umat yang berhak, tentunya tidak boleh kaku pada ketentuan
haul dan nisab saja. Ia harus pula berani menjemput dan menggulirkan bola, sebab untuk mengajak umat
memasukkan zakatnya ke lembaga Bazis bukanlah pekerjaan mudah.

Yang paling perlu tentunya bagaimana menjadikan Bazis menjadi mitra lembaga ekonomi umat, sehingga
umat melihat dengan jelas hasil dari pendistribusian zakat yang mereka berikan. Untuk itu perlulah bagi
kedua lembaga itu membuka diri, sehingga Bazis sebagai penerima zakat, infaq, dan shadaqah sedang
bank syariah dan reksadana syariah serta BMT sebagai tempat deposit, menabung dan investasi serta di
Takaful kita berasuransi dan berinvestasi.

Sebagai konsekuensi menyahuti lembaga ekonomi syariah ini, kita mengajak umat untuk mencintai dan
mendukung keberadaannya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Dan lembaga ini
hendaklah terbuka dan jujur kepada umat, dengan demikian perbaikan kehidupan umat ini pun sedikit
demi sedikit dapat kita tingkatkan.

Partisipasi juru dakwah


Secara nyata kehadiran lembaga ekonomi umat belumlah mendapat sambutan meriah dari masyarakat
Muslim. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat yang telanjur kurang yakin atau masih lebih suka
pada lembaga konvensional yang menawarkan sistem bunga dan iming-iming undian, yang menggiurkan,
dan ini perlu mendapat perhatian dari para pengelola lembaga dakwah. Justru itu sudah saatnya pimpinan
ormas Islam (Al-Washliyah, Muhammadiyah, NU, Dewan Masjid Indonesia, Dewan Dakwah Islam
Indonesia serta ormas lainnya) lebih memfokuskan programnya pada pemberitaan/informasi tentang
sistem ekonomi syariah. Begitu juga kepada para dai agar selalu menyampaikan dakwah dengan selalu
menjelaskan kelebihan sistem ekonomi Islam, dengan begitu akan semakin mapanlah lembaga ekonomi
umat ini. Masih banyak persepsi masyarakat yang mengindentikkan bunga dengan bagi hasil, atau
mereka sering mempertanyakan manajemen pengelolaannya, padahal pada lembaga konvensional tidak
pernah dipertanyakan. Hal ini menunjukkan asingnya sistem syariah pada masyarakat kita. Penutup
Karena itu peran lembaga dakwah di samping mendirikan dan bermitra dengan lembaga ekonomi syariah,
penyampaian informasi secara profesional sangat penting untuk mendukung kesuksesan gerakan
ekonomi umat, sehingga pola pikir dan kerja umat semakin mengacu pada kemajuan perekonomian serta
Asuransi Syariah 19
kejamaahan umat. Karenanya kita tidak perlu meragukan sistem bank syariah, reksadana syariah, BMT,
Takaful serta usaha-usaha koperasi masjid, apalagi mencurigainya. Untuk itu bertanyalah langsung
kepada pengelola lembaga-lembaga ini sehingga kita mendapat penjelasan akurat  

Prospek Bisnis: Asuransi Syariah Takaful


24/04/2001 - Asuransi Syariah

Oleh: Ir. Agus Haryadi, ASAI, AAAI-J

Catatan Redaksi
Artikel ini merupakan artikel lama (ditampilkan pada saat-saat awal tazkia.com), namun karena
permintaan beberapa netter artikel ini kami tampilkan kembali. terima kasih.

Mengapa Asuransi Syariah di Indonesia Merupakan Peluang Bisnis yang Prospektif?

Karena, seiring dengan perkembangan ke arah stabilitas politik dan ekonomi, dengan jumlah penduduk
lebih dari 180 juta jiwa, Indonesia merupakan salah satu portofolio investasi yang mulai kembali dilirik
para investor manca negara. Kenyataan bahwa sekitar 90% penduduk beragama Islam dan bahwa
kesadaran untuk mengekspresikan identitas kemuslimannya semakin meningkat, telah menjadi potensi
pasar yang besar. Sebagai contoh, usaha di bidang makanan dan minuman berlabel halal, pakaian dan
asesori muslim dan muslimah, perjananan haji dan umroh, pendidikan dan publikasi Islami, meningkat
dengan pesat dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini.

Di lain pihak, sebagian ummat Islam memerlukan jaminan bahwa segala interaksi muamalah yang
dilakukannya dalam upaya mencapai kesejahteraannya, sesuai dengan syariah.

Kebutuhan akan lembaga keuangan Islami bertambah kuat seiring dengan berkembangnya sektor industri
jasa keuangan secara umum. Untuk memenuhi permintaan ummat tersebut, diperlukan lebih banyak bank
dan asuransi syariah. Kehadiran lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya dapat memacu persaingan
yang sehat, yang akan meningkatkan kualitas produk dan pelayanan.

Bagaimana Analisa Peluang dan Tantangan Industri Asuransi di Indonesia Saat Ini?

Karakteristik

Sebagai sebuah lembaga jasa keuangan, bisnis asuransi jiwa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Merupakan bisnis kepercayaan. Integritas sumber daya insani yang terlibat di dalamnya merupakan   
faktor utama.
2. Bukan merupakan kebutuhan dasar pribadi. Diperlukan upaya khusus untuk meyakinkan calon   
peserta/kastemer.
3. Tergantung kepada kondisi ekonomi nasional. Perkembangan bisnis asuransi biasanya seiring dengan
perkembangan ekonomi nasional. Bisnis asuransi mendukung perkembangan ekonomi nasional.
Kegiatanpemasaran asuransi menciptakan lapangan kerja yang luas. Dana yang terkumpul dari premi
diinvestasikan kembali pada berbagai sektor usaha lain.
4. Merupakan produk nirwujud. Harus bersifat mudah dimengerti dan menarik.
5. Memungkinkan untuk dipasarkan bersama dengan atau merupakan bagian dari produk atau jasa lain,
terutama dengan jasa perbankan dan perjalanan/wisata.
6. Memiliki fungsi sosial, karena manfaat sangat dirasakan oleh mereka yang mendapat santunan.
7. Merupakan manfaat jangka panjang. Beberapa jenis polis asuransi dapat meliputi jangka waktu 30
tahun, rata-rata 12 tahun.
8. Sangat diatur. Pemerintah sangat peduli terhadap kepastian perlindungan bagi pemegang polis.

Daur Hidup Industri

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, nampaknya daur hidup bisnis asuransi di Indonesia sampai saat ini
masih berada pada tahap perkembangan. Pertumbuhan yang tinggi baik dalam jumlah perusahaan
maupun jumlah pemegan polis, serta promosi yang sangat aktif merupakan indikasi tahap ini. Asuransi
kira-kira berada pada tahap yang sama dengan industri pasar modal dan setahap di belakang industri
perbankan.
Sementara itu, asuransi syariah (takaful) masih berada dalam tahap perkenalan. umumnya, industri pada
tahap ini masih memperkenalkan disain produk dasar, konsumen masih harus diyakinkan untuk membeli
produk. Biaya pemasaran untuk membangun pengetahuan konsumen relatif masih tinggi.

Kecenderungan

Dewan Asuransi Indonesia melaporkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini kecenderungan industri
asuransi jiwa di Indonesia adalah:
· Konsumen lebih menyukai produk yang bersifat tabungan dibanding dengan jaminan perlindungan
murni.
· Peningkatan layanan jasa purna-jual, sehingga menurunkan pemutusan polis sebelum jatuh tempo dan
meningkatkan pendapatan premi lanjutan.
· Peningkatan kualitas agen pemasaran yang direkrut oleh perusahaan asuransi asing/gabungan.
Produksi premi per agen meningkat.
· Jumlah pemegang polis meningkat lebih dari 10% dari populasi, namun sebagian besar termasuk dalam
Asuransi Syariah 20
polis kumpulan dan terkonsentrasi pada 4 perusahaan besar.
· Pengembangan metoda distribusi, seperti melalui 'bancassurance' dan 'direct mail'.
· Peningkatan peranan agen pemasaran menjadi seperti penasehat keuangan tidak hanya sebagai
perantara saja.

Dengan menganalisa kecenderungan tersebut, tampak bahwa pasar di negara maju sudah jenuh.
Sedangkan di negara berkembang masih terbuka luas. Kemudian, peningkatan kesadaran konsumen
terhadap haknya serta ketersediaan pilihan yang paling sesuai telah memacu perusahaan asuransi untuk
senantiasa meningkatkan pelayanannya agar tetap mampu bersaing secara sehat. Selanjutnya,
perubahan pola hubungan kerja pada masa ini telah membuat orang merasa perlu untuk menjaga
kepastian adanya penghasilan ketika keaadan tiba-tiba berubah sulit, maka produk bersifat tabungan
lebih disukai. Demam globalisasi juga mempercepat hubungan bsinis internasional dan investasi di
berbagai sektor dan aspek usaha. Terakhir, sistem informasi merupakan kunci keberhasilan bisnis masa
kini, terbukti bahwa sampai saat ini empat besar yang menguasai informasilah yang menguasai pasar.

Peluang Pasar

Sebagaimana disebut di atas, ada lebih dari 180 juta Muslim di Indonesia dan kesadaran akan
keislamannya terus meningkat, merupakan peluang pasar yang lebar. Permintaan terhadap kehadiran
lembaga keauangan syariah di berbagai tempat terus meningkat. Krisis ekonomi dalam dua setengah
tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa Indonesia memerlukan konsep lain dalam menata
perekonomiannya. Lembaga ekonomi syariah adalah pilihan yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan pasar, di samping juga mendidik masyarakat, diperlukan lebih banyak bank syariah,
- dan kini telah mulai bermunculan-, serta asuransi syariah sebagai 'counterpart'nya. Kehadiran lembaga
keuangan syariah baru akan memacu persaingan yang sehat untuk pengembangan kualitas yang pada
akhirnya akan menguintungkan bangsa dan negara.
Persaingan.

Pada saat ini, jumlah perusahaan asuransi jiwa di Indonesia ada 53. Salah satunya adalah PT Asuransi
Takaful Keluarga yang merupakan satu-satunya perusahaan asuransi jiwa syariah di Indonesia sampai
saat ini. Tabel 1 menunjukkan daftar perusahaan asuransi jiwa secara alfabet. Tiga dari empat
perusahaan terbesar adalah milik negara, yang keempat masih berhubungan dengan program
pemerintah. Mereka memiliki 'captive market' atau pangsa pasar yang berkaitan dengan pemerintah. Dua
diantaranya adalah perusahaan kawakan yang telah ada sejak jaman kolonial Belanda. Yang menarik
dalah bahwa PT Asuransi Takaful Keluarga ternyata mampu menyisihkan 42 perusahaan lain yang sudah
jauh lebih lama beropersi (Tabel 2).

Peraturan Pemerintah.

Asuransi termasuk bisnis yang diatur secara ketat. Maksud pemerintah adalah untuk melindungi
konsumen dari kemungkinan terjadinya kecurangan perusahaan. Adanya batas rasio modal terhadap
premi terkumpul telah menyebabkan beberapa perusahaan masuk dalam kategori insolvent. Saat ini
modal dasar perusahaan asuransi baru minimal harus Rp 100 milyar.

Peraturan pemerintah yang masih menjadi kendala bagi asuransi syariah adalah dalam hal lahan
investasi. Perusahaan asuransi dilarang berinvestasi di pasar modal luar negeri. Kondisi itu membatasi
kesempatan perusahaan untuk diversifikasi resiko dan kemungkinan mendapatkan keuntungan lain.
Untuk asuransi syariah, simpanan berjangka / deposito hanya boleh pada bank syariah. Di Indonesia
belum ada pasar uang syariah.

Kesimpulan

Sebagaimana halnya lembaga keuangan lain, diperlukan tiga unsur pokok dalam pengembangan bisnis
asuransi syariah, yaitu:
1. Adanya sumber daya manusia yang profesional dan mempunyai komitmen keislaman yang tinggi.
2. Tersedianya modal yang memadai.
3. Dapat diterapkannya sistem operasi yang sesuai.

Sedangkan beberapa faktor yang mendukung perlunya pendirian perusahaan asuransi syariah yang baru
adalah:
· Peningkatan permintaan sehubungan dengan optimisme perbaikan ekonomi.
· Peningkatan kesadaran untuk mengikuti aturan syariah dalam interaksi ekonomi.
· Keunggulan sistem mudharabah (bagi-hasil) dan tabarru (Tabel 3)
· Konsep pemasaran yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan perusahaan.

Tabel 1. List of Life Insurance Company in Indonesia


No Name of Company No Name of Company
1 Adisarana Wanaartha 27 Jiwasraya
2 AIA Indonesia 28 Koperasi Asuransi Indonesia
3 Allianz Aken Life 29 Lippo Life
4 AMP Panin Life 30 Mantari Mulia Sejahtera
5 Asih Great Eastern 31 Mira Life
6 Aspac Life 32 Modern Sunlife
Asuransi Syariah 21
7 Astra Jardine CMG Life 33 Mukjizat Utama
8 Bakrie Life 34 Nabasa Life Insurance
9 Berkah Harda Santosa 35 Namura Tatalife
10 Binadaya Nusa Indah 36 Niaga Cigna Life
11 Binasakti Sejahtera 37 Ongko Life Insurance
12 Bringin Jiwa Sejahtera 38 Panin Life
13 Bringin Putra Sejahtera 39 Pasaraya Life
14 Buana Putra 40 Principal Egalita Indonesia
15 Bumi Asih Jaya 41 Prudential Bancbali Life
16 Bumiarta Reksatama 42 Rama Life
17 Bumiputera 1912 43 Sewu New York Life
18 Bumiputera John Hancock 44 Simas Lend Lease Life
19 Central Asia Raya 45 Staco Raharja
20 Century Lifindo Perdana 46 Takaful Keluarga
21 Danamon Aetna Life 47 Tata International Life Assurance
22 Dharmala Manulife 48 Tempo National Life
23 Eka Life 49 Tugu Mandiri
24 Inda Tamporok Life 50 OUB Life Sun Assurance
25 Indolife Pensiontama 51 Winterthur Life Indonesia
26 Intan Life 52 Zurich PSP Life

Tabel 2. Ranking of policyholder

Rank Number Name of Company Number of Policyholder


1 Bringin Jiwa Sejahtera 6,766,345
2 AJB Bumiputera 1912 4,789,062
3 Jiwasraya 3,010,210
4 Koperasi Asuransi Indonesia 2,423,672
10 Asuransi Takaful Keluarga 150,107
Total 53 Companies 20,380,574

Tabel 3. Profit-Sharing Insurance Fund

No Name of Fund Usage Portion


1 Shareholders Fund -- Pre-operating expenses, initial costs, and fixed -- 10 - 15%
(SHF) assets.
-- 85 - 90%
-- Principal investment, such as time-deposits at
bank, equity on stock-market, unit trust, direct
investment. -- 100%, the surplus shall
be re-accumulated to the
-- The return of investment shall cover all the principal.
overhead costs disbursed by the company.
2 Policyholders Fund -- The first year premium shall be deducted to -- 30 - 40%
(PHF) cover customers' care expenses, incl. Marketing
incentives, outlet opening, promotion. 

-- The annual premium shall be deducted to -- 7 - 17%


accumulate 'tabarru' (collective) fund.
-- 43 - 63% of the first year
-- The rest of the fund shall be invested prudently premium,
yet to gain an optimal profit.
-- 83 - 93% of the
-- The principal of the invested fund shall be consecu-tive /renewals
booked into the policyholder's account. premium.

-- The yield of investment is subject to distribute -- 100% of the principal.


between policyholders and company      60% for the
(shareholders), in an agreed profit-sharing basis. policyholders
     40% for the
shareholders
3 Tabarru Fund -- The fund is to provide the intention of -- The surplus of the fund
policyholders to reciprocally guarantee each shall accumulate to an
other. To cover payable claims.    unlimited amount. This will
in turn reduce the
customers' care deduct-
ion, and eventually will
increase the return of PHF
investment.
Asuransi Syariah 22
Analisa SWOT Asuransi Syariah Baru di Indonesia

Peluang

Beberapa faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek Asuransi Syariah adalah :
· Keunggulan konsep Asuransi Syariah dapat memenuhi peningkatan tuntutan "fairness'/ rasa keadilan
dari masyarakat.
· Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang.
· Meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khsususnya pada
masyarakat golongan menengah.
· Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi ummat.
· Tumbuhnya lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya seperti bank dan reksadana.
· Kompetitor dalam bisnis asuransi syariah ini masih sedikit.
· Berlakunya undang-undang otonomi daerah yang akan memacu perkembangan ekonomi daerah.
· Kebutuhan meningkatkan pendidikan (anak)
· Meningkatnya resiko kehidupan
· Meningkatnya bea-bea kesehatan (harga obat dll)
· Menurunnya rasa "tolong-menolong" di masyarakat (tidak membudaya lagi)
· Globalisasi (teknologi internet sebagai penunjang bisinis)
· Adanya UU Dana Pensiun
· "Employee Benefits" sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekrutmen karyawan

Ancaman/Tantangan

Sedangkan faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi perkembangan Asuransi Syariah
di Indonesia adalah :
· Globalisasi, masuknya asuransi luar negeri yang memiliki: kapital besar dan teknologi yang lebih tinggi
sehingga membuat premi asuransi yang lebih murah
· Asuransi konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih efisien.
· Langkanya ketersediaan SDM yang "qualified" dan memiliki semangat syariah
· Citra lembaga keuangan syariah belum mapan di mata masyarakat, padahal ekspektasi masyarakat
terhadap LKS sangat tinggi.
· Sarana investasi syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan
Asuransi Syariah.
· Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur asuransi syariah.
· Budaya suap dan kolusi dalam asuransi kumpulan (group insurance) masih kental.
· Alokasi pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat terbatas, hal ini tampaknya berkaitan
dengan masalah sosialisasi asuransi dan pengalaman berasuransi.

Kekuatan

Dalam upaya pengembangan operator Asuransi Syariah baru di Indonesia, yang dapat menjadi kekuatan
positif adalah sebagai berikut:
· Tenaga kerja profesional/ sumberdaya manusia inti yang kompeten dan memiliki integritas moral dan
ghirah Islam, yang berada dalam sebuah serta sebagai 'team-work' yang solid.
· Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
· Kelompok Pemegang Saham mampu mengusahakan "captive market" awal.
· Kelompok Pemegang Saham diharapkan memiliki potensi 'network' yang bisa diintegrasikan dengan
sistem yang dimiliki 'professional team work'.
· Kelompok Pemegang Saham diharapkan memiliki infra-struktur teknologi dan potensi tenaga ahli
(misalnya: fund manager).
· Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang memenuhi syarat syariah mampu memberi rasa aman kepada
peserta Asuransi Syariah, selain unsur duniawi semata.
· Adanya unsur dakwah.
· Produk asuransi bersifat transparan (berkeadilan).

Kelemahan

Namun demikian, sistem Asuransi Syariah dan 'core team' Asuransi Syariah baru ini memiliki beberapa
kelemahan yang masih dalam tahap peningkatan, yaitu:
· SDM pendukung (lapisan kedua, dst.) belum banyak memahami bisnis syariah
· Dalam hal pemasaran, alternatif distribusi relatif masih terbatas dibanding pola konvensional.
· Kompleksitas dalam administrasi syariah (misalnya: perhitungan bagi hasil dan tingkat hasil investasi)
memerlukan dukungan sistem yang handal.
· Permodalan yang terbatas akan mempengaruhi:
- Sistem/teknologi pendukung manajemen.
- Strategi bisnis
- Ketersediaan infra struktur (internal , external, customer support, etc.)
· Apabila Pemegang Saham kurang menghargai pentingnya investasi di bidang IT sebagai "modeling
tools" dan "administrasi tools".
· Pengalaman langsung/penerapan model terhadap bisnis riil belum cukup (baru pada tahap teoritis).
· Lemahnya "public relations" untuk mengkomunikasikan keunggulan LKS (idealnya beralih dari "short-
term/hit&run marketing" menjadi "long-term marketing/ customer relationship")
Asuransi Syariah 23
 

Agar Nasabah Kian Betah


18/10/2003 - Opini Anda

Tulisan Oleh : Budi Setyanto (Mahasiswa Pascasarjana, PSKTTI - Ekonomi dan Keuangan Syariah - UI)

Barangkali kredo berikut ini dipahami benar oleh mereka yang bergerak di industri jasa keuangan,
termasuk lembaga keuangan syariah. “Mencari nasabah adalah pekerjaan sulit, namun
mempertahankannya ternyata jauh lebih sulit lagi.” Hanya nasabah yang terpuaskan oleh pelayanan
sajalah yang akan tetap bertahan sebagai nasabah.

Untuk mempertahankan nasabah jelas perlu kerja keras. Salah satu faktor kunci mempertahankan
nasabah adalah, ada pada mereka yang dikenal sebagai financial planner (perencana keuangan).
Merekalah yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan nasabah. Bila mereka mampu berhubungan
baik dengan nasabah, mampu memberikan pelayanan par excellence, maka bisa dipastikan nasabah
akan lengket di perusahaan jasa keuangan itu.

SDM dengan klasifikasi semacam itu harus bisa dihadirkan oleh perusahaan yang bergerak dalam industri
jasa keuangan. Mereka harus diciptakan, direkrut dan dilatih, selanjutnya diberi imbalan yang baik.
Dengan demikian mereka akan mampu menghasilkan nasihat keuangan yang bermutu, pada semua
aspek keuangan dari nasabahnya. Mereka menjalankan perencanaan keuangan dengan sangat hati-hati
dan cermat, dan eloknya, lebih memperhatikan sisi kebutuhan nasabah.

Dalam satu survei yang diselenggarakan oleh Jobs Rated Almanac, AS, financial planner ini menduduki
posisi sebagai profesi yang paling favorit di AS saat ini. Pengertian favorit di sini mengacu pada
pendapatan yang mereka peroleh, rasa aman dan kondisi kerja yang mereka hadapi, juga
pertumbuhannya. Para perencana keuangan itu menggunakan proses perencanaan keuangan untuk
menolong nasabah dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Mereka akan membuat gambaran besar
situasi keuangan nasabahnya, selanjutya memberikan rekomendasi perencanaan keuangan yang tepat
untuk nasabah tersebut.

Bantuan yang mereka tawarkan bisa dari bagaimana memilih asuransi sampai dana pensiun. Bisa juga
hanya untuk satu tujuan khusus meski tetap dalam konteks situasi keuangan nasabah secara
keseluruhan. Pendekatan menyeluruh inilah yang membedakan profesi perencana keuangan dibanding
penasihat keuangan yang ada selama ini. Bagian terpenting dari konsep kerja mereka adalah
mengembangkan perencanaan yang terkoordinasi untuk seluruh kebutuhan keuangan seseorang
berdasarkan tujuan keuangan total mereka.

Nah, bagaimana memandang profesi ini dalam konteks syariah? Tentu saja ini sebuah ide yang sangat
bagus untuk dikembangkan. Semua konsep yang telah dikembang dalam profesi ini di dunia finansial
konvensional rasanya cukup layak untuk diaplikasikan di lembaga keuangan syariah Tentu saja para
perencana keuangan syariah harus memasukkan muatan-muatan syariah dalam memberikan
rekomendasi kepada nasabah. Tidak adanya unsur riba gharar dan maisir, harus senantiasa melekat
dalam setiap rekomendasi mereka.

Para perencana keuangan islami mesti mencari informasi-informasi keuangan yang relevan untuk
nasabahnya, tentu saja yang sesuai syariah. Kemudian ia juga mesti mengevaluasi situasi keuangan
nasabah saat ini. Lantas bersama nasabahnya, mereka harus menyusun tujuan dan membuat rencana
masa depan yang hendak dicapai nasabahnya. Tujuan yang disusun bisa saja mulai dari membangun
rumah, merancang pendidikan anak sampai perguruan tinggi, menyiapkan dana pensiun dan tentu saja
menyisihkan rezeki untuk membayar zakat harus masuk dalam setiap akhir rancangannya.

Pemahaman atas instrumen syariah harus dikuasai benar oleh mereka. Seandainya seorang nasabah
lebih sesuai menggunakan skim mudharabah dalam menjalankan usahanya – mengingat situasi
keuangan nasabah secara menyeluruh- seorang perencana keuangan harus berani mengajukan skim itu.
Kendati bank tempatnya bekerja, lebih menyukai pembiayaan murabahah karena lebih mudah dikontrol
dan lebih memberi kepastian bagi bank. Cara pandang seperti itulah yang membedakan perencana
keuangan dengan seorang agen yang mementingkan target penjualan yang tinggi, sehingga harus
menggunakan metode hard selling. Pendek kata mereka memberi perhatian lebih pada sisi kebutuhan
nasabah meski win-win solution tetap menjadi pegangannya. Yang jelas tidak ada yang terzalimi dalam
setiap rekomendasi yang mereka keluarkan. Sehingga nasabah akan selalu berpikir kembali ke bank
syariah itu, manakala mereka mempunyai tujuan tertentu dalam hidupnya yang terkait dengan masalah
keuangan. Mempertahankan nasabah itulah kata kuncinya.

Profesi ini memang tergolong baru di dunia keuangan. Pendidikan dan pelatihan untuknya belum banyak
diselenggarakan di Indonesia. Untuk dunia keuangan Islam boleh jadi malah belum ada. Inilah saat yang
tepat bagi lembaga-lembaga pendidikan ekonomi dan keuangan Islam mulai memikirkan untuk
mengembangkan profesi ini dengan satu konsep yang islami. Konsep yang jelas berbeda dengan konsep
yang dikembangkan dunia keuangan konvensional. Karena konsep islami tidak saja berhenti pada tujuan
hidup yang bersifat duniawi semata, melainkan juga memasukkan dimensi ukhrawi
Asuransi Syariah 24

20 Perusahaan Asuransi akan Buka Cabang Syariah


05/01/2004 - Lintas Berita

Sumber : Republika Online

Pada 2004, jumlah perusahaan asuransi yang akan membuka kantor cabang syariah diperkirakan
bertambah banyak. ''Sekarang perusahaan asuransi konvensional yang sedang dalam proses di MUI dan
Depkeu untuk membuka kantor cabang syariah yang sempat tercatat ada sekitar 15 kantor cabang,'' ujar
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), M Syakir Sula, kepada wartawan di Jakarta
baru-baru ini.

Tidak hanya akan membuka kantor cabang syariah, menurut Syakir, ada lima perusahaan asuransi
konvensional lainnya yang sedang mempertimbangkan untuk mengkonversi menjadi perusahaan asuransi
full syariah (syariah penuh). ''Sementara yang akan konversi ada sekitar lima. Tetapi, namanya tidak bisa
kita sampaikan,'' paparnya. Namun, berdasarkan data dari sekretariat AASI, setidaknya ada dua
perusahaan asuransi yang ditandai sedang dalam proses. Keduanya adalah Asuransi Staco Jasa
Pratama dan Asuransi Central Asia. Sementara itu, Adira Insurance resmi mengoperasikan cabang
syariah pada akhir Desember 2003. Dengan demikian, maka jumlah perusahaan asuransi syariah pada
2004 ini akan menjadi 20 buah, 15 merupakan perluasan kantor cabang syariah dan lima lagi adalah
perusahaan asuransi yang merupakan hasil konversi. ''Mereka sudah datang ke AASI dan telah
menyiapkan timnya. Tim sudah terbentuk dan tinggal minta izin dari MUI dan Depkeu,'' terangnya. Saat
ini, ada tiga perusahaan asuransi full syariah, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum,
dan Asuransi Syariah Mubarokah. Sedangkan asuransi yang membuka kantor cabang syariah adalah
Asuransi Great Eastern (empat cabang), Asuransi Bumiputera (10 cabang), Asuransi Bringin Jiwa
Sejahtera (satu cabang), Asuransi BSAM Syariah (satu cabang), Asuransi Tripakarta (enam cabang),
MAA General (satu cabang), MAA Life (empat cabang), Asuransi Jasindo (satu cabang), Asuransi
Binagriya (satu cabang), Asuransi Bumida (satu cabang), dan Adira Insurance (satu cabang). Berkait
dengan semakin bertambah banyaknya perusahaan asuransi syariah, kata Syakir, pihaknya menuntut
agar Departemen Keuangan segera membuka direktorat yang khusus menangani asuransi syariah. ''Kita
mengusulkan Depkeu harus ada biro syariah untuk antisipasi ini. Sekarang di BI sudah ada tingkat
direktorat untuk menangani bank syariah. Sementara Depkeu belum ada sama sekali,'' tandasnya. Untuk
itu, Depkeu diminta untuk mempercepat pembukaan direktorat asuransi syariah tersebut. ''Sehingga awal
tahun ini atau pertengahan tahun depan sudah ada biro yang menangani di Depkeu,'' paparnya. Dengan
adanya direktorat itu, proses perizinan pembukaan asuransi syariah akan lebih bisa diantisipasi oleh
regulator. Dalam kesempatan sebelumnya, anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), Adiwarman Karim,
mengungkapkan tahun 2004 akan makin banyak perusahaan asuransi dan perbankan yang berminat
membuka cabang syariah. ''Tahun 2004 akan muncul lagi sejumlah perusahaan asuransi dan bank yang
membuka cabang syariah,'' ujarnya. Selain perusahaan asuransi lokal, sejumlah perusahaan asuransi
asing juga menjajaki pembukaan cabang syariah. ''Paling tidak ada dua perusahaan asuransi raksasa dari
Amerika Serikat yang berminat membuka cabang syariah. Sementara itu, sejumlah perusahaan asuransi
raksasa asal Eropa juga berminat membuka cabang syariah,'' tutur konsultan ekonomi syariah itu. Di
samping perusahaan asuransi, sejumlah bank juga sedang melakukan berbagai persiapan untuk masuk
ke bisnis syariah. ''Beberapa di antaranya adalah Bank DKI, Bank Riau, dan Bank Niaga,'' ungkap
presiden direktur Karim Business Consulting (KBC) itu. Maraknya asuransi dan bank yang membuka
cabang syariah, kata Adiwarman, merupakan hal yang sangat positif. ''Prospek asuransi maupun
perbankan syariah di Indonesia sangat besar. Ini bisnis yang sangat menjanjikan,'' tandasnya. Dalam
kesempatan sebelumnya, Direktur Asuransi Departemen Keuangan, Firdaus Djaelani, mengatakan
pihaknya terus mendorong tumbuhnya asuransi syariah, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum. Saat
ini ada tiga asuransi konvensional besar yang didorong oleh Depkeu agar segera membuka cabang
syariah. Ketiganya adalah asuransi Central Asia (ACA), Asuransi Jiwasraya, dan Asuransi Jasa
Raharjaputra (anak perusahaan asuransi Jasa Raharja). Dorongan terhadap industri asuransi besar untuk
membuka syariah, sejalan dengan pertumbuhan asuransi syariah yang rata-rata per tahunnya mencapai
20 persen. Meskipun, kalau dilihat dari pangsa pasar, masih dua persen dari seluruh pangsa asuransi di
Indonesia.  

Anda mungkin juga menyukai