1. Tauhid (Ketakwaan)
Jika kita mencermati ayat-ayat Al-Qur‟an tentang Muamalah, maka akan
terlihat dengan jelas bahwa Allah selalu menyeru kepada umat-Nya agar
muamalah yang dilakukan membawanya kepada ketakwaan kepada Allah. Hal ini
sejalan dengan firman Allah SWT:
2. Al-Adl (Sikap Adil)
Prinsip kedua dalam muamalah adalah al-„adl. Cukuplah bagi kita bahwa
Al Qur‟an telah menjadikan tujuan dari semua risalah langit adalah melaksanakan
keadilan.Al-„Adl „Yang Maha Adil‟ adalah termasuk di antara nama-nama Allah
(Asmaul Husna). Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman (azd-Zhulm), yaitu
sesuatu yang telah diharamkan Allah atas diri-Nya sebgaimana yang telah
diharamkan-Nya atas hamba-hamba-Nya.31 Karena itu, islam sangat ketat dalam
memberikan perhatian terhadap pelanggaran kezaliman, penegakan larangan
terhadapnya , kecaman keras kepada orang-orang yang zalim.firman Allah tentang
perbuatan zalim:
Dalam praktik bisnis, proses saling menzalimi mungkin dapat terjadi dalam 3 hal
sebagai berikut:
1) Dalam hubungan dengan nasabah
2) Dalam hubungan dengan karyawan
3) Dalam hubungan dengan pemilik modal (investor)
Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil dan membenci orang-orang yang
berbuat zalim, bahkan melaknat mereka.
3. At-Ta‟awun (Tolong-Menolong)
Dalil dalam Al-qur‟an tentang ta‟awun, sebagai berikut:
Prinsip keempat yang menjadi landasan etika dalam muamalah secara islam
adalah ta‟awun.Ta‟awun merupakan salah satu prinsip utama dalam interaksi
muamalah. Bahkan, ta‟awun dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem
ekonomi yang kokoh, agar pihak yang kuat dapat membantu yang lemah,
masyarakat yang kaya memperhatikan yang miskin dan seterusnya.
Ta‟awun merupakan inti dari konsep takaful, dimana antara satu peserta lainnya
saling menanggung risiko. Yakni melalui mekanisme ana Tabarru‟ dengan akad
yang benar yaitu Aqd Takafuli atau Aqd Tabarru‟.
Oleh karena iti, sifat terpenting bagi pedagang yang diridhai Allah adalah
kejujuran. Dalam sebuah hadist dikatan:
“pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (penuh amanah) adalah bersama para
nabi, orang-orang yang membenarkan risalah Nabi saw. (shiddiqin), dan para
syuhada (orang yang mati syahid).” (HR at-Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri)
Artinya: “... kerelaan di antara kamu sekalian ...” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29)
Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersukap rela dan ridha dalam
setiap melakukan akad (transaksi), dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang
terikat oleh perjanjian akad. Sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar
kerelaan bukan paksaan.
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota
(nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah
dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai
dana sosial (tabarru‟). Dana sosial (tabarru‟) memang betul-betul digunakan
untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi lain jika mengalami bencana
kerugian. Jadi keridhaan dalam muamalah merupakan syarat sahnya akad antara
kedua belah pihak, sedangkan mengetahui adalah syarat sahnya ridha.
6. Bebas Riba
Dalam setiap transaksi, seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan
cara yang tidak dibenarkan:
7. Bebas Gharar (Ketidakpastian)
Gahrar dalam pengertian bahasa adalah al-khida‟ (penipuan), yaitu suatu
tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.42 Rasulullah
SAW bersabda tentang gharar dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari
sebagai berikut: