Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem keuangan Islami merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi Islam, yang tujuannya adalah memperkenalkan sistem nilai
dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini, maka
keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan
sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial
itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.

Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan


menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan.
Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari termasuk unuk memenuhi sebagian perintah
Allah seperti infak,zakat,pergi haji,perang (jihad), dan sebagainya.Harta di
katakan halal dan baik apabla niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau
sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang
telah ditetapkan dalam Al Quran dan as sunah.

Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian,


gharar, penimbunan barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu
pelarangan riba, pembagian resiko, larangan melakukan kegiatan spekulatif,
kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai syariah merupakan sistem
keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-sunah untuk
melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.

Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses


bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan
keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara
sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan
oleh Islam. Seiring dengan terjadinya krisis global dalam sistem keuangan
kapitalis, kini para ekonom barat mulai mengadopsi sistem keuangan Islami.

1
Banyak dari mereka yang melakukan kajian mendalam terhadap
perekonomian yang berlandaskan prinsip-prinsip Syariat Islam. Sistem yang
bersumber dari ajaran Allah SWT, ini terbukti tetap tangguh menghadapi
permasalahan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian Sistem Keuangan Syariah?


2. Apa saja Prinsip Keuangan Syariah?
3. Bagaimana akad/kontrak/transaksi pada Sistem Keuangan Syariah?
4. Apa Tujuan Sistem Keuangan Islam
5. Bagaimana Struktur Ideal Sistem Keuangan Islam ?
6. Apa saja Lembaga Keuangan Islam ?
7. Apa saja Permasalahan dalam Lembaga Keuangan Islam ?

C. Tujuan

1. Mampu memahami pengertian Sistem Keuangan Syariah


2. Mengetahui Prinsip Keuangan Syariah
3. Mengetahui dan memahami akad/kontrak/transaksi pada Sistem Keuangan
Syariah
4. Mengetahui dan memahami Tujuan Sistem Keuangan Islam
5. Mengetahui dan memahami Struktur Ideal Sistem Keuangan Islam
6. Mengetahui Lembaga Keuangan Islam
7. Mengetahui dan memahami Permasalahan Lembaga Keuangan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Keuangan Islam

Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta


agar harta yang dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan
ketentuan syariah. Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 29, Allah SWT
berfirman:

An-Nisa'-29: Ya ayyuha allatheena amanoo la takuloo amwalakum baynakum


bialbatili illa an takoona tijaratan AAan taradin minkum wala taqtuloo anfusakum
inna Allaha kana bikum raheeman

Yang artinya :

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Sistem keuangan syariah merupakan salah satu sistem yang digunakan


dengan menggunakan metode prinsip Islami dasar syariah sebagai acuannya,
juga menggunakan dasar hukum Islam sebagai pedoman. Guna sistem ini
dapat dilakukan untuk aktifitas pada lembaga keuangan syariah. Intinya,
sistem keuangan memiliki tugas utama yaitu mengalihkan dana (loanable
funds) yang berasal dari nasabah ke pengguna dana. Prinsip dasar syariah
yang digunakan oleh sistem keuangan ini berasal dari aturan yang sudah
ditetapkan pada Al Qur’an dan juga sunah yang dipercaya oleh agama Islam.

3
Larangan yang dilakukan pada sistem keuangan syariah yaitu melarang
adanya riba, perjudian, monopoli, penipuan, gharar, penimbunan barang dll.
Oleh karena itu, segala aktifitas keuangan pada sistem ini harus sesuai dengan
prinsip syariah sebagaimana sudah diatur melalui Al Qur’an dan sunah.

Sistem keuangan Islam dalam pandangan konvensional pada prinsipnya


adalah kumpulan besar, institusi, peraturan – peraturan dan teknik – teknik
dimana surat – surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditentukan, dan
jasa – jasa keuangan dihasilkan dan ditawarkan ke seluruh badian dunia
(Peter S. Rose, 1997 dalam Siamat, 1999). Tugas utamanya adalah
mengalihkan dana (loanable funds) dari deposan atau penabung kapada
pemakai dana untuk kemudian digunakan investasi atau keperluan membeli
barang dan jasa – jasa sehingga ekonomi dapat tumbuh dan berkembang.

B. Pinsip Keuangan Syariah

1. Larangan Riba

Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau


pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial,
persamaan, dan hak atas barang. Sistem riba hanya menguntungkan para
pemberi pinjaman dengan membebani penetapan keuntungan yang diperoleh
pemberi pinjaman di awal perjanjian. Padahal “untung” dapat diketahui
setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan di muka.

2. Pembagian Risiko

Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalam suatu


sistem kerja sama antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas
keuangan tidak hanya ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pemberi
modal. Pihak yang terlibat tersebut harus saling berbagi risiko sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati.

4
3. Uang sebagai Modal Potensial

Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai


komoditas yaitu uang dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan
barang yang dijadikan sebagai objek transaksi untuk memperoleh
keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang boleh dianggap
sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang atau
jasa bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh
keuntungan.

4. Larangan Spekulatif

Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat


ketidakpastian yang sangat tinggi, misalnya seperti judi.

5. Kontrak/Perjanjian

Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihka-pihak yang


terlibat dapat mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya
moral hazard.

6. Aktivitas Usaha harus Sesuai Syariah

Usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut


syariah, seperti tidak melakukan jual-beli minuman keras atau mendirikan
usaha peternakan babi. Oleh karena itu, prinsip sistem keuangan syariah
berdasarkan prinsip sebagai berikut :

1. Rela sama rela (antaraddim minkum).

2. Tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la


tuzhlamun).

3. Hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi al dhaman).

4. Untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

5
Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang
instrumen-instrumen keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi
maupun jual-beli sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku
ekonomi dalam memahami berbagai produk keuangan syariah dan ketentuan-
ketentuan syariah dari setiap produk keuangan tersebut.

C. Akad/Kontrak/Transaksi

Akad dalam bahasa arab ‘al- aqd ,jamaknya al-uqud berati ikatan atau
mengikat (al-rabth). Menurut terminologi hukum islam, akad adalah pertalian
antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang di benarkan oleh
syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Menurut abdul
Razak Al-sanhuri dalam nadhariyatul ‘aqdi ,akad adalah kesepakatan dua bela
pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak
dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun
tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.(Ghufron Mas’adi,2002)

Jenis-jenis Akad :

1. Akad Tabarru (gratuitous contract)

adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak di tujukan untuk


memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru pihak yang
berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada
pihak lainnya karena ia mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan bukan
dari manusia.

Ada 3 bentuk akad tabarru’ :

1). Meminjamkan uang

Meminjamkan uang termasuk akad tabarru’ karena tidak boleh melebihkan


pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tampa
‘iwad adalah riba, ada minimal 3 jenis pinjaman, yaitu:

6
• Qardh merupakan pinjaman yang di berikan tampa mensyaratkan apapun ,
selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu .
• Rahn meruakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk
atau jumlah tertentu.
• Hiwalah adalah benuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari
pihak lain.
2). Meminjamkan jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad
tabarru’. Ada minimal 3 jenis pinjaman,yaitu :
• Wakalah memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini untuk
melakukan sesuatu atas nama orang lain.
• Wadi’ah merupakan bentuk turunan akad wakalah,dimana pada akad ini
telah di rinci tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
• Kafalah juga merupakan turunan wakalah dimana pada akad ini terjadi
atas wakalah bersyarat.
3). Memberikan sesuatu

Dalam akad ini pelaku memberikan sesuatu ke orang lain. Ada minamal 3
bentuk akad.
• Wakaf merupakan pemberiaan dan penggunaan pemberian yang
dilakukan tersebut untuk kepentingan umu dan agama, serta pemberian itu
tidak dapat di pindah tangankan
• Hibah, shadaqah merupakan pemberiaan sesuatu secara suka rela kepada
orang lain.
2. Akad Tijarah (compensational contract)

Merupakan akad yang di tujukan untuk memperoleh keuntungan. Dari sisi


kepastian yang di peroleh, akad ini dibagi 2, yaitu:

a. Natural Uncertainty Contract

Merupakan kontrak yang di turunkan dari teori pencampuran, dimana


pihak bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi

7
satu,kemudiaan menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan.

b. Natural Certainly Contract

Merupakan kontrak yang di turunkan dalam teori pertukaran, dimana keda


bela pihak saling mempertukarkan aset yang di milikinya.

D. Tujuan Sistem Keuangan Islam

Dalam subbab ini akan di bahas struktur dari sebuah sistem keuangan yang
berdasarkan prinsip – prinsip Islam. Sistem keuangan Islam hadir untuk
memberikan berbagai macam jasa keungan yang dapat di terima secara reliligius
kepada komunitas – komunitas muslim. Menurut Chapra (1985) tujuan dari
sistem keuangan Islam adalah sistem ini akan memberikan kontribusi secara
pantas kepada pencapaian tujuan sosio-ekonomi Islam dengan utama.

Dalam perspektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan Islam


dapat disimpulkan sebagai berikut (Al Goud, 2005):

a. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan


semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip – prinsip Islam.

Tujuan pertama dari penghapusan bunga dan memperkenalkan prinsip –


prinsip Islam adalah tujuan keagamaan (dalam rangka menegakkan syariat
Allah di muka bumi), sehiingga dengan demikian sulit untuk mengukur
tingkat keberhasilan atau kegagalannya dari sudut pandang sekuler murni.

b. Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.

Tujuan dari mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar


dapat ditafsirkan dalam beberapa cara. Ia bisa diartikan sebagai upaya
untuk menyebarkan kepemilikan sumber daya produktif masyarakat, atau
bisa diartikan sebagai perjuangan untuk mengubah distribusi hasil – hasil
produksi antara tenaga kerja (termasuk pengusaha) dan modal.

8
c. Promosi pembangunan ekonomi

Tujuan ketiga dari sistem keuangan Islam yaitu sarana tercapainya


pembangunan ekonomi. Sasaran pembangunan yang optimim, konsistensi
dengan stabilitas nilai uang dan juga aspek kesempatan kerja penuh tanpa
pengangguran. Komitmen ini dalam rangka mewujudkan pembangunan
yang berkeadilan dan kesejahteraan bagi semua umat manusia sebagai
suatu tujuan pokok Islam.

E. Struktur Ideal dari Sistem Keuangan Islam

1. Struktur Ideal Chapra (1985)

Struktur ideal dari sistem keuangan Islam menurut Chapra (1985), meliputi
beberapa institusi berikut:

1) Bank Sentral
2) Bank Komersial
3) Lembaga Keuangan Non Bank
4) Institusi Kredit Khusus
5) Korporasi asuransi Deposit
6) Korporasi audit Investasi
2. Kerangka Ismail

Struktur ideal sistem keuangan yang kedua diusulkan oleh Abdul Halim
Ismail (1986), yang mengusulkan pembagian tanggung jawab yang lebih
cermat. Ia membuat sketsa sistem ekonomi Islam yang meliputi tiga sektor,
yaitu:

1) Siasi, yaitu sektor pemerintah meliputi dana publik dan bank sentral.
2) Ijtima’i, yaitu sektor kesejahteraan yang bertanggung jawab atas
administrasi pajak.
3) Tijari, yaitu sektor komersial meliputi semua aktivitas komersial sektor
swasta.

F. LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

9
1. Peranan Lembaga Keuangan Islam Era Sahabat

Lembaga keuangan Islam atau asalnya adalah Baitul Mal mulai diadakan
pada zaman khalifah Abu Bakar. Munculnya Islamic Financial System
sebenarnya diawali dengan berdirinya institusi keuangan dalam sebuah
pemerintahan. Gagasan tersebut lahir ketika Abu Hurairah datang kepada
Umar r.a. dengan membawa kekayaan dari Bahrain sebanyak 500 ribu
dirham. Umar r.a. meminta pendapat dari para sahabat tentang cara
pengelolaan dan pendistribusian harta tersebut. Khalid bin walid
menginginkan agar di bentuk sebuah institusi yang mengelola harta yang
terkumpul. Sehingga khalifah Umar bun Khattab r.a. merupakan konseptor
pertama dalam pembentukan Baitul Mal sebagai institusi penyimpanan dan
pengalokasian harta kekayaan kaum muslimin dalam pengertian luas.

Berdasarkan dana yang ada, Baitul Mal saat itu terbagi menjadi:

1. Baitul Mal Zakat, berfungsi untuk menampung semua dana dari zakat.

2. Baitul Mal Akhmad, berfungsi menyimpan harta yang berasal dari


ghanimah dan pajak.

3. Baitul Mal Fa’i, berfungsi menyimpan harta yang berasal dari kharaj,
jizyah, usur dan pajak.

4. Baitul Mal Dhawa’i, berfungsi menyimpan harta yang tidak diketahui


pemiliknya dan hata warisan yang tidak ada ahli warisnya.

Menurut As Sirjani (2009), Baitul Mal dapat memerankan sistem distribusi


harta (kepemilikan) di antaranya:

a. Gaji para gubernur dan hakim, para pegawai pemerintahan, para petugas
yang memberikan pelayanan publik,dan termasuk di antaranya adalah
Amirul Mukminin sendiri dan khalifah.

b. Gaji dari personal militer dan para pegawainya.

10
c. Persiapan pasukan dan alat – alat seperti persenjataan, amunisi, kuda, dan
segala peralatan yang dapat menggantikan kedudukan keduanya.

d. Membangun proyek – proyek umum seperti jembatan, bendungan,


pelebaran jalan, pembangunan infrastruktur masyarakat, tempat – tempat
peristirahatan atau rekreasi, dan masjid – masjid.

e. Pembiayaan lembaga – lembaga sosial seperti rumah sakit, rumah


tahanan, dan berbagai proyek yang dicanangkan pemerintah.

f. Pemberian subsidi dan santunan kepada fakir miskin, anak yatim, janda,
orang – orang yang tidak memiliki tempat tinggal.

2. Peranan dan Fungsi Lembaga Keuangan Islam Era Kontemporer

Lembaga Keuangan mempunyai peranan penting dalam menjalankan


kegiatan perekonomian dan perdagangan. Lembaga Keuangan menjadi
tempat bagi perusahaan, badan pemerintah dan swasta maupun perorangan
menghimpun dana – dananya. Melalui pengkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, lembaga keuangan melayani kebutuhan pembiayaan serta
memperlancar mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor keuangan.

Kita telah banyak belajar akibat terlalu mengandalkan peran Lembaga


Keuanagan konvensional yang dengan instrumen bunganya telah banyak
menghancurkan sendi – sendi perekonomian negara kita, dan berujung pada
krisis moneter. Berpijak dari sinilah kita harus berupaya memahami sistem
lembaga ekonomi dan keuangan bebas bunga, sebagai upaya menegakkan
sendi – sendi perekonomian umat dan negara.

Kegiatan lembaga keuangan Islam harus didasarkan atas:

1. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi.

2. Pelaksanaan pada aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar kejujuran


dan keuntungan yang sah.

3. Pemupukan dana serta penggunaannya di negara – negara Islam.

11
4. Pembinaan kebiasaan menabung di kalangan umat Islam.

5. Penataan ktivitas bisnis yang dapat diterima oleh dan sesuai dengan
syari’ah.

6. Kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain di luar negeri untuk
mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial masyarakat
muslim.

3. Perbedaan Lembaga Keuangan Islam dengan Lembaga Keuangan


Konvensional

1. Aspek akad dan legalitas

Dalam Lembaga Keuangan Islam atau syariah, akad yang dilakukan memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam. Setiap akad dalam Lembaga Keuangan Islam, baik dalam hal
barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi
ketentuan akad, yaitu:

 Rukun, seperti; penjual, pembeli, barang, harga, akad/ijab – gobul.

 Syarat, seperti;

a. Barang dan jasa harus halal

b. Harga barang dan jasa harus jelas

c. Tempat penyerahan harus jelas

d. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam


kepemilikan.

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi antara Lembaga Keuangan Islam mempunyai karakteristik


khusus, yaitu adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah
Nasional (DSN) di tingkat nasional.

Tugas Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu:


12
 Mengawasi kegiatan operasional bank dan produk – produknya agar
sesuai dengan panduan syariah.

 Membuat pernyataan secara berkala (biasanya satu tahun) terhadap


bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.

 Meneliti dan membuat rekomendasi produkbaru dari bank yang di


awasinya.

Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) berfungsi:

 Mengawasi produk – produk lembaga keuangan syariah agar sesuai


dengan syariah.

 Meneliti dan memberi fatwa bagi produk – produk yang


dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.

 Memberikan rekomendasi para ulama yang ditugaskan sebagai dewan


syariah nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.

 Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga


keuangan yang bersangkutan menyimpang dari ketentuan syariah
yang ditetapkan.

3. Operasional

13
Perbedaan Lembaga Keuangan Islam dan Lembaga Keuangan Konvensional
dari segi operasional.

Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan Islam


Konvensional

Menetapkan bunga sebagai harga, Menetapkan bagi hasil (profit and


untuk produk simpanan seperti giro, loss sharing) sebagai usaha
tabungan maupun deposito dan petnership antara pemodal dan
produk pinjaman (kredit). pengelola baik berupa produk
simpanan maupun produk
pembiayaan.

Orientasi profit atau keuntungan Orientasi Al Falah atau keridhoan


semata tidak melihat halal-haram. Allah, memperhatikan halal haram.

Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah, dengan


bentuk debitur – kreditur. prinsip kemitraan.

Untuk jasa – jasa lainnya pihak Untuk jasa – jasa bank lainnya pihak
perbankan konvensional perbankan syariah menggunakan atau
menggunakan atau menerapkan menerapkan sistem upah, jual beli,
biaya – biaya dalam nominal atau bukan presentasi uang.
presentase tertentu.

4. Produk dan Jasa Lembaga Keuangan Islam Era Kontemporer


Produk – produk yang dikatagorikan berdasarkan ciri transaksi atau prinsip
usaha yaitu:
a) Produk pembiayaan
b) Produk jual – beli
c) Produk jasa
d) Produk sosial
G. Permasalahan Lembaga Keuangan Islam

1. Kurangnya simpanan atau deposito

14
Lembaga Keuangan Islam tidak dapat menerima simpanan dari orang – orang
yang ingin mendapatkan keuntungan dari simpanannya tanpa menanggung
resiko apapun. Lembaga Keuangan Islam biasanya memandang bahwa
simpanan itu diperlukan sekali, bahkan sebuah kewajiban di dalam pencarian
ini bagi pembangunan ekonomi dan sosial komunitas muslim, dimana
mengarahkan simpanan untuk sektor produktif ekonomi dipandang sebagai
salah satu dari faktor yang paling penting yang kondusif bagi pembangunan.

2. Likuiditas berlebihan

Lembaga Keuangan Islam cenderung mempertahankan risiko yang tinggi


antara uang tunai dengan simpanan dibanding dengan bank berasas bunga.
Alasannya:

 Lantaran sebagian rekening tabungan adalah milik orang – orang


muslim yang tidak mau mengambil risiko dan tidak pula ingin
mendapatkan keuntungan dari tabungannya, simpanan ini yang di
jamin oleh bank ini dapat ditarik sewaktu – waktu tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu.

 Tidak semua nasabah Lembaga Keuangan Islam yang potensial


menyetujui meminjamkan uangnya berdasarkan kemitraan. Sebagian
mereka tidak suka mengundang Lembaga Keuangan Islam sebagai
patnernya, mereka lebih senang meminjam atas dasar Al
Mudharabah, atau meminjam dari bank tradisional yang ada serta
membayar bunga tetap.

3. Problema biaya dan profitabilitas

Lembaga Keuangan Islam bekerja dengan hukum dan peraturan yang ketat
dan memilih investasi yang sah. Alasannya:

 Untuk mengurangi pengeluaran manajerial, Lembag Keuangan Islam


harus melakukan supervisi dan kadang – kadang mengelola lengsung
operasional suatu proyek yang didanainya.

15
 Untuk meminimalisasi potensi kerugian yang timbul dari investasi
mudarabahnya.
 Untuk mengamankan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari
lembaga keuangan atau bank – bank yang barasas bunga.
4. Problema pendanaan pinjaman untuk konsumsi

Lembaga Keuangan Islam yang bebas bunga nampaknya hanya memberi


perhatian yang kecil terhadap pinjaman bertujuan konsumtif. Alasannya:
 Lembaga Keuangan Islam memiliki dana yang terbatas untuk dapat di
pinjamkan tanpa memperoleh keuntungan.
 Adalah tidak mudah memperhitungkan keuntungan yang
diperolehdari pinjaman yang bersifat konsumtif, dan lebih sulit lagi
membagi keuntungan itu di antara lembaga dan nasabah.
 Lembaga Keuangan Islam tidak menangani dana zakat pada skala
nasional, padahal zakat atau shodaqoh berkaitan erat dengan
pembiayaan konsumtif.
 Pendanaan pinjaman konsumtif dari permintaan dan tabungan
deposito tanpa mencari keuntungan hanya mungkin bila deposan
memberi izin pada bank untuk menggunakan uangnya bagi keperluan
tersebut.
5. Problema pendanaan perumahan dan barang tahan lama

Lembaga Keuangan Islam sekarang memakai alat al Murabahah dan al


Ijarah dalam pendanaan barang tahan lama dan perumahan nasabah. Karena
kebanyakan Lembaga Keuangan Islam adalah milik swasta yang bergerak
dengan dana operasional milik pribadi kaum muslimin, maka dalam
pergerakannya dengan sistem hati – hati yang ekstra.

BAB III

PENUTUP

16
A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Tujuan dari


sistem keuangan Islam adalah sistem ini akan memberikan kontribusi secara
pantas kepada pencapaian tujuan ekonomi Islam yang utama. Lembaga Keuangan
Islam dalam operasinya menghapus sistem riba, dan sebagai gantinya adalah
sistem bagi hasil (profit and loss sharing).

Lembaga Keuangan Islam merupakan inti dari sistem keuangan negara.


Lembaga Keuangan menjadi tempat bagi perusahaan, badan pemerintah, maupun
perorangan menghimpun dana – dananya. Problema Lembaga Keuangan Islam: 1)
kurangnya simpanan deposito, 2) Likuiditas berlebihan, 3) Problema biaya dan
profitabilitas, 4) Problema pandangan pinjaman untuk konsumsi.

B. Saran

Demikianlah makalah ini yang dapat kami buat, kami sebagai manusia biasa tentu
masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami sangat
berharap teman-teman terutama dari dosen pembimbing mata kuliah Pengantar
Ilmu Ekonomi untuk memberi saran yang membangun untuk kelompok kami.

DAFTAR PUSTAKA

Naufak Akhmad , alamat web


https://www.academia.edu/35672992/Sistem_Keuangan_Islam

17
(di unduh tgl 25 Oktober 2019)
Rinriani Bandung 02 Maret 2018 alamat web
https://rinrinriani-desu08.blogspot.com/2018/04/makalah-sistem-keuangan-
islami.html (di unduh tgl 25 Oktober 2019)
Efa April 2013 alamat web
http://efa-mbem.blogspot.com/2013/04/makalah-sistem-keuangan-
syariah.html
(di unduh tgl 25 Oktober 2019)
Course Hero alamat web
https://www.coursehero.com/file/p3ftacge/Sistem-keuangan-syariah-A-
KONSEP-MEMELIHARA-HARTA-KEKAYAAN-Memelihara-harta/
(di unduh tgl 25 Oktober 2019)
Ariefraiham 20 september 2015
https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/09/lembaga-keuangan-
syariah.html
(di unduh tgl 25 Oktober 2019)

18

Anda mungkin juga menyukai