Anda di halaman 1dari 5

NAMA : VIERA MUSVIERA

NIM : A031171010
MATA KULIAH : PASAR MODAL ISLAM

PRINSIP DASAR KEUANGAN ISLAM

A. TEORI

Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat
modern untuk melaksanakan paling tidak dua ajaran al-qur’an yaitu at-ta’awun atau tolong
menolong dan prinsip menghindari al iktinaz atau menahan uang.

Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perrbankan konvensional adalah adanya
larangan riba pada perbankan islam. Umat islam saaat ini diberbagai Negara terus berusaha
untuk mendirikan bank islam dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan
penerapan prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya kedalam tradisi keuangan dan
perbankan serta bisnis lain yang terkait.dibawah ini uraian tentang prinsip-prinsip dasar
keuangan syariah.

B. PRINSIP DASAR KEUANGAN ISLAM

Prinsip-prinsip dasar keuangan Islam mencakup 5 hal yaitu:

1. Ibadah

Islam adalah suatu agama yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
manusia. System keuangan dan perbankan islam merupakan bagian dari konsep yang lebih
luas tentang ekonomi islam dimana tujuannya adalah memberlakukan system nilai dan etika
islam kedalam lingkungan ekonomi, kemampuan lembaga keuangan islam menarik investor
dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu
menghasilkan keuntungan , tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara
sungguh-sungguh memperhatikan batas–batas yang digariskan oleh islam. Islam berbeda
dari agama-agama lainnya, dalam hal ini ia dilandasi oleh iman dan ibadah. atau bisa
dikatakan bahwa transaksi ekonomi yang dilakukan oleh orang islam dan dilandasi oleh
syariat islam akan bernilai ibadah di hadapan Allah swt.

2. Keadilan
Prioritas utama dalam ajaran islam mengenai perekonomian adalah terciptanya keadilan
dan kesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan dan kesetaraan, dari produksi hingga
distribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan social dalam islam terdiri dari penciptaan
dan oenyediaan kesempatan serta penghapusan hambatan yang sama bagi semua anggota
masyarakat. Hukum keadilan juga dapat diartikan bahwa semua anggota masyarakat
memiliki status hukum , perlindungan hukum, dan kesempatan hukum yang sama.
Pengertian keadilan ekonomi dan konsep distribusi keadilan yang menyertainya adalah
karakteristik dari system perekonomian islam: aturan yang mengatur perlakuan ekonomi
baik diizinkan maupun dilarang bagi konsumen, produsen, dan pemerintah, serta hal-hal
yang menyangkut hak milik, produksi, dan distribusi kekayaan berdasarkan konsep
keadilan social islam. Untuk menjamin adanya keadilan, system syariat menyediakan
sebuah jaringan aturan etika dan moral untuk semuanya yang berpartisipasi dalam pasar
dan mengharuskan norma-norma saturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.

3. Maslahah

Maslahah menurut bahasa berarti manfaat, segala sesuatu yang dianggap maslahat itu
haruslah berupa maslahat yang hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan
kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya
memprtimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang
ditimbulkannya. Dalam ekonomi maslahah biasanya menyangkut tentang bagaimana
penggunaan dari uang yang digunakan untuk transaksi yang seharusnya memprioritaskan
kebutuhan umat dari pada kepentingan umat. Tidak hanya itu tapi juga kehalalan toyiban
juga harus jadi prioritas untuk umat islam yang melakukan transaksi yang sesuai dengan
syariat islam, kehalalan toyiban ini menyangkut dari bagaimana cara memperoleh uang itu
sendiri dan memanfaatkannya.

4. Tidak boleh adanya riba

Istilah riba pertama kali diketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan padamasa awal
risalah kenabian Muhammad di makkah, kemungkinan besar pada tahun ke IV atau V
hijriah (614/615 M), praktek riba pada masa pra islam meliputi segala bentuk tambahan
(peningkatan) jumlah hutang yang menjadi tanggungan debitur apabila tidak dapat
mngembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dalam agama islam
larangan bunga atau larangan riba secara harfiah berarti “kelebihan” dan ditafsirkan sebagai
“peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman maupun penjualan” ini
adalah ajaran pokok dari system keuangan syariah. Atau lebih tepatnya, semua tingkat
pengembalian positif dan telah ditetapkan sebelumnya yang terkait dengan jangka waktu
dan jumlah pokok pinjaman(yaitu yang dijamin tanpa memedulikan kinerja dari investasi
tersebut) dianggap sebagai riba dan dilarang. Hukum islam mendorong penerimaan
keuntungan tetapi melarang pengenaan bunga karena keuntungan ditentukan setelah
kegiatan yang melambangkan kesuksesan kewirausahaan dan penciptaan tambahan
kekayaan, dimana bunga ditentukan sebelum kegiatan sebagai biaya yang diakui apapun
hasil dari operasi bisnis yang dilakukan dan mungkin saja tidak memberikan kekayaan.

5. Tidak boleh adanya gharar

Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting dalamkontrak keuangan.


Dalam istilah sederhananya adalah gharar yang mengacu pada ketidak pastian yang
diciptakan oleh kurangnya informasi atau control dalam kotrak. Hal ini dapat dianggap
sebagai ketidak pedulian mengenai suatu unsur penting dalam sebuah transaksi, seperti
harga jual yang pasti atau kemampuan penjual untuk memberikan apa yang telah dijual.
Adanya ambiguitas membuat kontrak batal dan tidak berlaku. Gharar dapat didefinisikan
sebagai sebuah situasi dimana salah satu pihak yang terikat kontrak memiliki informasi
mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak yang tidak diberikan kepada pihak lain
atau dalam hal kedua pihak tidak memiliki control atas subjek dari kontrak tersebut.
Dengan mengingat pengertian keadilan dalam semua transaksi komersial islam, syariat
menganggap semua ketidak pastian tentang jumlah, kualitas, pemulihan, atau keberadaan
subjek kontrak sebagai bukti adanya gharar. Namun, syariat mengizinkan para ahli hukum
untuk menentukan tingkat gharar dalam suatu transaksi dan bergantung pada keadaan,
apakah hal tersebut membatalkan kontrak atau tidak. Dengan melarang gharar, syariat
melarang bannyak kontrak yang dilakukan pada masa pra islam, mengingat kontrak-
kontrak tersebut terkait dengan ketidak pastian yang berlebihan atau kegelapan pada salah
satu pihak yang terlibat kontrak. Dalam banyak kasus, gharar dapat dihilangkan hanya
dengan menyatakan objek penjualan dan harganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi
dengan baik juga menghilangkan ambiguitas. Mengingat gharar adalah ketidak pastian
yang berlebihan, kita dapat menyamakannya dengan unsur resiko. Beberapa berpendapat
bahwa larangan gharar adalah salah satu cara untuk mengelola resiko dalam islam karena
transaksi bisnis berdasarkan pembagian laba dan rugi yang mendorong pihak-pihak yang
terlibat untuk melekukan due diligence sebelum sepakat dalam sebuah kontrak. Larangan
gharar memaksas berbagai pihak untuk menghindari kontrak dengan tingkat asimetri
informasi yang tinggi dan tingkat pembayaran ekstrem; juga membuat pihak-pihak yang
terlibat untuk lebih bertanggung jawab dan accountable. Memperlakukan gharar sebagai
resiko dapat menghalangi transaksi perdagangan instrument derivative yang dirancang
untuk mengalihkan resiko dari suatu pihak ke pihak lain. Area lain dimana larangan gharar
menimbulkan perhatian adalah transaksi keuangan kontemporer dibidang asuransi.
Beberapa berpendapat bahwa kontrak asuaransi menyangkut nyawa seseorang termsuk
dalam definisi gharar dan membatalkan kontrak. Maslah ini masih dalam tinjauan dan
belum terpecahkan sepenuhnya.

Berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, prinsip sistem keuangan Islam adalah sebagai
berikut:

1. Larangan Riba
Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau pinjaman. Riba
merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang.
Sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman dengan membebani penetapan
keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman di awal perjanjian. Padahal “untung” dapat
diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan di muka.
2. Pembagian Risiko
Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalam suatu sistem kerja sama
antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas keuangan tidak hanya
ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pemberi modal. Pihak yang terlibat tersebut
harus saling berbagi risiko sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.
3. Uang sebagai Modal Potensial
Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas yaitu uang
dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai objek
transaksi untuk memperoleh keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang boleh
dianggap sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang atau
jasa bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.
4. Larangan Spekulatif
Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang
sangat tinggi, misalnya seperti judi.
5. Kontrak/Perjanjian
Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihka-pihak yang terlibat dapat
mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha harus Sesuai Syariah
Usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah, seperti
tidak melakukan jual-beli minuman keras atau mendirikan usaha peternakan babi.
Oleh karena itu, prinsip sistem keuangan syariah berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Rela sama rela (antaraddim minkum).
b. Tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun).
c. Hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi al dhaman).
d. Untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang instrumen-instrumen
keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi maupun jual-beli sesuai dengan ketentuan
syariah. Hal ini membantu pelaku ekonomi dalam memahami berbagai produk keuangan
syariah dan ketentuan-ketentuan syariah dari setiap produk keuangan tersebut.

REFERENSI

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

Saeed Abdullah. 2008. Bank Islam Dan Bunga. Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Van Greuning Hannie, Iqbal Zamir. 2011. Analisis Resiko Perbankan Syariah. Jakarta :
Salemba Empat

Arifin zainul. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang :Azkia Publisher

Effendi Satria. 2014. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana

Anda mungkin juga menyukai