Anda di halaman 1dari 10

Landasan dan prinsip Bisnis Syariah

A. Landasan Bisnis Syariah

Bisnis Syariah berlandaskan kepada sumber-sumber hukum utama agama Islam,yatu :

1. AlQuran dan AlHadits

AlQuran adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, berisi petunjuk
dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan membacanya bernilai ibadah.
Sedangkan AlHadits (sunnah) adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, pengakuan dan sifat Nabi

Beberapa petunjuk dasar dalam AlQuran dan AlHadits yang wajib diikuti dalam
transaksi, perikatan dan khususnya mencari kekayaan adalah sebagai berikut :

a. Anjuran bersedekah (tatawwu’) dan mewajibkan kita untuk mengeluarkan


zakat
dengan ketentuan-ketentuan yang ada

b. Ketetapan bahwa kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati harus dibagikan


kepada ahli warisnya dengan segera. Hal ini dimaksudkan untuk mengalihkan
heka kepemilikannya kepada orang lain dan untuk mewujudkan rasa damai
serta aman bahagia di kalangan masyarakat

c. Perintah berlaku baik terhadap sesama manusia khususnya dalam


mencari kekayaan

d. Celaan bersifat dan berkelakuan kikir dan pelit, sebaliknya memuji sifat
kedermawanan dan murah hati

e. Menyatakan perang terhadap riba dan sebaliknya menghalalkan jual beli


dengan memberikan syarat yang wajib ditaati oleh kedua pihak

f. Perintah berbuat adil, ihsan, dan memberi nafkah kepada kerabat. Sebaliknya
mencegah perbuatan keji, munkar serta perbuatan jahat lainnya
g. Larangan merugikan orang lain, seperti khianat, curang, dan mengurangi
timbangan

2. Ijma dan Qiyas

Setelah Rasulullah wafat, tidak adalagi tempat untuk bertanya jika umat
menjumpai masalah baru yang tidak ditemukan dalam AlQuran dan AHadits, Untuk
masalah-masalah seperti itu digunakan sumber hukum Ijma dan Qiyas

Ijma adalah kesepakatan ulama mujtahid pada masa setelah zaman Rasulullah atas
sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan adalah
yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan tabi’ut tabiin (setelah
tabiin). Sedangkan Qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada dalilnya
baik dalam AlQuran maupun AlHadits dengan cara membandingkannya dengan
sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash

Beberapa contoh Qiyas dalam bisnis :

a. Qiyas jaminan fidusia terhadap bai’ al wafa

Bank syari’ah dengan segala produk layanannya dalam menjalankan


kegiatan usahanya juga berpedoman pada ketentuan perbankan secara umum
maupun ketentuan lainnya seperti pengaturan tentang jaminan fidusia yang
diatur dalam UU nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Salah satu
pembiayaan yang cukup berkembang pada perbankan syari’ah adalah
pembiayaan murabahah, karena pembebanannya dianggap sederhana, mudah
dan relatf cepat. Dengan demikian, bila dalam pelaksanaan akad murabahah
yang telah disepakati, debitur melakukan wanprestasi maka kreditur penerima
fidusia dapat melakukan eksekusi sebagaimana diatur dalam pasal 29 Undang-
Undang Jaminan Fidusia. Terkait hukumnya, transaksi murabahah di bank
syari’ah dengan menggunakan jaminan fidusia ini dapat di-qiyas- kan dalam
hukum bai’ al-wafa’.

Bai’ al-wafa’ pada dasarnya adalah penjualan komoditas dengan syarat


bahwa penjual dibolehkan untuk mendapatkan komoditas kembali saat
membayar harganya. Oleh karena itu, dalam bai’ al-wafa’, penjual dengan
mengembalikan harga, dapat menuntut kembali komoditas yang dijual, dan
pembeli, dengan mengembalikan komoditas yang dijual, bisa meminta harga
yang harus diganti. Dari sini, dalam konteks operasional metode qiyas, yang
menjadi ashl adalah bai’ al-wafa’ dan furu’-nya adalah sama-sama jaminan
untuk mendapatkan kepercayaan mendapatkan pinjaman. Dengan begitu,
hukum fidusia ini berdasarkan metode qiyas, maka sama dengan hukum
transaksi bai’ alwafa’

b. Qiyas bunga bank terhadap pratik riba

Memahami bunga bank dari aspek legal dan formal dan secara induktif,
berdasarkan pelarangan terhadap larangan riba yang diambil dari teks (nash),
dan tidak perlu dikaitkan dengan aspek moral dalam pengharamannya.
Paradigma ini, berpegang pada konsep bahwa setiap utang-piutang yang
disyaratkan adanya tambahan atau manfaat dari modal adalah riba, meskipun
tidak berlipat ganda. Oleh karena itu, betapapun kecilnya, suku bunga bank
tetap hukumnya haram. Karena berdasarkan teori qiyas, dan dalam hal ini
praktik riba sebagai ashl dan Bungan bank sebagai far’u. Keduanya, disatukan
dalam illat yang sama yaitu adanya tambahan atau bunga tanpa disertai
imbalan. Dengan demikian, bunga bank hukumnya haram sebagaimana
diharamkannya riba

B. Prinsip Etika Bisnis Syariah

Syed Nawab Haidar Naqvi mengemukakan empat prinsip etika dalam Islam yang tentu
saja keempat prinsip tersebut juga menjadi landasan dalam menjalankan bisnis. Keempat
prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tauhid (Unity)

Prinsip Tauhid tidak mengarahkan manusia untuk hidup harmonis dalam suatu
masyarakat khusus saja, tetapi juga di beragam masyarakat dengan menunjuk sifat
universal ajaran Islam
Dengan prinsip Tauhid Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi dan
sosial demi membentuk kesatuan. Sehinggan etika dan ekonomi atau etika dan
bisnis menjadi satu kesatuan. Berdasarkan prinsip ini pengusaha Muslim tidak
akan melakukan :

- Diskriminasi antara pekerja, penjual, pembeli mitra kerja atas dasar


pertimbangan ras, warrna kulit, jenis kelamin atau agama
- Terpaksa atau dipaksa melakukan praktik-praktik bisnis yang salah karena
hanya Allah-lah yang semestinya ditakuti dan dicintai. Karena itu, sikap
ini akan terefleksi dalam seluruh sikap hidup dalam berbagai dimensinya
- Menimbun kekayaan atau serakah karena hakikatnya kekayaan merupakan
amanah Allah

b. Kesetimbangan (Equilibrium)

Jika kesatuan merupakan dimensi vertikal Islam, maka kesetimbangan


(al-‘Adl) merupakan dimensi horizontal Islam. Pada tingkat mutlak,
kesetimbangan merupakan sifat tertinggi Tuhan. Berikutnya, pada tingkat relatif
sifat kesetimbangan juga harus menandai semua ciptaan-Nya yang mesti
mencerminkan sifat-sifat-Nya

Prinsip kesetimbangan dan keadilan dalam bisnis yaitu agar pengusaha


muslim menyempurnakan takaran bila menakar dan menimbang dengan neraca
yang benar, karena hal itu merupakan perilaku yang terbaik dan membawa akibat
yang terbaik pula. Prinsip kesetimbangan ini dapat dijumpai dalam berbagai aspek
kehidupan. Misalnya, kesetimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi,
berekonomi, bekerja, hak dan kewajiban, kepentingan individu dan sosial dan
lain-lain.

Pendirian Islam yang ideal dalam hal ini berasal langsung dari kenyataan
bahwa berdasarkan karakter manusia yang teomorfis dan untuk memenuhi
ketentuan kesetimbangan, nilai sosial marginal dari setiap individu dalam suatu
masyarakat Islam harus sama. Karenanya setiap kebahagiaan individu harus
mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial. Dengan kata lain, dari
sudut pandang Islam, suatu masyarakat dengan distribusi pendapatan yang
merata, lebih unggul daripada masyarakat dengan distribusi pendapatan yang
tidak merata, sekalipun rata-rata tingkap pendapatan dalam dua masyarakat itu
sama.

Untuk mencapai cita-cita ini, Islam melarang penimbunan kekayaan, seperti


yang disampaikan pada surat An-Nisa ayat 37. Pada saat yang sama, Islam
mengutuk konsumsi yang melampaui batas dan memuji kebajikan infak

Dengan menciptakan suatu keseimbangan yang layak antara tabungan,


pembelanjaan, dan infak, Islam mencoba mengantarkan masyarakat menuju
negara cita-cita yaitu yang oleh diisi oleh Islam dianggap sebagai negara yang
ideal

c. Kehendak Bebas (Free Will)

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak


bebas meskipun pada hakikatnya hanya Tuhanlah yang mutlak bebas. Tetapi pada
batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara relatif bebas. Manusia
bebas untuk berbuat apapun, bahkan lebih bebas pula untuk beriman atau kufur,
karena manusia itu bebas, maka harus bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya

Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, di dalam bisnis manusia mempunyai


kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk menepati atau mengingkari.
Seorang muslim yang percaya pada kehendak Allah, akan memuliakan semua
janji yang dibuatnya. Ia merupakan bagian kolektif dari masyarakat dan mengakui
bahwa Allah meliputi kehidupan individual dan sosial

d. Pertanggungjawaban (Responsibility)

Prinsip pertanggungjawaban merupakan konsekuensi logis dari adanya


prinsip kehendak bebas. Karena manusia itu bebas, maka ia bertanggung jawab
atas apa yang diperbuatnya, seperti yang disampaikan pada QS An-Nisa (4) ayat
65

Dalam Islam kebebasan individu haruslah dilihat dalam perspektif kebebasan


sosial. Karena itu tidak boleh ada kontradiksi dalam perspektif Islam antara
kebebasan individu dengan tanggung jawab dan kebebasan manusia. Mereka yang
memiliki kesadaran sosial dimuliakan di mata Tuhan ketimbang lainnya yang
tidak bergerak hatinya. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.”

Sedangkan menurut Dr. Abdurrahman Misno dalam bukunya “Falsafah Ekonomi


Syariah” beliau menjelaskan ekonomi Islam dibentuk dengan pondasi yang kokoh, yaitu :
1. Tauhid
Tauhid adalah dasar utama dalam seluruh ajaran islam, sehingga tauhid merupakan dasar
dari seluruh konsep dan aktivitas umat Islam meliputi bidang ekonomi, politik, social,
dan budaya. Al-Qur’an (Q.S. Az-Zumar : 38) telah menyebutkan bahwa Tauhid adalah
falsafah fundamental ekonomi Syariah. Landasan ini yang membedakan sistem ekonomi
islam dengan ekonomi kapitalis dan sosialis. Tauhid berimplikasi adanya keharusan pada
segena kegiatan ekonom agar berpondasi pada ajaran Allah.
Selanjutnya konsep tauhid memiliki orintasi akhir kepada Allah, termasuk dalam
menggunakan sarana dan sumber daya harus disesuaikan dengan syariat Allah. Aktivitas
ekonomi yang meliputi pproduksi, distribusi, konsumsi, ekspor-impor idealnya harus
berlandaskan tauhid dan berjalan dalam koridor syariatyang bertujuan untuk
mendapatkan ridha Allah. Prinsi tauhid memiliki hubungan yang kuat dengan prinsip
ekonomi islam yang lain, yaitu keadilan, persamaan, distribusi dan hak milik
sebagaimana dijelaskan.
2. Maslahah
Para ahli ushul fiqhi menjelasakan mashlahah sebagai segala sesuatu yang memngandung
manfaat, kegunaan, kebaikan, dan menghindarkan mudharat dan kerusakan. Imam Al
Gahazali menyimpulkan maslahah adalah upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima
kebutuhan dasar, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Landasan muamalah
adalah kemasalahatan yang dibingkai secara syari, bukan semata-mata mendapatkan
keuntungan material sebagaimana ekonomi konfensional.
3. Adil
Prinsip adil merupakan pilar pentrng dalam ekonomi islam. Penegakan keadilan telah
ditekankan dalam Al-Qur’an sebagain misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Penegakan keadilan ini termasuk dalan keadilan ekonomi. Allah menurunkan Islam
sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya
keadilan dalam setiap sektor, baik sector ekonomi, politik, maupun sosial. Keadilan
social ekonomi dalam islam, selain didasarkan pada komitmen spiritual, juga didasarkan
atas konsep persaudaraan universal sesame manusia.
Aspek tauhid yang menjadi fokus utama ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat
dengan keadilam sosio-ekomoni dan persaudaraan. Ekonomi tauhid mengajarkan bahwa
Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai pemegang amana, memiliki
konsekuensi bahwa di dalam harta yang dimiliki setiap individu terdapat hak-hak orang
lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan perintah Allah, berupa zakat, infaq, dan
sedekah guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep
persaudaraan umat manusia. konsep ekonomi islam, penegakan keadilan sosio-ekomoni
dilandasi oleh rasa persaudaraan, saling mencintai, bahu membahu, tolong menolong,
baik si kaya dan si miskin maupun antara penguasa dan rakyat.
4. Khilafah
Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spriritual, dan material yang
memungkinkan untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi kekhalifahan manusia
adalah untuk mengelola dan memakmurkan bumi sesuai dengan ketentuan dan syariah
Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi kekebasan berpikir serta
menalar untuk memilih antara yang benar dan yang salah serta mengubah hidupnya
kearah yang lebih baik.
5. Persaudaraan
Al-Qur’an mengajarkan persaudaraan sesame manusia, termasuk ukhuwah dalam
perekonomian. Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi
tingkat pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah secara vertical dan kemanusiaan
secara horizontal. Ajaran islam sangat kuat menekankan sifat alturisme, yaitu sikap
mementingkan orang lain. Dalam alquran alturisme diistilahkan dengan itsar yang
termaktub dalam Al-quran.
Konsep persamaan manusia, menunjukkan bahwa islam menolak pengklasifikasian
berdasarkan kelas. Impilkasi dari doktrin ini adalah bahwa antara manusia terjalin rasa
persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu, dan bekerjasama dalam
ekonomi.
Konsep ukhuwah juga berimplikasi pada akhlak dalam bersaing dalam bisinis. Ukhuwah
sangat relevan dengan atmosfer interaksi bisinis yang tercerabut dari persaudaraan dan
rentan terhadap ancaman. Ekonomi islam mengajarkan persaingan yang sehat, denga cara
meningkatkan efisiensi, kompetensi, dan bentuk-bentuk kompetisi sehat lainnya. Sebab
inilah islam dilarang menjelekkan bisnis orang lain untuk memenangkan bisnisnya.
6. Kerja dan produktivitas
Dalam pandangan islam, bekerja dipandang sebagai ibadah. Perspektif ekonomi islam
terkait kerja dan produktifitas adalah untuk mencapai tiga sasaran,yaitu mencukupi
kebutuhan hidup; meraih laba yang wajar; dan menciptakan kemakmuran lingkungan
social maupun alamiah. Ketiga sasaran ini harus terwujud secara harmonis. Apabila
terjedi sengketa, islam menyelesaikannya dengan baik, yaitu ada posisi tawar menawar
antara pekerja yang meminta upah yang cukup untuk hidup keluarganya dan tingkat laba
bagi pemodal untuk emlanjutkan produksinya.
7. Kepemilikan
Dalam ekonomi islam, pemilikan hakiki hanya allah. Allah adalah pemilik
mutlaksedangkan manusia memegang hak milik relatif, artinya manusia hanyakah
sebagai penerima titipan, pemegang amanah yang harus mempertanggungjawabkannya
kepada Allah. Jadi menurut ekonomi islam, penguasaan manusia terhadap sumberdaya,
faktor produksi, asset produktif hanyalah bersifat titipan Allah. Pemilikan manusia atas
harta secara absolute bertentangan dengan tauhid, karena pemilikan sebanarnya hanya
ada pada Allah semata.
8. Kebebasan dan tanggungjawab
Prinsip kebebasan dan tanggungjawab dalam ekonomi islam pertama kali dirumuskan
oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing dapat berdiri sendiri, tetapi oleh
beliau kedua prinsip tersebut digabungkan menjadi satu. Penyatuan ini dilakukan karena
kedua prinsip itu memiliki ketertarikan yang sangat kuat.
Penyatuan ini juga dimaksudkan agar pembaca dengan cepat menangkap pengertian
kebebasan dalam kajian ini. Pengertian kebebasan perspektif pertama mengartikan bahwa
manusia bebas menentukan pilihan yang baik atau buruk dalam mengelola sumber daya.
Kebebasan menetukan pilihan melekat pada diri manusia, karena manusia dianugrahi
akal. Adanya kebebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya adalah
manusia memiliki tanggungjawab atas segala perilakunya. Pengertian kebebasan yang
kedua adalah perspektif ushul fiqh, yang berarti dalam ermuamalah islam membuka pinti
seluas-luasnya dimana manusia bebas melakukan apa saja sepanjang tidak ada nash yang
melarangnya.
Pertanggung jawaban, accountability, ditekankan dengan perintah Allah melalui istilah
hisab atau perhitungan di hari pembalasan.
9. Jaminan social
Jaminan sisial yang dimaksdu disini adalah bahwa ekonomi islam memandang secara
moral negara memiliki tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakatnya. Negara pada dasarnya bertanggungjawab tidak langsung terhadap
masyarakatnya dan kewajibannya adalah meringankan dan menghapus penderitanannya.
10. Nubuwwah
Prinsip nubuwwah dalam ekonomi syariah merupakan landasan etis dalam ekonomi
mikro. Prinsip nubuwwah mengajarkan nahwa fungsi kehadiran seorang Nabi adalah
menjelaskan syariah Allah kepada manusia. prinsip nubuwwah mengajarkan bahwa Nabi
merupakan personifikasi kehidupan yang baikdan benar. Untuk iti Allah mengutus Nabi
Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir yang bertugas memberikan bimbingan sekaligus
sebagai teladan kehidupan. Sifat utama yang harus diteladani setidaknya ada empat, yaitu
a. Shiddiq berarti jujur dan benar
b. Amanah berarti dapat dipercaya, professional, kredibilitas, dan bertanggungjawab.
c. Tabligh berarti komunikatif, transparan, dan dana pemasaran yang kontinu
d. Fathonah berarti cerdas dan intelektual.
Referensi
Misno, A. 2020. Falsafah Ekonomi Syariah. Yogyakarta : Bintang Pustaka Madani
Nurmadiansyah, M.T. 2021. Etika Bisnis Islam : Konsep dan Praktek. Yogyakarta : Cakrawala
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai