Syariah
Oleh :
Hadi Daeng Mapuna
Chapter 1
Kaidah Utama dalam Bermuamalah
• Fiqh terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu fiqh ibadah dan fiqh mumalah. Sebagian ulama
menyatakan bahwa fiqh itu hanya satu, yaitu fiqh ibadah, sebab aktivitas amaliyah manusia di dunia
ini merupakan bentuk, wujud, dan bukti penghambaan manusia kepada Allah Swt, yang disebut
ibadah.
• Fiqh muamalah adalah syariat (ajaran) Islam yang mengatur tata cara manjalin hubungan dan
kolaborasi manusia dengan manusia lainnya guna memenuhi kebutuhan lahiriyah yang dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip din al-Islam.
• Hukum asal mumalah ini adalah boleh (ibahah), hal ini mengandung pengertian bahwa suatu
transaksi atau akad, bukanlah kewajiban ataupun yang diharamkan, namun merupakan sesuatu yang
dibolehkan untuk dijalankan sepanjang tidak ada dalil nash yang mewajibkan atau mengharamkan
akad tersebut.
Akad
• Akad adalah perjanjian tertulis yang mengandung ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan) antara para pihak, yang berisi hak dan kewajiban dan dipenuhi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
• Akad yang dinyatakan shahih adalah akad yang telah memenuhi rukun dan syarat-
syaratnya. Akad yang tidak sah adalah akad yang terdapat kekurangan pada rukun
dan syarat, sehingga semua akibat hukum akad itu menjadi tidak berlaku serta
tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.
• Akad yang sempurna untuk dilaksanakan, yaitu akad yang memenuhi rukun dan
syarat serta tidak ada penghalang untuk menjalankannya.
• Berdasarkan tujuannya, akad terbagi dua, yaitu: akad tabarru dan akad tijarah.
Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang bertujuan untuk kebajikan dan tolong
menolong, bukan untuk komersil/bisnis, seperti qard al-hasan, infaq, shadaqah,
wakaf, hibah, hadiah. Sedangkan akad tijari yaitu akad perdagangan, bertujuan untuk
menukar barang dagangan dengan mata uang, harta dengan harta dengan cara-cara
yang ditentukan syara.
• Akad tijarah adalah seluruh bentuk akad yang bertujuan untuk komersial dan
memperoleh keuntungan. Termasuk ke dalam akad tijarah adalah; pertama, akad
yang mengacu pada konsep bagi hasil seperti mudharabah, musyarakah. Kedua,
akad yang mengacu kepada konsep jual beli, seperti bai’ salam, istisna’, bi’tsaman
‘ajil, murabahah. Ketiga, akad yang mengacu pada konsep sewa, seperti ijarah,
ijarah muntahiyah bi tamlik, dan keempat, akad yang mengcu pada konsep titipan,
seperti wadi’ah, ba’i yad dhamanah maupun yad al-amanah.
• Setiap akad yang dilakukan tentu harus senantiasa senafas dan selaras
dengan al-Qur’an. Sebab, muara dari seluruh aktivitas ekonomi adalah
ridha Allah Swt. Paling tidak ada empat paradigamtik quranik tentang
standar minimum kegiatan ekonomi syariah, yaitu:
• 1. Sistem investasi berdasar pada pembagian laba dan rugi di antara
mereka yang berakad,
• 2. Komoditi yang diniagakan semestinya halalan thayyiba,
• 3. Para pihak yang berakad berkehendak mengeluarkan zakat,
• 4. Ujrah (upah) harus diberikan tepat waktu (qabla ayyajiffa ‘araqahu).
Pandangan Ibn Taimiyah dalam Bermuamalah
• Ibn Taimiyah memberikan patokan dasar dalam melangsungkan sebuah akad atau bermuamalah,
agara muamalahnya tidak keluar dari prinsip syariah, yaitu sebagai berikut:
• 4. Jangan mendzalimi orang lain dan diri sendiri (la dharara wala dhirara).
• Tindakan yang menimbulkan kerugian, kemadharatan (fahsya, munkar, baghy) dan bahaya baik bagi orang lain
maupun diri sendiri adalah tindakan yang salah dan keliru (lihat QS An-Nahl ayat 90). Oleh karena itu Islam
melarangnya. Lembaga Keuangan Syariah misalnya, dalam menetapkan laba/keuntungan haruslah memperhatikan
nasabah, dan sekaligus lembaganya sendiri. Terlalu tinggi laba yang diperoleh lembaga tentu saja akan merugikan
nasabah, demikian juga juga jika terlalu rendah atau sama sekali tidak ada labanya, lembaga yang rugi, meskipun LKS
itu lembaga yang tidak berorientasi kepada laba dan keuntungan semata, namun sudah barang tentu yang namanya
lembaga keuangan yang bergerak di bidang ekonomi, harus mendapatkan laba, hanya laba didapat dengan cara yang
halal.
• 5. Meringankan dan memudahkan, tidak mempersulit dan memberatkan (al-masyaqatu tajlib al-taisir,
yassiry waa tu’assyiru bassyiru wala tunaffiru).
• Sebagai alternatif untuk memberikan kegembiraan dan kesenangan kepada orang lain dan atau kepada orang
yang bekerjasama, upaya memberikan kemudahan, keringanan, dan menggembirakan adalah perbuatan yang
senapas dengan prinsip dan nilai Islam. Karena itu prinsip ini perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam
bermuamalah, agar kemudahan dan keringanan menjadi jembatan keberhasilan bersama.