Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN Al-QAWAID AL-FIQHIYYAH SEBAGAI HUKUM

DALAM TRANSAKSI EKONOMI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Silmi Khairunnisa

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


05040221141@student.uinsby.ac.id
Abstrak
Al-Qawaid al-Fiqhiyyah adalah tempat dimana memberikan bimbingan praktis kepada
masyarakat berdasarkan teks asli al-Qur'an serta al-Hadits. Para ulama dan ahli fiqih al-
Qawaid al-Fiqhiyyah ini dapat menyiapkan pedoman hidup bagi umat Islam dengan derajat
yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Untuk membantu umat Islam
dalam membahas atau mempelajari mata kuliah hukum ekonomi Islam, maka perlu dilakukan
pendalaman pengetahuan tentang kaidah-kaidah fiqhiyyah agar dapat mengetahui hukum-
hukum ekonomi yang berlaku. Selain itu, kaidah fiqhiyyah memudahkan kita dalam mengelola
urusan furû'iyah (cabang) yang terus berkembang dan tak terhitung jumlahnya dalam waktu
yang singkat dan sederhana, yang dilakukan dengan ekspresi yang kompak dan padat. aturan
fiqhiyyah. Juga, untuk memfasilitasi pengelolaan mata pelajaran (cabang) furu'iyyah yang
terus tumbuh dan tak terhitung jumlahnya yang mengkhususkan diri dalam masalah keuangan
yang berkembang di lembaga keuangan Syariah.

Keywords: Qawaid Fiqhiyyah, Hukum, Ekonomi Syariah

Pendahuluan
Keberadaan al-Qawa'id al-Fiqhiyyah menjadi sangat penting sebagai landasan bagi
upaya umat Islam untuk memahami tujuan dari seluruh ajaran Islam (Maqashid Al-Syari'ah)
selama ini. al-Qawaid al-Fiqhiyyah daat dimaknai dengan suatu kaidah fiqh yang secara umum
ataupun secara luas terdiri atas keseluruhan cabang permasalahan fiqh yang mana dipergunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam penetapan hukum. al-Qawaid al-Fiqhiyyah tidak akan dapat
terpisahkan dengan kegiatan ataupun aktivitas ekonomi syariah khususnya dalam menghadapi
ekonomi yang kian berkembang pesat seperti masa kini. Bahkan dapat dinyatakan bahwa
kegiatan ataupun aktivitas ekonomi syariah akan berlangsung dengan baik ketika berlandasan
pada fiqh karena sudah sesuai dengan apa dikehendaki oleh Allah. Hal ini perlu juga dipahami
bahwasannya fiqih bersifat khusus, sementara al-Qawaid al-Fiqhiyyah bersifat umum. Berbagai
kaidah tersebut sifatnya universal ataupun luas yang aman didalam terdapat beberapa bagian
permasalahan yang memiliki kesamaan sehingga dapat digolongkan dalam suatu garis besar
yang kemudian memunculkan berbagai cabang ilmu fiqh.1

Kelebihan dari keberadaan al-Qawa'id al-Fiqhiyyah yakni menciptakan sebuah panduan


yang ringkas atau praktis. Naskah dan nash bersumber dari al-Qur'an dan al-Sunnah. Naskah dan
nash tersebut diabstraksikan secara cermat bagi ulama yang telah terdahulu. Dengan
memfokuskan pada berbagai masalah Fiqh, dan itu telah terjadi pada masyarakat kini. al-Qawaid
al-Fiqhiyyah memiliki makna yakni merupakan aturan atau pedoman yang umum dalam
memperdalam pemahaman mengenai syariah sebagai sebuah Aturan yang Allah tetapkan bagi
umatnya. Fiqh juga dapat dipahami sebagai sebuah pemahaman yang cukup umum terhadap
prinsip dan juga hukum islam yang tertuang didalamnya. Setiap cabang fiqih mempunyai
pembahsan yang tersendiri dan berbeda antara satu dengan lainnya, sebagai contohnya yaitu,
fiqih muamalah hanya mengatur pada masalah keperdataan, fiqih faraidh mengatur tentang
masalah kewarisan. Keduanya berdiri sendiri tanpa adanya campur tangan satu dengan lainnya
mengingat bidang pemahaman serta pembahasan yang memiliki perbedaan maka dari itu
dinyatakan sebagai fikih yang memiliki sifat khusus. al-Qawaid al-Fiqhiyyah memiliki fungsi
sebagai suatu atau perantara media bagi para jajaran mujtahid dalam menyelesaikan berbagai
seluk beluk permasalah dengan menggunakan fiqh sebagai pedoman dalam menetapkan
permasalahan baru yang tidak ada atau belum ada penunjukkan oleh nash yang mana begitu
membutuhkan aturan hukum.2

al-Qowaid al-Fiqhiyyah, menurut Mustafa al-Zarqa, adalah landasan fiqh umum dan
ringkasan bentuk hukum, yang meliputi hukum syara umum untuk berbagai peristiwa hukum
dalam kerangka aturan. Landasan hukum muamalah-fiqh merupakan landasan teori yang dapat
dikatakan untuk membentuk hukum dalam bidang ekonomi. Islam memberikan perhatian yang
besar terhadap perekonomian umat yang tertuang di dalam al-Qur'an, al-Sunnah, dan tulisan-
tulisan banyak ulama yang membicarakan berkenaan dengan ekonomi ijtihad. Bahkan ayat
Alquran yang paling panjang pun sebenarnya mengandung permasalahan perekonomian,
bukanlah permasalahan ibadah ataupuun keimanan Mahdah. Ayat terpanjang adalah ayat 282
1
Zaki, “Kedudukan Fikih, Ushul Fiqh dan al-Qawaid al-Fiqhiyyah dalam Sistem Ekonomi Syari‘ah,” 32–33.
2
Thalib, “Pengaplikasian Qowaid Fiqhiyyah Dalam Hukum Islam Kontemporer,” 55–56.
surat al-Baqarah. Menurut Ibnu Arabi, ayat ini memuat sebanyak 52 hukum tentang ekonomi.
sebagai pedoman atau pegangan hidup bagi umat Islam, al-Qur'an dengan jelas memuat aturan
berkenaan dengan bisnis serta bagaimana menjadikan sebagai profesi yang mendatangkan
manfaat ataupun keuntungan serta memberikan kesenangan. Karenanya didalam al-Qur'an
dianjurkan serta didorong untuk melakukan bisnis sebagai profesi.

Ada banyak al-Qawa'id al-Fiqhiyyah yang perumusannya dilakukan oleh Ulama serta
fuqoha sebagai bagian dari keputusan yang berkenaan dengan perilaku perekonomian umat
islam. Misalnya ('Al-Aadah Muhakkamah) adat dapat dijadikan dasar hukum. Di dalam
masyarakat, kegiatan traksaksi perjual belian dengan skala kecil umumnya dapat dilaksanakan
tanpa adanya penyebutan “aqad”. Jika pihak yang menjual serta membeli saling memahami
bahwa terjadinya transksi selaras dengan praktik dari pihak yang bersangkutan, maka proses
transaksi yang yang difasilitasi dianggap efektif untuk menentukan jumlah kontribusi yang
disusun oleh mantan ahli hukum al-Qawa'id al-Fiqhiyyah serta memahami kontribusi dan
relevansi pengukuran al-Qawa'id al-Fiqhiyyah dalam pemikiran dan perilaku ekonomi umat.
Penerapan al-Qawaid al-Fiqhiyyah
Dalam kehidupan bermuamalah, pemakaian atau penerapan al-Qawaid al-Fiqhiyyah
ialah suatu hal yang begitu penting. Sejalan dengan berkembangnya suatu zaman, kebutuhan
serta keberadaan dari kaidah yang lebih banyak tidak akan dapat terhindarkan kembali. Saat ini
manusia dalam berkegiatan akan kerap dihubungkan dengan barang serta jasa. Teknologi yang
berkembang serta masyarakat yang ditunutut untuk menyesuaikan peningkatan yang dimana
terkadang menghasilkan model transaksi yang baru dan didalamnya memerlukan sebuah
penyelesaian dari sisi hukum islam. Proses menyelesaikan permasalahan secara islam dapat
dengan mempergunakan kaidah berikut ini:
‫اَألصْ ُل فِى ال ُم َعا َملَ ِة اِإل بَا َحةُ إالَّ َأ ْن يَ ُد َّل َد لِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬

Kaidah tersebut memiliki maksud yakni dalam tiap bertransaksi atau bermuamalah pada
dasarnya diperbolehkan, seperti melakukan kegiata perjual belian, melakukan kegiatan gadai,
kerja sama ataupun, mudharabah atau musyarakah, dan lain sebagainya, kecuali yang
ditegaskan untuk dinyatakan sebagai sesuatu yang haram misalnya memberikan akibat yakni
kemudharatan berupa tipuan kepada orang lain, kondisi yang tidak pasti, judi, serta
melaksanakan hal yang riba. Pada kegiatan ekonomi pada lembaga syariah tidak akan terlepas
dengan akad musyarakah, mudharabah, murabahah, musawamah, ijarah, wakalah,
musahamah, dan juga akad wadi’ah dan terdapat berbagai konsep ekonomi serta akad yang
dipergunakan pada lembaga keuangan syariah yang dinyatakan sebagai konsep dan
berdasarkan pada kesepakatan dan juga kaidah fiqh.3

Kaidah Fiqih Dalam Transaksi atau ‘Aqad


‫ضى ْال ُمتَ َعا قِ َد ْي ِن َونَتِ ْي َجتُهُ َماِإ ْلتِ َز َماهُ بِالتَّ َعاقُ ِد‬
َ ‫اَاْل َصْ ُل فِى ْال َع ْق ِد ِر‬

Kadiah tersebut memilikin maksud yakni tiap pelaksanaan transaksi hendaknya berasar
pada kebebasan serta kerelaan, bukan karena terdapat unsur paksaan ataupun rasa kecewa dari
salah satu ataupun pihak lain, jika hal tersebut terjadi, maka suatu transaksi dinyatakan tidak
sah. Sebagai contohnya yaitu salah seorang pembeli merasa kesal dan tertipu karena barang
yang ia beli ternyata cacat tetapi penjualnya tetap menjual barang tersebut dan disembunyikan
cacatnya. suatu akan dapat batal berdasarkan hukum islam dinyatakan tidak terdapat atau
transaksi yang dilaksanakan tidak pernah terjadi. Hal tersebut dapat dikarenakan sebuah akad
yang dinyatakan batal masih tetap tidak sah ataupun diterima dari salah satu pihak.4

Lembaga atau badan keuangan islam atau tidak diperbolehkan menandatangani kontrak
dengan institusi keuangnn lainnya yang menerapkan sistem bunga atau tambahan, meski pihak
lain memberikan izin untuk menerapkan sistem bunga tersebut mengingat sistem bunga telah
ditetapkan sebagai hal yang ilegal oleh Fatwa DSN MUI. Jika institusi keuangan lainnya
mempergunakan akad yang diberlakukan atau yang berjalan bagi sebuah lembaga atau badan
keuangan syariah, yakni akad ataupun kegiatan transaksi yang tidak menerapkan sistem bunga
atau tambahan, maka dapat dikatakan akad baru yang dibuat tersebut sah. Dalam transaksi, jika
kontrak atau transaksi dibatalkan pada saat itu, maka kewajiban juga dibatalkan. Jika pihak
yang membeli serta menjual telah membubuhi tandatangan pada kontrak jual beli, maka pihak
yang membeli dapat melakukan penerimaan barang sementara pihak yang menjual melakukan
penerimaan pembayaran. Kemudian keduanya dapat melakukan pembatalan penjualan.
Karenanya, pihak yang membeli telah dinyatakan dtidak sah haknya atas barang, serta hak
yang dimiliki pihak yang menjual barang juga tidak dinyatakan sah, sehingga pembali
hendaknya melakukan pengembalian barang dan pihak yang menjual melakukan pembelian
uang tersebut (harga barangnya).

3
Permana, “Penerapan Kaidah-Kaidah Fiqih Dalam Transaksi Ekonomi Di Lembaga Keuangan Syariah,” 2–5.
4
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis,
130.
Pokok akad dapat berupa barang-barang tertentu, seperti penjualan, atau dapat berupa
bunga atas suatu barang tertentu, seperti sewa. Kalaupun target saat ini, targetnya juga bisa
berupa layanan seperti jasa broker. Oleh karena itu akibat hukumnya sama dengan pokok atau
kepentingan akad, dan sama dalam arti rukun dan syarat. Hak untuk menjualnya. Atau
memilih istilah kemampuan, dan sebagainya. Transaksi yang menggunakan objek sama
dengan transaksi yang menggunakan objek yang menguntungkan objek. Misalnya, jika
seseorang menyewa rumah atau Melakukan pembelian rumah dengan mengambil manfaat
tinggal ataupun melakukan perpindahan sehingga syarat serta ketentuan dari transaksi yang
ditetakan hendaknya terpenuhi.5
Risiko dan keuntungan berjalan beriringan (yaitu, orang mendapatkan keuntungan dari
sesuatu, dan ketika saat yang sama, mereka harus rela berkorban jika ada risiko dari bisnis
yang memberi mereka keuntungan). Salah satu produk atau contoh bentuk kegiatan lembaga
keuangan syariah adalah Mudharabah (pembiayaan amanah dan investasi amanah), yang
memiliki dua simpul atau keterkaitan yang saling berhubungan untuk memperoleh keuntungan
melalui kemitraan (antara pemilik modal dan pelaku usaha) dan menanggung kerugian jika
terjadi kegagalan dalam usaha tersebut. Terdapat dua simpul yang saling berhubungan antara
risiko. Kegagalan bisnis dalam sistem Mudharabah dibagi menjadi dua kategori:
1. Kegagalan atau kerugian operasi murni disebabkan oleh persaingan komersial, dan
kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik dana.
2. Untuk kerugian operasi yang disebabkan oleh faktor kesengajaan pekerja, nilai
kompensasi kerugian operasi ditanggung oleh pekerja.
Dalam transaksi lembaga keuangan di bawah hukum Syariah, seseorang tidak
diperbolehkan mengambil milik orang lain tanpa alasan berbagi. Misalnya, apakah ada acuan
dalam hukum syarat atau ketiadaan hukum syara dala menagih, menagih, melunasi hutang dan
aspek lainnya. Jika tidak terdapat hukum syara, maka kedua belah pihak tidak boleh
mengambil, memungut, menagih, atau mengambil paksa barang atau milik orang lain. Hal-hal
yang diperbolehkan oleh hukum Syariah tidak dapat dijadikan beban atau tanggung jawab.
Seperti contohnya jika nasabah menarik uang dari lembaga keuangan dan menerima layanan
teller yang berkualitas, dan memberi tip kepada teller, ini diperbolehkan, tetapi ini tidak berarti
bahwa pelanggan harus terus memberi tip kepada teller setiap kali menarik uang dari lembaga

5
Hilal, “Urgensi Kaidah Fiqhiyyah Dalam Pengembangan Ekonomi Islam,” 4.
tersebut.

Rotasi untuk menukar properti sama dengan rotasi untuk menukar objek itu sendiri.
Misalnya, jika pembeli meninggal, pihak lain membeli kembali barang yang dibeli atau
membeli barang melalui ahli warisnya. Jika harga lebih rendah dari harga semula karena hak
milik dikatakan rusak, maka transaksi batal karena kepemilikan barang sudah jelas. Produk
lembaga keuangan syariah (LKS) biasanya akan memberi penghargaan kepada nasabah
dengan berbentuk point yang kemudian dapat dilakukan penukaran dengan beberapa imbalan
tersebut guna agar calon nasavah memiliki ketertarikan untuk melakukan investasi pada
institusi keuangan syariah dengan berbagai syarat yakni nasabah selalu memberika tambahan
tabungan. Jika nasabah memenuhi persyaratan dan menambah saldo atau jumlah tabungan
sesuai kebutuhan dalam jumlah dan waktu tertentu, lembaga wajib memberikan kompensasi.
Ketika persyaratan terpenuhi, pihak yang dibebani oleh kondisi harus memenuhinya.
Dalam transaksi jual beli sewa, pembeli berhak menempati pokok transaksi berupa tempat
tinggal setelah menyelesaikan prosedur terkait dengan keagenan dan membayar uang muka.
Pembeli wajib membayar cicilan cicilan rumah sampai lunas, inilah hasil logis dari motto
transaksi jual beli sewa antara dia dengan lembaga. Pada dasarnya, apa pun yang bermanfaat
dapat dilakukan, dan apa pun yang berbahaya dilarang. Contoh produk atau kegiatan asuransi
adalah produk wakalah bil-ujrah, yaitu suatu bentuk penyerahan suatu transaksi kepada
individu atau badan komersial atau lembaga untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang
yang mengajukan masalah, di mana orang tersebut, badan komersial atau urusan pengelolaan
lembaga badan keuangan menerima upah (manfaat).

Semua bentuk kontrak dinilai dari tujuan atau perwujudan yang ingin dicapai dan
maknanya, bukan dari pengucapan dan bentuknya. Pada pelaksanaan transaksi pada lembaga
atau badan keuangan syariah akan selalu berdasar pada berbagai syarat yang ada di dalam akad
yang menjadikan kedua pihak saling terikat serta mendapatkan akibat dari pelaksanaan
transaksi. Pada konteks tabungan, mulanya merupakan sebuah kesepakatan untuk saling
memberikan bantuan tanpoa adanya imbal jasa atau tidak diperkenankan untuk dipergunakan.
Akan tetapi mengingat akad wadiah tersebut mengandung akad qardh, maka terdapat
perpindahan akad dari tahwul ke al aql dengan makna yakni kesamaan hukum dengan qardh.
lembaga dapat melakukan pengelolaan dana titipan kemudian lembaga yang tidak
mengizinkan keuntungan ini digunakan untuk nasabah wadi'ah sejak awal.6

Kaidah Fiqih Dalam Lembaga Keuangan Syariah


Menurut etimologi, Qawa'id al-Fiqhiyyah berarti dasar pengetahuan dan pemahaman.
Terminologi hukum bersifat universal dan dapat diterapkan. Dengan melihat pengertian di
atas, maka hubungan dengan perbankan syariah merupakan dasar hukum kegiatan perbankan.
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) termasuk dalam kategori Mu’amalah karena
menggunakan harta yang sama dengan akad untuk mengatur hubungan antar pribadi secara
sempit. Maliyyah berasal dari kata mal yang berarti harta, dan biasanya berarti keuangan.
Jumlah ayat tentang Mu'amalah maliyyah dalam Al-Qur'an sangat terbatas, hanya 70 ayat.
Meskipun isu kontemporer terkait dengan mu'amalah maliyyah Semakin kompleks,
meskipun kitab suci yang relevan pertanyaan kontemporer tentang Mu’amalah terbatas,
tetapi ayatnya luas cakupannya dan sifatnya umum, tidak jelas dan rinci, sehingga bisa
dijelaskan.
7
‫ك ْال َغي ِْر بِاَل ِإ ْذنِ ِه‬
ِ ‫صرَّفَ فِى ِم ْل‬
َ َ‫اَل يَجُوْ ُز َأِل َح ٍد َأ ْن يَت‬
“Maksud dari kaidah ini adalah bahwa seseorang tidak dapat membagikan apa yang
menjadi milik orang lain tanpa izin atau kehendak pemiliknya terlebih dahulu. Lembaga
Keuangan Syariah atau yang biasa disebut dengan LKS merupakan entitas jasa keuangan yang
memberi pelayanan arus transaksi keuangan. Berupa transaksi yang pembayaranya dilakukan
secara tunai, angsuran, letter of credit (LC) dan transaksi elektronik, menerima layanan hukum
jika dilakukan oleh orang atau badan hukum yang memiliki kapasitas hukum untuk melakukan
tindakan sesuatu secara sah atau sah dalam transaksi. Menolak untuk memberikan layanan
transaksi kepada pihak yang tidak memiliki hak atau kemampuan untuk bertindak melakukan
sesuatu atau melakukan transaksi bisnis secara sah. Misalnya, lembaga keuangan Islam tidak
melakukan tasharruf (menggunakan) milik orang lain tanpa izin pemiliknya terlebih dahulu.
Transaksi lembaga atau badan keuangan syariah (LKS) dapat dianggap sah dan sah jika
dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan transaksi yang sah dan hak penuh
kepada pihak lawan perbankan. Jika perintah yang diberikan kepada salah satu pihak atau
objek transaksi tidak berada di bawah kekuasaannya atau tanggungannya, maka transaksi
6
Hilal, 8.
7
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis,
227.
dalam perbankan tersebut tidak mengikat secara hukum.“

Salah satu lembaga badan keuangan syariah adalah mudharabah (trust


financing/investasi amanah), yang memiliki dua simpul yang saling terkait satu dengan
lainnya, yaitu memperoleh keuntungan melalui kemitraan (antara pemilik modal dan juga
pedagang) dan menanggung kerugian ketika usaha tersebut mengalami kegagalan. Ada dua
jenis kegagalan usaha dalam sistem mudharabah: Pertama, yaitu jika perusahaan bangkrut atau
kerugian karena persaingan komersial murni, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Kedua,
jika kerugian komersial disebabkan oleh sebab-sebab yang disengaja, nilai ganti rugi
komersial tetap pada pengusaha. Produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) biasanya
menawarkan kepada nasabah reward (hadiah) berupa poin tertentu yang dapat ditukarkan
dengan reward tertentu untuk menarik nasabah berinvestasi di lembaga keuangan syariah,
dengan syarat nasabah selalu menambah tabungannya. Jika nasabah memenuhi persyaratan
dan menambah saldo tabungan sesuai kebutuhan dalam jumlah dan waktu tertentu, lembaga
wajib memberikan kompensasi.8

Dalam transaksi jual beli sewa pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS), pembeli
berhak atau memiliki haknya menempati pokok transaksi berupa tempat tinggal setelah
menyelesaikan prosedur terkait dengan kegiatan dan membayar uang muka. Pembeli wajib
membayar cicilan yang telah diwajibkan untuk dicicil, seperti cicilan rumah sampai lunas, inilah hasil
logis dari motto transaksi jual beli sewa antara pembeli dengan lembaga. Dalam produk
asuransi produk yang diterapkan menggunakan konsep wakalah bi al-ujrah, yaitu suatu bentuk
pelimpahan urusan kepada orang perseorangan atau badan usaha atau lembaga keuangan untuk
bertindak sesuai dengan keinginan orang yang menyerahkannya, dan orang, badan usaha atau
keuangan tersebut lembaga mengelola urusan lembaga menerima upah (tunjangan).
Transaksi Lembaga Keuangan Syariah atau yang biasa disebut dengan LKS selalu
didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam akad, yang mengikat kedua belah pihak para
pelaku yang bertransaksi dan akibat dari transaksi yang dilakukan tersebut. Dalam konteks
wadi'ah atau sebuah tabungan, yang dimana pada awalnya hal itu merupakan kesepakatan
orang untuk saling membantu tanpa imbalan jasa dan tidak boleh digunakan. Namun, karena
akad wadi'ah ini menganut asas qardh, maka pengalihan akad ke tahawul al-'aqd memiliki arti
atau makna hukum yang sama dengan qardh. Menghadirkan konteks lembaga keuangan
8
Hilal, “Urgensi Kaidah Fiqhiyyah Dalam Pengembangan Ekonomi Islam,” 18.
syariah ini memberikan pemahaman yang baik tentang pengelolaannya di lembaga keuangan
syariah (LKS).
Oleh karena itu, ketika membahas Mu’amalah dalam lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS), tidak akan menyimpang dari kaidah-kaidah Fiqh yang telah ditetapkan oleh para ulama
sebelumnya. Di Indonesia sendiri, penggunaan kaidah Fiqh telah dicontohkan dalam proses
perumusan fatwa DSN-MUI. Inilah prinsip dasar penetapan hukum. Aturan-aturan tersebut di
atas sangat penting dalam hukum Syariah, ini dapat menunjukkan bahwa hukum Syariah itu
mudah dan tidak rumit. Sehingga al-Qawa'id al-Fiqhiyyah bisa menganalisa masalah praktis,
membuat undang-undang Berbagai isu terkait erat, dan rumit.
Kaidah Fiqih Sebagai Penyelesaian Problematika Ekonomi Lembaga Keuangan Syariah
ِ ‫ْالبَيِّنَةُ ُح َّجةٌ ُمتَ َع ِّديَةٌ َواِإْل ْق َرا ُر ُح َّجةٌ قَا‬
ٌ‫ص َرة‬ 9

Kaidah diatas menerangkan bahwa suatu alat bukti yang benar adalah alat bukti nyata
yang dimana nilai pembuktiannya itu mutlak atau pokok (bagi pihak yang berkepentingan),
sedangkan gadai (pengakuan) hanya merupakan sebuah alat bukti yang sangat relative dari
pemberi pernyataan ketika perselisihan ekonomi terjadi. Oleh karena itu, fakta bahwa para
pihak memiliki kuitansi, dokumen hukum yang dikeluarkan oleh instansi terkait, faktur
pembayaran dan bukti nyata lainnya secara lisan, yang statusnya lebih kuat dari bukti
pengakuan, hanya dapat memperkuat klaim pribadi mereka.
Tidak masuk akal untuk menetapkan dasar hukum atas sesuatu yang masih dalam
sengketa, kecuali telah menjadi putusan hukum yang mengikat atau dalam keadaan runtuh.
Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, seperti contoh Jika adanya kesepakatan antara A dan B
mengenai wanprestasi atas suatu perjanjian, lalu A mewanprestasikan ke perintah C tanpa
keharusan. Kemudian A bertanggung jawab atas wanprestasinya. Hal-hal yang diperbolehkan
oleh hukum Syariah tidak dapat dijadikan beban atau tanggung jawab. Seperti contoh Jika
nasabah menarik uang dari lembaga keuangan dan menerima layanan teller yang berkualitas,
dan memberi tip kepada teller, ini diperbolehkan, tetapi ini tidak berarti bahwa pelanggan
harus terus memberi tip kepada teller setiap kali menarik uang dari lembaga tersebut.
Sesuatu dengan karakter khusus dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) perlu huruf
besar antara dua kasus. Dari perspektif karakter umum, huruf kecil tidak secara otomatis
diperlukan. Contohnya adalah sengketa kepailitan dalam akad mudharabah, jika kepailitan

9
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis.
perusahaan disebabkan oleh kesalahan manusia mudha'rib, maka dia wajib menggantikan
kerugian modal usaha kepada shahib al-Mal, tetapi jika kepailitan terjadi di luar kemampuan
mudharib dan faktor mekanisme atau kegiatan pasar yang mempengaruhinya, maka sanksi yang
paling ringan adalah kerugian yang ditanggung oleh shahib al-Mal, sebagaimana tercantum
dalam semboyan akad. Mudharabah mempunyai dua simpul yang saling berhubungan, yaitu
dalam memperoleh melalui sistem kemitraan dan bertanggung jawab atas risiko yang terlibat
itu bisa terjadi ketika bisnis gagal. Konsepsi yang gagal dalam mudharabah sendiri terbagi
menjadi dua bagian, yaitu jika yang pertama gagal, disebabkan oleh karena murni persaingan
komersial, kerugian ditanggung pemilik modal. Kedua, jika kerugian usaha disebabkan oleh
faktor kesengajaan antara pelaku bisnis, nilai ganti rugi dari kerugian yang ada menjadi
tanggung jawab pelaku bisnis itu sendiri. Dalam pengertian lain, berarti keuntungan dan
kerugian terbagi dan menjadi tanggung jawab bersama. Jika transaksi Mudharabah
mengalami rugi, sesuai kejadian tersebut, pengelola tidak berkewajiban mengembalikan
barang modal yang cukup.“
Beberapa objek fungsi tidak boleh digunakan sebagai target untuk fungsi lain.
Misalnya, tidak ada seorang pun dapat menggadaikan kembali barang atau barang yang
sebelumnya dijaminkan kepada penerima gadai pertama (sebagai jaminan utang kedua) atau
kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, aturan keuangan ini berlaku untuk larangan melakukan
dua transaksi dengan satu mitra bisnis, seperti mengatur hipotek dan menyewa apartemen dan
menjualnya sebelum akhir masa sewa. Spesialisasi atau area (kekuatan) lebih kuat dari area
umum. Di bidang keuangan, peraturan ini menyangkut pengelolaan wilayah (yurisdiksi) milik
lembaga tertentu. Misalnya, CEO lembaga keuangan syariah (LKS) di Indonesia, seperti di
Jakarta, tidak memiliki wewenang dan tidak boleh mencampuri operasional dan pengelolaan
beberapa lembaganya di Jawa Barat karena, misalnya, masalah daerah kekhasan instansi Jawa
Barat memiliki kantor wilayah sendiri yang dikelola oleh manajer cabang Jawa Barat.
Apa yang kontroversial (sesuatu yang diperselisihkan) tidak dapat disangkal, apa yang
harus ditolak adalah apa yang telah disepakati. Secara lebih rinci, ini menunjukkan kepada kita
bahwa berdasarkan anggapan bahwa para fuqaha yang berargumentasi mengharamkan sesuatu
tidak lebih penting dari pada fuqaha yang menghalalkannya, maka tidak boleh mengingkari
hal- hal yang masih kontroversial. Kemampuan mengerjakan pekerjaan ringan tidak akan
kehilangan hadits atau kewajibannya karena kesulitan. Islam adalah bentuk cinta Tuhan
kepada umat manusia, dan hukum Islamnya dibuat berdasarkan prototipe manusia itu sendiri.
Beban Syariah datang dalam bentuk kewajiban yang terasa berat bagi manusia, Harus
dibarengi dengan beberapa alternatif khusus yang tujuannya agar meskipun Mukallaf dalam
keadaan sulit, syariat Islam tetap dapat ditegakkan oleh Mukallaf. Contoh dalam bidang
ekonomi adalah seseorang yang memiliki harta sampai dengan nishab zakat (pembatasan
pengeluaran kewajiban zakat), dan sebagian hartanya tidak berada di tangannya, maka
menurut pendapat yang kuat, ia wajib mendasarkan aset di tangannya Jumlah properti
membayar zakat.
Hukum Islam dan al-Qawaid al-Fiqhiyyah saling terkait. Hal ini karena dinamika
hukum Islam yang tertuang dalam fiqh sebagian besar didasarkan pada al-Qawaid al-
Fiqhiyyah. Dalam hal ini, sifat umum atau universalitas aturan tersebut membuat hukum Islam
dapat diterapkan. Untuk semua kondisi setiap saat dan pada usia berapa pun. al-Qawaid al-
Fiqhiyyah melihat fiqh sebagai ilmu yang bersifat spesifik, relatif, dan sangat dipengaruhi oleh
kondisi tempat dan waktu, seperti perkembangan sosial, budaya, dan peningkatan ilmu
pengetahuan. Hal ini juga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan hukum Islam.
Mengubah syariat sama dengan mengubah aturan al-qur'an dan sunnah, tetapi sama dengan
mengubah interpretasi syariat, jadi syariat tidak dapat diubah karena sifatnya yang abadi, tidak
dapat disesuaikan. terhadap perkembangan zaman. Kuncinya terletak pada apa yang dipadukan
al-Qawaid al-Fiqhiyyah sebagai parameter untuk memahami makna yang terkandung dalam
al-Quran dan Sunnah yang terkandung dalam fiqh sebagai bentuk penerapan hukum Islam
kontemporer.10
Penutup
Aturan fiqhiyyah didasarkan pada quran, hadits dan ijma. Inilah pemahaman bahwa
kaidah-kaidah fiqhiyyah merupakan hasil ijtihad dan generalisasi dari persoalan-persoalan fiqh
yang disebarkan oleh para ulama mazhab. Kaidah-kaidah Fiqhiyyah dibangun atas dasar
penelitian ilmiah dengan kesadaran dan pendekatan induktif, artinya secara sederhana
merumuskan kaidah- kaidah berdasarkan permasalahan cabang dalam satu ekspresi tertentu
dengan pendapat para fuqaha yang berbeda, yang kemudian digeneralisasikan dari
permasalahan yang serupa atau bahkan sama yang disusun dalam kalimat yang ringkas.
Mu'amalah atau Syariah di Lembaga Keuangan (LKS) tidak berbeda dengan aturan fiqh yang

10
Hilal, “Urgensi Kaidah Fiqhiyyah Dalam Pengembangan Ekonomi Islam,” 10.
ditetapkan oleh para ulama sebelumnya. Di Indonesia sendiri, proses perumusan fatwa DSN-
MUI dicontohkan dengan penggunaan kaidah fikih. Inilah prinsip dasar penegakan hukum.
Aturan di atas sangat penting dalam Hukum Syariah yang dapat menunjukkan bahwa Hukum
Syariah itu sederhana dan mudah. Demikian pula banyak kasus atau permasalahan yang sering
terjadi dalam penyelesaian permasalahan lembaga keuangan syariah, namun masih banyak
pula yang belum terselesaikan dan terselesaikan. Oleh karena itu, keterkaitan (kontribusi)
antara prinsip-prinsip Fiqhiyyah dengan permasalahan tersebut dapat menjadi solusi dan
memberikan pemahaman kepada seluruh umat Islam yang masih belum mengetahui
bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut.

Daftar Pustaka
Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah Yang Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Hilal, Syamsul. “Urgensi Kaidah Fiqhiyyah Dalam Pengembangan Ekonomi Islam.” Radenintan,
8 November. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/adalah/article/view/161.
Permana, Iwan. “Penerapan Kaidah-Kaidah Fiqih Dalam Transaksi Ekonomi Di Lembaga
Keuangan Syariah.” Unisba, t.t.
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/tahkim/article/view/5617.
Thalib, Prawitra. “Pengaplikasian Qowaid Fiqhiyyah Dalam Hukum Islam Kontemporer.”
Yuridika 31, no. 1 (28 Januari 2016): 54. https://doi.org/10.20473/ydk.v31i1.1958.
Zaki, Muhammad. “Kedudukan Fikih, Ushul Fiqh dan al-Qawaid al-Fiqhiyyah dalam Sistem
Ekonomi Syari‘ah” 1, no. 1 (t.t.): 32–33. file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/289-Article
%20Text-500-1-10-20210822.pdf.

Anda mungkin juga menyukai