Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEUANGAN SYARIAH

“AKAD DAN MANAJEMEN JUAL BELI”

Dosen Pengampu:
Septi Wulandari Chairina SE.Ak.,M.Si

Disusun Oleh Kelompok 7:


1. Salwa Rahmadani (20210310200012)
2. Sabilla Luthfiannisa. A (20210310200043)
3. Silviyani Suci Amalia (20210310200045)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keuangan
Syariah yang berjudul “Akad dan Manajemen Jual Beli“ ini dapat berjalan dengan
lancar dan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya akhir zaman.
Penulis mengucapkan terimakasi kepada:
1. Ibu Septi Wulandari Chairina SE.Ak., M.Si. selaku Dosen Keuangan Syariah
yang telah memberikan tugas dengan judul “Akad dan Manajemen Jual Beli”
sehingga penulis mendapat pengetahuan lebih terkait materi tersebut.
2. Pihak-pihak yang berkaitan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik lagi dan bermanfaat.

Jakarta, 25 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I.....................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Manajemen Keuangan Syariah.......................................................................................3

2.1.1 Hubungan antara Manajemen Keuangan Syariah dan Lembaga Perbankan Syariah.
.........................................................................................................................................3

2.2 Akad Jual Beli................................................................................................................3

2.3 Dasar Hukum Jual Beli..................................................................................................4

2.4 Rukun Akad Jual Beli....................................................................................................5

2.5 Syarat Sah Akad Jual Beli..............................................................................................5

2.6 Macam-macam Akad Jual Beli......................................................................................7

2.7 Akad Pola Jual Beli........................................................................................................9

2.8 Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah..........................................................................15

BAB III................................................................................................................................18

PENUTUP............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................19

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen keuangan syariah adalah kegiatan manajerial keuangan
secara individu maupun non-individu untuk mencapai tujuan dengan
berlandaskan prinsip dan dasar hukum agama Islam sebagai pedomannya.
Manajemen keuangan syariah ini dapat dilakukan oleh individu maupun non-
individu. Itu artinya, lembaga perbankan syariah menerapkan manajemen
keuangan syariah dalam setiap transaksinya dengan nasabah sedangkan,
Akad jual beli merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pembeli dan penjual dalam proses kegiatan jual beli.
Dalam Islam, akad ini  termasuk dalam peraturan pada kegiatan Muamalah,
yang merupakan bagian dari sistem ekonomi Syariah. Akad jual beli ini
disesuaikan dengan peraturan dalam agama Islam, baik itu yang telah
dijabarkan dalam Al-Qur’an maupun hadist. Pada dasarnya, akad jual beli
memiliki manfaat agar suatu proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh
dua pihak, tidak akan menimbulkan dampak buruk di kemudian hari.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu manajemen keuangan syariah?
b. Apa hubungan antara manajemen keuangan syariah dan lembaga
c. perbankan syariah?
d. Apa itu akad jual beli ?
e. Apa saja dasar hukum jual beli?
f. Apa saja rukun akad jual beli?
g. Apa saja syarat sah akad jual beli?
h. Apa saja macam-macam akad jual beli?

2
i. Apa saja akad pola jual beli?
j. Apa saja jenis-jenis pembiayaan bank syariah?

1.3 Tujuan Masalah

a. Mengetahui apa manajemen keuangan syariah


b. Mengetahui apa hubungan antara manajemen keuangan syariah dan
lembaga perbankan syariah
c. Mengetahui apa akad jual beli
d. Mengetahui dasar hukum jual beli
e. Mengetahui apa saja rukun akad jual beli
f. Mengetahui apa saja syarat sah akad jual beli
g. Mengetahui apa saja macam-macam akad jual beli
h. Mengetahui akad pola jual beli
i. Mengetahui apa saja jenis-jenis pembiayaan bank syariah

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Keuangan Syariah


Manajemen keuangan syariah adalah kegiatan manajerial keuangan secara
individu maupun non-individu untuk mencapai tujuan dengan berlandaskan prinsip
dan dasar hukum agama Islam sebagai pedomannya. Prinsip dan dasar hukum ini
tidak hanya diaplikasikan pada sistem, tetapi juga berlaku pada lembaga
penyelenggara keuangan, termasuk produk yang ditawarkan. 

2.1.1 Hubungan antara Manajemen Keuangan Syariah dan Lembaga Perbankan


Syariah.
Manajemen keuangan syariah ini dapat dilakukan oleh individu maupun
non-individu. Itu artinya, lembaga perbankan syariah menerapkan manajemen
keuangan syariah dalam setiap transaksinya dengan nasabah sedangkan, Bank
syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah agama
Islam. Implementasi prinsip inilah yang menjadi perbedaan utama dengan bank
konvensional. Konsep penghimpunan dana dalam manajemen keuangan syariah di
bank syariah bisa berbentuk giru, tabungan, dan deposito sedangkan, Lembaga
perbankan syariah umumnya menerapkan prinsip atau akad wadi’ah dan akad
mudharabah. 

2.2 Akad Jual Beli


Jual beli secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda
dengan akad saling mengganti. Sedangkan menurut syaraʻ jual beli adalah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela
di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda dan pihak lain menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syaraʻ dan disepakati.
Jual beli ini diperbolehkan dalam Islam selama tidak bertentangan dengan ketentuan
syaraʻ, seperti menjual barang yang diharamkan syaraʻ, atau jual beli yang terdapat
riba di dalamnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat

4
al-Baqarah ayat 275. Selain itu aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya
akad, maka kegiatan jual beli dianggap tidak sah.

Akad jual beli merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pembeli dan penjual dalam proses kegiatan jual beli. Dalam Islam, akad
ini  termasuk dalam peraturan pada kegiatan Muamalah, yang merupakan bagian
dari sistem ekonomi Syariah. Akad jual beli ini disesuaikan dengan peraturan dalam
agama Islam, baik itu yang telah dijabarkan dalam Al-Qur’an maupun hadist.
Pada dasarnya, akad jual beli memiliki manfaat agar suatu proses transaksi
jual beli yang dilakukan oleh dua pihak, tidak akan menimbulkan dampak buruk di
kemudian hari. Akad yang  juga bisa dikenal dengan istilah shighat (ijab qabul)
diucapkan agar sebuah transaksi dapat dianggap ‘sah’ secara hukum Islam, yang
biasanya dilakukan dalam dua metode, yaitu lisan dan perbuatan.

2.3 Dasar Hukum Jual Beli


Jual beli merupakan akad yang dibolehkan menurut al-Quran, Sunnah dan
ijmak ulama. Maka, hukum asal jual beli adalah mubah atau boleh. Ini artinya
setiap orang Islam bisa melakukan akad jual beli ataupun tidak, tanpa ada efek
hukum apapun. Adapun dasar disyariatkannya jual beli sebagai berikut:

a. Al-Qur’an
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 275).
b. Hadits Rasulullah saw
Artinya: “Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra. bahwasannya Nabi Saw. ditanya tentang
mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur.” (HR. Al-Bazzar dan ditashih oleh
Hakim).
Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu yang dapat merugikan orang lain.
c. Ijmak

5
Ijmak berarti kesepakatan para ulama. Syaikh Ibnu Qudamah Ra. menyatakan
bahwa kaum muslimin telah sepakat diperbolehkannya jual beli (bai’) karena
mengandung hikmah yang mendasar. Hikmah tersebut adalah bahwa setiap
orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap sesuatu yang dimiliki orang
lain. Padahal orang lain tidak akan memberikan sesuatu tanpa ada kompensasi.
Dalam arti lain jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak
akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, barang milik orang lain yang di butuhkannya itu harus diganti
dengan barang lain yang sesuai.

2.4 Rukun Akad Jual Beli


Rukun akad jual beli adalah suatu hal yang wajib terpenuhi sebelum Anda
melakukan proses transaksi untuk menentukan tingkat keabsahannya. Berikut adalah
beberapa contoh dari rukun dalam kegiatan jual beli.
a. Penjual dan Pembeli
Dalam akad, harus ada penjual dan pembeli agar aktivitas perdagangan bisa
dilakukan secara sah. Selain itu, akan lebih baik jika akad dilakukan tatap muka
secara langsung untuk mencegah rasa ketidakpuasan atau salah paham yang bisa
muncul.
b. Objek (barang yang diperjual belikan)
Objek akad dapat berbentuk barang ataupun jasa yang bisa diterima nilainya dan
terjamin halal. Misalnya, akad jual beli rumah, baju dan makanan.
c. Pengucapan Akad
Pengucapan akad berisikan tentang pernyataan bahwa penjual menyetujui
kesepakatan dari pembeli dan bersedia untuk memberikan barang yang dijual
untuk ditukar dengan alat transaksi seperti uang atau harta lain.

2.5 Syarat Sah Akad Jual Beli


a. Keikhlasan Penjual dan Pembeli
Dalam akad, semua pihak yang terlibat baik penjual maupun pembeli harus
ikhlas dalam melakukan transaksi. Wajib hukumnya untuk menegaskan bahwa
tidak ada pihak yang terpaksa dalam aktivitas tersebut. Kalau ada salah satu

6
pihak yang merasa tidak ikhlas, maka kegiatan jual beli dapat dianggap tidak
sah.

b. Penjual dan Pembeli Memenuhi Syarat


Kegiatan jual beli hanya bisa terealisasikan untuk orang yang telah memenuhi
syarat sah menggunakan hartanya dalam akad. Beberapa contoh syarat tersebut
antara lain:
1. Kegiatan jual beli wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal.
2. Orang yang telah terbebani syariat atau mukallaf.
3. Bukan merupakan hamba sahaya para saudagar dan telah merdeka atas
keinginannya sendiri.
4. Sudah cukup umur dan mengerti perihal harta.
c. Syarat Barang Jual Beli
1. Barang itu Jual beli bangkai, kotoran, barang yang menjijikkan dan
sejenisnya tidak sah untuk diperjualbelikan dan hukumnya haram.
2. Milik Oleh karenanya barang-barang yang bukan milik sendiri seperti barang
pinjaman, barang sewaan, barang titipan tidak sah untuk diperjualbelikan.
3. Barang yang dijual dapat dikuasai oleh Tidak sah jual beli ayam yang belum
ditangkap, merpati yang masih beterbangan, ikan yang masih dalam kolam
dan sebagainya.
d. Alat Untuk Tukar Menukar Barang
1. Alat tukar menukar haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum
penggunaannya. Selain itu, menurut ulama fikih bahwa nilai tukar yang
berlaku dimasyarakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
2. Harga harus disepakati kedua belah pihak dan disepakati
3. Nilai kesepakatan itu dapat diserahkan langsung pada waktu transaksi jual
4. Apabila jual beli dilakukan secara barter (al-muqayyadah), bukan berupa
uang tetapi berupa barang

7
e. Halal
Dalam contoh akad jual beli, objek yang diperjualbelikan harus bersifat halal
dan tidak dilarang oleh agama Islam.
f. Ijab dan Kabul
Ijab dilakukan oleh pihak penjual barang dan kabul dilakukan oleh pembeli
barang. Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan
atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain
sebagainya. Hal utama yang ada dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah
pihak. Kerelaan ini dapat dilihat pada saat akad berlangsung dan ijab kabul harus
diucapkan secara jelas dalam transaksi.

2.6 Macam-macam Akad Jual Beli


Berikut ini macam-macam akad jual beli syariah beserta pengertian dan
tujuannya menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), antara lain :
a. Akad Murabahah
Akad pembiayaan di mana penjual menyatakan harga beli produk kepada
pembeli, kemudian pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai perolehan
laba penjual. Keuntungan harga lebih tersebut telah disepakati oleh kedua belah
pihak di awal perjanjian. Dengan begitu, pihak pembeli dapat mengetahui harga
beli produk dan margin keuntungan secara transparan yang telah didapatkan
oleh penjual. Murabahah termasuk macam-macam akad syariah yang paling
sering digunakan dalam transaksi jual-beli di Indonesia.
b. Akad Al-Bai’ wa Al-Isti’jar
Akad al-Bai’ wal Al-Isti’jar termasuk ke dalam macam-macam akad yang
berfokus pada pembiayaan dana. Biasanya, pembiayaan ini dilakukan dengan
berlandaskan prinsip Syariah, dimana seseorang akan mendapatkan pembiayaan
dana dengan jaminan barang berharga.
c. Akad Mudharabah
Jenis akad dalam pembiayaan syariah yang berbentuk kerjasama usaha antara
pihak pemilik modal dan pihak pengelola modal. Dalam akad ini, kerugian
biasanya akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemilik modal, kecuali jika

8
pihak pengelola modal melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian di awal.
Dalam istilah syariah, pemilik modal disebut sebagai shahibul maal, malik, dan
bank syariah. Sedangkan, pihak pengelola modal disebut sebagai nasabah, amil,
atau mudharib.

d. Akad Salam
Akad salam termasuk ke dalam macam-macam akad yang sering ditemukan
dalam transaksi berbasis syariah di Indonesia. Salam merupakan akad
pembiayaan syariah di mana pembeli memesan produk atau barang dan
melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada penjual, kemudian penjual akan
memproses produk atau barang tersebut sesuai dengan syarat dan jangka waktu
yang telah ditetapkan kedua belah pihak. Penerapan akad salam dapat dapat
dilihat dari sistem pembelian syariah secara pre-order. Akad ini berlangsung
ketika kedua belah pihak telah menyetujui kesepakatan yang telah ditentukan,
seperti jangka waktu pembuatan, dan lain sebagainya.
e. Akad Istisna’
Akad istisna’ merupakan akad yang dilakukan ketika seorang pembeli
melakukan sebuah pemesanan secara khusus dengan sistem pemesanan terlebih
dahulu kepada penjual berdasarkan syarat dan kriteria tertentu, kemudian pihak
penjual baru akan melakukan proses pembuatan setelahnya.
Di sini, penjual harus bisa memenuhi permintaan yang telah disebutkan
sebelumnya, sesuai dengan ketentuan serta kesepakatan yang telah disetujui
secara bersama. Produknya juga harus sesuai dengan apa yang dijanjikan di
kesepakatan awal. Biasanya akad istisna’ terjadi pada pemesanan produk dalam
jumlah besar, salah satunya adalah souvenir.
f. Akad Musyarakah
Akad yang dilakukan oleh beberapa pihak berbentuk kerjasama usaha di mana
masing-masing pihak menyetorkan dana sebagai modal dengan porsi sesuai
kesepakatan yang telah diberlakukan. Dengan begitu, modal dari berbagai pihak

9
disatukan untuk menjalankan suatu usaha, kemudian usaha tersebut akan
dikelola oleh salah satu dari pemodal atau meminta bantuan pihak ketiga sebagai
pegawai untuk memutar modal yang sudah ada.
g. Akad Wadiah
Wadiah termasuk ke dalam macam-macam akad yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Akad wadiah adalah akad transaksi dengan skema penitipan barang
atau uang antara pihak pertama dan pihak kedua. Dengan begitu, pihak pertama
sebagai pemilik barang atau dana telah mempercayakan asetnya kepada pihak
kedua sebagai penyimpan aset. Oleh karena itu, pihak kedua, dalam hal ini
adalah perbankan syariah, harus menjaga titipan nasabah dengan aman dan utuh.
Biasanya penerapan akad wadiah digunakan pada rekening tabungan dan giro
syariah. Itulah sebabnya, tak heran jika sebagian orang yang belum
berpenghasilan memilih rekening berakad wadiah agar tidak terdapat biaya
administrasi setiap bulannya.
h. Akad Ijarah
Akad ijarah merupakan pembiayaan syariah dengan sistem sewa antara kedua
belah pihak. Salah satu pihak berperan sebagai penyewa dan membayar kepada
pihak lain (pemilik produk) untuk mendapatkan manfaat atau hak guna dari
produk yang dipinjam, tanpa memindahkan kepemilikan barang tersebut.
i. Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
Akad syariah di mana penyewa membayarkan sejumlah dana untuk memperoleh
manfaat atas produk atau barang tersebut, tetapi pihak penyewa dapat
mengambil pilihan pemindahan hak milik produk tersebut di akhir transaksi.
j. Akad Qardh
Akad qardh merupakan jenis akad syariah di mana nasabah meminjam dana
talangan yang dibutuhkan segera dalam periode singkat sehingga dana tersebut
akan dikembalikan sesuai besaran yg dipinjam,kepada pihak perusahaan
pembiayaan.

2.7 Akad Pola Jual Beli


Jual beli dibolehkan Syariah berdasarkan Alquran, Sunnah, dan Ijmak
(konsensus) para ulama. Dalam QS 2:275 disebutkan bahwa “Allah menghalalkan
10
perniagaan (al-bai') dan mengharamkan riba."Sedangkan dalam QS 4:29 disebutkan
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka di antara kamu.”

Dalam Fikih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi objek yang
diperjual-belikan, jual beli dibagi tiga, yaitu :
a. Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang;
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang dengan mata
uang lain;
c. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang yang
dinilai dengan valuta asing (counter trade).

Dari sisi cara menetapkan harga, jual beli dibagi empat,yaitu :


a. Jual beli musawamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketikapenjual tidak
memberitahukan harga pokok dan keuntungan yangdidapatnya.
b. Jual beli amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukanmodal jualnya
(harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga,yaitu:
1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebut-kan harga
pembelian barang (termasuk biaya perolehan) dan keuntungan yang
diinginkan.
2. Jual beli muwadha'ah (discount), yaitu jual beli dengan harga dibawah modal
dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk penjualan barang atau aktiva
yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa keuntungan dan
kerugian.
c. Jual beli dengan harga tangguh, Bai' bitsaman ajil, yaitu jual beli dengan
penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh ini boleh lebih

11
tinggi daripada harga tunai dan bisa dicicil (concern pada cara menetapkan
harga, bukan pada cara pembayaran);
d. Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari penjual dan
para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi terpilih sebagai
pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli munaqadhah, yaitu jual beli dengan
penawaran pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu dan para
penjual berlomba menawarkan dagangannya, kemudian pembeli akan membeli
dari penjual yang menawarkan harga termurah.

Dari sisi cara pembayaran, jual beli dibagi empat,yaitu:


a. jual beli tunai dengan penyerahan barang dan pembayaran langsung;
b. jual beli dengan pembayaran tertunda, bai' muajjal (deferred payment), yaitu jual
beli dengan penyerahan barang secara langsung (tunai), tetapi pembayaran
dilakukan kemudian dan bisa dicicil;
c. jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery), yang meliputi:
1. bai' as salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai dimuka atas
barang yang dipesan (biasanya produk pertanian) dengan spesifikasinya
yang akan diserahkan kemudian; dan
2. bai'al istishna,yaitu jual beli di mana pembeli membayar tunai atau bertahap
atas barang yang dipesan (biasanya produk manufaktur) dengan
spesifikasinya yang harus diproduksi dan diserahkan kemudian.
d. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
b. Namun demikian, bentuk jual beli yang di adopsi dalam perbankan syariah
dalam pemberian pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai'al-murabahah (biasa
disebut murabahah saja), bai' as salam (biasa disebut salam saja), dan bai' al
istishna (biasa disebut istishna saja).Sedangkan, bai' al sharf (biasa disebut sharf
saja) diterapkan dalam jasa pertukaran uang (money changer).

Dalam Fikih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi objek yang
diperjual-belikan, jual beli dibagi tiga, yaitu:
a. Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang:

12
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang
c. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang yang
dinilai dengan valuta asing (counter trade);

Dari sisi cara menetapkan harga, jual beli dibagi empat, yaitu:
a. Jual beli musawamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketika penjual tidak
memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
b. Jual beli amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal jualnya
(harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga, yaitu:
1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebut- kan harga
pembelian barang (termasuk biaya perolehan) dan keuntungan yang
diinginkan.
2. Jual beli muwadha'ah (discount), yaitu jual beli dengan harga di bawah
modal dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk penjualan barang atau
aktiva yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa keuntungan dan
kerugian.
c. Jual beli dengan harga tangguh, Bai' bitsaman ajil, yaitu jual beli dengan
penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh ini boleh lebih
tinggi harga tunai dan bisa dicicil (concern pada cara menetapkan harga, bukan
pada cara pembayaran);
d. Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari penjual dan
para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi terpilih sebagai
pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli munaqadhah, yaitu jual beli dengan
penawaran pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu dan para
penjual berlomba menawarkan dagangannya, kemudian pembeli akan membeli
dari penjual yang menawarkan harga termurah.

Dari sisi cara pembayaran, jual beli dibagi empat, yaitu:


a. Jual beli tunai dengan penyerahan barang dan pembayaran langsung

13
b. Jual beli dengan pembayaran tertunda, bai' muajjal (deferred payment), yaitu
jual beli dengan penyerahan barang secara langsung (tunai), tetapi pembayaran
dilakukan kemudian dan bisa dicicil;
c. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery), yang meliputi:
1. bai' as salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai di muka atas
barang yang dipesan (biasanya produk pertanian) dengan spesifikasinya
yang akan diserahkan kemudian; dan
2. bai' al istishna, yaitu jual beli di mana pembeli membayar tunai atau bertahap
atas barang yang dipesan (biasanya produk geh manufaktur) dengan
spesifikasinya yang harus diproduksi dan diserahkan kemudian.
d. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

Namun demikian, bentuk jual beli yang diadopsi dalam perbankan syariah
dalam pemberian pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai' al-murabahah (biasa
disebut murabahah saja), bai' as salam (biasa disebut salam saja), dan bai' al istishna
(biasa disebut istishna saja). Sedangkan, bai' al sharf (biasa disebut sharf saja)
diterapkan dalam jasa pertukaran uang (money changer).

Beberapa syarat pokok jual beli menurut Usmani (1999), antara lain sebagai
berikut:

a. Barang yang akan diperjualbelikan harus ada pada saat transi dilakukan. Oleh
karena itu, barang yang belum ada tidak mat diperjualbelikan. Jika terjadi
transaksi semacam ini, meskipun atas dasar saling ridha, maka jual beli tersebut
tidak sah secara Syariah. Misalnya, penjualan anak sapi yang masih dalam
kandungan.
b. Barang yang akan diperjualbelikan harus merupakan milik dari penjual. Jika
terjadi jual beli barang yang belum dimiliki penjual pada saat transaksi, maka
jual beli tersebut tidak sah secara syariah. Misalnya, A menjual ke B sebuah
mobil milik C yang akan dibeli A, dan setelah itu baru diserahkan ke B. Jual beli
tersebut batal karena mobil belum dimiliki oleh A pada saat transaksi dengan B.
c. Barang yang akan diperjualbelikan harus berada dalam kekuasaan konstruktif
(constructive dari penjual. Hak milik konstruktif adalah situasi ketika barang
14
secara fisik belum di tangan penjual, tetapi sudah dalam kendalinya, dan semua
hak dan kewajiban dari barang tersebut sudah dipindahkan kepadanya, termasuk
risiko kerusakan barang.
Contoh (1): A telah membeli mobil dari B. B belum menyerahkan mobil tersebut
ke A. A tidak dapat menjual mobil tersebut ke C. Jika A menjualnya ke C
sebelum B menyerahkan ke A, maka jual beli tersebut tidak sah.
Contoh (2): A telah membeli mobil dari B. Setelah mengidenti- fikasi dan
menerima mobil, A menempatkan mobil tersebut ke suatu tempat/garasi. Jadi,
risiko mobil telah berpindah ke A. Mobil telah berada dalam kekuasaan
konstruktif dari A. Jika A menjual mobil tersebut ke C tanpa memilikinya secara
fisik, jual beli tersebut sah.
Dari tiga syarat yang dijelaskan dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak dapat
menjual barang, kecuali 1) barang tersebut ada; 2) barang tersebut dimiliki oleh
penjual; dan 3) barang tersebut dalam kekuasaan konstruktif dari penjual.

Terdapat perbedaan besar antara jual beli dan janji untuk menjual. Jual beli tidak
dapat dilakukan, kecuali ketiga syarat di atas dipenuhi. Namun demikian,
seseorang dapat berjanji untuk menjual sesuatu yang belum dimiliki atau
dikuasainya. Janji men- jual hanya menimbulkan tanggung jawab moral yang
tidak dapat dituntut secara hukum. Sementara itu, jual beli harus berlaku setelah
barang dikuasai oleh penjual; kemudian dilaksanakan ijab dan qabul.
Konsekuensi legal berlaku setelah itu.

Ketiga syarat di atas dilonggarkan untuk jual beli salam dan istishna karena
keduanya merupakan bentuk jual beli dengan karakteristik khusus dengan
penyerahan barang di kemudian hari (deferred delivery).

d. Jual beli harus langsung dan mutlak. Ini berarti, jual beli untuk waktu yang akan
datang atau jual beli dengan syarat kejadian di waktu yang akan datang tidak
sah. Jika para pihak ingin jual beli menjadi efektif, mereka harus melakukannya

15
dengan jual beli baru setelah sampai pada waktu yang akan datang tersebut, atau
suatu peristiwa terjadi.
e. Objek yang diperjualbelikan harus merupakan barang yang memiliki nilai. Jadi,
barang yang tidak memiliki nilai perdagangan tidak dapat dijual atau dibeli.
f. Objek yang diperjualbelikan harus bukan barang haram, seperti minuman keras,
daging babi, dan sebagainya.
g. Objek yang diperdagangkan harus dapat diketahui dan diidenti- fikasi secara
spesifik oleh pembeli. Objek yang diperdagangkan dapat diidentifikasi dengan
cara penunjukan atau dengan spesifikasi rinci yang dapat dibedakan dari barang
lain yang tidak dijual.
h. Penyerahan barang kepada pembeli harus tertentu dan tidak bergantung pada
suatu syarat atau kemungkinan.
i. Kepastian harga barang merupakan syarat yang diperlukan (neces- sary
condition) agar jual beli sah. Jika harga belum pasti, jual beli tidak sah.

2.8 Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah


a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
Secara umum, yang dimaksud dengan pembiayaan modal kerja syariah
adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum satu tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas PMK dilakukan
atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara
keseluruhan.

Fasilitas PMK dapat diberikan kepada seluruh sektor/subsektor ekonomi


yang dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariah Islam dan tidak dilarang
oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta serta yang dinyatakan
jenuh oleh Bank Indonesia. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
analisa pemberian pembiayaan antara lain:

1. Jenis usaha
Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda.
16
2. Skala usaha
Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat tergantung kepada skala
usaha yang dijalankan.
3. Tingkat kesulitan usaha yang dilakukan
4. Karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai.

Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah,


jenis pembiayaan modal kerja dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu: PMK
Mudlȃrabah, PMK Istisnaʻ, PMK Salam, PMK Murȃbahah, dan PMK Ijȃrah.

b. Pembiayaan Investasi Syariah.


Yang dimaksud dengan pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka
menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang
diperlukan untuk:
1. Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik
dalam rangka usaha baru.
2. Rehabilitasi, yakni penggantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak
dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik.
3. Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama dengan
mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik.
4. Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan
mesin/peralatan baru dengan teknologi sama atau lebih baik.
5. Relokasi proyek yang sudah ada.

c. Pembiayaan Konsumtif Syariah


Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi
kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan
usaha. Dengan demikian yang dimaksud dengan pembiayaan konsumtif adalah
jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya
bersifat perorangan.

17
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan
konsumtif dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1. Pembiayaan Konsumen akad murȃbahah
2. Pembiayaan Konsumen akad IMBT
3. Pembiayaan Konsumen akad ijȃrah
4. Pembiayaan Konsumen akad istishnaʻ
5. Pembiayaan Konsumen akad qard dan ijȃrah

Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang


perlu dilakukan bank adalah:
a. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk
kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan
tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.
b. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah
apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in process. Jika
ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murȃbahah.
c. Pembiayaan Letter Of Credit Secara definitif, yang dimaksud dengan
pembiayaan Letter Of Credit adalah pembiayaan yang diberikan dalam
rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah. Pada umumnya,
pembiayaan L/C dapat menggunakan beberapa akad, diantaranya: wakȃlah
bil ujrah, murȃbahah, salam, istisnaʻ, musyȃrakah.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akad jual beli merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pembeli dan penjual dalam proses kegiatan jual beli.
Dalam Islam, akad ini  termasuk dalam peraturan pada kegiatan Muamalah,
yang merupakan bagian dari sistem ekonomi Syariah. Akad jual beli ini
disesuaikan dengan peraturan dalam agama Islam, baik itu yang telah
dijabarkan dalam Al-Qur’an maupun hadist. Jual beli ini diperbolehkan dalam
Islam selama tidak bertentangan dengan ketentuan syaraʻ, seperti menjual
barang yang diharamkan syaraʻ, atau jual beli yang terdapat riba di dalamnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat al-Baqarah
ayat 275. Selain itu aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya akad,
maka kegiatan jual beli dianggap tidak sah.

19
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman A. 2008. Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan. Edisi 3.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/hal-hal-penting-dalam-
manajemen-keuangan-syariah

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/09/20/akad-jual-beli

https://www.adira.co.id/detail_berita/metalink/macam-macam-akad-syariah-dalam-
transaksi-jual-beli

https://www.acc.co.id/accone/InfoTerkini_Detail?Id=3574&title=Akad-Jual-Beli-
Pengertian-Jenis-dan-Cara-Melaksanakannya

https://an-nur.ac.id/pengertian-jual-beli-dasar-hukum-rukun-syarat-dan-macam-macam-jual-
beli/

20

Anda mungkin juga menyukai