KEUANGAN SYARIAH
Dosen Pengampu:
Septi Wulandari Chairina SE.Ak.,M.Si
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keuangan
Syariah yang berjudul “Akad dan Manajemen Jual Beli“ ini dapat berjalan dengan
lancar dan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya akhir zaman.
Penulis mengucapkan terimakasi kepada:
1. Ibu Septi Wulandari Chairina SE.Ak., M.Si. selaku Dosen Keuangan Syariah
yang telah memberikan tugas dengan judul “Akad dan Manajemen Jual Beli”
sehingga penulis mendapat pengetahuan lebih terkait materi tersebut.
2. Pihak-pihak yang berkaitan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik lagi dan bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Manajemen Keuangan Syariah.......................................................................................3
2.1.1 Hubungan antara Manajemen Keuangan Syariah dan Lembaga Perbankan Syariah.
.........................................................................................................................................3
BAB III................................................................................................................................18
PENUTUP............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................19
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
i. Apa saja akad pola jual beli?
j. Apa saja jenis-jenis pembiayaan bank syariah?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
al-Baqarah ayat 275. Selain itu aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya
akad, maka kegiatan jual beli dianggap tidak sah.
Akad jual beli merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pembeli dan penjual dalam proses kegiatan jual beli. Dalam Islam, akad
ini termasuk dalam peraturan pada kegiatan Muamalah, yang merupakan bagian
dari sistem ekonomi Syariah. Akad jual beli ini disesuaikan dengan peraturan dalam
agama Islam, baik itu yang telah dijabarkan dalam Al-Qur’an maupun hadist.
Pada dasarnya, akad jual beli memiliki manfaat agar suatu proses transaksi
jual beli yang dilakukan oleh dua pihak, tidak akan menimbulkan dampak buruk di
kemudian hari. Akad yang juga bisa dikenal dengan istilah shighat (ijab qabul)
diucapkan agar sebuah transaksi dapat dianggap ‘sah’ secara hukum Islam, yang
biasanya dilakukan dalam dua metode, yaitu lisan dan perbuatan.
a. Al-Qur’an
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 275).
b. Hadits Rasulullah saw
Artinya: “Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra. bahwasannya Nabi Saw. ditanya tentang
mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur.” (HR. Al-Bazzar dan ditashih oleh
Hakim).
Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu yang dapat merugikan orang lain.
c. Ijmak
5
Ijmak berarti kesepakatan para ulama. Syaikh Ibnu Qudamah Ra. menyatakan
bahwa kaum muslimin telah sepakat diperbolehkannya jual beli (bai’) karena
mengandung hikmah yang mendasar. Hikmah tersebut adalah bahwa setiap
orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap sesuatu yang dimiliki orang
lain. Padahal orang lain tidak akan memberikan sesuatu tanpa ada kompensasi.
Dalam arti lain jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak
akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, barang milik orang lain yang di butuhkannya itu harus diganti
dengan barang lain yang sesuai.
6
pihak yang merasa tidak ikhlas, maka kegiatan jual beli dapat dianggap tidak
sah.
7
e. Halal
Dalam contoh akad jual beli, objek yang diperjualbelikan harus bersifat halal
dan tidak dilarang oleh agama Islam.
f. Ijab dan Kabul
Ijab dilakukan oleh pihak penjual barang dan kabul dilakukan oleh pembeli
barang. Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan
atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain
sebagainya. Hal utama yang ada dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah
pihak. Kerelaan ini dapat dilihat pada saat akad berlangsung dan ijab kabul harus
diucapkan secara jelas dalam transaksi.
8
pihak pengelola modal melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian di awal.
Dalam istilah syariah, pemilik modal disebut sebagai shahibul maal, malik, dan
bank syariah. Sedangkan, pihak pengelola modal disebut sebagai nasabah, amil,
atau mudharib.
d. Akad Salam
Akad salam termasuk ke dalam macam-macam akad yang sering ditemukan
dalam transaksi berbasis syariah di Indonesia. Salam merupakan akad
pembiayaan syariah di mana pembeli memesan produk atau barang dan
melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada penjual, kemudian penjual akan
memproses produk atau barang tersebut sesuai dengan syarat dan jangka waktu
yang telah ditetapkan kedua belah pihak. Penerapan akad salam dapat dapat
dilihat dari sistem pembelian syariah secara pre-order. Akad ini berlangsung
ketika kedua belah pihak telah menyetujui kesepakatan yang telah ditentukan,
seperti jangka waktu pembuatan, dan lain sebagainya.
e. Akad Istisna’
Akad istisna’ merupakan akad yang dilakukan ketika seorang pembeli
melakukan sebuah pemesanan secara khusus dengan sistem pemesanan terlebih
dahulu kepada penjual berdasarkan syarat dan kriteria tertentu, kemudian pihak
penjual baru akan melakukan proses pembuatan setelahnya.
Di sini, penjual harus bisa memenuhi permintaan yang telah disebutkan
sebelumnya, sesuai dengan ketentuan serta kesepakatan yang telah disetujui
secara bersama. Produknya juga harus sesuai dengan apa yang dijanjikan di
kesepakatan awal. Biasanya akad istisna’ terjadi pada pemesanan produk dalam
jumlah besar, salah satunya adalah souvenir.
f. Akad Musyarakah
Akad yang dilakukan oleh beberapa pihak berbentuk kerjasama usaha di mana
masing-masing pihak menyetorkan dana sebagai modal dengan porsi sesuai
kesepakatan yang telah diberlakukan. Dengan begitu, modal dari berbagai pihak
9
disatukan untuk menjalankan suatu usaha, kemudian usaha tersebut akan
dikelola oleh salah satu dari pemodal atau meminta bantuan pihak ketiga sebagai
pegawai untuk memutar modal yang sudah ada.
g. Akad Wadiah
Wadiah termasuk ke dalam macam-macam akad yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Akad wadiah adalah akad transaksi dengan skema penitipan barang
atau uang antara pihak pertama dan pihak kedua. Dengan begitu, pihak pertama
sebagai pemilik barang atau dana telah mempercayakan asetnya kepada pihak
kedua sebagai penyimpan aset. Oleh karena itu, pihak kedua, dalam hal ini
adalah perbankan syariah, harus menjaga titipan nasabah dengan aman dan utuh.
Biasanya penerapan akad wadiah digunakan pada rekening tabungan dan giro
syariah. Itulah sebabnya, tak heran jika sebagian orang yang belum
berpenghasilan memilih rekening berakad wadiah agar tidak terdapat biaya
administrasi setiap bulannya.
h. Akad Ijarah
Akad ijarah merupakan pembiayaan syariah dengan sistem sewa antara kedua
belah pihak. Salah satu pihak berperan sebagai penyewa dan membayar kepada
pihak lain (pemilik produk) untuk mendapatkan manfaat atau hak guna dari
produk yang dipinjam, tanpa memindahkan kepemilikan barang tersebut.
i. Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
Akad syariah di mana penyewa membayarkan sejumlah dana untuk memperoleh
manfaat atas produk atau barang tersebut, tetapi pihak penyewa dapat
mengambil pilihan pemindahan hak milik produk tersebut di akhir transaksi.
j. Akad Qardh
Akad qardh merupakan jenis akad syariah di mana nasabah meminjam dana
talangan yang dibutuhkan segera dalam periode singkat sehingga dana tersebut
akan dikembalikan sesuai besaran yg dipinjam,kepada pihak perusahaan
pembiayaan.
Dalam Fikih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi objek yang
diperjual-belikan, jual beli dibagi tiga, yaitu :
a. Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang;
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang dengan mata
uang lain;
c. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang yang
dinilai dengan valuta asing (counter trade).
11
tinggi daripada harga tunai dan bisa dicicil (concern pada cara menetapkan
harga, bukan pada cara pembayaran);
d. Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari penjual dan
para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi terpilih sebagai
pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli munaqadhah, yaitu jual beli dengan
penawaran pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu dan para
penjual berlomba menawarkan dagangannya, kemudian pembeli akan membeli
dari penjual yang menawarkan harga termurah.
Dalam Fikih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi objek yang
diperjual-belikan, jual beli dibagi tiga, yaitu:
a. Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang:
12
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang
c. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang
dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang yang
dinilai dengan valuta asing (counter trade);
Dari sisi cara menetapkan harga, jual beli dibagi empat, yaitu:
a. Jual beli musawamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketika penjual tidak
memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
b. Jual beli amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan modal jualnya
(harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga, yaitu:
1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebut- kan harga
pembelian barang (termasuk biaya perolehan) dan keuntungan yang
diinginkan.
2. Jual beli muwadha'ah (discount), yaitu jual beli dengan harga di bawah
modal dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk penjualan barang atau
aktiva yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa keuntungan dan
kerugian.
c. Jual beli dengan harga tangguh, Bai' bitsaman ajil, yaitu jual beli dengan
penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh ini boleh lebih
tinggi harga tunai dan bisa dicicil (concern pada cara menetapkan harga, bukan
pada cara pembayaran);
d. Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari penjual dan
para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi terpilih sebagai
pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli munaqadhah, yaitu jual beli dengan
penawaran pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu dan para
penjual berlomba menawarkan dagangannya, kemudian pembeli akan membeli
dari penjual yang menawarkan harga termurah.
13
b. Jual beli dengan pembayaran tertunda, bai' muajjal (deferred payment), yaitu
jual beli dengan penyerahan barang secara langsung (tunai), tetapi pembayaran
dilakukan kemudian dan bisa dicicil;
c. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery), yang meliputi:
1. bai' as salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai di muka atas
barang yang dipesan (biasanya produk pertanian) dengan spesifikasinya
yang akan diserahkan kemudian; dan
2. bai' al istishna, yaitu jual beli di mana pembeli membayar tunai atau bertahap
atas barang yang dipesan (biasanya produk geh manufaktur) dengan
spesifikasinya yang harus diproduksi dan diserahkan kemudian.
d. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
Namun demikian, bentuk jual beli yang diadopsi dalam perbankan syariah
dalam pemberian pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai' al-murabahah (biasa
disebut murabahah saja), bai' as salam (biasa disebut salam saja), dan bai' al istishna
(biasa disebut istishna saja). Sedangkan, bai' al sharf (biasa disebut sharf saja)
diterapkan dalam jasa pertukaran uang (money changer).
Beberapa syarat pokok jual beli menurut Usmani (1999), antara lain sebagai
berikut:
a. Barang yang akan diperjualbelikan harus ada pada saat transi dilakukan. Oleh
karena itu, barang yang belum ada tidak mat diperjualbelikan. Jika terjadi
transaksi semacam ini, meskipun atas dasar saling ridha, maka jual beli tersebut
tidak sah secara Syariah. Misalnya, penjualan anak sapi yang masih dalam
kandungan.
b. Barang yang akan diperjualbelikan harus merupakan milik dari penjual. Jika
terjadi jual beli barang yang belum dimiliki penjual pada saat transaksi, maka
jual beli tersebut tidak sah secara syariah. Misalnya, A menjual ke B sebuah
mobil milik C yang akan dibeli A, dan setelah itu baru diserahkan ke B. Jual beli
tersebut batal karena mobil belum dimiliki oleh A pada saat transaksi dengan B.
c. Barang yang akan diperjualbelikan harus berada dalam kekuasaan konstruktif
(constructive dari penjual. Hak milik konstruktif adalah situasi ketika barang
14
secara fisik belum di tangan penjual, tetapi sudah dalam kendalinya, dan semua
hak dan kewajiban dari barang tersebut sudah dipindahkan kepadanya, termasuk
risiko kerusakan barang.
Contoh (1): A telah membeli mobil dari B. B belum menyerahkan mobil tersebut
ke A. A tidak dapat menjual mobil tersebut ke C. Jika A menjualnya ke C
sebelum B menyerahkan ke A, maka jual beli tersebut tidak sah.
Contoh (2): A telah membeli mobil dari B. Setelah mengidenti- fikasi dan
menerima mobil, A menempatkan mobil tersebut ke suatu tempat/garasi. Jadi,
risiko mobil telah berpindah ke A. Mobil telah berada dalam kekuasaan
konstruktif dari A. Jika A menjual mobil tersebut ke C tanpa memilikinya secara
fisik, jual beli tersebut sah.
Dari tiga syarat yang dijelaskan dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak dapat
menjual barang, kecuali 1) barang tersebut ada; 2) barang tersebut dimiliki oleh
penjual; dan 3) barang tersebut dalam kekuasaan konstruktif dari penjual.
Terdapat perbedaan besar antara jual beli dan janji untuk menjual. Jual beli tidak
dapat dilakukan, kecuali ketiga syarat di atas dipenuhi. Namun demikian,
seseorang dapat berjanji untuk menjual sesuatu yang belum dimiliki atau
dikuasainya. Janji men- jual hanya menimbulkan tanggung jawab moral yang
tidak dapat dituntut secara hukum. Sementara itu, jual beli harus berlaku setelah
barang dikuasai oleh penjual; kemudian dilaksanakan ijab dan qabul.
Konsekuensi legal berlaku setelah itu.
Ketiga syarat di atas dilonggarkan untuk jual beli salam dan istishna karena
keduanya merupakan bentuk jual beli dengan karakteristik khusus dengan
penyerahan barang di kemudian hari (deferred delivery).
d. Jual beli harus langsung dan mutlak. Ini berarti, jual beli untuk waktu yang akan
datang atau jual beli dengan syarat kejadian di waktu yang akan datang tidak
sah. Jika para pihak ingin jual beli menjadi efektif, mereka harus melakukannya
15
dengan jual beli baru setelah sampai pada waktu yang akan datang tersebut, atau
suatu peristiwa terjadi.
e. Objek yang diperjualbelikan harus merupakan barang yang memiliki nilai. Jadi,
barang yang tidak memiliki nilai perdagangan tidak dapat dijual atau dibeli.
f. Objek yang diperjualbelikan harus bukan barang haram, seperti minuman keras,
daging babi, dan sebagainya.
g. Objek yang diperdagangkan harus dapat diketahui dan diidenti- fikasi secara
spesifik oleh pembeli. Objek yang diperdagangkan dapat diidentifikasi dengan
cara penunjukan atau dengan spesifikasi rinci yang dapat dibedakan dari barang
lain yang tidak dijual.
h. Penyerahan barang kepada pembeli harus tertentu dan tidak bergantung pada
suatu syarat atau kemungkinan.
i. Kepastian harga barang merupakan syarat yang diperlukan (neces- sary
condition) agar jual beli sah. Jika harga belum pasti, jual beli tidak sah.
1. Jenis usaha
Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda.
16
2. Skala usaha
Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat tergantung kepada skala
usaha yang dijalankan.
3. Tingkat kesulitan usaha yang dilakukan
4. Karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai.
17
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan
konsumtif dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1. Pembiayaan Konsumen akad murȃbahah
2. Pembiayaan Konsumen akad IMBT
3. Pembiayaan Konsumen akad ijȃrah
4. Pembiayaan Konsumen akad istishnaʻ
5. Pembiayaan Konsumen akad qard dan ijȃrah
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akad jual beli merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pembeli dan penjual dalam proses kegiatan jual beli.
Dalam Islam, akad ini termasuk dalam peraturan pada kegiatan Muamalah,
yang merupakan bagian dari sistem ekonomi Syariah. Akad jual beli ini
disesuaikan dengan peraturan dalam agama Islam, baik itu yang telah
dijabarkan dalam Al-Qur’an maupun hadist. Jual beli ini diperbolehkan dalam
Islam selama tidak bertentangan dengan ketentuan syaraʻ, seperti menjual
barang yang diharamkan syaraʻ, atau jual beli yang terdapat riba di dalamnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat al-Baqarah
ayat 275. Selain itu aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya akad,
maka kegiatan jual beli dianggap tidak sah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman A. 2008. Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan. Edisi 3.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/hal-hal-penting-dalam-
manajemen-keuangan-syariah
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/09/20/akad-jual-beli
https://www.adira.co.id/detail_berita/metalink/macam-macam-akad-syariah-dalam-
transaksi-jual-beli
https://www.acc.co.id/accone/InfoTerkini_Detail?Id=3574&title=Akad-Jual-Beli-
Pengertian-Jenis-dan-Cara-Melaksanakannya
https://an-nur.ac.id/pengertian-jual-beli-dasar-hukum-rukun-syarat-dan-macam-macam-jual-
beli/
20