Anda di halaman 1dari 4

1.

PENGERTIAN HUKUM ISLAM

Pengertian hukum islam adalah jalan yang ditempuh manusia untuk menuju jalan Allah, Tuhan
semesta alam. Hukum islam atau syariat islam adalah segala macam hukum atau peraturan yang
tujuannya mengatur segala urusan umat islam dalam menangani perkara dunia dan akhirat.

Syariat islam atau yang lebih sering disebut sebagai syariah merupakan berbagai macam aturan yang
ditetapkan oleh Allah dalam mengatur hubungan mahluk dengan Tuhannya dan saudara sesama
muslim, sesama manusia, mahluk hidup, dan alam. Peraturan dalam hukum islam diambil dari
berbagai sumber yang jika ditelusuri lebih lanjut akan berakhir pada Allah.

Sumber Hukum Islam

Ada 3 sumber hukum islam, yaitu Al Quran, Hadits, dan Ijtihad. Ketiganya saling berkaitan satu sama
lain dan tidak ada yang berbeda pandangan dalam menanggapi suatu permasalahan. Sumber hukum
utama dalam hukum islam adalah Al Quran. Berikut ini rincian sumber hukum islam:

1. Al Quran

Selain berisi firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Al Quran juga berisi peraturan atau hukum dari Allah
sang pencipta kehidupan. Nabi Muhammad diutus untuk menyampaikan Al Quran kepada seluruh
umat manusia hingga kiamat tiba. Al Quran dijadikan sumber hukum pertama atau awal. Setiap
hukum atau peraturan yang dibuat harus berdasarkan Al Quran dan tidak boleh saling bertentangan.
Seiring berkembangnya jaman, tafsiran Al Quran sudah banyak beredar sehingga memudahkan
orang awam untuk mendalami dan menerapkan hukum islam.

2. Hadits Shahih

Acuan kedua dalam hukum islam adalah hadits. Berbeda dengan Al Quran, hadits berisi tentang
penjelasan rinci mengenai hukum islam yang ada di Al Quran, tata cara beribadah, aturan dalam
melaksanakan ibadah, dan ucapan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang dijadikan
sumber hukum. Contoh perbedaan antara hukum dalam Al Quran dan hadits adalah sebagai berikut:

Di dalam Al Quran kita diperintahkan untuk shalat (QS. Al Baqarah ayat 43). Lalu penjelasan cara
shalat, berapa kali shalat, dan kapan waktu untuk shalat dijelaskan melalui hadits. Jadi dalam
prakteknya, hadits digunakan untuk menjelaskan dan menegaskan hukum yang sudah ditulis Allah di
kitab suci Al Quran.

Dalam meriwayatkan hadits yang disampaikan oleh banyak periwayat haruslah dilakukan oleh ulama
dengan ilmu fiqih tinggi dan dipercaya umat. Jika ada salah satu riwayat hadits yang cacat misalnya
jika adalah salah satu periwayat yang ketahuan memiliki sifat buruk (sering berbohong) atau suka
lupa maka derajat kebenaran (shahih) hadits bisa ikut ternoda. Berikut ini empat derajat keaslian
hadits.
Shahih

Hasan

Daif (lemah)

Maudu’ (palsu).

Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada ke-dhabithan-nya. Jika hadits Shahih tingkat
dhabith-nya tinggi, maka hadits hasan tingkat ke-dhabithan-nya ada dibawahnya. Contoh hadits
Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari
Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan karena Muhammad bin
Amr bin al-Qamah dikenal punya kemampuan menghafal yang tidak luar biasa. Dalam menentukan
hukum islam, hadits yang paling dijadikan acuan adalah hadits shahih dan hasan.

3. Ijtihad

Ijtihad adalah usaha para ulama untuk menentukan hukum suatu perkara baru dengan mengacu
pada Al Quran dan hadits. Ijtihad adalah usaha ulama untuk menentukan hukum setelah Nabi
Muhammad wafat sehingga tidak ada lagi yang bisa ditanyakan pendapatnya. Karena bersumber
dari Al Quran dan Hadits maka dari itu Ijtihad ulama harus melampirkan ayat dalam Al Quran dan
hadits ketika ingin memutuskan suatu peraturan. Ada 4 jenis Ijtihad, yaitu:

Ijma, hukum sesuai kesepatakan para ulama

Qiyas, hukum yang mirip dengan hukum lain yang jelas hukumnya

Maslahah, hukum untuk mencapai kemaslahatan umat

Urf, hukum yang sesuai kebiasaan.

Ijtihad adalah langkah para ulama besar untuk menentukan hukum suatu hal baru yang belum
pernah ada di jaman Nabi Muhammad dan tidak tertulis di Al Quran. Oleh karena itu, dalam
menentukan suatu keputusan, Ijtihad harus berdasarkan pada Al Quran dan hadits dan dilihat baik
atau buruknya suatu hal kepada umat muslim lainnya. Salah satu bentuk ijtihad ulama adalah
pengharaman rokok oleh sebagian besar ulama setelah ditemukan kandungan racun pada rokok
yang bisa menggangu kesehatan perokok dan orang di sekitarnya. Baca lebih lanjut Hukum Merokok
dalam Islam.

2. RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM

Bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu : hubungan manusia dengan Tuhan (hablun
minaallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun miannas). Bentuk hubungan pertama
disebut dengan ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut dengan muamalah.
3. PROBLEMATIKA PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Problematika sosial penerapan Hukum Islam di Indonesia pertama: sebab masuknya Hukum Barat ke
Indonesia dan sebab bersinggungan dengan Hukum Adat. Kedua: sebab pengaruh politik dan
keempat : problematika kultur masyarakat. Untuk membuktikan dua problematika sosiologi tersebut
penulis menguraikannya sebagaimana berikut:

a. Sebab masuknya Hukum Barat dan Bertentangan dengan Hukum Adat

Contohnya seperti Suku di Bugis Sulawesi Selatan. Suku ini awalnya menggunakan Hukum Adat
dalam praktek kewarisan yaitu antara anak laki-laki dan anak perempuan atas pembagian yang sama
besar yaitu bagian lelaki sama dengan perempuan, Istilahnya adalah Sama wae asanna manae atau
(1:1). Namun setelah memeluk Agama Islam, Hukum Adat tentang kewarisan (1:1) ditinggalkan dan
menggunakan cara Hukum Islam yaitu bagian seorang lelaki sama dengan bagian dua orang
perempuan.

b. Sebab Pengaruh politik dan Kultur Masyarakat.

Problematika penerapan Hukum Islam di Indonesia dipengaruhi politik dan Kultur masyarakat.
Piagam Jakarta yang merumuskan sila Ketuhanan yang dikenal dengan sebutan tujuh kata yaitu:
“dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluknya”. Mendapat reaksi dari
Indonesia wilayah Timur yang tidak mau bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebab rumusan sila Ketuhanan Pada Piagam Jakarta memberikan
kedudukan istimewa kepada salahsatu Agama, sedangkan kondisi di Indonesia memiliki Agama yang
plural. Dipagi hari tanggal 18 Agustus 1945, Hatta memanggil empat tokoh Islam dan membicarakan
hal itu. Atas kesepakatan tokoh Islam serta menjaga keutuhan Negara, Hatta mengusulkan
penghapusan tujuh kata pada Piagam Jakarta kepada Sidang Pleno Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (J.A, 1990: 3).

Berdasarkan pristiwa di atas konsep legeslasi Hukum Islam pada awal persiapan kemerdekaan
mengakibatkan respon dari Agama lain sebagai efek politik dari pembentukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

c. Problematika Kultur Masyarakat

Selain problematika diatas, problematika kultural juga menjadi kendala dalam penerapan Hukum
Islam di Indonesia. kendala kultur itu datang dari internal pendukung sistem Hukum Islam sendiri,
diantaranya masih ada anggapan bahwa Hukum Islam itu merupakan hukum yang final oleh
karenanya tidak perlu dikembangkan lagi dengan memasukkan kondisi dan persyaratan baru sebagai
bahan pertimbangan dalam mengidentifikasikan sistem Hukum Islam itu. sebagai contoh, salah satu
pasal RUU Perkawinan yang mendapatkan kritikan tajam dari para ulama adalah pasal 13 ayat 2
tentang pertunangan. Bunyi pasal tersebut adalah “bila pertunangan itu mengakibatkan kehamilan,
maka pihak pria diharuskan kawin dengan wanita it, jika disetujui oleh pihak wanita”, pasal ini
mendapat keritik karena mengandung persepsi bahwa tunangan menjadi syarat bolehnya hubungan
seksual antara pihak yang belum melaksanakan akad nikah. (Jaih Mubarak, 2015:39).
Fenomena di atas menunjukkan perbedaan pandangan kultur fiqih yang melemahkan keberadaan
Hukum Islam di Indonesia. Bukti lainnya diantaranya adalah masih maraknya terjadi perkawinan
dibawah tangan dan banyaknya juga praktek poligami yang tidak tercatat secara resmi di Pengadilan
Agama.

4. KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM KONSTITUSI NEGARA

hukum Islam tidak diposisikan sebagai landasan hukum negara, namun lebih kepada sumber
landasan hukum negara. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai hukum Islam ikut menjiwai landasan
konstitusonal negara. Dalam hukum Islam ditemukan dua varian utama, yaitu hukum Islam dalam
pengertian syariah sebagai sesuatu yang final, dan hukum Islam dalam pengertian fiqh sebagai
sesuatu yang relatif. Dalam konteks kerelativan tersebut, dipandang perlu melakukan beberapa
pembaharuan yang progresif agar hukum Islam tetap relevan dengan perkembangan dan perubahan
zaman yang ada di sekitarnya. Prospek pembaharuan yang dilakukan dalam hukum Islam,
diharapkan dapat melahirkan masyarakat madani/civil society yang lebih baik lagi kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai