Anda di halaman 1dari 8

Resensi Artikel

Eksistensi Hukum Islam Di Indonesia


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Umum Agama Islam

Dosen Pengampu : Taufikurrahman S.Pd M.Pd

Disusun oleh :
Dafa Ramadhani Ahmad
(23042010211)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


2023
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum. Hal ini disebutkan secara jelas dalam pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa, “Negara
Indonesia adalah negara Hukum.” Negara hukum selalu dimaknai dengan adanya norma
tertulis yang menjadi landasan bersama. Konsepsi negara hukum meniscayakan hukum
tertulis sebagai panglimanya.

Tentang hukum Islam, jika ditilik dari sejarahnya, eksistensi hukum Islam di Indonesia mulai
sejak masuknya Islam di nusantara. Paling tidak ada tiga teori tentang ini. Teori Gujarat
(India), teori Makkah (Arab) dan teori Persia. Ketiganya terjadi jauh di masa pra
kemerdekaan. Sejak masuknya Islam itu, nilainilai hukum Islam telah menjadi norma yang
dianut oleh masyarakat nusantara. Pada masa kerajaan Islam, hukum Islam punya peran
penting dalam masyarakat. Hukum Islam menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah
hukum di masyarakat. Lalu, pada masa kolonial Belanda, mereka berusaha memberlakukan
hukum mereka pada masyarakat secara kaku. Namun, akhirnya mereka memberi ruang pada
hukum Islam dan hukum adat. Begitu juga pada masa kolonial jepang, mereka berusaha
merebut dominasi hukum atas hukum Islam.

Di masa pasca kemerdekaan, hukum Islam berlaku atas dasar pasal 29 Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” 2 Hal tersebut menunjukkan
bahwa, pengaruh positifisme hukum begitu kuat. Yang artinya, penerapan hukum Islam harus
juga memiliki dasar peraturan pemberlakuanya. Dan ini berpengaruh pada eksistensi hukum
Islam itu sendiri. Dari persoalan tersebut, penting kiranya untuk melihat bagaimana eksistensi
hukum Islam di Indonesia dewasa ini.
PEMBAHASAN

A. Konsepsi Hukum Islam

Hukum Islam bukalah istilah yang populer dalam tradisi Islam awal. Ini adalah konsep yang
baru. Konsep yang baru muncul di era modern. Ini berbeda dengan konsep fiqih atau syariah
yang sudah sangat dikenal dalam tradisi Islam awal. Sehingga, ketika disebut kata hukum
Islam, maka harus ditelisik lebih lanjut bagaimana konsepsinya. Istilah hukum merujuk pada
berbagai peraturan atau norma yang telah ada maupun yang sengaja dibuat untuk mengatur
tingkah laku individu dalam suatu masyarakat, dan itu ditegakkan oleh kekuasaan.

Ini merujuk pada konsepsi hukum dalam pengertian modern. Di mana cenderung kuat dalam
aspek legalpositif. Sedangkan istilah Islam merujuk pada agama Islam itu sendiri. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa Istilah hukum Islam merupakan peraturan legal-positif yang
digali dari nilai-nilai Islam, baik fikih maupun syariah, yang diberlakukan pada masyarakat
oleh kekuasaan. Satu hal yang menjadi ciri penting hukum Islam adalah, bahwa hukum Islam
bersumber pada Islam itu sendiri, baik syariah maupun fikih. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa konsepsi hukum Islam merujuk pada nilai-nilai syariah dan atau fikih yang
telah mengalami positifisasi.

B. Hukum Islam di Indonesia

Umat Islam percaya bahwa hukum Allah adalah hukum yang benar. Karena itu hukum
tersebut harus diterapkan. Ada beberapa ayat yang biasanya dipakai sebagai argumen dalam
hal ini. Misalnya dalam Alquran Surat Al-Maidah ayat 44 yang artinya: “…Barangsiapa yang
tidak memutuskan menurut 3 apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-
orang yang kafir.” (Q.S. Al-Maidah: 44)

Begitu juga Alquran Surat Al-Maidah ayat 45 yang Artinya: “…Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-
orang yang zalim” (Q.S. Al-Maidah: 45)
Juga Alquran Surat Al-Maidah ayat 47 yang artinya: “…Barang siapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
fasik.” (Q.S. Al-Maidah ayat 47)

Ketiga ayat itu, dan juga masih banyak ayat sejenis ini, yang biasanya digunakan sebagai
argumen bahwa manusia harus memakai hukum Allah. Jika tidak, mereka termasuk golongan
yang zalim, kafir, atau fasik.

Namun, yang menjadi problem adalah, bisakah dipastikan apa yang dimaksud hukum Allah
tersebut? Apakah yang dimaksud adalah ketentuan Alquran, tafsir Alquran, hadits maqbulah,
atau fikih? Dan pertanyaan selanjutnya, apakah itu yang menjadi hukum di Indonesia? Ini
adalah pertanyaan yang cukup pelik. Jika kita menjawab hukum Allah adalah Alquran, kita
tahu, bukan itu yang menjadi dasar kita bernegara.

Telah jelas bahwa Indonesia menganut negara hukum. Apa yang menjadi pijakan adalah
norma tertulis yang disepakati bersama. Yaitu konstitusi, dan berbagai norma turunannya.
Namun, dalam hal ini, meski Indonesia menganut negara hukum dalam pengertian hukum
positif, tidak lantas menafikan eksistensi hukum Islam. Nilai-nilai Islam, baik itu dari syariah
maupun fiqih, sebagian tetap hidup melalui proses legislasi.

Satu contoh nilai Islam yang telah mengalami proses legislasi adalah Qanun di Aceh.
Karakter dari pada Qanun sarat akan muatan legal-positif. Sementara fikih maupun syariah
mengisi wilayah etik sekaligus masalah teologis-metafisis dari Qanun tersebut. Qanun adalah
ketentuan yang berasal baik dari syariah maupun fikih yang telah mengalami proses legislasi.
Dia diajukan, dibahas, dan disahkan. Lalu ditegakkan.

Secara hierarkis, Qanun memiliki dasar hukum pemberlakuanya. Dalam Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh pasal 2 yang pada intinya menyatakan bahwa derah diberi
kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaan yang dimiliki. Dan itu
diatur lebih lanjut dengan Peraturan.

Dalam sistem hukum dalam konteks negara bangsa (nation state), Qanun tersebut setara
dengan Peraturan Daerah (Perda). Namun, dia berasal dari nilai-nilai agama. Qanun adalah
fiqih dan atau syariah yang telah mengalami positifisasi. Mereka yang berada dalam wilayah
tersebut terikat dengan Qanun tersebut. Meskipun dalam beberapa kasus, Qanun tersebut
terus dipersoalkan karena dianggap diskriminatif.

Banyak kalangan yang mempersoalkan Qanun di Aceh. Para aktifis HAM banyak yang
mengecam dalam kaitannya dengan hudud dan sejenisnya. Bahkan Qanun Aceh ini biasanya
disebut perda bernuansa agama, atau bahkan perda diskriminatif. Terlepas dari persoalan
tersebut, ulasan ini hendak memberi ilustrasi tentang hukum Islam. Bahwa, hukum Islam
eksis melalui Qanun.

Contoh lain adalah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-
Undang semacam ini memuat berbagai norma-norma hukum Islam tentang perkawinan.
Mulai dari dasar-dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan, pencegahan perkawinan,
batalnya perkawinan, perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami-istri, harta benda
dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, dan seterusnya. Undang-Undang ini
menjadi dasar hukum penting di Pengadilan Agama.

Selain penjelasannya, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dilengkapi dengan Peraturan


Pelaksanaan. Yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Peraturan
Pemerintah ini memuat aturan lebih detail dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.

Contoh lain adalah Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Regulasi ini memuat
pasal-pasal yang memuat hukum wakaf dalam Islam. Undang-Undang ini memuat ketentuan
umum, dasar-dasar wakaf, pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf, dan seterusnya.
Wakaf adalah ajaran Islam. Melalui Undang-Undang ini, ajaran tersebut mengalami
positifisasi.

Poin penting dalam hal ini adalah, bahwa regulasi tersebut dirumuskan berdasarkan nilai-nilai
Islam, baik dari syariah maupun fikih. Itu adalah dua dari sekian banyak UndangUndang
yang dirumuskan dari nilai-nilai Islam. Dengan demikian, hukum Islam juga eksis dalam
Undang-Undang.

Kemudian, tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Regulasi ini memuat ketentuan fikih
yang relatif lengkap. Kompilasi Hukum Islam dianggap rangkuman dari banyak pendapat
fikih Islam. Kompilasi Hukum Islam memuat aturan detail tentang hukum perkawinan,
hukum perceraian, hukum kewarisan, hukum hibah dan wakaf. Pasal-pasal dalam Kompilasi
Hukum Islam disarikan dari pendapat para ulama fikih. Di dalam tata hukum di Indonesia,
Kompilasi Hukum Islam tidak memiliki kedudukan. Kompilasi Hukum Islam adalah instruksi
presiden. Namun, karena banyak dirujuk oleh para hakim di peradilan agama, maka
Kompilasi Hukum Islam menjadi dokumen tertulis yang sangat masyhur.

Dan karena pasal-pasal dalam Kompilasi Hukum Islam sering dirujuk dalam putusan
pengadilan, maka dalam tata sumber hukum, nilai-nilai Kompilasi Hukum Islam menjadi
yurisprudensi. Dari situ, hukum Islam juga eksis. Dia hidup dan mejadi norma umum bagi
masyarakat Islam di Indonesia.
KESIMPULAN

Dengan demikian, di dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia dewasa ini, eksistensi
hukum Islam tertuang dalam berbagai peraturan legal-positif yang memuat nilai-nilai Islam.
Apakah itu yang berasal dari syariah ataupun fikih. Bentuknya bisa seperti Qanun di Aceh,
Undang-Undang, maupun dokumen penting seperti Kompilasi Hukum Islam. Dan berbagai
peraturan legal positif lain yang sejenis dengan ini. 6 Dari situ, bisa disimpulkan bahwa,
dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia, hukum Islam adalah nilai-nilai Islam, baik
yang berasal dari syariah maupun fikih yang telah melalui proses legislasi. Sehingga, hukum
Islam hidup dalam regulasi yang bersifat legal-positif. Di Indonesia, dengan cara itu hukum
Islam eksis.
DAFTAR PUSTAKA

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/eksistensi-hukum-islam-di-indonesia-
oleh-m-khusnul-khuluq-30-6

Anda mungkin juga menyukai