Hukum perdata Islam dapat dipahami semua hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut agama
4 ?
Ibid, hal. 9
5 ?
Abdoel Djamal,Pengantar Hukum di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hal.133
Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang
mengatur berbagai kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan untuk umat
Islam di Indonesia. Dalam mata kuliah hukum perdata Islam di Indonesia merupakan
hukum yang sudah di taqnim atau di tetapkan merupakan Undang- Undang dan
peraturan pelaksnaannha bererta Kompilasi Hukum Islam dan Kompilali Hukum
Ekonomi Islam . mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia 1 merupakan hukum
kelurga Islam di Indonesia , mengambil ruang lingkup dalam bidang perkawinan,
putusnya perkawinan, hadanah, harta bersama dan lain lain .
Amir Syarifuddin, Ushul Fikih, hal.4, 1997, PT.Logos Wacana Ilmu, Jakarta
6
Simorangkir dan Woejono Sastropranoto, Pelajaran Hukum Indonesia, hal.. 16, 1957,
7
8
Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia , hal. 53, 2011, Kencana,
Jakarta
Ibid, hal. 54
9
Moch. Koesnoe, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Ssistem Hukum Nasional, dikutip
10
11
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, hal. 53, 1992, Akademika Pressindo, Jakarta
lebih banyak bersifat administratif procedural, sedangkan KHI adalah merupakan
ketentuan khusus yang lebih berfungsi sebagai ketentuan hukum substansial.12( materi
hukum )
Abdurrahman menyimpulkan tiga fungsi KHI di Indonesia, pertama suatu
langkah awal/ sasaran untuk mewujudkan kodifikasi dan unifikasi hukum nasional yang
berlaku untuk masyarakat. Hal ini penting mengingat mayoritas penduduk Indonesia
adalah beragama Islam, dimana ketentuan-ketentuan hokum yang sudah dirumuskan
dalam kompilasi ini akan diangkat sebagai bahan materi hokum nasional yang akan
diberlakukan nanti. Kedua sebagai pegangan para hakim pengadilan agama dalam
memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi wewenangnya. Ketiga sebagai
pegangan bagi masyarakat mengenai hukum Islam yang berlakuku baginya sudah
merupakan hasil rumusan diambil dari berbagai kitab kuning. Yang semula tidak dapat
mereka baca secara langsung.13
Kompilasi Hukum Islam yang disebarluaskan berdasarkan INPRES No :
1Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama mempunyai kedudukan sebagai pedoman
dalam artian sebagai sesuatu petunjuk bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus dan
menyelesaikan perkara, maka kedudukannya adalah tergantung sepenuhnya dari pada
hakim untuk menuangkannya dalam keputusan-keputusan mereka masing-masing
sehingga KHI ini akan terwujud dan mempunyai makna serta landasan yang kokoh dalam
Yurisprudensi Peradilan Agama. Dengan cara demikian, maka Peradilan Agama tidak
hanya sekarang berkewajiban menerapkan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan
dalam KHI, akan tetapi mempunyai peranan yang lebih besar untuk mengembangkan dan
sekaligus melengkapinya melalui yurisprudensi yang dibuatnya.
Guna mendapat gambaran lebih jauh mengenai masalah KHI ini kiranya patut
diperhatikan bagaimanan pemikiran dan keinginan para pakar hukum tentang bagaimana
seharusnya KHI didudukan dalam sistem hukum Islam. M.Yahya Harahap14,
menyebutkan dalam tulisannya tujuan dari KHI adalah :
1. Untuk merumuskan secra sistematis hukum Islam di Indonesia secara kongkrit
12
I bid, hal. 57
13
Ibid, hal. 60
14
M.Yahya Harahap, Tujuan Kompilasi Hukum Islam dalam kajian Islam tentang berbagai
Masalah Kontemporer, hal.91, 1988, Hikmat Syahid Indah, Jakarta
2. guna dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di lingkungan peradilan
agama
3. dan sifat kompilasi, berwawasan nasional ( bersifat supra sub kultural, aliran atau
mazhab ) yang akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat Islam di Indonesia,
apabila timbul sengketa di depan siding peradilan agama
4. sekaligus akan dapat terbina penegakan kepastian hokum yang lebih seragam
dalam pergaulan lalu lintas masyarakat Islam.
Berdasarkan uraian di atas keterikatan masyarakat dan instansi peradilan
agama, kiranya dapat dilihat dari perspektif metodologis KHI. Yang dapat dikatakan
sebagai Ijma’ ulama Indonesia, setidaknya kesepakatan mayoritas umat Islam di Indonesia
yang mengikat umat Islam untuk mempedomani dan menerimanya sebagai refleksi
kesadaran hukum mereka. Kewajiban mematuhi ketentuan hukum yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang akan mendatangkan kemaslahatan memiliki dalil yang kuat, misalnya
surat an-Nisa’ ayat 59,
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya