Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Hukum dan Interaksi Sosial

Ali Ahmad Syaifuddin, Fahri Ramadhan dan Kholis Andika


aasyaifud@gmail.com, fahriramadhan795@gmail.com dan kholiscom89@gmail.com

Abstrak

Sebagai makhluk sosial, seseorang tidak dapat lepas dari orang lain. Untuk
memenuhi keperluannya seseorang harus berinteraksi dengan orang lain. Interaksi
tersebut berkemungkinan akan terjadi pertentangan didalamnya dan tidak akan
terlepas dari sebuah masalah. Oleh karena itu, adalah hukum yang akan mengatur
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Hukum yang
akan mengadili tingkah laku masyarakat itu juga. Pada dasarnya hukum berfungsi
untuk mengatur hubungan interaksi sosial. Hukum menjadi dasar dari mengenai
apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakuakan dengan harapan segala
sesutu berjalan dengan tertib dan teratur. Hukum agama juga turut menyumbang
bagian sebagai dasar interaksi sosial. Bahkan yang satu ini mempunyai dampak
yang sangat signifikan di tengah masyarakat.
Kata Kunci: Hukum, Interaksi Sosial dan Hubungan.
Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang unik. Selain sebagai makhluk individu, manusia juga
termasuk makhluk sosial. Tingkah laku manusia sebagai makhluk individu berbeda
dengan tingkah laku manusia sebagai makhluk sosial. Tingkah laku manusia sebagai
makhluk sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Sebagai makhluk sosial
manusia tidak bisa hidup sendiri, mereka perlu bantuan orang lain, perlu bekerja sama
dengan orang lain.

Sebagai makhluk sosial, seseorang tidak dapat lepas dari orang lain. Untuk
memenuhi keperluannya seseorang harus berinteraksi dengan orang lain. Dalam interaksi
tersebut kemungkinan terjadi pertentangan. Meskipun demikian, interaksi sosial sangat
dibutuhkan dalam masyarakat. Dilakukannya interaksi sosial memungkin-kan terjadinya
pengembangan pola keteraturan serta dinamika dalam kehidupan sosial.

Interaksi, yaitu hubungan saling mempengaruhi. Hubungan antara individu


dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang dapat
menimbulkan pengaruh satu sama lain. Wujud pengaruh dalam interaksi antara lain
meniru cara orang lain berpakaian, berbicara, bertingkah laku, berjalan, beraksi, dan
sebagainya.

Karena manusia adalah makhluk sosial yang akan terus malakukan interaksi
antara satu sama lain, yang mana dalam interaksi tersebut berkemungkinan akan terjadi
pertentangan didalamnya dan tidak akan terlepas dari sebuah masalah, maka hukum tegak
demi mengatur permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut.
Hukum yang akan mengadili tingkah laku masyarakat itu juga. Karena hukum merupakan
kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.
Tujuan hukum itu adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga
keamananan dan ketertiban akan terpelihara.

Agar kita lebih paham dan mengerti mengenai hukum dan interaksi sosial kami
akan membahas dan menampilkan apa saja yang berkaitan dengan hukum dan interaksi
sosial beserta hubungan antara hukum dan interasi sosial tersebut. Oleh karena itu,
bagaimana hubungan hukum dengan intraksi sosial?

Pembahasan

A. Hukum.
1. Definisi hukum.

Berbagai definisi tentang hukum oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut :

Prof. Mr. E. M Meyers dalam bukunya De Algemene Bergrippen van


het Vurglijik Recht, Hukum adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukkan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara
dalam melakukan tugasnya. Leon Duhuit mengatakan: hukum ialah aturan
tingkah laku para anggota masyarakat aturan yang daya penggunaanya pada
saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari reaksi
Bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang
yang melakuka pelanggaran itu. Kata Immanuel Kant: hukum ialah
keselurahan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang
satu dapat menyusaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain
menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

S.M Amin, seseorang ahli hukum juga mengemukakan bahwa Hukum


adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi itu yang disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah
mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamananan dan
ketertiban akan terpelihara.1

Menurut j. C. T. Simorangkir dan Woejono Sastroprando, hukum


adalah peraturan–peraturan yang bersifat memaksa yang mengatur tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibat tindakan yang diambil yang diambilnya tindakan yaitu dengan
hukuman tertentu.2 Berbagai definisi para ahli tersebut di atas memperoleh
kesimpulan bahwa hukum pada dasarnya hukum adalah segala peraturan yang
di dalamnya berisi peraturan -peraturan yang wajib ditaati oleh semua orang
dan terdapat sanksi yang tegas di dalamnya bagi yang melanggar.

Menurut Plato, hukum merupakan disposisi (kecondongan) akal budi


yang mengatur semua hal menurut kodratnya.3 Menurut Soetandjo
Wignyosoebroto, hukum adalah merupakan sebuah konsep. Tak ada konsep
yang tunggal mengenai apa yang disebut hukum itu. Menurut pendapatnya
dalam sejarah pengajian hukum tercatat sekurang-kurangnya ada 3 konsep
hukum antara lain:4

a) Hukum sebagai asas moralitas atau asas keadalian yang bernilai universal,
dan menjadi bagian inheran sistim hukum alam.

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka Indonesia, Jakarta
1992, hlm 11.
2
Ibid, hlm 11-12
3
Soesi idayanti, sosiologi hukum, tanah air beta, yogyakarta 2020, hal 2.
4
Soesi idayanti, sosiologi hukum, tanah air beta, yogyakarta 2020, hal 5.
b) Hukum sebagai kaidah-kaidah dan positif yang berlaku pada suatu waktu
dan tempat tertentu, dan tertib sebagai produk eksplisit suatu sumber
kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi.
c) Hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional didalam sistem
pemulihan dan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses
pengarahan dan pem-bentukan pola-pola perilaku yang baru.

Konsep-konsep tersebut berwarna moral, filosofi, prositivitas dan


konsep sosiologik atau antropologik, yang kemudian melahirkan kajian-kajian
sosiologi hukum yang akan menadi topik pembahasan dari pada tulisan ini.

2. Hukum Islam.

Istilah hukum Islam adalah sebuah prosa atau gabungan kata dalam
bahasa Indonesia, prosa ini terdiri dari dua kata yakni hukum dan Islam. Prosa
hukum Islam jika dikaji lebih dalam sebenarnya muncul dari terjemahan
bahasa Arab yakni syariah, fiqh dan hukm bahkan istilah lain yakni qanun
juga kita temukan dalam beberapa teks.5

Berikut uraian ketiga istilah ini agar lebih memperjelas pembahasan.

a) Al-Syari’ah adalah seperangkat aturan dasar tentang tingkah laku manusia


yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan langsung oleh Allah dan
Rasul-Nya.6
b) Al-Hukm, menurut para ulama ushul adalah adalah taklif dan khitab dari
Allah SWT (syari’) yang berkaitan dengan perbuatan manusia. 7Al-Hukm
disini kemudian dibagi menjadi tiga, ada al-Hukm Tholabiy, Takhyiri dan
Wad’iy.
c) Fiqh didefinisikan dengan ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat
aplikatif yang didapat dari dalil/sumber yang rinci.8
5
Abdul Haq Syawqi, Sosiologi Hukum Islam, Duta Media Publishing, pamekasan 2019. hlm 11.
6
Muhammad ‘Ali Al-Syaukani, Irshad al-Fuhul (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), hlm. 10.
7
Abdul Wahab Khallaf, Ilm’ al Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Ulm, 1978), hlm. 100.
8
Abd. Wahhab Khallaf, ‘Ilm Ushul al Fiqh, (Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, 1942), hlm.
11.
d) Qanun merupakan penyerapan, pembahasan, dan penerapan materi hukum
Islam tertentu untuk diformat ke dalam bentuk kanun atau Undang-
Undang.9
Memahami, memilah dan membedakan keempat Istilah di atas sangat
penting untuk dilakukan agar kita tidak salah dalam menempatkan posisi, baik
itu posisi al-hukm, al-syariah, qanun serta posisi fiqh. Dengan memahami
keempatnya terutama dalam konteks negara Indonesia maka akan memberikan
warna sekaligus solusi terhadap permasalahan hukum, terutama hukum Islam
yang butuh penyesuaian dari wkatu ke waktu. Selanjutnya peneliti akan
menguraikan pengertian hukum Islam menurut para ahli.

Sementara itu, Barat mengenal hukum Islam dengan terjemahan dari


kata islamic law. Islamic law (hukum Islam) menurut Schacht adalah
sekumpulan aturan keagamaan, perintah-perintah Allah yang
mengaturkehidupan orang Islam dalam seluruh aspeknya. Hukum ini terdiri
atas hukum-hukum yang sama mengenai ibadah dan ritual, seperti aturan
politik dan aturan hukum ( dalam pengertian yang sempit).10

3. Tujuan hukum.

Secara umum tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam


pergaulan manusia sehingga keamananan dan ketertiban akan terpelihara.
Schuyt menambahkan, bahwa maksud dan tujuan hukum mencakup:

1) Mewujudkan ketertiban sosial dalam masyarakat.


2) Menstimulir penyelesaian konflik tsnps kekerasan.
3) Menjamin pengembangan individu dan otonom para warganegara.
4) Mewujudkan pengembangan seadil-adilnya barang-barang langka dalam
masyarakat.

9
Ahmad Sukardja, Mujar Ibnu Syarif, Tiga Kategori Hukum: Syariat, Fikih, dan Kanun (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 93.

10
Abdul Haq Syawqi, Sosiologi Hukum Islam, Duta Media Publishing, pamekasan 2019. hlm 112.
5) Kanalisasi perubahan-perubahan sosial.11

Maksud dan tujuan ini dapat dicapai oleh hukum dengan perantara
undang-undang, sehingga relevansinya dapat diuraikan hukum sebagai
keseluruhan proses-proses regulasi normatif yang oleh atau berdasarkan surat
kuasa negara dipertahankan dan ditunjang.

4. Nilai-nilai dalam hukum.

Ada delapan nilai–nilai yang harus diwujudkan oleh hukum yang


dikemukan oleh Fuller antara lain:12

1. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu.


2. Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak.
3. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut.
4. Perumusan peraturan itu harus jelas dan terperinci (dapat dimengerti
rakyat).
5. Hukum tidak boleh bersifat kontradiktif atau saling bertentangan dengan
hukum lainnya.
6. Hukum harus terjangkau kesanggupan warga negara untuk memenuhinya.
7. Diantara sesama peraturan itu harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah.
8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum
dan peraturan-peraturan yang telah dibuat.

B. Interaksi Sosial
1. Pengertian
Secara harfiah interaksi adalah tindakan yang berbalasan antar individu atau
kelompok. Berikut ini adalah definisi interaksi sosial menurut beberapa pakar.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, interaksi sosial adalah
hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan antara

11
Soesi idayanti, sosiologi hukum, tanah air beta, yogyakarta 2020, hal 3.
12
Soesi idayanti, sosiologi hukum, tanah air beta, yogyakarta 2020, hal 4.
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok
dengan kelompok13. Menurut Maryati dan suryawati, interaksi sosial adalah
kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar
individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok.
Sementara itu, menurut Sutherland, interaksi sosial merupakan saling
merupakan saling mempengaruhi secara dinamis dari kekuatan-kekuatan
dalam kontak di antara pribadi dan kelompok yang menghasilkan perubahan
sikap dan tingkah laku partisipan14.
Pendapat lain milik Bonner, interaksi sosial merupakan suatu hubungan
anatara dua orang atau lebih individu, di mana kelakuan individu
mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Dengan demikian, interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-
hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa
hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok
yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan
individu.

2. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial


Menurut Soerjono Sukanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
Kontak berasal dari kata Con atau Cun yang berarti bersama-sama, dan
tango yang bermakna menyentuh. Demikianlah, secara harfiah kontak artinya
saling menyentuh. Berdasarkan makna ini, hubungan yang terjadi antar
individu atau kelompok bersifat secara fisik15.
Dalam sosiologi, kontak tidak hanya berarti bersentuhan fisik saja
(langsung), kadang-kadang bisa terjadi tanpa fisik (tidak langsung), misalnya
berbicara melalui telepon, menulis surat dan internet. Kontak sosial tidak
hanya berbentuk menjabat tangan atau menepuk pundak, tapi juga berupa
surat yang ditulis tangan Bibi Inem yang berisi tagihan utang anda. Komentar

13
Sri Sudarmi, W. Indriyanto, Sosiologi, (Jakarta: CV. Usaha Makmur, 2009), hal 37.
14
Kemedikbud, Menjauhkan yang dekat dan Mendekatkan yang jauh, (Jakarta: t.p, 2017), hal 6.
15
Sri Sudarmi, W. Indriyanto, Sosiologi, (Jakarta: CV. Usaha Makmur, 2009), hal 37.
anda yang berbunyi, “apa artinya Bang Messi?” terhadap status WA teman,
juga termasuk contoh kontak yang tanpa fisik.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan
kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang
mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah
kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan
kontak sosial.
Komunikasi, sebagai syarat kedua dari interaksi sosial, adalah suatu proses
penyampaian pesan (ide atau gagasan) dari suatu pihak kepada pihak yang
lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Komunikasi terjadi
kalau seseorang memberi arti pada perlakuan orang lain dengan
menyampaikan suatu perasaan. Orang lain tersebut pada akhirnya akan
memberikan reaksi terhadap perasaan yang disampaikan oleh orang yang
bersangkutan16.
Berkomunikasi bisa dengan menggunakan kata-kata atau verbal seperti
berbicara melalui telepon genggam, dan dapat juga menggunakan non verbal
atau isyarat seperti anggukan, gelengan dan lambaian tangan Bibi Inem.
Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas, meskipun terlihat sama dan
tidak bisa terlepas, sejatinya kontak dan komunikasi sangatlah berbeda dan
dapat dipisahkan. Kontak dapat terjadi hanya dengan sentuhan (sesuai asal
katanya), sementara komunikasi dapat terjadi bila ada respon dari pihak lain.
Orang timur tengah yang bertemu orang Jawa telah sahih disebut terjadi
kontak, tapi tidak ada komunikasi bila orang timur tengah tersebut berbicara
dengan bahasa Arab sementara si orang Jawa tidak mau tahu.

3. Macam-macam pola interaksi sosial


Secara garis besar, interaksi sosial terbagi menjadi dua bentuk: asosiatif dan
disosiatif.

16
Ruswanto, Sosiologi, (Jakarta: Mefi Caraka, 2009), hal 55.
Proses asosiatif adalah interaksi yang mengarah kepada persatuan dan
dapat meningkatkan solidaritas sosial antar individu atau kelompok. Proses ini
dapat berbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi17.
Sebagian sosiolog menganggap kerja sama merupakan bentuk interaksi
sosial yang pokok. Kerja sama menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk
interaksi sosial atau dengan kata lain, dasar segala macam bentuk interaksi
sosial adalah kerja sama. Ada beberapa bentuk kerja sama, antara lain:
Pertama, bargaining atau tawar menawar, yakni pelaksanaan perjanjian
melalui pertukaran barang-barang dan jasa-jasa, baik antara dua organisasi
atau lebih.
Kedua, kooptasi atau cooperation, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan
dengan menyepakati pimpinan yang ditunjuk mengendalikan jalannya
organisasi atau kelompok.
Ketiga, koalisi, yaitu kerja sama yang dilakukan oleh dua organisasi atau
lebih demi mencapai tujuan bersama. Dalam suatu pemberitaan dinyatakan
bahwa Prabowo membentuk koalisi besar kepung Ganjar.
Keempat, joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam usaha proyek-proyek
tertentu atas dasar bagi hasil. Bentuk kerja sama ini juga disebut dengan
“usaha Patungan.”
Bentuk interaksi selanjutnya adalah akomodasi. Akomodasi adalah suatu
proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang
mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk
mengatasi ketegangan-ketegangan. Mudahnya, akomodasi adalah interaksi
sosil antara individu dan kelompok dalam upaya menyelesaikan perseteruan
atau konflik. Akomodasi dapat menjadi cara menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan dan mengilangkan kepribadian pihak lawan. Adapun
tujuan akomodasi diantaranya untuk mengurangi pertentangan akibat
perbedaan paham dan mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara
waktu. Gencatan senjata dan arbitrasi (menyelesaikan pertentangan dengan
melibatkan pihak ketiga) adalah di antara bentuk akomodasi.

17
Kemedikbud, Menjauhkan yang dekat dan Mendekatkan yang jauh, (Jakarta: t.p, 2017), hal 13.
Asimilasi adalah bentuk interaksi asosiatif selanjutnya. Asimilasi adalah
proses sosial tingkat lanjut. Ia adalah pembauran dua kebudayaan atau lebih
yang berbeda, saling memengaruhi yang mengakibatkan hilangnya ciri khas
budaya asli dan membentuk kebudayaan baru. Proses ini timbul ketika
kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda saling
bergaul secara interaktif dalam jangka waktu yang lama. Pernikahan dua etnis
atau ras sehingga menghasilkan keturunan campuran adalah contoh asimilasi.
Bentuk yang terakhir adalah akulturasi. Ia adalah proses sosial yang
timbul karena penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing
tanpa menghilangkan unsur-unsur kebudayaan asli. Dalam akulturasi unsur-
unsur kebudayaan asing tersebut melebur ke dalam kebudayaan asli, dengan
tidak menghilangkan kepribadian kedua unsur kebudayaan tesebut. Musik
keroncong merupakan contoh akulturasi, yaitu perpaduan antara musik
Melayu dan Spanyol.
Sementara itu, interaksi yang bersifat disosiatif adalah interaksi yang
mengarah kepada pertentangan atau konflik yang berbentuk persaingan,
kontravensi, pertikaian dan permusuhan. Interaksi ini juga disebut dengan
proses oposisi.
Ada tiga bentuk interaksi disosiatif, antara lain:
Pertama, persaingan, yaitu proses sosial yang ditandai dengan adanya
saling berlomba atau bersaing secara individu atau antar kelompok tanpa
menggnakan anacaman atau kekerasan untuk mencapai satu tujuan.
Pertandingan sepak bola, balap motor, balap unta dan perlombaan lainnya
adalah contohnya.
Kedua, kontravensi, adalah bentuk proses sosial yang berada di tangah
antara persaingan dan konflik. Demo mahasiswa lantaran menolak kebijakan
pemerintah atau provokasi, intimidasi, fitnah dan semacamnya yang dilakukan
oleh kelompok orang adalah contoh kontravensi.
Ketiga, konflik, yakni proses sosial di mana orang-perorangan atau
kelompok ingin mencapai tujuan dengan cara menentang pihak lawan yang
disertai ancaman dan kekerasan18.

C. Hubungan Hukum dengan Interaksi Sosial

Hubungan hukum dengan interaksi sosial sangatlah erat. Hal ini dikarenakan
hukum senantiasa dipengaruhi oleh proses interaksi sosial. Semakin tinggi
intensitas interaksi dan hubungan sosial maka semakin tinggi pula tingkat
penggunaan hukum untuk melancarkan proses interaksi sosial.

Pada dasarnya hukum berfungsi untuk mengatur hubungan interaksi


sosial. Hukum menjadi dasar dari mengenai apa yang harus dilakukan dan yang
tidak boleh dilakuakan dengan harapan segala sesutu berjalan dengan tertib dan
teratur. Hukum dapat diibaratkan seperti kompas, yang menjadi petunjuk arah ke
mana manusia harus melangah dan berbuat. Sebagai makhluk sosial yang sudah
barang tentu akan selalu melakukan hubungan sosial, manusia perlu
memperhatikan hukum yang berlaku di wilayah tempat tinggal mereka, karena
kehidupan sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hukum yang seolah-olah
menjerat mereka agar menuju suatu jalan yang benar.

Hukum agama juga turut menyumbang bagian sebagai dasar interaksi


sosial. Bahkan yang satu ini mempunyai dampak yang sangat signifikan di tengah
masyarakat. Sebagai contoh di dalam jual beli, larangan mengonsumsi babi
menyebabkan orang dilarang melakukan transaksi jual beli babi. Larangan
mengonsumsi minuman keras mengharuskan orang untuk tidak memperjual-
belikan minuman keras.

Aturan hukum agama meskipun sebagian besar tidak menjadi hukum


positif tetap kuat menjadi dasar dari interaksi sosial. Hal ini disebabkan hukum
agama yang lebih dekat dan menyinggung setiap lini kehidupan masyarakat, tanpa
terkecuali. Pada akhirnya, setiap laku antar individu atau kelompok berdasar

18
Sri Sudarmi, W. Indriyanto, Sosiologi, (Jakarta: CV. Usaha Makmur, 2009), hal 50.
kepada aturan agama. Larangan berbuat zina membuat masyarakat menganggap
tidak bermoral pasangan lawan jenis yang bermesraan di tempat sepi, dan sebisa
mungkin menjauhi perbuatan tersebut. Tidak hanya itu, aturan berbuat baik,
tersenyum saat bertemu di jalan dan aturan hukum agama yang lain menjadi
acuan bagaimana manusia harus bertingakah dan berinteraksi.

Kesimpulan

Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari


norma dan sanksi-sanksi. Atau dengan pengertian lain bahwa hukum merupakan
disposisi (kecondongan) akal budi yang mengatur semua hal menurut kodratnya.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis,
baik antara individu yang satu dengan individu lainnya, atau antara kelompok
yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.
Kemudian hukum, kaitannya dengan interaksi sosial, adalah sebagai dasar dari
mengenai apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dengan
harapan segala sesutu berjalan dengan tertib dan teratur

Daftar Pustaka

Abd. Wahhab Khallaf, ‘Ilm Ushul al Fiqh, (Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah,
1942)
Abdul Haq Syawqi, Sosiologi Hukum Islam, Duta Media Publishing, pamekasan 2019
Kemedikbud, Menjauhkan yang dekat dan Mendekatkan yang jauh, (Jakarta: t.p, 2017)
Ruswanto, Sosiologi, (Jakarta: Mefi Caraka, 2009)
Soesi idayanti, sosiologi hukum, tanah air beta, yogyakarta 2020.
Sri Sudarmi, W. Indriyanto, Sosiologi, (Jakarta: CV. Usaha Makmur, 2009)
Ahmad Sukardja, Mujar Ibnu Syarif, Tiga Kategori Hukum: Syariat, Fikih, dan Kanun
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012).
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka
Indonesia, Jakarta 1992.
Muhammad ‘Ali Al-Syaukani, Irshad al-Fuhul (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994).

Anda mungkin juga menyukai