Anda di halaman 1dari 172

BAB I

PENGANTAR ILMU HUKUM

Definisi hukum

Langkah pertama dalam mempelajari suatu disiplin ilmu

adalah memahami pengertian atau definisi ilmu yang akan

dipelajari. Dengan mempelajari definisi tersebut, kita akan

memperoleh gambaran sekaligus batasan dari ilmu yang akan

dipelajari. Demikian pula halnya dengan mempelajari ilmu

hukum, hendaknya dimulai dengan mempelajari batasan

pengertian atau definisi tentang hukum. Namun, rupanya sulit

untuk mencari definisi hukum karena menurut Prof. Mr. Dr. L.j.

van Apeldoorn, tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang

apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sangat

sulit dibuat karena tidak mungkin untuk merumuskan nya yang

sesuai dengan kenyataan ( Apeldoorn dalam Kansil, 1977: 28).

Sekalipun banyak sarjana hukum yang telah memberikan definisi

tentang hukum, satu dari mereka belum pernah ada yang

memberikan kepuasan. Lebih lanjut, apabila kita mencari definisi

hukum maka kita akan menemukan ketidakselarasan pendapat.

Menurut Dr. W. L. G. Lemaire, alasan mengapa hukum itu

sulit diberikan definisi yang tepat adalah karena hukum itu

mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak sehingga tidak

mungkin dicakup secara keseluruhan dalam satu deifinisi

( Lemaire dalam Kansil, 1997: 30). Prof. van Apeldoorn


selanjutnya mengatakan bahwa siapa hendak mengenal gunung,

ia harus melihat sendiri gunung itu. Demikian pula bagi siapa

yang ingin mengenal hukum maka ia harus melihat hukum.

Sepertinya halnya Apeldoorn, Kansil (1997: 30) mengemukakan

bahwa jika kita ingin melihat hukum, kita akan berhadapan

dengan suatu kesulitan karena gunung itu dapat dilihat, tetapi

hukum tidak dapat dilihat.

Walaupun tidak dapat kita lihat, hukum sangat penting

bagi kehidupan masyarakat karena hukum mengatur hubungan

antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain, tidak

terkecuali mengatur hubungan antara anggota masyarakat

dengan masyarakatnya. Dengan demikian, hukum mengatur

hubungan antara manusia dengan perseorangan dengan suatu

masyarakat sebagai kelompok manusia.

Definisi hukum sebagai pedoman

Meskipun sulit untuk membuat sebuah definisi hukum yang

dapat memberikan gambaran yang lengkap dan menyeluruh,

para sarjana hukum menganggap perlu memberikan definisi

sebagai pedoman untuk subjek yang mempelajari hukum. Para

sarjana hukum tersebut antara lain sebagai berikut:

1. E.Utrech dalam Kansil (1997) memberikan definisi bahwa

hukum adalah himpunan peraturan ( perintah-perintah dan

2 | Hukum bisnis
larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat

sehingga ditaati oleh masyarakat itu.


2. Leon Duquit dalam Sampara dkk.(2009), hukum adalah

aturan tingkah laku dalam anggota masyarakat, aturan yang

daya penggunaan nya pada saat tertentu diindahkan oleh

suatu masyarakat sebagai jaminan dan kepentingan bersama

terhadap orang yang melakukan pelanggaraan itu.


3. S.M. AMIN dalam bukunya yang berjudul bertamasya ke

Alam Hukum merumuskan bahwa hukum adalah sekumpulan

peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi yang bertujuan

untuk mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia

sehingga keamanan dan ketertiban dapat terpelihara


4. J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastrapranoto dalam

buku mereka yang berjudul Pelajaran Hukum Indonesia

memberikan definisi bahwa hukum adalah peraturan-

peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah

laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh

badan-badan resmi yang berwajib. Pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan tersebut dikenakan sanksi atau hukuman

tertentu.
5. M.H Tirtaatmidjaja dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum

Perniagaan merumuskan bahwa hukum ialah semua aturan

(norma) yang harus ada di dalam tingkah laku tindakan-

tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman meskipun

mengganti kerugian

3 | Hukum bisnis
UNSUR-UNSUR HUKUM

Berdasarkan rumusan definisi hukum yang telah

dikemukakan oleh para sarjana hukum, apabila ditarik inti

sarinya maka akan ditemukan beberapa unsur yang terdapat di

dalamnya , yaitu sebagai berikut:

1. Serangkaian peraturan yang mengatur tingkah laku manusia

dalam pergaulan masyarakat.


2. Peraturan itu dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib

dalam suatu masyarakat tertentu


3. Peraturan-peraturan yang dibuat tersebut mempunyai

kekuatan (bersifat) memaksa


4. Terhadap pelanggaran atas peraturan tersebut dikenakan

sanksi yang tegas

Tujuan Hukum

Said Sampara dan kawan-kawan dalam bukunya Pengantar

Ilmu Hukum mengemukakan bahwa dalam membahas tujuan

hukum perlu terlebih dahulu diketahui apakah yang dimaksud

dengan tujuan hukum. Hal ini karena hukum tidak mempunyai

tujuannya sendiri. Yang mempunyai tujuan hanyalah manusia.

Akan tetapi, hukum bukanlah tujuan manusia, melainkan hanya

sebagai salah satu alat mencapai tujuan manusia dalam hidup

bermasyarakat dan bernegara. Hubungan inilah yang dimaksud

dengan tujuan hukum.

4 | Hukum bisnis
Kansil (1997) mengemukakan bahwa dalam pergaulan

masyarakat terdapat aneka macam hubungan di antara anggota

masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-

kepentingan anggota masyaraat itu. Karena beraneka ragamnya

hubungan itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-

aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam

hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan di dalam

masyarakat.

Kansil menambahkan bahwa peraturan-peraturan hukum

yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat

untuk patuh dalam menaatinya akan menciptakan keseimbangan

dalam setiap hubungan di dalam masyarakat. Setiap

pelanggaran atas peraturan yang ada akan dikenakan sanksi

atau hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang

melanggar peraturan.

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan itu dapat

berlangsung terus-menerus dan diterima oleh seluruh anggotan

masyarakat, aturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak

boleh bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Dengan

demikian, hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian

hukum dalam masyarakat dan harus bersendikan pada keadilan,

yaitu rasa keadilan masyarakat.

5 | Hukum bisnis
Sejalan dengan Kansil, Said Sampara dkk. Mengemukakan

bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan

masyarakat yang tertib dan menciptakan ketertiban di dalam

masyarakat sehingga kepentingan manusia akan terlindungi.

Roscoe Pound dalam Harun Uth (1998) mengemukakan dua

belas tujuan hukum. Kedua belas tujuan hukum tersebut dapat

dipersempit menjadi empat tujuan hukum, yaitu menjaga

ketentraman dan kedamaian masyarakat, menyelesaikan suatu

perselisihan yang terjadi dalam masyarakat dengan seadil-

adilnya sehingga terjadi ketertiban dan keamanan umum,

memelihara status quo, dan mengadakan perubahan dalam

masyarakat (social engineering). Wirjono Prodjodikoro dalam

bukunya Perbuatan Melanggar Hukum dalam Soeroso (2002)

juga mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mewujudkan

keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam masyarakat.

Selanjutnya, Apeldoorn dalam bukunya Inleiding Lot de Studie

wan Het Nederlands Recht dalam Soeroso (2002) menyatakan

pula bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam

masyarakat secara damai dan adil.

Dari konsepsi-konsepsi tentang tujuan hukum yang

dikemukakan oleh para sarjana hukum tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa hukum bertujuan untuk mengatur ketertiban

6 | Hukum bisnis
dan ketentraman masyarakat dengan melindungi kepentingan-

kepentingan individu dan masyarakat agar tercapai keadilan di

dalam masyarakat.

Sumber-Sumber Hukum

Sumber hukum dapat diartikan sebagai dasar yang sah yang

memberikan kekuatan untuk membuat aturan, melakukan

perbuatan, serta hak dan kewenangan yang harus ditaati oleh

masyarakat. Menurut Zevenberg dalam Ali (1996), sumber

hukum adalah sumber terjadinya hukum dan/atau sumber yang

menimbulkan hukum. Selanjutnya, para ahli hukum

membedakan sumber hukum ke dalam dua jenis, yaitu sumber

hukum material dan sumber hukum formal.

Sumber Hukum Material

Sumber hukum material adalah sumber hukum yang isinya

mengikat masyarakat untuk mematuhinya karena sesuai dan

bersumber dari kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat

tersebut.

Sebagai contoh dalam bidang ekonomi, situasi ekonomi

dalam masyarakat akan menyebabkan timbulnya aturan-aturan

atau hukum dalam bidang ekonomi.

Sumber Hukum Formal

7 | Hukum bisnis
Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan wajib

dipedomani karena cara pembentukan nya diterima oleh

masyarakat tersebut. Sumber sumber hukum formal meliputi

undang-undang (statue), kebiasaan (custom),

yurisprudensi,traktat (treaty) dan pendapat ahli hukum (doktrin).

Undang-Undang (Statue)

Undang-undang (UU) merupakan suatu peraturan negara

yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan, dan

dipelihara oleh penguasa negara.

Kebiasaan (Custom)

Menurut Kansil (1977), kebiasaan adalah perbuatan manusia

yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.

Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan

kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan maka tindakan

yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai

pelanggaran perasaan hukum. Dengan demikian. Timbullah

suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang

sebagai hukum.

Sebagai contoh, apabila seorang perantara (broker)

menerima komisi sebesar 10% dari hasil penjualan atau

8 | Hukum bisnis
pembelian dan hal ini terjadi berulang-ulang yang dilakukan juga

oleh perantara lain nya maka timbullah suatu kebiasaan yang

lambat laun menjadi hukum kebiasaan

Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang diikuti

dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim-hakim berikutnya

apabila menghadapi kasus yang sama.

Sebagai contoh, seorang hakim mengikuti keputusan hakim

yang terdahulu karena ia sependapat dengan isi keputusan

tersebut dan dipakai sebagai pedoman dalam mengambil

keputusan mengenai suatu perkara yang serupa.

Menurut Sampara dkk. (2009: 121), ada tiga alasan

seorang hakim mengikuti keputusan terdahulu, Yaitu :

1. keputusan itu mempunyai kekuatan yang lebih tinggi,

terutama keputusan pengadilan tinggi dan mahkamah

agung;
2. karena pertimbangan teknis
3. karena sependapat

Traktat (Treaty)

Traktat adalah perjanjian di antara dua negara atau lebih

mengenai suatu hal. Dengan demikian,traktat merupakan suatu

9 | Hukum bisnis
perjanjian internasional. Apabila dibuat oleh dua negara maka

dinamakan perjanjian bilateral, sedangkan apabila dibuat atau

ditandatangani oleh lebih dari dua negara maka dikenal dengan

istilah perjanjia multilateral.

Sebuah traktat berlaku efektif, dalam pengertian mengikat

atau wajib dipatuhi oleh warga dari negara yang

menandatangani perjanjian tersebut apabila traktar telah

diratifikasi ( disahkan ) oleh parlemen negara tersebut. Sebagai

contoh adalah perjanjian penghindaran pajak berganda antara

Indonesia dengan Singapura dan negara-negara lainnya.

Pendapat Ahli Hukum (Doktrin)

Apabila hakim akan mengambil suatu keputusan terhadap

perkara yang ditanganinya, namun (1) perkara tersebut

merupakan perkara yang agak unik atau belum pernah terjadi

sehingga belum ada undang-undang yang mengaturnya, (2)

bukan merupakan kebiasaan dalam masyarakat, (3) belum

pernah ada yurisprudensinya, dan (4) tidak terdapat aturannya

dalam traktat maka hakim dapat meminta pendapat para ahli

hukum. Pendapat para ahli hukum tersebut dapat dijadikan dasar

bagi hakim untuk membuat keputusan dalam menyelesaikan

perkara yang ditanganinya. Hal ini karena pendapat para ahli

10 | H u k u m b i s n i s
hukum mempunyai pengaruh yang sangat besar, terutama

dalam bidang hubungan internasional ketatanegaraan. Bagi

hukum internasional dan hukum tata negara, pendapat para ahli

hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

Kaidah Hukum

Dalam kehidupan bermasyarakat, interaksi di antara

anggota masyarakat pasti terjadi, baik dalam kehidupan sosial

maupun dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Adanya

interaksi dan pemenuhan kebutuhan ekonomi tersebut, secara

sengaja ataupun tidak sengaja akan melahirkan norma yang

dijadikan pedoman bersama dalam pergaulan antarindvidu atau

individu dengan masyarakatnya. Norma yang mengatur tingkah

laku manusia dibuat oleh pihak yang mempunyai kewenangan

yang sah, isinya mengikat setiap anggota masyarakatnya,

pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh pihak yang mempunyai

kewenangan yang dinamakan dengan kaidah hukum. Dalam

konteks hukum negara, kewenangan dimiliki oleh negara.

Keistimewaan kaidah hukum justru terletak pada sifatnya

yang memaksa dan sanksinya yang berupa ancaman hukuman.

Alat-alat kekuasaan negara berupaya agar norma hukum ditaati

dan dilaksanakan. Paksaan bukan berarti sewenang-wenang,

melainkan harus bersifat sebagai alat yang dapat memberi suatu

11 | H u k u m b i s n i s
tekanan agar kaida-kaidah hukum itu d hormati dan ditaati

(Kansil, 1997: 86). Sebagai contoh, apabila seseorang karena

kesalahannya mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang

maka ia diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. Lebih

lanjut, suatu kaidah hukum dapat lahir karena dua faktor

penyebab sebagai berikut :

1. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah sosial di

dalam masyarakat. Dalam istilah Paul Bohanan, kaidah

hukum ini dinamakan kaidah hukum yang berasal dari proses

double legitimacy atau pemberian ulang legitimasi dari suatu

kaidah sosial nonhukum (moral, agama dan kesopanan)

menjadi suatu kaidah hukum (Sampara dkk., 2009 : 132).

Sebagai contoh, larangan membunuh telah dikenal

sebelumnya dalam kaidah agama dan kaidah moral. Melalui

proses pelembagaan kembali, larangan tersebut diubah

menjadi kaidah hukum yang dituangkan dalam pasal 338

Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP).


2. Kaidah hukum yang diturunkan oleh otoritas tertinggi sesuai

dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu dan langsung

terwujud dalam bentuk kaidah hukum, serta tidak sama sekali

berasal dari kaidah sosial sebelumnya. Sebagai contoh,

Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Larangan Praktik

12 | H u k u m b i s n i s
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

Asas-Asas Hukum

Terdapat beberapa asas atau prinsip pokok yang berlaku

dalam seluruh bidang hukum dan ilmu pengetahuan hukum.

Beberapa asas tersebut disebut dengan doktrin. Berikut ini

dikemukakan beberapa asas atau doktrin hukum.

Asas Lex Superiori Derogat Legi Generalis

Asas ini berarti hukum ataupun perundang-undangan yang

bersifat umum mengesampingkan hukum atau perundang-

undangan yang bersifat umum. Jika terjadi konflik atau

pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang

khusus dengan yang umum maka yang berlaku adalah

perundang-undangan yang besifat khusus. Doktrin ini sangat

penting dalam penafsiran dan penerapan hukum yang berlaku,

baik secara nasional dan internasional.

Sebagai contoh, di satu sisi, dalam hubungan antara Kitab

Undang-Undang Perdata (KUHPerdata) dengan kitab Undang-

Undang Hukum Dagang (KUHD), KUHPerdata adalah hukum yang

bersifat hukum, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum

antarindividu, seperti dalam hubungan keluarga, kekayaan, dan

13 | H u k u m b i s n i s
perjanjian. Di sisi lain, terdapat KUHD yang mengatur hubungan

hukum tertentu yang timbul dalam aktivitas bisnis. Apabila

terdapat pertentangan antara pasal dalam KUHPerdata dengan

pasal dalam KUHD maka yang berlaku adalah pasal dalam KUHD.

Doktrin atau asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis ini

secara tegas terdapat dalam pasal 1 KUHD yang berbunyi

KUHPerdata, seberapa jauh daripadanya dalam kitab ini tidak

khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan berlaku juga

terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.

Asas Lex Superiori Derogat Legi Inferior

Asas ini berarti peraturan atau hukum yang lebih tinggi

tingkatannya mengalahkan peraturan atau hukum yang lebih

rendah tingkatannya. Jika terjadi konflik atau perbedaan antara

peraturan atau hukum yang lebih tinggi tingkatannya dengan

yang lebih rendah maka yang lebih tinggi didahulukan.

Sebagai contoh, UUD Negara RI 1945 menjadi acuan

hukum bagi UU di bawahnya. Apabila isi pasal-pasal dalam UU

mengatur substansi yang sama dengan isi pasal-pasal UUD 1945,

namun aturannya bertentangan maka isi pasal UU tersebut batal

demi hukum. Pasal atau hukum yang berlaku adalah pasal-pasal

dalam UUD 19945. Doktrin ini belaku di seluruh lapangan hukum,

baik secara Nasional maupun Internasional.

14 | H u k u m b i s n i s
Asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori

Asas ini berarti pada peraturan yang tingkatannya sederajat

peraturan yang baru mengalahkan peraturan yang lama apabila

mengatur substansi yang sama, namun bertentangan. Peraturan

yang lahir yang kemudian mengesampingkan peraturan yang

telah ada sebelumnya tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan yang lahir kemudian.

Perbidangan Ilmu Hukum

Menurut Kansil (1977 : 68), hukum dapat dibedakan menjadi

lima, yaitu menurut (1) bentuknya, (2) sumbernya, (3) tempat

berlakunya, (4) waktu berlakunya, dan (5) isinya.

Menurut Bentuknya

1. Hukum tertulis, (Statute Law, Written Law), yaitu hukum yang

dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-

undangan.
2. Hukum tidak tertulis (Unstatutery Law, Unwritter Law), yaitu

hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat,

tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu

peraturan perundang-undangan. Hukum tidak tertulis ini

disebut juga hukum kebiasaan.

Menurut Sumbernya

15 | H u k u m b i s n i s
1. Undang-Undang
2. Kebiasaan
3. Yurisprudensi
4. Traktat
5. Doktrin

Menurut Tempat Berlakunya

1. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu

negara
2. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan

hukum dalam dunia internasional


3. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.

Menurut Waktu Berlakunya

1. Hukum positif (ius constitutum), yaitu hukum yang berlaku

sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu negara

atau daerah tertentu.


2. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku

pada waktu yang akan datang.

Menurut Isinya

1. Hukum privat (hukum sipil) adalah hukum yang mengatur

hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang

yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan

perorangan. Hukum privat meliputi hukum perdata dan

hukum dagang (hukum bisnis).


2. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara

negara dengan perlengkapan negara dan hubungan anatara

16 | H u k u m b i s n i s
negara dengan perorangan (warga negara). Hukum publik

meliputi hukum tata negara, hukum administrasi negara,

hukum pidana, hukum pajak, dan hukum internasional.

Subjek Hukum

Selain objek hukum, ada satu pihak yang berperan penting

dalam lalu lintas hukum, yaitu subjek hukum. Subjek hukum

adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pembawa hak dan

kewajiban di dalam hukum. Menurut Subekti (1985), dalam dunia

hukum, pembawa hak dan kewajiban itu adalah orang (person).

Subjek hukum berupa orang ini meliputi manusia (Natuurlijke

persoon) dan badan hukum.

Manusia (Natuurlijke persoon)

Yang dimaksud dengan manusia dalam pengertian ini adalah

orang yang dilahirkan secara biologis ataupun natural. Sebagai

subjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-

kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum, membuat

perjanjian, memiliki harta kekayaan, dan sebagainya.

Berlakunya manusia sebagai subjek hukum adalah sejak ia

dilahirkan dalam keadaan hidup bahkan seorang bayi yang masih

dalam kandungan ibunya dapat dianggap telah lahir jika

kepentingannya menghendaki (misalnya untuk memperoleh

17 | H u k u m b i s n i s
kedudukan sebagai ahli waris). Kedudukan sebagai subjek hukum

berakhir pada saat manusia itu meninggal dunia.

Pada dasarnya, setiap orang mempunyai hak, namun oleh

undang-undang ada beberapa golongan orang yang dianggap

tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan perbuatan

hukum secara mandiri yang disebut dengan istilah personae

miserabile atau handelings onbekwaam. Mereka dapat

melakukan perbuatan hukum apabila diwakili atau didampingi

oleh orang lain yang cakap melakukan perbuatan hukum.

Personae miserabile atau handelings onbekwaam meliputi

manusia yang belum dewasa atau di bawah umur

(Minderjarigheid), yaitu yang belum mencapai usia 18 tahun dan

manusia dewasa yang berada di bawah pengampuan (Curatele).

Badan Hukum (Recht Persoon)

Badan hukum merupakan badan atau himpunan ataupun

kumpulan orang-orang dalam suatu organisasi yang bertujuan

untuk mencapai tujuan bersama. Tidak semua perkumpulan atau

organisasi merupakan badan hukum. Kitab Undng-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak memberikan definisi

mengenai badan hukum. Hal ini dapat dimaklumi karena pada

saat KUHPerdata disusun, badan hukum belum terkenal, kecuali

18 | H u k u m b i s n i s
hanya merupakan embrio yang kemudian berkembang menjadi

badan hukum yang kita kenal seperti sekarang ini.

Karena KUHPerdata tidak merumuskan definisi badan

hukum, para ahli hukum mengajukan beberapa kriteria suatu

kumpulan atau organisasi dapat mempunyai kedudukan sebagai

badan hukum. Kriteria badan hukum tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Badan tersebut mempunyai tujuan


Tujuan dapat berupa tujuan dalam bidang sosial,

pendidikan, agama, atau ekonomi.


2. Badan tersebut mempunyai kepentingan sendiri
Kepentingan untuk mencari keuntungan materi atau

profit atau untuk amal (nonprofit).


3. Badan tersebut mempunyai organisasi yang teratur
Ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di

antara para pengurus


4. Badan tersebut mempunyai kekayaan yang terpisah
Kekayaan badan tersebut dipisah dari kekayaan pribadi

pendirinya. Aset dan kewajiban badan tersebut terpisah dari aset

dan kewajiban pendiri atau pemilik.

Badan hukum sebagai orang mempunyai kedudukan yang

sama dengan manusia di dalam hukum sehingga ia juga

merupakan pembawa hak dan kewajiban. Hal yang

membedakannya dari manusia adalah jika manusia lahir secara

biologis atau alamiah maka tidak demikian dengan badan

19 | H u k u m b i s n i s
hukum. Badan hukum dilahirkan oleh hukum atau undang-

undang yang diciptakan oleh manusia. Suatu badan hukum

secara formal memperoleh kedudukan sebagai badan hukum

apabila dinyatakan dalam undang-undang, tentunya setelah

badan tersebut memenuhi kriteria-kriteria yang telah disebutkan

sebelumnya.

Contoh :

1. Sebuah Perseoran Terbatas (PT) memperoleh kedudukan

sebagai sesuatu hukum karena dinyatakan dalam pasal 1

bulir 1 Undang-Undang No 1 tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


2. Sebuah yayasan memperoleh kedudukan sebagai badan

hukum karena dinyatakan dalam pasal 1 huruf a Undang-

Undang No 16 tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No 28 tahun 2004

tentang Yayasan.

Perbedaan lainnya antara manusia dengan badan hukum

sebagai subjek sedangkan badan hukum adalah (1) manusia

dapat secara mandiri melakukan perbuatan hukum, sedangkan

badan hukum diwakili oleh pengurusnya, (2) manusia menjadi

subjek hukum sejak lahir, sedangkan badan hukum menjadi

20 | H u k u m b i s n i s
subjek hukum pada saat akta pendirian badan tersebut

mendapat pengesahan dari pemerintah, dan (3) manusia dapat

berbuat apa saja asal tidak bertentangan dengan hukum,

sedangkan badan hukum tidak, kecuali yang diperbolehkan

dalam anggaran dasarnya yang tertuang dalam akta pendirian

badan hukum tersebut.

Badan hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

badan hukum publik dan privat. Badan hukum publik merupakan

badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik dengan

tujuan untuk melayani kepentingan umum, misalnya Perum

Bulog, Perum Damri, dan sebagainya. Sementara itu badan

hukum privat merupakan badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum perdata dan hukum dagang dengan tujuan

untuk mencapai keinginan para pendirinya, misalnya PT,

yayasan, koperasi dan sebagainya.

Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi

subjek hukum dan yang dapat menjadi objek perhubungan hukun

(Kansil, 1977 : 120). Wujud dari objek hukum adalah benda.

Benda adalah sesuatu yang dapat dihaki oleh orang atau dapat

dikuasai dengan hak atau menjadi objek hak seseorang (Subekti,

21 | H u k u m b i s n i s
1980 : 60). Dapat juga dikatakan bahwa benda adalah segala

barang dan hak yang dapat dimiliki oleh orang.

BAB II

Hukum Perjanjian dan Perikatan

Hubungan Perjanjian dan Perikatan

Hukum perjanjian dan perikatan berada dalam ruang

lingkup hukum perdata. Hukum perdata adalah bidang hukum

yang cakupannya sangat luas serta beraneka ragam pengaturan

dan ketentuannya. Hukum perdata di Indonesia bersumber dari

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berasal

dari Burgerlijke Wetboek, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata negara Belanda yang diberlakukan di Indonesia sejak

zaman Hindia-Belanda.

KUHPerdata terdiri atas empat buku sebagai berikut :

1. Buku 1 : Perihal orang


2. Buku 2 : Perihal kebendaan
3. Buku 3 : Perihal perikatan
4. Buku 4 : Perihal pembuktian dan kedaluwarsa.

22 | H u k u m b i s n i s
Dalam hubungan ini, terdapat dua istilah yang hampir sama,

namun berbeda pengertiannya, yaitu perikatan dan perjanjian.

Hukum perikatan dianggap paling penting karena ia paling

banyak digunakan dan lalu lintas hukum sehari-hari. Adapun

yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan hubungan

tersebut pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut

(Subekti, 1985 : 1). Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut

kreditur atau pihak berpiutang. Sementara itu, pihak yang

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan disebut debitur atau

pihak berutang. Hubungan antara dua pihak tersebut merupakan

hubungan hukum yang berarti bahwa hak kreditur atau

berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila

tuntutan itu tidak dipenuhi secara suka rela, kreditur dapat

menuntut di depan hakim.

Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdana

berbunyi Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Lebih

lanjut, pengertian tersebut oleh Subekti ditafsirkan sebagai suatu

peristiwa ketika seseorang berjanji untuk melakukan sesuatu hal

(Subekti, 1985 : 1).

23 | H u k u m b i s n i s
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa

hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian

menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di

samping sumber-sumber lainnya. Selain itu, dapat diketahui pula

bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan

perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.

Asas-Asas Hukum Perjanjian

Sebagian besar dari peraturan hukum mengenai perjanjian

bermuara mempunyai dasar pada asas-asas hukum. Asas-asas

hukum merupakan dasar atau pokok karena bersifat

fundamental. Lebih lanjut, asas-asas yang lebih dikenal di dalam

hukum perjanjian klasik adalah asas kebebasan berkontrak

(contracts vrijheid), asas konsensualisme, asas pacta sunt

servanda, dan asas kepribadian.

Asas Kebebasan Berkontrak (Contracts Vrijheid)

Asas ini memperbolehkan setiap masyarakat untuk

membuat perjanjian yang berisi apapun asalkan tidak

bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-

undang. Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-

luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang

24 | H u k u m b i s n i s
berisi apa saja bahkan diperbolehkan untuk membuat ketentuan-

ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum

perjanjian dalam buku III KUHPedata.

Budiono (2009 : 44) menguraikan asas kebebasan

berkontrak yang isinya memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk :

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian


2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan

persyaratannya
4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu secara tertulis

atau lisan.

Keempat hal tersebut boleh dilakukan, namun tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan

kesusilaan.

Asas Konsensualisme

Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak

(konsensus) dari para pihak. Perjanjian pada dasarnya dapat

dibuat secara bebas tidak terikat bentuk tertentu dan perjanjian

itu telah lahirpada detik tercapainya kata sepakat dari para

pihak. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah

sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diharuskan

adanya suatu formalitas tertentu (Subekti, 1985 : 15).

25 | H u k u m b i s n i s
Terdapat pengecualian dalam asas konsensualisme, yakni

bahwa dalam perjanjian tertentu, oleh undang-undang

diterapkan adanya formalitas-formalitas tertentu. Pengecualian

tersebut seperti perjanjian penghibaan benda tidak bergerak

(tanah) yang harus dilakukan dengan akta notaris. Jadi perjanjian

tersebut harus dalam bentuk tertulis. Apabila perjanjian

semacam ini tidak dilakukan dengan akta notaris maka perjanjian

tersebut batal.

Asas Pacta Sunt Servanda

Asas Pacta Sunt Servanda dipatuhi sebagai sebuah prinsip

yang menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan

bahwa sebuah perjanjian akan mengakibatkan suatu kewajiban

hukum sehingga para pihak terikat untuk melaksanakan

perjanjian tersebut. Perjanjian dibuat sendiri oleh para pihak dan

mereka juga yang menentukan isinya serta cara

pelaksanaannya. Perjanjian yang dibuat secara sah tersebut

memunculkan akibat hukum yang sama dengan undang-undang

bagi para pihak. Dalam pengertian ini, apabila salah satu pihak

tidak atau lalai melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian

maka pihak lainnya yang dirugikan atau dilanggar haknya akan

26 | H u k u m b i s n i s
mendapat perlindungan hukum dari negara yang bersangkutan

melalui pengadilan. Selanjutnya, para pihak harus memenuhi apa

yang telah mereka sepakati dalam perjanjian yang telah mereka

buat.

Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian disimpulkan dari pasal 1315 KUHPerdata

yang berbunyi Pada umumnya tiada seorangpun dapat

mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya

suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.

Perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian

hanya mengikat orang-orang yang membuat perjanjian itu dan

tidak mengikat orang lain. Sebuah perjanjian hanya meletakkan

hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang

membuatnya. Orang lain atau pihak ketiga tidak mempunyai

sangkut paut dengan perjanjian tersebut (Subekti, 1985 : 30).

Seseorang tidak diperbolehkan membuat perjanjian yang

meletakkan kewajiban bagi orang lain atau pihak ketiga tanpa

adanya kuasa dari pihak ketiga tersebut.

Dalam asas kepribadian, berlaku dua pengecualian sebagai

berikut :

1. Janji untuk pihak ketiga

27 | H u k u m b i s n i s
Pada janji ini, seseorang membuat suatu perjanjian yang

isinya menjanjikan hak-hak bagi orang lain.

2. Perjanjian Garansi

Sesorang membuat perjanjian dengan orang lain, sebut saja

A dan B. Dalam perjanjian ini, A menjamin bahwa C pasti akan

melaksanakan. Akan tetapi jika C tidak melaksanakan sesuatu

hal yang disebutkan dalam perjamjian ini maka A bertanggung

jawab untuk melaksanakan kewajiban C tersebut. Perjanjian ini

lazim dipraktikkan dalam perbankan.

Asas Iktikad Baik

Silondae dan Fariana (2010 : 12) mengemukakan bahwa

semua perjanjian yang dibuat harus dilandasi dengan iktikad baik

(in good faith). Lebih lanjut, pengertian iktikad baik mempunyai

dua arti, yaitu :

1. Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma

kepatutan dan kesusilaan.


2. Perjanian yang dibuat harus mencerminkan suasana batin

yang tidak menunjukkan adanya kesengajaan untuk

merugikan pihak lain.

Syarat Sahnya Perjanjian

28 | H u k u m b i s n i s
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di dalam pasal 1320

telah menetapkan syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat)


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (kecakapan)
3. Hal tertentu
4. Sebab yang lain
5. Akibat hukum syarat tidak terpenuhi

Kata Sepakat

KUHPerdata tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan

sepakat. Untuk memperoleh penjelasan mengenai hal tersebut,

Subekti (1985 : 17) menguraikan bahwa ke dua pihak yang

mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju atau seia sekata

mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang dibuat. Apa

yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh

pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang secara

timbal balik, misalnya penjual menginginkan sejumlah uang dan

pembeli menginginkan sebuah barang dari penjual. Untuk

mewujudkan suatu kesepakatan, tidak cukup bahwa keinginan

atau keputusan sudah diambil oleh para pihak. Kehendak dan

keputusan harus disampaikan oleh pihak ke satu ke pihak yang

lain secara timbal balik.

Pernyataan kehendak oleh salah satu pihak adalah

penawaran (offer) yang disampaikan kepada mitranya.

Sebaliknya pernyataan kehendak oleh mitranya yang menerima

29 | H u k u m b i s n i s
penawaran tersebut merupakan penerimaan (acceptance).

Pernyataan dan penerimaan pada prinsipnya tidak digantungkan

pada bentuk tertentu. Lebih lanjut, pernyataan kehendak dapat

diberikan secara tegas.

Pasal 1321 KUHPerdata memberikan penegasan bahwa

sebuah perjanjian tidak memenuhi syarat kesepakatan bila

kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan, paksaan, atau

penipuan. Lebih lanjut, terpenuhi atau tidaknya syarat

kesepakatan ini semata-mata ditentukan oleh para pihak atau

subjek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini

disebut juga dengan syarat subjektif.

Kecakapan

Pada prinsipnya, setiap orang dianggap cakap atau mampu

untuk membuat perjanjian, kecuali ditentukan lain oleh undang-

undang. Prinsip ini bersumber dari pasal 1329 KUHPerdata yang

berbunyi Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-

perikatan, terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak

cakap.

Golongan orang yang oleh undang-undang dianggap tidak

cakap untuk membuat perjanjian adalah :

30 | H u k u m b i s n i s
1. Orang yang belum dewasa atau anak dibawah umur

(minderjarig)

2. Orang yang ditempatkan dibawah pengampuan (Curatele)

Golongan orang yang disebutkan di atas tidak dapat

membuat perjanjian secara mandiri, kecuali jika melalui

perwakilan, yaitu orang tua atau wali atau orang dewasa lain

yang berhak mewakilinya.

Dalam hukum nasional Indonesia, usia dewasa adalah

minimal berumur 18 tahun atau belum berumur 18 tahun, tetapi

telah menikah. Ketentuan ini ditetapkan dalam pasal 47 UU

Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Lebih lanjut, ketentuan

ini dipertegas dalam pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa

penghadap (untuk membuat akta perjanjian) harus berusia

minimal 18 tahun atau telah menikah.

Terpenuhi atau tidaknya syarat kecakapan ini semata-mata

ditentukan oleh para pihak atau subjek perjanjian. Dengan

demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan syarat

subjektif.

Hal Tertentu

31 | H u k u m b i s n i s
Yang dimaksud dengan hal tertentu dalam pasal 1320

KUHPerdata adalah apa yang menjadi kewajiban dari debitur dan

apa yang menjadi hak kreditur atau sebaliknya. Hal tertentu

sebagai objek perjanjian dapat diartikan sebagai keseluruhan hak

dan kewajiban yang timbul dari perjanjian (C. Asser-Rutten dalam

Budiono, 2009 : 107). Suatu kewajiban dalam perjanjian

dinamakan prestasi bagi debitur, sedangkan bagi kreditur hal

tersebut merupakan hak.

Tuntutan dari undang-undang adalah objek perjanjian

haruslah tertentu. Setidaknya objek perjanjian dapat ditentukan

tentang hak dan kewajibannya, isi pokok perjanjian yang

menyangkut harga dan barangnya. Tujuan dari suatu perjanjian

adalah untuk terbentuknya, berubahnya, atau berakhirnya suatu

perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak

untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat

sesuatu (prestasi). Oleh karena itu, kewajiban tersebut haruslah

dapat ditentukan. Hal ini sekaligus berarti adanya objek

perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga

dengan syarat objektif.

Sebab yang Halal

Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau

tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian, mempunyai dasar

32 | H u k u m b i s n i s
yang sah dan patut atau pantas. Halal adalah tidak bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Terpenuhi atau tidaknya syarat sebab yang halal, semata-

mata ditentukan oleh isi atau objek perjanjian. Dengan demikian,

syarat kesepakatan ini disebut juga dengan syarat objektif.

Akibat Hukum Syarat Tidak Terpenuhi

Kesepakatan yang merupakan salah satu syarat subjektif

dianggap tidak ada apabila perjanjian tersebut mengandung

unsur paksaan, penipuan atau kekeliruan. Apabila perjanjian

yang dibuat mengandung salah satu unsur serta apabila yang

membuat belum dewasa maka akibat hukum terhadap perjanjian

tersebut adalah perjanjian dapat dimintai pembatalan. Dengan

kata lain, perjanjian dapat dibatalkan dan menjadi tidak berlaku

sejak saat dibatalkan. Lebih lanjut, apabila salah satu pihak

menghendaki agar dibatalkan maka perjanjian itu tidak mengikat

lagi. Namun, jika salah satu tidak meminta perjanjian tersebut

dibatalkan maka perjanjian tersebut dianggap sah dan tetap

dilaksanakan.

Sementara itu, apabila perjanjian tidak memuat syarat

objektif karena tidak adanya objek perjanjian yang jelas atau

perjanjian tersebut tidak dibenarkan oleh hukum, kesusilaan, dan

ketertiban umum maka akibatnya perjanjian tersebut batal demi

33 | H u k u m b i s n i s
hukum. Dengan kata lain, sejak perjanjian itu lahir, perjanjian itu

dianggap tidak pernah ada. Hal ini karena tidak ada pihak yang

berhak menuntut suatu prestasi dari pihak lain.

1) Perjanjian Perjanjian untuk memberikan atau

menyerahkan sebuah barang


2) Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3) Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu

Menurut Isinya

Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengemukakan

bahwa dari segi isinya, perjanjian dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu :

Sesuatu yang harus dilaksanakan dalam sebuah perjanjian

disebut prestasi. Apabila isi perjanjian dilaksanakan oleh para

pihak maka tujuan perjanjian dapat tercapai. Namun, tidak

selamanya perjanjian terlaksana seperti yang diinginkan oleh

para pihak. Adakalanya ada pihak yang tidak melaksanakan

kewajibannya atau cedera janji, dalam hukum perjanjian disebut

wanprestasi.

Hapusnya Perikatan

KUHPerdata melalui pasal 1381 telah menetapkan beberapa

sebab yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian sebagai

berikut :

34 | H u k u m b i s n i s
1) Pembayaran
Pembayaran adalah pelunasan utang atau tindakan

pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur.

Padasarnya, pembayaran dilakukan di tempat yang telah

dijanjikan, namun apabila di dalam perjanjian itu tidak

ditentukan tempat pembayaran maka hal itu diatur dalam

KUHPerdata.
Berkaitan dengan hal pembayaran, dikenal sebuah istilah

yang disebut subrogasi, yaitu penggantian kedudukan kreditur

oleh pihak ketiga. Penggantian ini terjadi dengan pembayaran

yang dijanjikan ataupun ditetapkan oleh undang-undang.


2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan

penyimpanan atau penitipan (Konsinyasi)


Konsinyasi adalah sebuah cara untuk menghapus perikatan.

Hal ini karena pada saat debitur hendak membayar hutangnya,

pembayarannya ditolak oleh kreditur sehingga debitur dapat

menitipkan pembayaran melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri

setempat.
3) Novasi (Pembaruan Utang)
Novasi adalah perjanjian antara debitur dan kreditur saat

perikatan yang sudah ada dihapuskan lalu dibuat suatu perikatan

yang baru.
4) Perjumpaan Utang (kompensasi)
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang

yang sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan

kreditur.
5) Percampuran Utang

35 | H u k u m b i s n i s
Percampuran utang adalah percampuran kedudukan antara

orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur

sehingga menjadi satu.


6) Pembebasan Utang
Adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur

bahwa debitur dibebaskan dari utang.


7) Musnahnya barang yang terutang
Musnahnya barang yang terutang diartikan sebagai

perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang

tertentu yang menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada

debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur. Hilang atau

musnahnya barang tersbut karena kesalahan atau kelalaian

debitur.
8) Batal atau pembatalan
Pembatalan diartikan sebagai pembatalan perjanjian-

perjanjian yang dapat dimintakan sebagaimana yang sudah

diuraikan sebelumnya pada syarat-syarat sah perjanjian.


9) Berlakunya suatu syarat batal
Berlakunya suatu syarat batal diartikan sebagai syarat yang

apabila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa

segala sesuatu pada keadaan semula, yaitu seolah-olah tidak

ada sebuah perjanjian.

10) Lewat waktu atau kedaluwarsa

Kedaluwarsa adalah suatu alah untuk memperoleh hak atas

sesuatu atau dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya

36 | H u k u m b i s n i s
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan

oleh undang-undang.

Dengan lewatnya waktu tersebut, setiap perikatan menjadi

hapus karenanya. Yang tersisa adalah suatu perikatan bebas.

Artinya adalah kalau dibayar boleh, tetapi kalau tidak dibayar

tidak dapat dituntut di depan hakim.

BAB III

SOMASI

A. Somasi

1. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi

37 | H u k u m b i s n i s
Istilah penyataan lalai atau somasi merupakan terjemahan

dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH

Perdata dan pasal 1243 KUH Perdata. Somasi adalah teguran dari

si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat

memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah

disepakati antara keduanya. Somasi timbul disebakan debitur

tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan.

Ada tiga cara terjadinya somasi itu, yaitu :

1. debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya

kreditru menerima sekeranjang jambu seharusnya sekeranjang

apel;

2. debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah

dijanjikan. Tidak memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi

dua macam, yaitu kelambatan melaksanakan prestasi dan sama

sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak melaksanakan

prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan

atau karena debitur terang-terangan menolak memberikan

prestasi;

3. prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna

bagi kreditur setelah lewat waktu yang diperjanjikan;

Ajaran tentang somasi ini sebagai instrumen hukum guna

mendorong debitur untuk memenuhi prestasinya. Bila prestasi

sudah tentu tidak dilaksanakan, maka sudah tentu tidak dapat

38 | H u k u m b i s n i s
diharapkan prestasi. Momentum adanya somasi ini apabila

prestasi tidak dilakukan pada waktu yang telah diperjanjikan

antara kreditur dan debitur.

B. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat

dengan somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai

melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam

perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Dalam

restatement of the law contract (Amerika Serikat), wanprestasi

atau breach of contract dibedakan menjadi dua macam, yaitu

total breachts dan partial breachts. Total breachts artinya

pelaksanaan kontak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan

partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin

untuk dilaksanakan. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi

apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita.

Somasi itu minimal dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur

atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka

kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan

pengadilan yang akan memutuskan,apakah debitur wanprestasi

atau tidak.

2. Akibat Adanya Wanprestasi

39 | H u k u m b i s n i s
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai

berikut.

a. perikatan tetap ada

masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi,

apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur

berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan

prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat

keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada

waktunya.

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1234

KUH Perdata)
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu

timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan

atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu,

debitur tidak dibenarkan untuk berpegang kepada keadaan

memaksa.
d. jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat

,membebaskan diri dari kewajiban memberikan kontra prestasi

dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.

3. Tuntutan Atas Dasar Wanprestasi

Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah

melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut.

40 | H u k u m b i s n i s
a. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja

dari debitur.
b. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi

kepada debitur (Pasal 1267 KUH Perdata)


c. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi,

hanya mungkin kerugian karena keterlambatan (H.R.

1 November 1918).
d. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.
e. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti

rugi kepada kreditur.

Di dalam hukum kontrak Amerika, sanksi utama terhadap

breach of contract adalah pembayaran compesation (ganti rugi),

yang terdiri atas costs (biaya) and Damages (ganti rugi), serta

tuntutan pembatalan perjanjian (rescission).

Akibat kelalaian kreditur yang dapat

dipertanggungjawabkan, yaitu :

1. debitur berada dalam keadaan memaksa;

2. beban risiko beralih untuk kerugian kreditur, dan

demikian debitur hanya bertanggung jawab atas wanprestasi

dalam hal ada kesengajaan atau kesalahan bersar lainnya;

3. kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasan (Pasal

1602 KUHPerdata);

41 | H u k u m b i s n i s
Di dalam hukum Common Law, jika terjadi wanprestasi

(breach of contracht ), maka kreditur dapat menggugat debitur

untuk membayar ganti rugi (damages), dan bukan pemenuhan

prestasi (performance). Akan tetapi dalam perkembangannya,

adanya kebutuhan akan gugatan pemenuhan prestasi yang lebih

umum, akhirnya dimungkinkan berdasarkan equity, disamping

legal remedy (ganti rugi), equitable remedy (pemenuhan

prestasi). Di samping kedua gugatan tersebut, dalam hukum

Anglo-Amerika tidak dibutuhkan suatu gugatan khusus untuk

pembubaran karena dapat dilakukan repudiation (penolakan

kontrak sejauh dimungkinkan) tanpa campur tangan hakim

(dalam Djasadin Saragih, 1993:18)

Tidak setiap breach of contrach (wanprestasi)

menimbulkan hak membubarkan perjanjian karena terbatas pada

pelanggaran (breach) yang berat (substansial).

C. GANTI RUGI

Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena

wanprestasi diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari

Pasal 124 KUH Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata. Sedangkan

ganti rugi karena perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal

1365 KUH Perdata. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum

42 | H u k u m b i s n i s
adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang

yang telah menilmbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikan

nya. Ganti rugi itu timbul karena adanya kesalahan, bukan

karena adanya perjanjian.

Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti

rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi

perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur.

Misalnya, A berjanji akan mengirimkan barang kepada B pada

tanggal 10 Januari 1996. Akan tetapi, pada tanggal yang telah

ditentukan, A belum juga mengirimkan barang tersebut kepada

B. Supaya B dapat menuntut ganti rugi karena keterlambatan

tersebut, maka B harus memberikan peringatan (somasi) kepada

A, minimal tiga kali.

Apabila peringatan/teguran itu telah dilakukan, maka

barulah B dapat menuntut kepada A agar membayar ganti

kerugian. Jadi, momentum timbulnya ganti rugi adalah pada saat

telah dilakukan somasi.

Ganti kerugian yang dituntut oleh kreditur kepada debitur

adalah sebagai berikut:

1. Kerugian yang telah di deritanya, yaitu berupa

penggantian biaya-biaya kerugian.

43 | H u k u m b i s n i s
2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246

KUH Perdata), ini ditujukan kepada bunga-bunga.

Yang diartikan dengan biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos

yang telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek

perjanjian. Kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan yang

disebabkan adanya kerusakan atau kerugian. Sedangkan bunga-

bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur.

Pengantian biaya-biaya, kerugian, dan bunga itu harus

merupakan akibat langsung dari wanprestasi dapat diduga pada

saat sebelum terjadinya perjanjian.

Di dalam Pasal 1249 KUH Perdata ditentukan bahwa

penggantian kerugian yang disebabkan wanprestasi hanya

ditentukan dalam bentuk uang. Namun dalam perkembangan

nya menurut para ahli dan yurisprudensi bahwa kerugian dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu ganti rugi materiil, dan

ganti rugi inmateriil (Assers 1988: 274). Kerugian materiil adalah

suatu kerugian yang diderita kreditur dalam bentuk

uang/kekayaan/benda. Sedangkan kerugian inmateriil adalah

suatu kerugian yang diderita oleh kreditur yang tidak bernilai

uang, seperti rasa sakit, mukanya pucat, dan lain lain.

44 | H u k u m b i s n i s
BAB IV

Bentuk-Bentuk Perusahaan

Defini Perusahaan

Istilah perusahaan mulai dikenal pada saat disusunnya

Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)

yang kemudian berlaku di Netherland (Belanda) sejak tahun

1838. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel

dinyatakan pula berlaku di Hindia Belanda (Indonesia) sejak

tahun 1848 hingga saat ini.

Menurut pemerintah Belanda, yang pada waktu

membacakan memorie van toelichting (memori penjelasan)

Rencana Undang-Undang Wetboek van Koophandel di muka

parlemen, yang disebut dengan perusahaan adalah keseluruhan

perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan

terang-terangan, dan dalam kedudukan tertentu untuk mencari

laba (bagi diri sendiri). Selain pengertian tersebut, beberapa

sarjana juga memberikan pengertian tentang perusahaan.

Menurut Prof. Mr.W.L.P.A. Molengraff, pengertian perusahaan

dari sudut pandang ekonomi adalah keseluruhan perbuatan yang

dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar untuk

mendapatkan penghasilan dengan cara memperniagakan

45 | H u k u m b i s n i s
barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan

perjanjian-perjanjian perdagangan.

Menurut Mr.M. Polak, perusahaan ada apabila diperlukan

adanya perhitungan-perhitungan tentang laba-rugi yang dapat

diperkirakan dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan.

Polak mendefinisikan perusahaan dari sudut pandang komersial.

Sudut pandang ini tidak jauh berbeda dengan yang dipakai oleh

Molengraff. Namun, definisinya tetap berbeda. Pengertian

perusahaan menurut Molengraff mempunyai enam unsur,

sedangkan menurut Polak hanya ada dua unsur.

Abdul Kadir Muhammad dalam bukunya Pengantar Hukum

Perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa berdasarkan

tinjauan hukum, istilah perusahaan mengacu pada badan hukum

dan perbuatan badan usaha dalam menjalankan usahanya. Lebih

lanjut, perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi

dan berkumpulnya semua faktor produksi. Sementara itu, dalam

hukum positif Indonesia, UU No 3 tahun1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan pasal 1 huruf b, dirumuskan bahwa

perusahaan adalah

Setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha

yang tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta

46 | H u k u m b i s n i s
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk

tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

Perusahaan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori,

yaitu berdasarkan jumlah pemiliknya, status hukumnya, dan

pemilik modalnya.

Berdasarkan Jumlah Pemiliknya.

Apabila perusahaan dibedakan berdasarkan banyaknya

jumlah pemilik maka terdapat dua macam perusahaan, yaitu

perusahaan dagang (perusahaan perseorangan) dan perseroan

(persekutuan). Perusahaan dagang (perusahaan perseorangan)

adalah perusahaan yang jumlah pemiliknya satu orang.

sementara itu, perseroan atau persekutuan adalah perusahaan

yang jumlah pemiliknya lebih dari satu orang.

Berdasarkan Status Hukumnya

Apabila perusahaan dibedakan berdasarkan berntuk

hukumnya maka terdapat dua jenis perusahaan. Pertama adalah

perusahaan yang berstatus badan hukum, yaitu perseroan

terbatas (PT). Kedua adalah perusahaan yang tidak berbadan

hukum yang terdiri atas perusahaan dagang, persekutuan firma

(Fa) dan persekutuan komanditer (CV).

47 | H u k u m b i s n i s
Dalam ilmu hukum, dikenal dengan dua subjek hukum,

yaitu orang dan badan hukum. Badan hukum atau legal entity

atau legal peson dalam Blacs Law Dictionary dinyatakan sebagai

A body, others than a natural person, that can function legally,

sue or be sued, and make decisions through agents. Sementara

itu, dalam kamus hukum versi Bahasa Indonesia, badan hukum

diartikan sebagai organisasi, perkumpulan, atau paguyuban

lainnya dimana pendirinya dengan akta autentik dan oleh hukum

diperlakukan sebagai pesona atau orang. Pengaturan dasar dari

badan hukum itu sendiri terdapat dalam pasal 1654 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan

bahwa semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya

dengan orang pribadi, dapat melakukan tindakan-tindakan

perdata.

Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menentukan

ciri-ciri sebuah badan hukum adalah apabila perusahaan itu

mempunyai unsur-unsur, antara lainadanya harta kekayaan yang

terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan

sendiri, dan adanya organisasi yang teratur. Lebih lanjut, aturan

untuk menentukan kedudukan sebuah perusahaan sebagai

badan hukum biasanya ditetapkan oleh perundang-undangan,

kebiasaan atau yurisprudensi. Sebagai contoh, PT dinyatakan

sebagai badan hukum dalam pasal 1 bulir 1 Undang-Undang

48 | H u k u m b i s n i s
Perseroan Terbatas. Koperasi dinyatakan sebagai badan hukum

dalam pasal 1 bulir 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997

tentang Perkoperasian, dan yayasan dinyatakan sebagai badan

hukum dalam pasal 1 bulir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2001 tentang Yayasan.

Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum seperti halnya

orang. Akan tetapi, perbuatan hukum itu hanya terbatas pada

bidang hukum harta kekayaan. Karena bentuk badan hukum

adalah sebagai badan atau lembaga maka dalam mekanisme

pelaksanaanya badan hukum bertindak dengan perantaraan

pengurus-pengurusnya.

Berdasarkan Pemilik Modalnya

Apabila perusahaan dibedakan berdasarkan pemilik

modalnya maka terdapat dua jenis perusahaan, yaitu

perusahaan swasta dan peusahaan negara atau Badan Usaha

Milik Negara (BUMN). Perusahaan swasta adalah seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta. Swasta tersebut

terdiri dari tiga jenis, yaitu swasta nasional, swasta asing, dan

swasta campuran (asing dengan nasional-Join Venture).

Sementara itu, perusaahaan negara adalah perusahaan yang

49 | H u k u m b i s n i s
seluruh atau sebagian besar sahamnya milik negara atau

pemerintah.

Bentuk-Bentuk Perusahaan

Perusahaan Dagang (Perusahaan Perseorangan)

Perusahaan dagang adalah salah satu bentuk perusahaan

perseorangan, satu orang pengusaha sehingga tanggung

jawabnya pun dibebankan kepada satu orang saja. Perbedaan

perusahaan perseorangan dengan perseroan atau persekutuan

terletak pada jumlah pengusahanya. Jumlah pengusaha dalam

perseroan adalah dua orang atau lebih (Purwosutjipto, 2008 : 1).

Dalam pengertian bebas, perusahaan perseorangan adalah

perusahaan yang dimiliki, dikelola, dan dipimpin oleh seseorang

yang bertanggung jawab terhadap semua resiko dan aktivitas

semua perusahaan. Tidak ada pemisahan antara kekayaaan

pribadi dan kekayaan perusahaan. Lebih lanjut, dalam hukum

positif di Indonesia, tidak ditemukan satu pun aturan hukum

yang mengatur secara khusus tentang perusahaan

perseorangan. Purwosutjipto juga sependapat dengan

mengemukakan bahwa bentuk perusahaan perseorangan secara

resmi tidak ada. Namun, dalam dunia bisnis, masyarakat telah

50 | H u k u m b i s n i s
mengenal dan menerima bentuk perusahaan perseorangan. Pada

umumnya masyarakat yang ingin menjalankan usahanya dalam

bentuk perusahaan perseorangan mengunakan bentuk

perusahaan dagang (PD) atau usaha dagang (UD), misalnya toko,

bengkel, salon, rumah makan dan lain-lain. Lebih lanjut,

perusahaan ini bukan berbentuk badan hukum dan tidak

termasuk perseroan, melainkan termasuk dalam ruang lingkup

hukum dagang. Hal ini karena kegiatan perusahaan dagang

tersebut menimbulkan perikatan-perikatan keperdataan.

Perusahaan dagang dibentuk atas dasar kehendak seorang

pengusaha yang mempunyai cukup modal untuk berusaha

dengan menjalankan perusahaan.

Ciri-ciri Perusahaan Dagang

Adapun ciri-ciri perusahaan dagang, antara lain :

1) Dimiliki oleh perseorangan (individu atau perusahaan

keluarga)
2) Pengelolaannya sederhana
3) Modalnya relatif tidak terlalu besar
4) Kelangsungan perusahaannya tergantung kepada para

pemiliknya
5) Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan

relatif kecil

Kewajiban Perusahaan Dagang

51 | H u k u m b i s n i s
Menurut purwosutjipto, pemilik perusahaan dagang

mempunyai beberapa kewajiban pokok sebagai berikut :

1). Pembukuan

Menurut pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD), setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan

untuk mengerjakan pembukuan, yakni catatan-catatan mengenai

harta kekayaan pribadinya dan harta kekayaan yang

dipergunakan dalam perusahaannya menurut syarat-syarat yang

diminta oleh perusahaannya sehingga dari catatan-catatan

tersebut setiap waktu dapat diketahui hak-hak dan

kewajibannya. Karena perusahaan dagang adalah sejenis

perusahaan yang dimaksud dalam pasal 6 KUHD tersebut maka

ia wajib membuat pembukuan.


2). Membayar Pajak
Menurut undang-undang bidang perpajakan, setiap

orang, badan usaha, dan badan hukum tertentu wajib membayar

pajak kepada negara. Perusahaan dagang tergolong sebagai

sebuah badan yang menjalankan perusahaan sehingga wajib

membayar pajak kepada negara. Pajak yang harus dibayar

adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan jenis pajak lainnya sesuai

dengan jenis barang yang diperdagangkan.

Hubungan Hukuman Dagang

52 | H u k u m b i s n i s
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa

perusahaan dagang adalah perusahaan yang dijalankan oleh

satu orang pengusaha. Adapun jikalau ada orang lain yang

terlibat dalam perusahaan dagang tersebut, mereka adalah

pembantu dalam perusahaan yang hubungan hukumnya bersifat

intern, yaitu hubungan kerja (hubungan hukum ketenagakerjaan)

dan pemberian kuasa. Di samping hubungan hukum yang

bersifat intern, terdapat pula hubungan hukum yang bersifat

ekstern.

1). Hubungan hukum intern


Pembantu-pembantu di dalam perusahaan dagang dapat

meliputi pelayanan toko, pekerja keliling, tukang, manajer, dan

sebagainya. Hubungan antara pengusaha dengan para

pembantunya di dalam perusahaan yang bersifat hukum

perburuhan atau hubungan kerja. Sang pengusaha berfungsi

sebagai majikan dan pembantu sebagai pekerja atau buruh. Di

samping itu, terdapat pula pembantu yang berada di luar

perusahaan, misalnya agen, sales, makelar, komisioner,

konsultan, dan akuntan. Hubungan antara pengusaha dan

pembantunya di luar perusahaan bersifat pemberian kuasa.


2). Hubungan hukum ekstern (Hubungan hukum dengan

pihak ketiga)
Perbuatan pengusaha atau pembantunya terhadap pihak

ketiga dapat menjadi perbuatan hukum dan dapat pula menjadi

53 | H u k u m b i s n i s
perbuatan melawan hukum sehingga akibatnya berbeda pula,

anata lain :
a) Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari

perbuatan hukum (misalnya perjanjian), sang

pengusaha wajib untuk melaksanakannya meskipun itu

dilakukan oleh pembantunya.


b) Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari

perbuatan melawan hukum, baik yang dilakukan sendiri

oleh pengusaha maupun oleh pembantunya menjadi

tanggung jawab pengusaha. (Purwosutjipto, 2008 : 6)

Keunggulan Perusahaan Dagang

Perusahaan dagang memiliki keunggulan-keunggulan

sebagai berikut :

1. Pemilik bebas mengambil keputusan

2. Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hak pemilik

perusahaan

3. Rahasia perusahaan terjamin

4. Pemilik lebih giat berusaha

5. Mudah mengubah jenis perusahaannya.

Kelemahan Perusahaan Dagang

54 | H u k u m b i s n i s
Selain memiliki kelebihan, perusahaan dagang juga memiliki

kelemahan sebagai berikut :

1. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas

2. Sumber keuangan perusahaan terbatas

3. Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin

4. Seluruh aktivitas manajemen dilakukan sendiri sehingga

pengelolaan manajemen menjadi kompleks.

Persekutuan Perdata (Maatschap)

Menurut pasal 1618 KUHPerdata, yang dimaksud dengan

persekutuan perdata adalah Suatu perjanjian, dengan mana dua

orang atau lebih mengikat diri untuk memasukkan sesuatu ke

dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan

atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya.

Unsur-Unsur Persekutuan Perdata

Dalam rumusan pengertian persekutuan perdata dalam

pasal 1618 KUHPerdata dapat disimpulkan unsur yang harus ada

agar sebuah persekutuan perdata terpenuhi, antara lain sebagai

berikut :

55 | H u k u m b i s n i s
1). Perjanjian, yaitu adanya kesepakatan diatara orang-

orang yang mempunyai kesamaan kepentingan

untuk menjalankan perusahaan.


2). Pemasukan (imbreng), yaitu masing-masing sekutu wajib

memasukkan sesuatu ke dalam gabungan kekayaan

tersebut. Adapun pemasukan sesuatu dapat berupa

kekayaan, seperti uang atau barang. Selain itu dapat

juga memasukkan keahlian.


3). Bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba.

Tujuan dari kerja sama dan pemasukan adalah untuk

mencari manfaat yang berupa keuntungan atau laba.


4). Keuntungan yang diperoleh di bagi bersama. Artinya

keuntungan yang diperoleh tidak untuk dinikmati oleh

beberapa orang sekutu saja, tetapi oleh seluruh sekutu

yang dibagi seimbang dengan pemasukannya.

Cara Pendirian Persekutuan Perdata

Persekutuan perdata dapat didirikan cukup di atas sebuah

perjanjian. Perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian tertulis,

dapat pula secara lisan karena pasal 1618 KUHPerdata tidak

mengharuskan adanya perjanjian tertulis.

Pengurusan (pemeliharaan) Perusahaan Perdata

Pengurusan atau pemeliharaan sebuah persekutuan perdata

dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengangkatan sekutu

56 | H u k u m b i s n i s
statur (gerant statutaire) ialah pada saat persekutuan perdata

tersebut didirikan melalui sebuah perjanjian, sekaligus

mengangkat pengurus yang diberi tugas untuk menjalankan

perusahaan tersebut. Kedudukan sekutu statuter tidak dapat

diberhentikan selama perusahaan tersebut masih berjalan.

Sekutu statuter hanya dapat jika ada alasan

yang dibenarkan hukum, yaitu keadaan-keadaan atau

peristiwa yang tidak memungkinkan sekutu statuter itu

melakukan tugasnya dengan baik (Soekardono,1982:45). Dengan

kata lain, sekutu statuter hanya dapat diberhentikan oleh

persekutuan perdata.

Sekutu mandater (gerant mandataire) diangkat beberapa

waktu setelah persekutuan perdata didirikan, dalam

pengangkatan itu, dipilih pengurus untuk menjalankan roda

perusahaan. Seorang sekutu mandater kedudukannya sama

dengan seorang yang memegang kuasa, yaitu kekuasaannya

dapat dicabut sewaktu-waktu (Purwosutjipto,2008:27).

Tanggung Jawab Ekstern Persekutuan Perdata

Pertanggungjawaban sekutu persekutuan perdata terhadap

pihak ketiga adalah sebagai berikut :

57 | H u k u m b i s n i s
1). Apabila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum

dengan pihak ketiga maka sekutu yang bersangkutan

saja yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan

yang dilakukan oleh pihak ketiga itu (meskipun dia

mengatakan bahwa dia berbuat untuk kepentingan

persekutuan perdata).

2). Perbuatan sekutu tersebut baru mengikat sekutu-sekutu

lainnya apabila :

a) Benar-benar ada surat dari sekutu lain.


b) Hasil perbuatannya atau keuntungannya telah benar-

benar dinikmati oleh persekutuan perdata.


c) Apabila beberapa orang sekutu persekutuan perdata

mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga

maka para sekutu itu dapat dipertanggungjawabkan

sama rata meskipun mereka tidak sama. Kecuali

apabila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak

ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan

pertanggungjawaban masing-masing sekutu yang turut

mengadakan perjanjian itu.

Berakhirnya Persekutuan Perdata

Persekutuan perdata berakhir oleh sebab-sebab berikut ini :

1. Lewatnya waktu manakala persekutuan perdata didirikan.

58 | H u k u m b i s n i s
2. Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha

yang menjadi tugas pokok persekutuan perdata itu

didirikan.
3. Kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu.
4. Salah satu sekutu meninggal dunia atau di bawah

pengampuan atau dinyatakan pailit.

Persekutuan Firma (Fa)

Menurut pasal 16 KUHPerdata, persekutuan firma adalah

persekutuan yang diadakan untuk menjalankan perusahaan

dengan memakai nama bersama. Persekutuan firma merupakan

bentuk khusus dari persekutuan perdata. Kekhususan

persekutuan firma adalah dalam hal menjalankan perusahaan

dan menggunakan nama bersama. Lebih lanjut, nama bersama

dapat diambil nama salah seorang sekutu, nama dari salah

seorang sekutu dengan tambahan, misalnya Fa Djohan &

Brother, atau gabungan nama persekutunya, misalnya Fa Ambari

(singkatan dari nama Amir, Basri dan Heri).

Persekutuan firma merupakan persekutuan antara dua

orang atau lebih dengan nama bersama untuk melaksanakan

usaha, umumnya dibentuk oleh orang-orang yang memiliki

keahlian yang sama atau seprofesi dengan tanggung jawab

masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan

pribadi sesuai dengan yang tercantum dalam akta pendirian

59 | H u k u m b i s n i s
perusahaan. Para pendiri firma umumnya telah saling kenal dan

percaya satu sama lain serta masing-masing anggota telah

mengetahui dan memahami segala risikonyadan menjadi

tanggung jawab para pendirinya. Risiko dari badan usaha ini

ditanggung bersama oleh para sekutu atau pendiri, termasuk

dengan harta pribadinya (tanggung-renteng).

Ciri-ciri Persekutuan Firma

Persekutuan firma memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Sekutu Firma (firmant) biasanya sudah saling kenal dan

saling percaya.
2. Perjanjian firma dapat dilakukan, baik dihadapan notaris

maupun dibawah tangan.


3. Memakai nama bersama dengan kegiatan usaha.
4. Adanya tanggung jawab dan risiko kerugian yang tidak

terbatas.

Pendirian Persekutuan Firma

Pasal 22 KUHD menyatakan bahwa persekutuan firma harus

didirikan dengan akta autentik. Akan tetapi, ketiadaan akta yang

demikian tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak

ketiga. Lebih lanjut, pasal 23 KUHD dan pasal 28 KUHD

menyebutkan bahwa setelah akta pendirian dibuat maka harus

didaftarkan kepada panitera Pengadilan Negeri tempat firma

tersebut berkedudukan. Kemudian, akta pendirian tersebut harus

60 | H u k u m b i s n i s
diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia. Selama

akta pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, firma

dianggap sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala

macam usaha, didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas,

dan semua sekutu berwenang untuk menandatangani berbagai

surat firma ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 KUHD.

Pengurusan (pemeliharaan) Persekutuan Firma

Siapa yang melakukan pengurusan atas sebuah persekutuan

firma ditentukan dalam akta (perjanjian) pendirian firma. Apabila

hal tersebut belum diatur maka harus diatur dalam akta

tersendiri dan juga harus didaftarkan ke panitera Pengadilan

Negeri setempat serta diumumkan dalam tambahan berita

negara Republik Indonesia. Lebih lanjut, dalam akta pendirian

tersebut harus dicantumkan sekutu yang melakukan pengurusan

dan penunjukan sekutu yang tidak berhak bertindak keluar atas

nama perseoran firma. Apabila ada pencantuman tersebut maka

semua sekutu dapat bertindak keluar mewakili firma yang

mengikat sekutu-sekutu lainnya.

Tanggung Jawab Ekstern Persekutuan Firma

Tanggung jawab ekstern mencakup hal-hal berikut ini :

61 | H u k u m b i s n i s
a) Perikatan yang dilakukan oleh sekutu yang diberikan hak

untuk bertindak keluar mewakili persekutuan firma menjadi

tanggung jawab semua sekutu yang bersifat tanggung-

renteng. Tanggung-renteng artinya adalah tanggung jawab

dengan kekayaan pribadi, untuk semua perikatannyang

dibuat oleh persekutuan firma, meskipun yang membuat

adalah sekutu lain, termasuk perikatan-perikatan yang

timbul karena perbuatan melawan hukum. Apabila salah

satu sekutu telah melunasi kewajiban terhadap pihak

ketiga maka ia membebaskan sekutu lainnya.


b) Perikatan yang dilakukan oleh sekutu yang tidak berhak

mewakili persekutuan firma bertindak keluar menjadi

tanggung jawab pribadi sekutu yang bersangkutan.

Keunggulan Persekutuan Firma

Persekutuan firma memiliki keunggulan-keunggulan sebagai

berikut :

1. Kemampuan manajemen lebih besar karena ada

pembagian kerja diantara para sekutunya.


2. Pendiriannya relatif mudah, baik dengan akta

maupun tidak dengan akta pendirian.


3. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi.

Kelemahan Persekutuan Firma

62 | H u k u m b i s n i s
Selain memiliki keunggulan, persekutuan firma juga memiliki

kelemahan, antara lain :

1. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas, tanggung jawab

bersifat

tanggung-renteng.

2. Kerugian yang disebabkan oleh seorang sekutu harus

ditanggung bersama dengan sekutu lainnya;


3. Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu.

Berakhirnya Persekutuan Firma

Pada dasarnya, persekutuan firma adalah sebuah

persekutuan perdata sehingga sebab-sebab berakhirnya sebuah

persekutuan firma dengan persekutuan perdata, antara lain :

a) Lewatnya waktu manakalanya persekutuan perdata itu

didirikan;
b) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha yang

menjadi tugas pokok persekutuan firma itu didirikan;


c) Kehendak oleh seorang atau beberapa orang sekutu
d) Salah seorang sekutu meninggal dunia atau di bawah

pengampuan atau dinyatakan pailit.

Persekutuan Komanditer (Commanditaire

Vennootschap)

63 | H u k u m b i s n i s
Persekutuan komanditer (CV) adalah persekutuan firma yang

mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Secara

sederhana, dapat dikatakan bahwa CV adalah sebuah bentuk

badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang

atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat

keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu

pihak dalam CV mengelola usaha dengan aktif secara tanggung-

renteng dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa

harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial.

Bentuk CV adalah bentuk perusahaan kedua setelah PT

yang paling banyak digunakan para pelaku bisnis untuk

menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia. Namun, tidak

semua bidang usaha dapat dijalankan dengan CV. Hal ini

mengingat adanya beberapa bidang usaha tertentu yang diatur

secara khusus dan hanya dapat dilakukan oleh badan usaha PT.

Pendirian CV

Persekutuan perdata pada hakikatnya adalah sebuah

persekutuan firma atau bentuk khusus dari persekutuan firma.

Oleh karena itu, prosedur pendirian CV sama halnya dengan

prosedur pendirian persekutuan firma, yakni pembuatan akta

pendirian oleh notaris. Dalam pasal 22 KUHD, disebutkan bahwa

persekutuan firma harus didirikan dengan akta autentik. Akan

64 | H u k u m b i s n i s
tetapi, ketiadaan akta yang demikian tidak dapat dikemukakan

untuk merugikan pihak ketiga. Selanjutnya, akta pendirian

didaftarkan kepada panitera Pengadilan Negeri tempat CV

tersebut berkedudukan. Setelah itu, akta pendirian tersebut

diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia.

Dua Macam Sekutu dalam CV

Dalam setiap CV, terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu

komplementer dan sekutu komanditer.

1). Sekutu Komplementer

Sekutu komplementer biasanya disebut dengan sekutu

aktif (active partner) atau sekutu kerja. Sekutu komplementer

mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :

a) Wajib mengurus CV
b) Berhak memasukkan uang atau kekayaan lainnya kepada

CV
c) Wajib bertanggung jawab secara tangung renteng atas

kewajiban CV kepada pihak ketiga.


d) Berhak menerima pembagian keuntungan

2). Sekutu Komanditer

Sekutu komanditer biasa disebut dengan sekutu diam

(silent partner) atau sekutu pelepas uang. Sekutu komanditer

mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :

65 | H u k u m b i s n i s
a) Wajib menyerahkan uang atau kekayaan lainnya kepada

CV
b) Wajib bertanggung jawab atas kewajiban persekutuan

terhadap pihak ketiga terbatas pada jumlah pemasukan

yang telah disetor untuk modal persekutuan.


c) Berhak memperoleh pembagian keuntungan
d) Sekutu komanditer dilarang untuk melakukan pengurusan

meskipun dengan menggunakan surat kuasa. Akan tetapi,

sekutu komanditer boleh melakukan pengawasan jika

ditetapkan dalam akta pendirian. Apabila sekutu

komanditer melakukan pengurusan persekutuan maka

tanggung jawabnya diperluas menjadi sama dengan

sekutu komplementer, yaitu tanggung jawab secara

tanggung renteng.

Tiga Macam CV

Menurut Purwosutjipto, ada tiga macam CV, yaitu CV diam-

diam, CV terang-terangan, dan CV dengan saham.

a) CV diam-diam
CV diam-diam adalah CV yang belum menyatakan dirinya

secara terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai CV.

Dalam bertindak keluar, CV tersebut masih menyatakan

dirinya sebagai persekutuan firma. Akan tetapi, dalam

bertindak ke dalam, ia sudah menjadi persekutuan

66 | H u k u m b i s n i s
komanditer. Hal ini karena seorang atau beberapa orang

sekutu sudah menjadi sekutu komanditer.


b) CV Terang-terangan
CV terang-terangan adalah CV yang dengan terang-

terangan menyatakan dirinya sebagai CV kepada pihak

ketiga.
c) CV dengan saham
CV dengan saham adalah CV yang terang-terangan yang

modalnya terdiri atas saham-saham. Pada hakikatnya,

persekutuan bentuk ini sama saja dengan CV biasa

(terang-terangan). Perbedaannya hanya terletak pada

pembentukan modal, yaitu dengan cara mengeluarkan

saham.

Keunggulan CV

CV memiliki keunggulan sebagai berikut :

1. Kemampuan manajemen yang lebih besar


2. Proses pendiriannya relatif mudah
3. Modal yang dikumpulkan dapat lebih besar

Kelemahan CV

Selain memiliki keunggulan, CV memiliki beberapa

kelemahan, antara lain :

1. sebagian sekutu yang menjadi persero aktif memiliki

tanggung jawab tidak terbatas.


2. sulit untuk menarik modal kembali
3. kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu.

67 | H u k u m b i s n i s
Berakhirnya CV

CV berakhir oleh sebab-sebab berikut ini :

a) Lampaunya waktu untuk mendirikan sebuah CV


b) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha

yang menjadi tugas pokok CV itu didirikan


c) Kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu
d) Salah seorang sekutu meninggal dunia atau di bawah

pengampuan atau dinyatakan pailit

Perseroan Terbatas (PT)

Perseoran terbatas (PT) merupakan bentuk badan usaha

atau perusahaan yang paling banyak dipakai sebagai wadah

kegiatan bisnis di Indonesia. Bentuk PT merupakan

penyempurnaan dari bentuk CV yang masih mengandung

beberapa kelemahan, terutama karena masih adanya tanggung

jawab tidak terbatas terhadap kewajiban kepada pihak ketiga.

Tanggung jawab tersebut melibatkan kekayaan pribadi.

Pelaku bisnis lebih menginginkan adanya tanggung jawab

terbatas, yaitu adanya pemisahan harta kekayaan pribadi dari

tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga. Oleh karena

itu, dibuatlah bentuk usaha yang mengatur perihal tanggung

jawab pemilik hanya terbatas pada modal yang mereka setorkan.

Bentuk usaha inilah yang dinamakan dengan Perseroan Terbatas

(PT). Dengan adanya pemisahan harta kekayaan tersebut, PT

68 | H u k u m b i s n i s
digolongkan sebagai sebuah badan hukum, tidak demikian

halnya dengan perusahaan dagang, persekutuan perdata,

persekutuan firma, dan CV yang tidak dapat digolongkan sebagai

badan hukum.

Perkembangan hukum PT sangat dinamis. Pada awalnya,

sumber hukumnya adalah KUHD yang juga mengatur firma dan

CV. Namun, karena pesatnya perkembangan PT sehingga

dibuatlah undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Lebih lanjut,

karena luasnya pembahasan tentang PT, pada bab selanjutnya

akan dijelaskan secara lebih terperinci hal-hal yang berkaitan

dengan PT.

BAB V

Perseroan Terbatas (PT)

Pengertian

Berdasarkan pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan

69 | H u k u m b i s n i s
Perseroan Terbatas (PT) (yang selanjutnya disebut perseroan)

adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal dan

didirikan berdasarkan perjanjian. Lebih lanjut, perseroan

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan

pelaksanaannya.

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir 1

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 bahwa bentuk hukum

perseroan adalah badan hukum. Sebagai sebuah badan hukum

maka tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah

terbatas. Selanjutnya, pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa

pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara

pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan terbatas

dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi

saham yang dimiliki. Ketentuan ini mempertegas ciri perseroan

bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar

setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi

harta kekayaan pribadinya. Dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup

kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut

apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.

Tanggung jawab terbatas tidak berlaku apabila,

70 | H u k u m b i s n i s
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum

atau tidak terpenuhi.


2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung

maupun tidak langsung dengan iktikad buruk

memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;


3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

perseroan; atau
4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung

maupun tidak langsung melawan hukum

menggunakan kekayaan perseroan yang

mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak

cukup untuk melunasi utang perseroan.

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas

seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila

terbukti terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang

saham dan harta kekayaan perseroan. Dengan kata lain,

perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang

dipergunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi tujuan

pribadinya sebagaimana di maksud dalam butir (2) dan (4).

Pendirian Perseroan

Perseroan sebagai sebuah badan hukum mempunyai

persyaratan-persyaratan dan mekanisme pendirian yang

71 | H u k u m b i s n i s
berbeda dengan bentuk-bentuk usaha lainnya, yaitu firma dan

CV. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan

sebuah perseroan, yaitu : (1) didirikan oleh dua orang atau lebih

dan (2) setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian pada

saat saham perseroan didirikan.

Prosedur Pendirian Perseroan

Berikut ini adalah beberapa prosedur dalam mendirikan

perseroan.

1. Pembuatan akta pendirian oleh notaris

Para pendiri menghadap notaris untuk dibuatkan akta

autentik mengenai perjanjian mereka untuk mendirikan sebuah

PT.

2. Pengesahan oleh menteri dalam bidang hukum dan hak

asasi manusia (HAM)

Akta pendirian yang dibuat oleh notaris tersebut selanjutnya

diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan

pengesahan dari pemerintah. Permohonan untuk memperoleh

keputusan dari Menteri Hukum dan HAM harus diajukan kepada

menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak

tanggal akta pendirian ditandatangani. Dengan keluarnya

72 | H u k u m b i s n i s
keputusan Menteri Hukum dan HAM maka perseroan tersebut

telah memperoleh status sebagai sebuah badan hukum.

Perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum

memperoleh status badan hukum hanya boleh dilakukan oleh

semua anggota direksi bersama dengan semua pendiri serta

semua anggota dewan komisaris perseroan. Mereka bertanggung

jawab secara penuh atas perbuatan hukum tersebut. Sementara

itu, perbuatan hukum atas nama perseroan yang dilakukan oleh

pendiri atas nama perseroan yang belum memperoleh status

badan hukum menjadi tanggung jawab pendiri yang

bersangkutan dan tidak mengikat perseroan.

3. Pendaftaran Perseroan

Pendaftaran perseroan memuat data perseroan yang

meliputi nama dan tempat kedudukan dan alamat lengkap,

maksud dan tujuan serta kegiata usaha, jangka waktu pendirian,

permodalan, dan sebagainya. Lebih lanjut, pendaftaran

perseroan diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM.

4. Pengumuman di dalam tambahan berita negara Republik

Indonesia

73 | H u k u m b i s n i s
Pengumuman dilakukan pada waktu paling lambat 14

(empat belas) hari tersehitung sejak tanggal diterbitkannya

keputusan menteri mengenai pengesahan sebagai badan hukum.

Modal dan Saham

Modal

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal

saham. Modal dasar perseroan paling sedikit adalah Rp

50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah). Namun, undang-undang

yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan

jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar dari pada

ketentuan modal dasar yang disebutkan di atas. Paling sedikit

25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus

ditempatkan dan disetor dibuktikan dengan bukti penyetoran

yang sah. Yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah

adalah bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank

atas nama perseroan, data dari laporan keuangan yang telah

ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.

Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali

untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk

uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran

modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan

74 | H u k u m b i s n i s
sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi

adalah dengan perseroan.

Yang dimaksud dengan ahli yang tidak terafiliasi adalah ahli

yang tidak mempunyai :

1. Hubungan keluarga karena perkawinan atau

keturunan sampai ke derajat ke dua, baik secara

horizontal maupun vertikel dengan pegawai,

anggota direksi, dewan komisaris, atau pemegang

saham perseroan.
2. Hubungan dengan perseroan karena adanya

kesamaan atau lebih anggota direksi atau dewan

komisaris.
3. Hubungan pengendalian dengan perseroan, baik

langsung maupun tidak langsung; dan/atau


4. Saham dalam perseroan sebesar 20% (dua puluh

persen) atau lebih.

Penanaman Modal

Penanaman modal perseroan dilakukan berdasarkan

persetujuan RUPS. RUPS dapat menyerahkan kewenangan

kepada dewan komisaris guna menyetujui pelaksanakan

keputusan RUPS untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Penyerahan kewenangan tersebut dapat sewaktu-waktu ditarik.

75 | H u k u m b i s n i s
Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah

apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum

dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Lebih lanjut, keputusan RUPS untuk penambahan modal

ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah

apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran (satu perdua)

bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara yang

dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran

dasar. Penambahan modal wajib diberitahukan kepada Menteri

Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar perseroan.

Saham

Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.

Perseroan hanya diperkenan untuk mengeluarkan saham atas

nama pemiliknya dan tidak boleh mengeluarkan saham atas

tunjuk. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam

anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang

ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan. Dalam hal persyaratan

kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku

pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan

dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan Undang-

76 | H u k u m b i s n i s
Undang Perseroan Terbatas atau anggaran dasar. Selanjutnya,

nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah. Saham

tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan :

Saham memberi hak kepda pemiliknya, antara lainnya:

a. hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham


b. hak untuk menghadari dan mengeluarkan suara dalam

RUPS
c. hak untuk menerima dividen yang dibagikan
d. hak untuk menerima sisa kekayaan hasil likuidasi

Anggaran dasar perseroan menetapkan satu klasifikasi

saham atau lebih. Yang dimaksud dengan klasifikasi saham

adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik. Setiap

saham dalam klasifikasi yang sama memberikankepada

pemegangnya hak yang sama. Dalam hal terdapat lebih dari satu

klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu

diantaranya sebagai saham biasa. Yang dimaksud dengan saham

biasa adalah saham yang mempunyai hak suara untuk

mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang

berkaitan dengan pengurusan perseroan, mempunyai hak untuk

menerima deviden yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan

hasil likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham

biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.

77 | H u k u m b i s n i s
Klasifikasi saham sebagaimana disebutkan di atas, antara

lain :

a. Saham dengan hak suara atau tanpa suara


b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota

direksi dan/atau anggota dewan komisaris.


c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik

kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain,


d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya

untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang

saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara

kumulatif atau nonkumulatif.


e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya

untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham

klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan

dalam likuidasi.

Bermacam-macam klasifikasi saham di atas tidak selalu

menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri

sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan

gabungan dari dua klasifikasi atau lebih.

Organ Perseroan

Organ perseroan meliputi (1) rapat umum pemegang

saham, (2) direksi, (3) dewan komisaris.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

78 | H u k u m b i s n i s
Rapat umum pemegang saham adalah organ perseroan

yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi

atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam

undang-undang dan/atau anggaran dasar. Dari rumusan

pengertian tersebut, yang dimaksud dengan wewenang yang

tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris adalah hak

untuk :

1. Mengangkat dan memberhentikan anggota direksi dan

komisaris
2. Menyetujui pengabungan, peleburan, pengambilalihan, dan

pemisahan
3. Menyetujui pengajuan permohonan agar perseroan

dinyatakan pailit,
4. Menyetujui perpanjangan jangka waktu berdirinya

perseroan,
5. Mengubah anggaran dasar
6. Membubarkan perseroan

RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya atau yang

dalam praktik biasanya disebut RUPS luar biasa (RUPSLB). RUPS

tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat enam

bulan setelah tahun buku berakhir.

RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan

kebutuhan untuk kepentingan perseroan. Direksi

menyelenggarkan RUPS tahunan dan RUPS luar biasa dengan

79 | H u k u m b i s n i s
didahului oleh pemanggilan RUPS. Lebih lanjut, penyelenggaraan

RUPS dapat dilakukan atas permintaan berikut :

Satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-

sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran

dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil.


Dewan Komisaris
Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dala

jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung

sejak tanggal permintaan penyelenggaran RUPS diterima.

Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah orang perseroan yang bertugas

untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus

sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada

direksi. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan

pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik

mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi

nasihat kepada direksi. Lebih lanjut, pengawasan dan pemberian

nasihat dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan

maksud dan tujuan perseroan. Setiap anggota dewan komisaris

juga ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian

perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam

menjalankan tugasnya. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas

80 | H u k u m b i s n i s
dua anggota dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab

tersebut berlaku secara tanggung renteng untuk setiap anggota

dewan komisaris.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau

lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang

anggota merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris

tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan

keputusan dewan komisaris.

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan

komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan

dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan

komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu

tertentu melakukan tindakan pengurusan berlaku semua

ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi

terhadap perseroan dan pihak ketiga.

Anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya satu

orang atau lebih komisaris independen dan satu orang komisaris

utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan

RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham

utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris

lainnya. Sementara itu, komisaris utusan merupakan anggota

dewan komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat

81 | H u k u m b i s n i s
dewan komisaris. Selanjutnya, tugas dan wewenang komisaris

utusan ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan dengan

ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang

dewan komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang

dilakukan direksi.

Dalam menjalankan tugas pengawasan, dewan komisaris

dapat membentuk komite yang anggotanya seorang atau lebih

anggota komisaris. Komite tersebut bertanggung jawab kepada

dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan

dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,

perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada

masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling

sedikit dua orang anggota dewan komisaris.

Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah, selain mempunyai dewan komisaris, wajib

mempunyai dewan pengawas syariah. Dewan pengawas syariah

terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh

RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan

pengawas syariah bertugas dalam memberikan nasihat dan

saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar

sesuai dengan prinsip syariah. Yang dapat diangkat menjadi

anggota dewan komisaris adalah orang perseorangan yang

82 | H u k u m b i s n i s
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima

tahun sebelum pengangkatannya pernah (1) dinyatakan pailit,

(2) menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan

pailit, atau (3) dihukum karena melakukan tindakan pidana yang

merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan

sektor keuangan.

Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang untuk

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam

pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, ditegaskan

bahwa direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Ketentuan ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan,

yakni pengurusan sehari-hari perseroan.

Direksi berwenang dalam menjalankan pengurusan sesuai

dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang

ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan/atau

anggaran dasar perseroan. Yang dimaksud dengan kebijakan

83 | H u k u m b i s n i s
yang dipandang tepat adalah kebijakan yang antara lain

didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman

dalam dunia usaha yang sejenis.

Direksi perseroan terdiri atas satu orang anggota direksi

atau lebih. Lebih lanjut, perseroan yang kegiatan usahanya

berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana

masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling

sedikit dua orang anggota direksi.

Dalam hal ini direksi terdiri atas dua anggota direksi atau

lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara

anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Dalam

hal RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang

anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan direksi.

Direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan

perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan

perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan

pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah

sewajarny penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.

Syarat Direksi

Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang

perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,kecuali

dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya pernah (1)

84 | H u k u m b i s n i s
dinyatakan pailit, (2) menjadi anggota direksi atau anggota

dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu

perseroan dinyatakan pailit, atau (3) dihukum karena melakukan

tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang

berkaitan dengan sektor keuangan.

Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi

Badan hukum bersifat unik karena untuk memperoleh hak

dan kewajibannya, badan hukum senantiasa bergantung oleh

seorang wakil yang lazim dinamakan pengurus, yaitu direksi.

Tugas, wewenang dan tanggung jawab direksi dalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diatur dalam beberapa

pasal, diantaranya pasal 92 ayat (1) dan (2), pasal 97 ayat (1)

dan (2), dan pasal 98 ayat (1). Pasal 92 ayat (1) mengatur tugas

direksi yang menyatakan bahwa direksi menjalankan pengurusan

perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Selanjutnya dalam ayat (2), dijelaskan wewenang direksi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan kebijakan

yang dianggap tepat, dalam batas yang ditentukan dalam

undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Sementara itu, pasal 97 ayat (1) dan (2) menjelaskan

tanggung jawab direksi yang menyatakan bahwa direksi

bertanggung jawab atas kepengurusan perseroan sebagaimana

85 | H u k u m b i s n i s
dimaksud dalam pasal 92 ayat (1). Pernyataan ini kemudian

dipertegas dalam ayat (2) yang menyatakan bahwa pengurusan

sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), wajib dilaksanakan

oleh setiap anggota direksi dengan iktikad baik dan penuh

tanggung jawab. Lebih lanjut, pasal 98 ayat (1) menyatakan

bahwa direksi mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan.

Berdasarkan isi pasal-pasal di atas, dapat dirumuskan

bahwa direksi apabila dilihat dari tugas dan wewenangnya, ia

mempunyai fungsi ganda, yaitu fungsi kepengurusan dan

perwakilan.

Kewenangan Bertindak Direksi

Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan

bahwa kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan

tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan. Arti

dari pasal tersebut ialah menegaskan ruang lingkup wewenang

direksi dan pembatasan wewenang direksi.

Dengan demikian, menjalankan tugas dan wewenangnya

dalam melakukan pengurusan perseroan, tindakan direksi

senantiasa harus relevan dengan maksud dan tujuan perseroan.

Tindakan direksi yang tidak relevan dengan klausul maksud dan

86 | H u k u m b i s n i s
tujuan serta kegiatan perseroan disebut sebagai tindakan ultra

vires sehingga batal demi hukum dan tidak mengikat perseroan.

Prinsip batal demi hukum dan tidak mengikat perseroan ini

tidak berlaku mutlak. Konsepsi hukumnya bahwa perbuatan yang

dalam keadaan biasa adalah ultra vires tetap dinyatakan sebagai

intra vires dan oleh karenanya mengikat perseroan apabila

dilakukan sebagai keputusan bisnis yang tulus dan dibuat

berdasarkan iktikad bai(honnest business decision made in good

faith). Prinsip ini dikenal dengan business judgment principle.

Adapaun unsur-unsurnya meliputi pihak ketiga dengan siapa

perseroan melakukan transaksi adalah pihak ketiga yang

beriktikad baik (in good faith) dan direksi yang bertindak dengan

kecermatan yang wajar (reasonable care).

Tanggung jawab direksi yang melakukan perbuatan ultra

vires cukup tegas dinyatakan dalam pasal 97 ayat (1), (2), dan

(3). Berdasarkan isi ayat-ayat ini dapat disimpulkan bahwa setiap

anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila

yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan

tugasnya untuk kepentingan usaha dan perseroan.

Kedudukan Direksi Berdasarkan Kepercayaan dari

Perseroan (Fiduaciary Duties Principle).

87 | H u k u m b i s n i s
Prinsip fiduaciary duties (tugas fidusia) adalah prinsip yang

lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya

oleh perseroan. Lebih lanjut, prinsip ini termuat dalam beberapa

pasal berikut :

1. Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

yang menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan

yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam

maupun di luar pengadilan dengan anggaran dasar.


2. Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

yang menegaskan bahwa direksi bertanggung jawab

penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan

tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan.
3. Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang

menyatakan bahwa (1) direksi bertanggung jawab atas

pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 92 ayat (1) dan (2) pengurusan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh setiap

anggota direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung

jawab.

88 | H u k u m b i s n i s
Lebih lanjut, tiga unsur penting dalam prinsip fiduciary

duties, antara lain duty ofskills and care, duty of loyalty, dan

doctine of corporate opportunity. Duty of skills and care adalah

prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian

tindakan direksi. Duty of loyalty adalah prinsip yang merujuk

kepada iktikad baik dari direksi untuk bertindak semata-mata

demi kepentingan dan tujuan perseroan. Selanjutnya, doctrine of

corporate opportunity adalah prinsip untuk tidak mengambil

keuntungan pribadi atas suatu kesempatan yang sebenarnya

dapat menjadi peluang untuk perusahaan.

Konsekuensi terhadap pelanggaran prinsip kehati-hatian,

loyalitas, dan untuk kepentingan perseroan ditegaskan dalam

Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang

menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab

penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Direksi yang dipersalahkan melanggar prinsip kehati-hatian,

loyalitas, dan untuk kepentingan perseroan dapat mengajukan

pembelaan menurut business judgment principle (keputusan

bisnis yang tulus dan dibuat berdasarkan iktikad baik). Lebih

lanjut, business judgment principle pada dasarnya terbagi dalam

dua hal, yaitu business judgment rule dan business judgment

89 | H u k u m b i s n i s
doctrine. Business judgment rule merujuk pada konsepsi bahwa

direksi harus selalu bertindak berdasarkan iktikad baik dengan

informasi yang cukup dan diolah secara cermat berdasarkan

kemampuannya (konsepsi in good faith). Bentuk konkret adalah

Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan

kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan

maksud tujuan perseroan:


tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung

maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang

mengakibatkan kerugian:
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

Sementara itu, business judgment doctrine merujuk pada

konsepsi bahwa tindakan tersebut sah dan mengikat perseroan

sepanjang itu memang menjadi kewenangan direksi (intra vires).

Kewajiban Menyampaikan Laporan Tahunan dan

Tanggung Jawab Direksi

Kewajiban direksi membuat laporan tahunan tercantum

dalam Undang-Undang PT yang lama, yaitu UU Nomor 1 Tahun

1995 maupun UU PT yang terbaru, yaitu UU Nomor 40 tahun

2007. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 66 sampai dengan 69

90 | H u k u m b i s n i s
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Hal-

hal penting dari pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :

Direksi wajib membuat dan menyampaikan palora tahunan

pada RUPS setelah ditelaah oleh dewan komisaris dalam

jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun

buka perseroan berakhir.


Laporan tahunan tersebut disusun berdasarkan standar

akuntansi keuangan, yaitu standar yang ditetapkan oleh

organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui oleh

pemerintah.
Laporan tahunan tersebut wajib ditandatangani oleh semua

anggota direksi dan semua anggota dewan komisaris yang

menjabat pada tahun buku yang bersangkutan.


Apabila anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang

tidak menandatangani laporan tahunan tersebut dan tidak

memberi alasan secara tertulis atau alasan tersebut dinyatakan

oleh direksi dalam surat tersendiri yang dicantumkan dalam

laporan tahunan
Jika terdapat anggota direksi atau anggota dewan komisaris

yang tidak menandatangani laporan tahunan tersebut dan tidak

memberi alasan secara tertulis maka yang bersangkutan

dianggap telah menyetujui isi laporan tersebut. Perlunya dibuat

secara tertulis adalah agar RUPS dapat menggunakannya

91 | H u k u m b i s n i s
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan

penilaian terhadap laporan tersebut.


Penandatanganan laporan tahunan merupakan bentuk

pertanggungjawaban anggota direksi dan anggota dewan

komisaris dalam melaksanakan tugasnya.


Dalam hal laporan keuangan diwajibkan untuk diaudit oleh

akuntan publik, laporan tahunan yang dimaksud adalah laporan

tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah diaudit.


Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada

akuntan publik apabila :


a. Kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun

dan/atau mengelola dana masyarakat;


b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang

kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan perseroan terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah

peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit

Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);


f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata

tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota direksi dan

anggota dewan komisaris secara tanggung renteng

bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Lebih

lanjut, anggota direksi dan anggota dewan komisaris

dibebaskan dari tanggung jawab tersebut apabila terbukti

bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.

92 | H u k u m b i s n i s
Tanggung Jawab Direksi Emiten dan Perusahaan

Publik Atas Laporan Keuangan

Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor

Kep.40/PM/2003 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan

Keuangan, direksi emiten dan perusahaan publik wajib membuat

surat pernyataan atau yang lazim dikenal sebagai directors

certification on financial statement. Sejak berlakunya sertifikasi

tersebut, timbul pertanyaan kenapa sertifikasi harus dilakukan.

Direksi merupakan penerima kepercayaan dari pemodal

perseroan untuk mengelola dana milik pemodal perseroan

tersebut. Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan. Oleh karena itu, direksi harus dapat membuktikan

bahwa kepercayaan yang diberikan kepadanya dapat

dipertanggungjawabkan. Mengacu pada konsepsi tersebut maka

UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas melalui

pasal 67 menegaskan bahwa Laporan tahunan ditandatangani

oleh seluruh direksi dan semua anggota dewan komisaris yang

menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di

kantor perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat

diperiksa.

93 | H u k u m b i s n i s
Sertifikasi laporan keuangan ditujukan untuk meningkatkan

profesionalisme pengelolaan perusahaan untuk memaksimalkan

pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Laporan

keuangan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari

aset, kewajiban, modal, dan hasil usaha perseroan. Dengan

demikian, penandatangan laporan keuangan perseroan adalah

bentuk pertanggungjawaban seluruh anggota direksi dalam

melaksanakan tugasnya kepada pemilik maupun kepada publik.

Kewajiban penandatangan laporan keuangan ini teramat penting

bagi perusahaan yang menghimpun dana dan/atau mengelola

dana masyarakat agar tidak menyesatkan masyarakat yang

dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap perseroan tersebut maupun terhadap pasar modal

secara kelembagaan.

Berkaitan dengan uraian di atas maka di dalam opini

akuntan, alinea yang pertama selalu dinyatakan bahwa laporan

keuangan adalah tanggung jawab direksi, sedangkan opini

adalah tanggung jawab akuntan.

Pada prinsipnya, tanggung jawab direksi atas laporan

keuangan bukanlah hal yang baru karena pada UU Perseroan

Terbatas tahun 1995 yang telah diganti dengan UU Nomor 40

Tahun 2007 serta UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

94 | H u k u m b i s n i s
telah diatur secara implisit tentang tanggung jawab tersebut,

namun demikian peraturan Bapepam mengharuskan direksi

untuk secara eksplisit bertanggung jawab atas laporan keuangan

perusahaan yang dituangkan dalam surat pernyataan atas

laporan keuangan perusahaan. Regulasi Bapepam yang

mengatur sertifikasi laporan keuangan oleh direksi adalah

Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 yang intinya mengatur

bahwa :

a. Direksi emiten atau perusahaan publik wajib membuat

surat pernyataan kebenaran atas isi laporan keuangan

tersebut;
b. Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh Direktur

Utama dan seorang direktur yang membawahi bidang

akuntansi atau keuangan;


c. Direksi emiten atau perusahaan publik secara tanggung

renteng bertanggung jawab atas pernyataan yang dibuat,

termasuk kerugian yang mungkin timbul.

Dikeluarkannya peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang

Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan oleh Bapepam

merupakan respons dari Bapepam atas keluarnya Sarbanes

Oxley Act (SOX) tahun 2002 atau disebut juga Public Company

Accounting reform and Investor Protection Act of 2002 (Sarbox).

SOX telah didefinisikan sebagai undang-undang sekuritas yang

95 | H u k u m b i s n i s
paling jauh jangkauannya AS SOX diundang karena semakin

tinggi tuntutan unt tinggi tuntutan untuk menegakkan prinsip-

prinsip good corporate governance untuk segala aspek dalam

praktik dunia usaha.

Tanggung jawab Perdata bersifat Tanggung Renteng

Perlu dipahami terlebih dahulu mengenai pertanggung

jawaban korporasi dilihat dari persepktif hukum bisnis,

khususnya tentang tanggung jawab direksi. Direksi adalah

lembaga atau organ perseroan. Sementara itu, individunya

adalah direktur. Walaupun dalam struktur nya terbagi atas

direktur utama, direktur 1, direktur 2, direktur keuangan dan

seterusnya, lembaga yang merupakan organ perseroan terbatas

adalah direksi. Tanggung jawab direksi adalah kolegial, yaitu

tanggung jawab yang berimbas pada tanggung jawab tanggung

renteng.

Konsep tanggung renteng adalah konsep hukum perdata

yang menekankan tanggung jawab atas suatu kerugian berada di

pundak beberapa orang sekaligus. Dalam konteks ini, tanggung

jawab sampai kepada kekayaan pribadi untuk bagian yang sama,

apabila melakukan penyalahgunaan wewenang atau melanggar

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

96 | H u k u m b i s n i s
Pihak yang dirugikan dapat menuntut kepada seluruh

anggota direksi baik bersama-sama maupun perorangan. Dalam

hal salah seorang diantara mereka sudah menanggung

pembayaran ganti kerugian maka pembayaran salah seorang

direktur tersebut mengakibatkan direktur yang lain terbebas dari

kewajiban membayar ganti kerugian. Selanjutnya, direktur yang

lain wajib melaksanakan penggantian kerugian tersebut kepada

direksi yang telah membayar kepada pihak yang dirugikan.

Tanggung Jawab Pidana

Dalam hal laporan keuangan yang disajikan oleh direksi

tidak benar, kondisi ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan

perbankan. Pasal 90 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang pasar Modal menegaskan sebagai berikut.

Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang

secara langsung atau tidak langsung:

a. Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan

sarana dan atau cara apapun


b. Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain;dan
c. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang

material adtau tidak mengungkapkan fakta yang material

agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan

mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan

dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau

97 | H u k u m b i s n i s
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain

atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk

membeli atau menjual Efek.

Laporan keuangan yang disajikan tidak benar dapat

dikategorikan melanggar undang-undang Nomor 8 tahun 1995

pasal 90 butir c. Atas perbuatan tersebut pelakunya diancam

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp. 15.000.000.000 (lima belas miliar

rupiah).

BAB VI

KEPAILITAN

Dasar Hukum

Dasar hukum berlakunya hukum kepailitan di indonesia

terdapat dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang

(selanjutnya disebut dengan UU kepailitan dan PKPU).

Konsepsi

Pengertian

98 | H u k u m b i s n i s
Definisi kepailitan dalam UU kepailitan dan PKPU Bab 1 Pasal

1 butir 1 adalah Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit

yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator

dibawah Pengawasan Hakim Pengawas lebih lanjut, dalam butir

5 disebutkan bahwa yang dimaksud kurator adalah Balai Harta

Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh

Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitur

Pailit dibawah pengawasan Hakim Pegawas.

Pihak pihak yang terkait dalam kepailitan adalah kreditu

dan debitur. Keditur dalam daua butir 2 undang undang-undang

tersebut didefinisikan sebagai Orang yang mempunyai piutang

karena perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih

dimuka pengadilan. Sementara itu, debitur adalah Orang yang

mempunyai hutang karena perjanjian atau Undang-undang yang

pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. Selanjutnya,

yang dimaksud dengan utang dalam butir 6 adalah :

Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata

uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul

dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian

atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan

99 | H u k u m b i s n i s
bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor besar untuk

mendapat pemenuhannya dari Debitor.

Tujuan Hukum Kepailitan

Menurut Levintal (dalam Syahdeni, 2009: 28), tujuan hukum

kepailitan (bankruptcy law) adalah:

1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta

kekayaan Debitur diantara para krediturnya.


2. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-

perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para

kreditur.
3. Memberikan perlindungan kepada kreditur yang beriktikad

dari para krediturnya denga cara memperoleh

pembatasan utang.

Dalam penjelasan UU Kepailitan dan PKPU, dikemukakan

beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan

penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai berikut :

1. Menghindari perebutan harta debitur apabila dalam

waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih

piutangnya dari debitur.


2. Menghindari adanya kreditur memegang hak jaminan

kebendaan yang menuntut haknya dengan cara

menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan

kepentingan debitur atau para kreditur lainnya.

100 | H u k u m b i s n i s
3. Menghindari adanyan kecurangan-kecurangan yanf

dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur

sendiri, misalnya debitur berusaha untuk memberi

keuntungan kepada seseorang atau beberapa orang

kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan

atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk

melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud

untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para

kreditur.

Asas-asas Kepailitan

UU Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa asas yang

sejalan dengan yang seharusnya dianut oleh undang-undang

kepailitan yang baik. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut.

Asas Keseimbangan

UU Kepailitan dan PKPU mengatur beberapa ketentuan yang

merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yakni dari satu

sisi, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya

penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur

yang tidak jujur. Di sisi lain, terdapat ketentuan yang dapat

mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga

kepailitan oleh kreditur yang tidak beriktikad baik.

101 | H u k u m b i s n i s
Asas Kelangsungan Usaha

Dalam UU Kepailitan dan PKPU terdapat ketentuan yang

memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap

digunakan.

Asas Keadilan

Asas keadilan dalam kepailitan mengandung pengertian

bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa

keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini

bertujuan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan

pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan

masing-masing terhadap debitur yang tidak mempedulikan

kreditur lainnya.

Asas Integrasi

Asas integrasi dalam UU kepailitan dan PKPU mempunyai

pengertian bahwa sistem hukum formal dan hukum materialnya

merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata

dan hukum acara perdata nasional.

Proses Kepailitan

Syarat-syarat Kepailitan

102 | H u k u m b i s n i s
Hal mengenai syarat untuk mengajukan permohonan

pernyataan pailit telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU

Kepailitan dan PKPU yang berbunyi:

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu

dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan,

baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu

atau lebih kreditornya

Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa untuk

mengajukan permohonan pailit terhadap seorang debitur harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Debitur yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua

utang, artinya mempunyai dua atau lebih kreditur. Oleh

karena itu, syarat ini disebut syarat consursus credituorium.


2. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah

satu krediturnya.
3. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah utang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih (due/expired and

payable). Yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar

utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah

diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya

sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau

103 | H u k u m b i s n i s
denda oleh instansi yang berwenang maupun karena

putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Sehubungan dengan uraian diatas, perlu pula diperhatikan

siapa saja pihak-pihak yang berhak untuk mengajukan

permohonan pailit. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kreditur atau beberapa kreditur


Kreditur dalam pengertian diatas meliputi kreditur

konkuren, kreditur semparatis, maupun kreditur preferen,

mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit

tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang

mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk

didahulukan.
2. Debitur sendiri
Seorang debitur dapat mengajukan permohonan

pernyataan pailit terhadap dirinya (voluntary petition)

apabila memenuhi syarat, yaitu mempunyai dua atau lebih

kreditur dan debitur sedikitnya tidak membayar satu utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.


3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
Kejaksaan dapat mengajukan permohona pailit dengan

alasan untuk kepentingan umum dan syarat untuk

pengajuan permohonan pailit telah dipenuhi. Yang

dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan

bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas,

misalnya:

104 | H u k u m b i s n i s
a. Debitur melarikan diri.
b. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan.
c. Debitur mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) atau badan usaha lain yang menghimpun

dana dari masyarakat.


d. Debitur mempunyai utang yang berasal dari

penghimpunan dana dari masyarakat luas.


e. Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam

menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh

waktu atau
f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan

kepentingan umum.

Adapun tata cara pengujian permohonan pailit adalah sama

dengan permohonan pailit yang diajukan oleh debitur atau

kreditur. Hal ini dengan ketentuan bahwa permohonan pailit

dapat diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.

4. Bank Indonesia
Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan

pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (BI). Pengajuan

permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan

kewenangan BI dan semata-mata didasarkan atas penilaian

kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan

sehingga tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan BI

untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak

menghapuskan kewenangan BI terkait dengan ketentuan

105 | H u k u m b i s n i s
mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan

hukum, dan likuidasi bank sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

5. Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan

(Bapepam-LK).
Dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek,

lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan

dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat

diajukan oleh Bapepam. Permohonan pailit sebagaimana

dimaksud diatas hanya dapat diajukan oleh Bapepam karena

lebaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan

dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah

pengawasan. Bapepam juga mempunyai kewenangan penuh

dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk

instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti

halnya kewenangan BI terhadap bank.


6. Menteri keuangan
Dalam hal debitu adalah perusahaan asuransi, perusahaan

reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak dalam

bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya

dapat diajukan oleh menteri keuangan.

Permohonan Pernyataan Pailit

Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan lain-lain

yang berkaitan dengan itu ditetapkan oleh Pengadilan Niaga

106 | H u k u m b i s n i s
yang wilayah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan

hukum debitur. Berkenaan dengan ketentuan tersebut maka

permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua Pengadilan

Niaga yang berwenang.

Panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan

pernyataan pailit pada tanggal permohonan bersangkutan

diajukan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal

yang sama dengan tanggal permohonan pernyataan pailit

didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan

menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan

pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling

lambat 20 (dua puluh hari) setelah tanggal permohonan

didaftarkan. Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan

yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang

sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah

tanggal permohonan didaftarkan.

Pembentuk UU Kepailitan dan PKPU menghendaki agar

putusan pernyataan pailit dapat diputuskan secepat mungkin

dan secepatnya pula dapat dieksekusi. Hal ini sesuai dengan isi

Pasal 8 ayat (4), (5), (6) dan (7) berikut.

Pasal 8 ayat (4)

107 | H u k u m b i s n i s
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila

terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana

bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.

Ayat (5)

Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit

harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah

tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

Ayat (6)

Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

wajib memuat pula:

a. Pasal tertentu dari peraturan perundanng-undangan yang

bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili.


b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari

hakim anggota atau ketua majelis.

Ayat (7)

Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana

dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap

pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus

diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat

108 | H u k u m b i s n i s
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan

tersebut diajukan suatu upay hukum.

Upaya Hukum

Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan

terhadap permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke

Mahkamah Agung (MA). Permohonan kasasi ke MA diajukan

paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang

dimohonkan kasasi diucapkan dengan mendaftarkan pada

panitera pengadilan yang telah memutus permohonan

pernyataan pailit. Permohonan kasasi tersebut, selain dapat

diajukan oleh debitur dan kreditur yang merupakan pihak pada

persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditur

lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat

pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan

pernyataan pailit.

Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi

dan menetapkan hari sidang paling lambat 2 (dua) hari setelah

tanggal permohonan kasasi diterima oleh MA. Sidang

pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20

(dua puluh) hari seteah tanggal permohonan kasasi dilakukan

oleh MA. Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan

paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan

109 | H u k u m b i s n i s
kasasi diterima oleh MA. Terhadap putusan atas permohonan

pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

dapat diajukan peninjauan kembali ke MA.

Pengangkatan Kurator dan Hakim Pengawas

Putusan pernyataan pailit harus mengangkat kuratordan

seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.

Kurator adalah balai harta atau peninggalan atau orang

perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus

dan membereskan harta debitur pailit dibawah pengawasan

hakim pengawas sesuai dengan undang-undang. Sementara itu,

yang dimaksud dengan hakim pengawas adalah hakim yang

ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan

penundaan kewajiban pembayaran utang. Kurator yang diangkat

tersebut harus independen, tidak mempunyai benturan

kepentingan dengan debitur atau kreditur, dan tidak sedang

menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban

pembayaran utang lebih dari tiga perkara.

Kurator berwenang dalam melaksanakan tugas pengurusan

dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan

pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau

peninjauan kembali. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan

110 | H u k u m b i s n i s
pemberesan dalam ketentuan ini adalah penguangan aktiva

untuk membayar atau melunasi utang.

Apabila putusan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya

kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah

dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator

menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tersebut

tetap sah dan mengikat debitur.

Akibat Kepailitan

Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan

debitur sejak putusan itu dikeluarkan oleh hakim dimasukkan ke

dalam harta pailit. Dengan kata lain, akibat putusan pailit dan

sejak putusan itu, harta kekayaan debitur berubah statusnya

menjadi harta pailit. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur

pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala

sesuata yang diperoleh selama kepailitan.

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan yang telah

dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa harta debitur yang

tidak dimasukan sebagai harta pailit, antara lain

1. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan

oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya,

perlengkapannya, alat-alat medis yang digunakan oleh debitur

111 | H u k u m b i s n i s
dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari

bagi debitur dan keluarganya yang terdapat ditempat itu.

2. segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya

sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai

upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang

ditentukan oleh hakim pengawas; atau

3. uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi

suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Harta pailit memberlakukan sita umum dan debitur tidak

lagi berwenang untuk mengurus dan melakukan perbuatan

hukum apapun yang menyangkut hartanya itu. Lebih lanjut,

debitur telah dinyatakan di dalam pengampuan sepanjang yang

menyangkut harta kekayaannya.

Dalam hukum kepailitan, berlaku asas yang berlaku umum

dalam hukum perdata, yaitu actio pauliana, yaitu hak yang

diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang

mengajukan permohonan pembatalan terhadap semua

perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur

terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur

perbuatan tersebut merugikan kreditur.

112 | H u k u m b i s n i s
Asas actio pauliana tersebut juga diberlakukan dalam

hukum kepailitan Indonesia bahwa untuk kepentingan harta

pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala

perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit dan

merugikan kepentingan kreditur yang dilakukan sebelum putusan

pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan tersebut hanya dapat

dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan

hukum dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan

hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya

mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan

mengakibatkan kerugian bagi kreditur.

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur

dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan

pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak

wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya,

debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan

dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur,

dalam hal perbuatan tersebut

1. Merupakan perjanjian saat kewajiban debitur jauh

melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian

tersebut dibuat;

113 | H u k u m b i s n i s
2. Merupakan pembayaran atas pemberian jaminan untuk

utang yang belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak

dapat ditagih.

3. Dilakukan oleh debitur perorangan dengan atau untuk

kepentingan

a) suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya

sampai derajat ketiga;


b) suatu badan hukum bilamana debitur atau pihak

sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah anggota

direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut,

baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta

secara langsung maupun tidak langsung dalam

kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50%

(lima puluh persen) dari modal di setor atau dalam

pengendalian badan hukum tersebut;


4. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum,

dengan/atau untuk kepentingan:


a) anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami

atau istri, anak angkat, atau kelarga sampai derajat

ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;


b) perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama

dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga

sampai derajat ketiga yang ikut serta langsung

maupun tidak langsung dalam kepemilikan pada

114 | H u k u m b i s n i s
debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari model

disetor atau dalam pengendalian badan hukum

tersebut;
c) perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau

keluarga sampai derajat ketigayang ikut serta

langsung maupun tidak langsung dalam kepemilikan

pada debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari

model disetor atau dalam pengendalian badan

hukum tersebut;

5. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum

dengan/atau untuk kepentingan badan hukum lainnya apabila

a) perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua

badan usaha tersebut adalah orang yang sama;


b) suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat

ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus

debitur yang juga merupakan anggota direksi atau

pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;


c) perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota

badan pengawas pada debitur, atau suami atau istri, anak

angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri

maupun bersama-sama ikut serta langsung maupun tidak

langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50%

(lima puluh persen) dari model disetor atau dalam

pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya;

115 | H u k u m b i s n i s
d) debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan

hukum lainnya, atau sebaliknya;


e) badan hukum yang sama atau perorangan yang sama, baik

bersama ataupun tidak bersama suami atau istrinya,

dan/atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai

derajat ketigaikut serta langsung maupun tidak langsung

dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% (lima puluh

persen) dari model disetor;

6. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum

dengan atau terhadap badan hukum lainnya dalam satu grup di

mana debitur adalah anggotanya.

Dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit maka istri atau

suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan

tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau

suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah

atau warisan. Apabila benda milik istri atau suami telah dijual

oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar atau utang

hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri

atau suami berhak mengambil kembali uang hasil penjualan

tersebut.

Istri atau suami tidak berhak atas keuntungan yang

diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan pada harta pailit

116 | H u k u m b i s n i s
suami atau istri yang dinyatakan pailit. Demikian juga dengan

kreditur suami atau istri yang dinyatakan pailit tidak berhak

menuntut keuntungan yang diperjanjikan dalam perjanjian

perkawinan kepada istri atau suami yang dinyatakan pailit.

Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam suatu

persatuan harta, diberlakukan sebagai kepailitan persatuan harta

tersebut. Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit

mempunyai benda yang tidak termasuk persatuan harta maka

benda tersebut termasuk harta pailit. Namun hanya dapat

digunakan untuk membayar utang pribadi suami atau istri yang

dinyatakan pailit.

Jenis-jenis Kreditur

Kreditur dibagi menjadi tiga, yaitu kreditur konkuren,

kreditur preferen, dan kreditur separatis.

Kreditur Konkuren

Kreditur konkuren adalah kreditur yang harus berbagi

dengan para kreditur yang lain secara proporsional atau disebut

juga pari pasu, yaitu menurut perbandingan besarnya masing-

masing tagihan mereka dari hasil penjualan harta pailit yang

tidak dibebani hak jaminan. Kreditur demikian lebih dikenal

117 | H u k u m b i s n i s
dengan istilah hukum dalam sistem common law sebagai

unsecured creditor.

Kreditur Preferen

Kreditur preferen adalah kreditur yang didahulukan dari

kreditur-kreditur lainnya untuk memperoleh pelunansan

tagihannya dari hasil penjualan harta pailit asalkan benda

tersebut telah dibebani dengan hak jaminan tertentu bagi

kepentingan kreditur tersebut. Kreditur demikian lebih dikenal

dengan istilah hukum dalam sistem common law sebagai

secured creditor.

Kreditur Separatis

Kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak istimewah

yang oleh undang-undang diberikan kedudukan, dalam hal ini

lebih didahulukan dari pada kreditur konkuren maupun kreditur

preferen.

Pengurusan Harta Pailit

Tugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta

pailit dilakukan oleh kurator yang telah diangkat dalam putusan

pernyataan pailit. Pemberesan harta pailit mengandung

118 | H u k u m b i s n i s
pengertian untuk menguangkan aset dan pasiva harta pailit.

Dalam menjalankan tugasnya, korator diawasi oleh hakim

pengawas yang juga ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit.

Lebih lanjut, yang dimaksud kurator sebagaimana telah

disebutkan adalah balai harta peninggalan atau kurator lainnya.

Sementara itu, yang dapat menjadi kurator lainnya adalah:

1. orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang

memiliki keahlian khusus, yaitu mereka yang mengikuti

dan lulus pendidikan kurator dan pengurus.


2. terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan

tanggung jawabnya dalam bidang hukum dan peraturan

perundang-undangan; atau
3. terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan

tanggung jawabnya dalam bidang hukum dan peraturan

perundang-undangan

Kurator sejak diangkat sebagai pihak yang melakukan

pengurusan atau pemberesan harta pailit mempunyai tugas

pokok sebagai berikut:

1. Melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta

pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang,

perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan

memberikan tanda terima.

119 | H u k u m b i s n i s
2. Membuat pencacatan harta pailit paling lambat dua hari

setelah menerima surat putusan pengangkatannya

sebagai kurator.
3. Membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang

dan utang harta pailit, serta nama dan tempat tinggal

kreditur beserta jumlah piutang masing-masing kreditur.


4. Berdasarkan persertujuan panitia kreditur sementara,

kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang

dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan

pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau

peninjauan kembali.
5. Menyimpan sendiri uang, perhiasan, efek, dan surat

berharga lainnya kecuali apabila oleh hakim pengawas

ditentukan lain.
6. Melakukan rapat pencocokan perhitungan (verifikasi)

piutang yang diserahkan oleh kreditur dengan catatan

yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur

pailit, maupun berunding dengan kreditur jika terdapat

keberatan terhadap penagihan yang diterima.

7. Membuat daftar piutang yang sementara diakui

Dalam melaksanakan tugasnya, kurator

tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau

menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada

debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam

120 | H u k u m b i s n i s
keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan

demikian dipersyaratkan; dan


dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam

rangka meningkatkan nilai harta pailit.

Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator

perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya

maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh

persetujuan hakim pengawas.

Pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia,

hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan kebendaan lainnya

sebagaimana dimaksud di atas hanya dapat dilakukan terhadap

bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.

Setelah adanya putusan pernyataan pailit dalam rapat

pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian,

rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau

pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit

berada dalam keadaan insolvensi.

Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi maka

hakim pengawas dapat mengadakan rapat kreditur pada hari,

jam, dan tempat yang ditentukan untuk mendengar mereka

121 | H u k u m b i s n i s
seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit. Apabila

hakim pengawas berpendapat terdapat cukup uang tunai,

kurator diperintahkan untuk melakukan pembagian kepada

kreditur yang piutangnya telah dicocokkan.

Apabila dalam rapat pencocokkan piutang tidak ditawarkan

rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang

ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditur yang hadir

dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitur

pailit dilanjutkan. Usul untuk melanjutkan perusahaan

sebagaimana dimaksud di atas wajib di terima apabila usul

tersebut disetujui oleh kreditur yang mewakili lebih dari (satu

perdua) dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan

sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan

fidusia, hak tanggungan hipotek, atau hak agunan atas

kebendaan lainnya.Namun, atas permintaan kreditur atau

kurator, hakim pengawas dapat memerintahkan supaya

kelanjutan perusahaan dihentikan.

Setelah itu kurator harus memulai pemberesan dan

menjual semua harta pailit. Semua benda harus di jual di muka

umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan. Dalam hal penjualan di muka umum tidak

122 | H u k u m b i s n i s
tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan

dengan izin hakim pengawas.

Hasil penjualan harta pailit dibayarkan kepada para kreditur

menurut bagiannya dengan urutan sebagai berikut.

1. Kreditur separatis

Hasil penjualan harta pailit didahulukan untuk pembayaran

pajak.

2. Kreditur preferen

Sejauh mereka tidak dibayar melakukan eksekusi sendiri

atas benda-benda yang dijadikan jaminan utang kepada mereka

dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mereka

yang mempunyai hak istimewa atau yang diangunkan kepada

mereka.

3. Kreditur konkuren

Dalam hal hasil penjualan harta pailit tidak mencukupi

untuk membayar seluruh piutang kreditur separatis maka untuk

kekurangannya mereka berkedudukan sebagai kreditur konkuren.

Berakhirnya Kepailitan

Segera setelah kepada kreditur yang telah dicocokkan

piutangnya dibayarkan dalam jumlah penuh piutang mereka atau

123 | H u k u m b i s n i s
segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat

maka berakhirlah kepailitan. Untuk selanjutnya, kurator

berkewajiban

1. Membuat pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan

dalam berita negara Republik Indonesia dan surat kabar


2. Memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan

dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim

pengawas paling lama tiga puluh hari setelah berakhirnya

kepailitan
3. Menyerahkan semua buku dan dokumen mengenai harta

pailit yang ada pada kurator kepada debitur dengan

tanda bukti penerimaan yang sah.

BAB VII

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian Konsumen

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mendefinisikan

konsumen sebagai Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan. Definisi ini sesuai dengan

pengertian bahwa konsumen adalah end user/pengguna terakhir,

124 | H u k u m b i s n i s
tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barang dan/atau

jasa tersebut.

Pengertian konnsumen dalam arti umum adalah pemakai,

pengguna dan atau pemanfaat barang dan atau jasa untuk

tujuan tertentu. Sedangkan pengertian menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen di atas adalah setiap orang pemakai

barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk

hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.

Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut

sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai

pemakai barang dan jasa. Istilah orang sebetulnya

menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang

lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan

hukum (rechts person). Menurut AZ. Nasution, orang yang

dimaksudkan adalah orang alami bukan badan hukum. Sebab

yang memakai, menggunakan dan atau memanfaatkan barang

dan atau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan

hanyalah orang alami atau manusia.

Pengertian konsumen antar negara yang satu dengan yang

lain tidak sama, sebagai contoh Spanyol, konsumen diartikan

125 | H u k u m b i s n i s
tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang

menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Dan yang menarik,

konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual-beli, sehingga

dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.

Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda

(BW Buku VI, Pasal 236), konsumen dinyatakan sebagai orang

alamiah. Maksudnya ketika mengadakan perjanjian tidak

bertindak selaku orang yang menjalankan profesi perusahaan.

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius

menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat

mengartikan konsumen sebagai, pemakai terakhir dari benda

dan jasa; (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).

Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara

konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dengan

konsumen pemakai terakhir. Di Perancis, berdasarkan doktrin dan

yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai,

The person who obtains goods or services for personal or family

purpose. Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu, pertama,

konsumen hanya orang, dan kedua, barang atau jasa yang

digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Sekalipun

demikian, makna kata memperoleh (to obtain) masih kabur,

apakah maknanya hanya melalui hubungan jual-beli atau lebih

luas dari pada itu?

126 | H u k u m b i s n i s
Di Australia, dalam Trade Practices Act 1974 Konsumen

diartikan sebagai Seseorang yang memperoleh barang atau jasa

tertentu dengan persyaratan harganya tidak melewati 40.000

dollar Australia. Sejauh tidak melewati jumlah uang di atas,

tujuan pembelian barang atau jasa tersebut tidak dipersoalkan.

Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi korban

produk yang cacat yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi

juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban

yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama

dengan pembeli.

Sedangkan di Eropa, pengertian konsumen bersumber dari

Product Liability Directive (selanjutnya disebut directive) sebagai

pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum

Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Directive tersebut yang

berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita

kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa

kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.

Hal ini juga perlu dikemukakan dalam pengertian konsumen

ini adalah syarat tidak untuk diperdagangkan yang menunjuk

sebagai konsumen akhir (end consumer) dan sekaligus

membedakan dengan konsumen antara (derived/intermediate

consumer). Dalam kedudukan sebagaiderived/intermediate

127 | H u k u m b i s n i s
consumer, yang bersangkutan tidak dapat menuntut pelaku

usaha berdasarka UUPK, sebaliknya seorang pemenang undian

atau hadiah seperti nasabah Bank, walaupun setelah menerima

undian (hadiah) kemudian yang bersangkutan menjual kembali

hadiah tersebut, kedudukan tetap sebagai konsumen akhir (end

consumer), karena perbuatan menjual yang dilakukan bukanlah

dalam kedudukan sebagai profesional seller. Ia tidak dapat

dituntut sebagai pelaku usaha menurut UUPK, sebaliknya ia

dapat menuntut pelaku usaha bila hadiah yang diperoleh

ternyata mengandung suatu cacat yang merugikan baginya.

Asas-asas Perlindungan Konsumen

asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan

konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:

1. Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua

pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu

pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya.

Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

2. Asas keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 7 UU PK yang

mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku

usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha

128 | H u k u m b i s n i s
dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara

seimbang.

3. Asas keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan

konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara

seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan

atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha

mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara

menjamin kepastian hukum

Hak dan Kewajiban Konsumen

Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah

mengemukakan empat hak dasar konsumen, yaitu :

129 | H u k u m b i s n i s
1. The right to safe product

2. The right to he informed about product

3. The right to definite choices in selecting products

4. The right to be heard regarding consumer interest

Setelah itu, resolusi perserikatan Bangsabangsa Nomor

39/248 Tahun 1985 tentang Perlingungan Konsumen (Guidelines

for Consumer Protection), juga merumuskan berbagai konsumen

yang perlu dilindungi, yang meliputi:

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap

kesehatan dan keamanannya;

2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial

konsumen;

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen

untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang

tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

4. Pendidikan konsumen;

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen dan

organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan

130 | H u k u m b i s n i s
kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya

dalam proses pengambila keputusan yang menyangkut

kepentingan mereka.

Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak

hanya mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari

konsumen, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban

pelaku usaha. Namun kelihatan bahwa hak yang diberikan

kepada konsumen (yang diatur dalam pasal 4) lebih banyak

dibandingkan dengan hak pelaku usaha (yang dimuat dalam

pasal 6) dan kewajiban pelaku usaha (yang dimuat dalam pasal

7) lebih banyak dari kewajiban konsumen (yang termuat dalam

pasal 5).

Hak Konsumen

Signifikansi pengaturan hak-hak konsumen melalui Undang-

undang merupakan bagian dari implementasi sebagai

kesejahteraan suatu negara, karena Undang-undang Dasar 1945

disamping sebagai konstitusi politik juga dapat disebut konstitusi

ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide negara

kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh

sosialisme sejak abad sembilan belas. Melalui Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen :

131 | H u k u m b i s n i s
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;


2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar

dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;


3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.


4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas

barang dan/atau jasa yang digunakan;


5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan

konsumen secara patut;


6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan

konsumen
7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;


8. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima

tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas,

terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan

utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa

yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih

lagi tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen

132 | H u k u m b i s n i s
jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat.

Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa

dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak

membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen

diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang

dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang

benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang

merugikan, konsumen berhak untuk didengarkan, memperoleh

advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi dan ganti

rugi.

Hak-hak dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen di

atas merupakan penjabaran dari Pasala-pasal yang bercirikan

negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan pasal 33

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Betapa pentingnya hak-hak konsumen, sehingga

melahirkan pemikiran yang berpendapat bahwa hak-hak

konsumen merupakan generasi keempat hak asasi manusia,

yang merupakan kata kunci dalam konsepsi hak asasi manusia

dalam perkembangan di masa-masa yang akan datang.

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai balance,

konsumen juga mempunyai beberapa kewajiban.

Kewajiban Konsumen

133 | H u k u m b i s n i s
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan

prosedur pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ atau

jasa, demi keamanan dan keselamatan.


2. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian

barang dan/atau jasa;


3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut

Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh

hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum

bagi dirinya.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Hak Pelaku Usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku

usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan

kepada konsumen, kepada para pelaku usaha diberikan hak

sebagaimana diatur pada Pasal 6 UUPK.

Hak pelaku usaha adalah, yaitu

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

134 | H u k u m b i s n i s
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari

tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di

dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti

secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan

oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai

dengan kondisi nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat

menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang

diberikan kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut

harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa

yang sama. Dalam praktik yang biasa terjadi, suatu barang

dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang

yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih

murah. Dengan demikian, yang dipentingkan dalam hal ini

adalah harga yang wajar.

135 | H u k u m b i s n i s
Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf

b,c, dan d, sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak

berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan/atau Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen/ pengadilan dalam tugasnya

melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut

diharapkan perlindungan konsumen tidak mengabaikan

kepentingan pelaku usaha. Kewajiban konsumen dan hak-hak

pelaku usaha yang disebut pada huruf b,c, dan d tersebut adalah

kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa

sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Kewajiban Pelaku Usaha

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang

telah disebutkan pada uraian terdahulu, maka kepada pelaku

usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 UUPK.

Kewajiban Pelaku Usaha adalah :

1. beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;


2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,

serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar

dan jujur, serta tidak diskriminatif;

136 | H u k u m b i s n i s
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan/atau diperdagangan berdasarkan ketentuan

standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;


5. memberikan kesempatan kepada konsumen untuk

menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa

tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.


6. memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian apabila barang dan/atau jasa yang

diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Penjelasan :

Huruf c

Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen

dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang

membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.

Huruf e

Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa

tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa

mengakibatkan kerusakan atau kerugian

Kewajiban pelaku usaha beriktikad baik dalam melakukan

kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam

137 | H u k u m b i s n i s
hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan Arrest H.R. di

Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad

baik dalam tahapan pra perjanjian, bahkan kesesatan

ditempatkan di bawah iktikad baik, bukan lagi pada teori

kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik tersebut, sehingga

dalam perjanjian antara pihak, kedua belah pihak harus

mempunyai iktikad baik.

Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik

dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi

konsumen, diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi

pembelian barang dan/atau jasa.

138 | H u k u m b i s n i s
BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Sengketa Bisnis

Pengertian sengketa bisnis (commercial disputes) menurut

Maxwell J. Futon adalah a commercial disputes is one which

arises during the course of the exchange or transaction process

is central to market economy (sengketa bisnis adalah suatu hal

yang muncul selama proses transaksi yang berpusat pada

ekonomi pasar).

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks akan

melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis.

139 | H u k u m b i s n i s
Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari

maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute) di

antara para pihak yang terlibat (Sutiyoso, 2006:3). Sengketa

muncul karena berbagai alasan dan masalah yang

melatarbelakanginya, terutama karena adanya confict of interest

di antara para pihak. Sengketa yang muncul di antara pihak-

pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau

perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

Bambang Sutiyoso dalam bukunya yang berjudul

Penyelesaian Sengketa Bisnis mengelompokkan sengketa bisnis

sebagai berikut.

1. Sengketa perniagaan

2. Sengketa perbankan

3. Sengketa keuangan

4. Sengketa penanaman modal (investasi)

5. Sengketa perindustrian

6. Sengketa KHI

7. Sengketa konsumen

8. Sengketa kontrak

140 | H u k u m b i s n i s
9. Sengketa pekerjaan

10. Sengketa perburuhan

11. Sengketa perusahaan

12. Sengketa hak

13. Sengketa properti

14. Sengketa pembangunan konstruksi

CARA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Dari Sudut Pembuatan Keputusan

1. Adjudikatif

Cara penyelesaian sengketa bisnis secara adjudikatif

dilakukan dengan mekanisme penyelesaian yang ditandai

dengan kewenangan pengambilan keputusan yang dilakukan

oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.

2. Konsensual atau Kompromi

Cara penyelesaian sengketa bisnis secara kooperatif atau

kompromi bertujuan untuk mencpai penyelesaian yang bersifat

win-win solution

3. Quasi adjudikatif

141 | H u k u m b i s n i s
Cara penyelesaian sengketa bisnis ini mengombinasikan

unsur konsensual dan adjudikatif.

Dari Sudut Prosesnya

1. Litigasi (Ordinary court/Court Settlement)

Ligitasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa

melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan

hukum formal (Law Approach).

2. Nonlitigasi (extra ordinary court/out of court settlement)

Nonligitasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa

di luar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum

formal.

Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia

Lembaga penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia

meliputi, (1) Pengadilan Umum, (2) Pengadilan Niaga, (3)

arbitrase, (4) Penyelesaian sengketa alternatif melalui

mekanisme negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.

Pengadilan Umum

Pengadilan umum merupakan lembaga pelaksanaan

kekuasaan kehakiman di Indonesia. Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1986 pasal 50 tentang Peradilan Umum dinyatakan bahwa

142 | H u k u m b i s n i s
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa,

mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan

perkara perdata di tingkat pertama. Berdasarkan isi dari pasal

tersebut, dapat dikatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang

dalam memeriksa sengketa bisnis. Lebih lanjut, karakteristik

Pengadilan Umum, antara lain :

a. Prosesnya sangat formal


b. Keputusan dibuat pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara

(majelis hakim)
c. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
d. Isi keputusan win-lose solution
e. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and

binding)
f. Orientasi pada fakta hukum (fact orientation mencari

pihak yang bersalah)


g. Fokus pada masa lampau (past focust)
h. Proses persidangan bersifat terbuka

Pengadilan Niaga

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di

lingkungan Pengadilan Umum yang mempunyai kompetensi

untuk memeriksa dan memutuskan permohonan penyataan pailit

dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), serta

sengketa hak kekayaan intelektual (HKI) yang meliputi hak cipta,

merek, dan paten. Lebih lanjut, karakteristik Pengadilan Niaga,

antara lain :

143 | H u k u m b i s n i s
a. Prosesnya sangat formal
b. Keputusan dibuat pihak ketiga yang ditunjuk oleh

negara (majelis hakim)


c.Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
d. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive

and binding)
e. Orientasi pada fakta hukum (fact orientation

mencari pihak yang bersalah)


f. Waktunya singkat

Arbitrase

Dasar Hukum Arbitrase

Untuk menyelesaikan sengketa di dalam urusan bisnis, tidak

hanya dapat dilakukan melalui litigasi di lembaga peradilan,

tetapi juga dapat dilakukan dengan cara arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam undang-

undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Sebelum dilakukan nya undang-undang Nomor 30 tahun

1999, penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase bersandar

kepada hukum acara perdata, namun hal itu tentu saja sudah

tidak sesuai dengan perkembangan di Indonesia pada saat ini.

Pengertian Arbitrase

144 | H u k u m b i s n i s
Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit.

Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 1999, arbitrase

didefinisikan sebagai cara penyelesaian suatu sengketa perdata

diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase

yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Dalam BlackLaws Dictionary, pengertian arbitrase adalah :

Arbitration is the reference of a dispute to an

impartial (third) person chosen by by the parties to the

disputes who agree in advance to abide by arbitratosrs

award issued after hearing at which both parties have and

opportunity to be heard. An arrangement for talking and

abiding by the jugment of selected persons in some dispute

matter, instead of carrying it to establish tribunal of justice,

and is intended to avoid the formalities, the delay, the

expense and taxation of ordinary litigation .

Lebih lanjut, Maxwell J Fulton mendefinisikan arbitrase

sebagai the privat process where by a private, disinterested

person, called an arbitrator, chosen by the parties to a disputes

(which dispute is justiciable in a court of civil jurisdiction).

Objek Arbitrase

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya

sengketa dalam perdagangan. Mengenai hak yang menurut

145 | H u k u m b i s n i s
hukum dan peraturan perundang-undangan, sepenuhnya

dikuasai oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang

tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut

peraturan perundang-undangan tidak dapat dilakukan

perdamaian.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pasal 4 tentang

arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketan menyatakan

bahwa:

Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan

sengketa para pihak yang terikat di dalam perjanjian

arbitrase, dan putusan arbitrase adalah final, artinya tidak

dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi,

serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para

pihak .

Pembatasan Pengadilan Negeri untuk sengketa yang terikat

dalam perjanjian arbitrase dapat mencegah upaya intervensi

Pengadilan Negeri dalam perjanjian ini. Hal ini juga berarti bahwa

sejak aqal perjanjian di buat, para pihak telah mengesampingkan

kemungkinan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Prinsip-prinsip dalam Arbitrase

146 | H u k u m b i s n i s
Berdasarkan penjelasan di atas, beberapa prinsip yang

harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan di luar

peradilan
2. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa di luar

peradilan harus didasarkan atas kesepakatan tertulis

yang dibuat oleh pihak yang bersengketa


3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase

hanya sengketa dalam bidang perdagangan dan

mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak

yang bersangkutan.
4. Para pihak yang menunjuk atau menentukan para arbiter

atau wasit dan pejabat dalam lingkup peradilan seperti

hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya

yang tidak dapat diangkat sebagai arbiter.


5. Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis

arbiter dilakukan secara tertutup.


6. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan

kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat

mereka masing-masing.
7. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan

dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau

internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.


8. Atas perintah arbiter atau majelis arbiter dapat meminta

bantuan seorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan

147 | H u k u m b i s n i s
keterangan tertulis mengenai suatu persoalan khusus

yang berhubungan dengan pokok sengketa.


9. Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan

berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan

dan kepatutan.
10. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari sejak pemeriksaan ditutup.


11. Putusan arbiter bersifat final and binding, artinya

final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta

mengikat.
12. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli

atau salinan autentik putusan arbitrase diserahkan dan

didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera

Pengadilan Negeri.
13. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan

arbitrase secara suka rela, putusan dilaksanakan

berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri atas

permohonan salah satu pihak yang bersengketa.


14. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan

pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Klausula Arbitrase

148 | H u k u m b i s n i s
Pasal 1 bulir 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

menyatakan bahwa perjanjian Arbitrase itu adalah:

Suatu kesepakatan yang berupa klausula yang tercantum

dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak

sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase

tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau

sesudah timbul sengketa oleh para pihak berdasarkan isi pasal

tersebut maka bentuk klausula arbitrase tersebut dapat

dibedakan atas dua bentuk, yaitu pactum de compromitendo dan

acta compromise.

1. pactum de compromitendo

Pactum de compromitendo adalah adanya kesepakatan bagi

para pihak yang membuat perjanjian agar pada kemudian hari

apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase.

Pactum de compromitendo merupakan klausula yang

dicantumkan dalam perjanjian sehingga klausula tersebut

menjadi bagian dari perjanjian tersebut atau dengan kata lain

bahwa klausula tersebut dimaksudkan untuk menjadi bagian dari

kontrak yang dibuat.

149 | H u k u m b i s n i s
2. Acta compromise

Acta compromise adalah adanya kesepakatan yang

dituangkan dalam perjanjian bagi kedua pihak yang berselisih,

yaitu untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase,

namun kesepakatan tersebut muncul setelah terjadinya

sengketa.

Jenis-jenis Arbitrase

Jenis-jenis arbitrase, antara lain (1) arbitrase ad hoc atau

volunteer dan (2) Arbitrase institusional yang meliputi Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas).

1. Arbitrase ad hoc atau volunteer

Arbitrase ad hoc atau volunteer merupakan arbitrase yang

dibuat secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus

perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaannya hanya

untuk melayani dan memutus kasus perselisihan tertentu.

Apabila sengketa telah diputus maka keberadaan dan fungsi

arbitrase ad hoc akan lenyap dan berakhir dengan sendirinya.

2. Arbitrase institusional

150 | H u k u m b i s n i s
Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan

arbitrase yang bersifat permanen. Oleh karena itu, arbitrase ini

disebut juga dengan permanent arbital body. Pembentukan

lembaga ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang

timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian sengketa di

luar pengadilan. Lebih lanjut, lembaga arbitrase institusional

yang ada di Indonesia, antara lain Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas).

BANI dibentuk berdasarkan Keputusan Kadin Nomor

152/DPH-1977 tanggal 10 November 1977. Lembaga ini memiliki

tujuan agar mampu menyelesaikan sengketa atau beda

pendapat yang terjadi pada berbagai sektor perdagangan,

industri, dan keuangan, yaitu melalui arbitrase dan bentuk-

bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya, antara lain

sengketa dalam bidang asuransi, keuangan, pabrikasi, hak atas

kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi, pelayaran,

serta lingkungan hidup. Badan ini bertindak secara otonom dan

independi dalam penegakan hukum dan keadilan.

Lembaga Arbitrase Internasional

Lembaga arbitrase internasional meliputi

151 | H u k u m b i s n i s
1. Court Of Arbitration of the Internasional Chamber of

Commerce (ICC);

2. The International Center for Settlement of Investment

Disputes (ISCID);

3. The United Nations Commission on Internasional Trade

Law (UNCITRAL)

Alternatif Penyelesaian Sengketa

(Alternative Dispute Resolution-ADR)

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa merumuskan bahwa yang dimaksud

dengan alternatif penyelesaian sengketa adalah Lembaga

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur

yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli.

Alternatif penyelesaian sengketa (ADR) yang sering

diartikan sebagai Alternative to litigation dan alternative to

adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari dua pengertian

tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila

pengertian yang pertama menjadi acuan (alternative to

litigation) maka seluruh penyelesaian sengketa di luar

152 | H u k u m b i s n i s
pengadilan, termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR.

Sementara itu, pengertian arbitrase sebagai alternatife to

adjudication dapat diartikan sebagai mekanisme penyelesaian

sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, seperti halnya

negosiasi, mediasi, dan konsolidasi. Lebih lanjut, dalam

pengertian alternative to adjudication, arbitrase bukan termasuk

bagian dari ADR (Margono, 2000 : 36).

Sehubungan dengan adanya pengertian tersebut, timbul

pertanyaan apakah Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa menganut pengertian alternative to

litigation atau alternative to adjudication?

Dengan demikian, penyelesaian sengketa di luar

pengadilan memiliki banyak alternatif sesuai dengan kebutuhan

dan pertimbangan para pihak yang bersengketa. Peluang untuk

menyelesaikan sengketa bisnis di luar pengadilan merupakan hal

yang tepat mengingat banyak pelaku bisnis, baik nasional

maupun internasional yang ingin menyelesaikan sengketa secara

cepat dan rahasia di luar pengadilan. Fakta memang

menunjukkan bahwa kecenderungan apabila penyelesaian

sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu yang cukup

panjang. Hal ini terjadi karena tahapan yang dilalui cukup

panjang, yaitu dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan

153 | H u k u m b i s n i s
Mahkamah Agung, baik dengan cara kasasi maupun peninjauan

kembali hingga sampai pada putusan yang memiliki kekuatan

hukum yang pasti dan dapat dilaksanakan.

Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih luas

mengenai mekanisme atau bentuk ADR, berikut ini akan

diuraikan beberapa mekanisme ADR.

Negosiasi (Negotiation)

Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa tidak memberikan definisi tentang negosiasi. Namun,

untuk mengenal negosiasi lebih dalam diberikan beberapa arti

dan definisi. Negosiasi berasal dari kata latin, negotium yang

berarti kegiatan atau usaha yang merujuk pada bentuk tawar-

menawar atau berunding dengan sudut pandang guna mencapai

kesepakatan.

Peter Spiller dalam bukunya Disputes Resolution in New

Zeland memberikan definisi sebagai berikut.

Negotiation ia a creative process in which the parties

involved in an issues discuss their position, needs and interest in

order to find a positive, realistic and wide-ranging solution. More

commonly negation is a process of give and take, trading of

variables over which parties exercise discretion, leading to an

154 | H u k u m b i s n i s
outcome which acknowledge the differing prospective of those

involved. (Negosiasi adalah sebuah proses kreatif saat para pihak

terlibat dalam sebuah isu yang mendiskusikan posisi mereka,

kebutuhan, dan kepentingan-kepentingan mereka dalam rangka

menghasilkan penyelesaian yang positif, realistis, dan

berjangkauan luas. Secara umum negosiasi adalah proses

memberi dan menerima, mempertukarkan beberapa hal yang

mengondisikan para pihak membuat kebijakan yang mengarah

kepada suatu hasil yang mengakui perbedaan pandangan dari

mereka yang terlibat).

Center for Dispute Resolution, University of Technology

Sidney memberikan definisi sebagai berikut :

Negotiation is a precess in which two or more parties try ti

resolve difference, solve problem, and rech agreement.

(Negosiasi adalah sebuah proses ketika dua pihak atau lebih

mencoba menyelesaikan perbedaan, menyelesaikan masalah,

dan mencapai kesepakatan).

Mark E. Roszowski dalam bukunya yang berjudul Business

Law, Cases nd Policy menulis definisi negosiasi sebagai berikut :

Negotiation is a process by which two parties, differing

demands reach an aggreement generally throught compromise

and concession. (Negosiasi adalah sebuah proses ketika dua

155 | H u k u m b i s n i s
pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan

umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran).

Berdasarkan literatur hukum, diketahui bahwa pada

umumnya proses negosiasi merupakan salah satu sarana

alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal,

meskipun adakalanya dilakukan secara formal. Melalui negosiasi,

para pihak yang bersengketa atau berselisih paham dapat

melakukan proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban

para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling

menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau

melepaskan kelonggoran atas hak-hak tertentu tertentu

berdasarkan asas timbal balik.

Dalam mekanisme negosiasi, penyelesaian sengketa

tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan oleh dan di

antara para pihak yang bersengkata tanpa melibatkan orang

ketiga untuk menyelesaikan sengketa melalui negosiasi yang

diberikan waktu empat belas hari untuk melakukan prosesnya.

Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut

kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh

para pihak untuk dan dilaksanakan sebagaiman mestinya.

Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat bagi

para pihak. Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan

156 | H u k u m b i s n i s
Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa wajib didaftarkan

di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu tiga puluh hari

terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan.

Negosiasi yang baik dan efektif adalah negosiasi yang

didasarkan pada data riil yang akurat dan faktual sehingga setiap

argumen dan kehendaknya tidak terlepas dari fakta yang ada. Di

samping itu, harus ditopang dengan negosiator yang handal dan

profesional yang memahami tujuan dilakukannya negosiasi serta

mempunyai daya kemampuan optimal dalam menemukan solusi

terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari kemungkinan

dead lock. (Sutiyoso, 2006 : 46)

Mahendra Wijaya dalam bukunya Mediasi dan Negosiasi

yang Efektif dalam Resolusi Komflik mengemukakan bahwa

negosiator yang handal hendaknya memenuhi beberapa

persyaratan sebagai berikut :

1. Berkepribadian mantap dan penuh percaya diri

2. Tidak sombong

3. Bersikap simpatik, ramah dan sopan

4. Disiplin dan memiliki prinsip

157 | H u k u m b i s n i s
5. Komunikatif

6. Wawasan dan pengetahuan luas

7. Cepat membaca situasi dan jeli dalam menangkap

peluang

8. Ulet, sabar dan tidak mudah putus asa

9. Akomodatif dan kompromis

10. Berfikir positif dan optimis

11. Dapat mengendalikan emosi

12. Berfikir jauh ke depan

13. Memiliki selera humor.

Menurut Leo Kanowitz dalam Sutiyoso (2006 : 47) dijelaskan

bahwa agar negosiasi berjalan sukses dan optimal, ada beberapa

ketentuan yang perlu diperhatikan oleh para negosiator sebagai

berikut :

1. Kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan

2. Kekuatan dari hubungan yang baik

3. Kekuatan dari alternatif yang baik dalam negosiasi

4. Kekuatan Legitimasi

158 | H u k u m b i s n i s
5. Kekuatan komitmen

Selanjutnya, Garry Goodpaster mengemukakan bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan negosiasi,

yaitu (1) Kekuatan tawar-menawar (bargaining power), (2) pola

tawar-menawar (bargaining pattern), dan (3) strategi dalam

tawar-menawar (bargaining strategy)

Mediasi (mediation)

Pengertian Mediasi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan definisi

mengenai mediasi. Tidak mudah memang untuk memberikan

sebuah definisi mediasi yang dapat dengan tepat

menggambarkan dan membedakan mediasi dengan mekanisme

penyelesaian sengketa lainnya.

Laurence Boulle dalam bukunya Mediation, Principle,

Process, Practise memberikan definisi sebagai beikut :

Mediation is a decision making process in which the

parties are assisted by a third party, the mediator, the mediator

attempt to improve the process of decision-making and to asist

the parties reach on outcome to each of them can assent.

(Mediasi adalah sebuah prose pembuatan keputusan dari para

159 | H u k u m b i s n i s
pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh seorang pihak

ketiga, yaitu mediator yang berusaha meningkatkan proses

pembuatan keputusan dan membantu para pihak dalam

mencapai sebuah hasil yang disetujui oleh para pihak).

Forberg dan Taylor memberikan definisi sebagai berikut :

Mediation is a process by which the participants, together

with the assistance of a neutral person or persons,

systematically isolate dispute issues in order to developed

option, consider alternatives, and reach a consensual settlement

that will accommodate their needs. (Mediasi adalah sebuah

proses saat para pihak bersama seorang atau beberapa orang

pihak ketiga netral yang membantu, secara sistematis

menentukan masalah-masalah yang dipersengketakan dalam

rangka membangun pilihan-pilihan, mempertimbangkan

alternatif-alternatif dalam mencapai suatu persetujuan

penyelesaian yang menampung keinginan-keinginan mereka).

Selain definisi yang telah diungkapan di atas, Mark E.

Roskowski juga memberikan definisi mediasi sebagai berikut :

Mediation is a relatively informal process in which a

neutural third party, the mediator, helpe to resolve a dispute. In

many respect, therefore, mediation can be considered as

structured negotiation in which the mediator fasilitates the

160 | H u k u m b i s n i s
process. (Mediasi adalah sebuah proses yang relatif informal saat

pihak ketiga, yaitu mediator membantu untuk menyelesaikan

sengketa. Oleh karena itu, dalam banyak hal, mediasi dapat

dianggap sebagai negosiasi yang terstruktur ketika mediator

memfasilitasi proses tersebut).

Dalam Blacks Law Dictionary, mediasi diartikan sebagai

berikut :

Mediation is private, informal dispute resolution pocess in

which a neutral third person, the mediator, helpes, disputing,

parties to reach an agreement. The mediators has no power to

impose a decision to the parties. (Mediator adalah proses

penyelesaian sengketa secara pribadi, informal saat pihak ketiga

yang netral, yaitu mediator membantu para pihak yang

bersengkata untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak

mempunyai kewenangan untuk menetapkan keputusan untuk

para pihak).

Dengan demikian, mediasi pada prinsipnya adalah salah

satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan (out

of court settlement) melalui perundingan yang melibatkan pihak

ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Pihak ketiga ini

dinamakan mediator yang bertugas untuk membantu para pihak

yang bersengketan dalam mengidentifikasi isu-isu yang

161 | H u k u m b i s n i s
dipersengketakan guna mencapai kesepakatan. Dalam

menjalankan fungsinya, mediator tidak mempunyai kewenangan

untuk membuat keputusan.

Karakteristik Mediasi

Mediasi memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

1. Interest accommodation/interest based-problem solving

Penyelesaian sengketa didasarkan terakomodasinya

kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang bersengketa.

Mekanisme ini lebih mengutamakan persamaan daripada

perbedaan.

2. Voluntary and consensual

Kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa

dengan menempuh melalui mekanisme mediasi bersifat suka

rela dan telah disepakati oleh pihak yang bersengketa.

3. Procedural Flexibility

Prosedur yang ditempuh dalam proses mencapai

kesepakatan bersifat informal, luwes. Tidak ada sebuah proses

yang baku atau standar yang harus diterapkan seperti dalam

proses litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pada mekanisme

162 | H u k u m b i s n i s
mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang

bersengketa dengan dibantu oleh mediator.

4. Norm Creating

Penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma

hukum privat yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak

yang menjadi pokok sengketa. Di dalam mekanisme ini, para

pihak dengan dibantu mediator dapat membangun norma-norma

baru yang disepakati para pihak sebagai acuan untuk

menyelesaikan sengketa mereka.

5. Person-Centered

Kemauan yang serius dari para pihak diperlukan guna

mencapai kesepakatan. Kesepakatan tidak akan tercapai apabila

dalam diri masing-masing pihak masih ada keengganan untuk

melanjutkan kerja sama.

6. Relationship-oriented

Mekanisme mediasi dilaksanakan dalam hal para pihak yang

bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai

bahwa hubungan bisnis atau kerja sama di antara mereka masih

berharga untuk dilanjutkan. Oleh karena itu, mediasi berorientasi

untuk mencapai kesepakatan yang dapat mempertahankan dan

melanjutkan hubungan di antara para pihak. Hasil suka rela

163 | H u k u m b i s n i s
(Voluntary), kepentingan harga dirinya terakomodasi, tidak ada

yang merasa dirugikan. Dengan demikian, hasil mediasi maupun

mekanisme ADR lainnya dikatakan bersifat win-win solution.

Dalam suasana konflik bukanlah hal yang mudah bagi para pihak

sehingga dibutuhkan bantuan dari mediator yang handal.

7. Future focus

Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi tidak

mencari siapa yang salah dan benar atau siapa yang wanprestasi

dan siapa yang dirugikan atau yang dilanggar haknya pada masa

yang lalu yang mengakibatkan timbulnya sengketa. Fokus

mediasi adalah mencapai kesepakatan karena para pihak akan

mengalami kerugian, yaitu kehilangan dalam meraih peluang

pada masa mendatang. Dengan demikian, persoalan pada masa

lalu yang menimbulkan konflik tidak diungkapkan lagi, tetapi

lebih diutamakan untuk mencapai kesepakatan agar dari kerja

sama yang dilanjutkan tersebut membawa keuntungan bagi

mereka.

8. Private and Confodential

164 | H u k u m b i s n i s
Salah satu alasan dipilihnya mekanisme mediasi maupun

mekanisme ADR lainnya adalah sifatnya yang pribadi. Sengketa

yang diselesaikan melalui mekanisme mediasi ditunjukkan

terutama untuk wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada

hukum perdata atau dagang. Namun, dalam wilayah sengketa

hukum publik di Indonesia pada saat ini dapat juga dilakukan

mediasi seperti dalam bidang hukum lingkungan hidup. Proses

yang ditempuh dalam mekanisme mediasi bersifat tertutup atau

rahasia (confidential) untuk umum atau pihak lain.

Syarat-syarat Keberhasilan Mediasi

Goodpaster dalam Sutiyoso (2006 : 57) mengemukakan

bahwa mediasi akan berhasil apabila memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar-menawar

(bargaining position) yang seimbang.

2. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan masa

mendatang.

3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya

pertukaran kepentingan (trade off).

4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.

165 | H u k u m b i s n i s
5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung

lama dan mendalam.

6. Mempertahankan suatu hak tidak lebih penting

dibandingkan dengan penyelesaian persoalan yang mendesak.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mewajibkan kesepakatan

yang diperoleh melalui mediasi dituangkan secara tertulis

sebagai sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan

penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis

melalui bantuan mediator bersifat final dan mengikat.

Kesepakatan tertulis wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri

dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal

penandatanganan dan wajib dilaksanakan dalam waktu tiga

puluh hari sejak pendaftaran.

Konsiliasi

Pengertian Konsiliasi

Penyebutan konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif

penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1

166 | H u k u m b i s n i s
angka 10 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Seperti halnya

pada negosiasi dan mediasi, undang-undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

tidak memberikan definisi mengenai konsiliasi

John Wade dari Bond University Dispute Resolution Center,

Australia meberikan definis sebagai berikut :

Concilitations is a process by which the parties in a conflict

with assisting of a neutral third party ( Conciliator) identifying the

problem, creating options, consider solutions options, and strive

to rech aggreement. ( Konsiliasi merupakan sebuah proses saat

pihak dalam sebuah konflik dengan bantuan seorang pihak

ketiga netral ( konsiliator ), mengidentifikasi masalah,

menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan pilihan

( Penyelesaian) .

Di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia istilah

conciliations Konsiliasi sering digunakan juga untuk meditations

mediasi atau sebaliknya. Hal ini karena konsiliasi dan mediasi

hampir sama sehingga sulit dibedakan atau dapat dikatakan

tidak mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Konsiliasi

dari mediasi mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai

konsensus

167 | H u k u m b i s n i s
Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian

dan mendorong pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda

dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi,

konsiliator mempunyai peran yang luas. Ia dapat memberikan

saran berkaitan dengan materi sengketa maupun terhadap hasil

perundingan. Dalam menjalankan peran ini, konsiliator dituntut

untuk aktif berperan.

Syarat-syarat keberhasilan Konsiliasi

Goodpaster dalam Sutiyoso (2006:95) mengemukakan

bahwa konsiliasi akan berhasil apabila memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

4. Para pihak mempunyai kekuatan tawar-menawar (

bargaining positions) yang seimbang.


5. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan pada

masa mendatang.
6. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya

pertukaran kepentingan (trade off).


7. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.
8. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung

lama dan mendalam.


9. Mempertahankan sebuah hak tidak lebih penting

dibandingkan dengan menyelesaikan persoalan yang

mendesak.

168 | H u k u m b i s n i s
Penilaian Ahli ( Expert Appraisal)

Penilaian ahli merupakan salah satu mekanisme

penyelesaian sengketa di luar pengadilam yang disebut dalam

Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa selain konsultasi,

negosiasi, dan mediasi. Namun, undang-undang tersebut tidak

memberikan pengertian dan aturan lebih lanjut mengenai

penilaian ahli. Hal ini dapat dimaklumi karena alternatif

penyelesaian sengketa beserta mekanismenya merupakan hal

yang baru di indonesia. Berbeda dengan di negara-negara

common law (anglo saxon), alternatif penyelesaian sengketa

atau dikenal dengan sebutan alternative dispute resolutions

(ADR) sudah melembaga dalam sistem hukum mereka.

Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution in Australia

memberikan definis sebagai berikut :

Expert appraisal is a process which provides for an

objective, independent and impartial determination of diputes

fact or issues by an expert appointed by the parties. ( Penilaian

ahli merupakan sebuah proses yang menghasilkan suatu

pendapat objektif, independen, dan tidak memihak atas fakta-

fakta atau isu-isu yang dipersengketakan, oleh seorang ahli yang

ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa).

169 | H u k u m b i s n i s
Apabila sudah disepakati sejak awal untuk menggunakan

mekanisme penilaian ahli maka pendapat ahli tersebut bersifat

final dan mengikat ( MacDonald dan McGill, 1997:298)

Dalam melakukan proses ini, dibutuhkan persetujuan dari

para pihak untuk memberikan dan mempresentasikan fakta dan

pendapat dari para pihak kepada ahli (expert). Ahli tersebut

kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian fakta

guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan

akan membuat keputusan sebagai ahli. Bukan sebagai arbiter.

Mekanisme penilaian ahli dapat dilakukan secara ad hoc

dalam sistem hukum di indonesia, yaitu untuk sengketa para

pihak dapat menunjuk orang yang dianggap ahli dalam bidang

hukum dan ahli dalam hal yang dipersengketakan untuk

memberikan penilaian terhadap sengketa mereka. Selain itu,

secara kelembagaan, kita dapat pula mengacu pada pasal 52

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan bahwa para

pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat

yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum

tertentu dari sebuah perjanjian (Wijaya, 2001:95)

170 | H u k u m b i s n i s
DAFTAR PUSTAKA

Apeldoorn.van, Pengantar Ilmu Hukum. cetakatan ke 10, Jakarta:


Pradya paramitha,1985.

Badrulzaman, Mariam Darus, perlindungan terhadap konsumen


dilihat dari sudut perjanjian baku, symposium aspek-aspek
hukum masalah perlindungan konsumen yang
diselenggarakan oleh BPHN, Jakarta, 1986.

Dunne, Van. Wanprestasi dan keadaan memaksa, ganti kerugian,


diterjemahkan oleh lely niwan, dewan kerjasama ilmu
hukum belanda dengan proyek hukum perdata. Yogyakarta,
januari 1987.

Hutagalung, arie s. hukum perjanjian di Indonesia: masalah-


masalah praktis dalam pembuatan perjanjian bisnis.
Makalah disajikan pada acara workshop comvarative
contcrak, kerjasama antara Elips Project dengan fakultas
hukum UNAIR, Surabaya, 1993.

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka, 1977.

Muhammad, A.K, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia,


Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995

M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni.


Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)
Yogyakarta: Liberty, 1986.

171 | H u k u m b i s n i s
Rahardjo, H. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta: Pustaka
Yustisia, 2009

Soeroso, R. Pengantar llmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Sutiyoso, B. Penyelesaian Sengketa Bisnis, Yogyakarta: Citra


Media, 2006

172 | H u k u m b i s n i s

Anda mungkin juga menyukai