Indonesia menganut sistem Eropa Kontinental (civil law), yaitu bahwa negeri
jajahan hanya boleh berhukum dengan cara-cara yang sesuai dengan negeri penjajah
atau apa yang dilakukan di negeri jajahan itu harus sama dengan yang dilakukan di
negeri penjajah, yang kemudian pasca kemerdekaan tata hukum tersebut diresepsi
menjadi tata hukum nasional Indonesia melalui Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II
yang menyatakan :
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
Salah satu karakteristik utama dari Eropa Kontinental (civil law) ialah
penggunaan aturan-aturan yang tertulis dan terbukukan (terkodifikasi) sebagai sumber
hukumnya. Untuk menerjemahkan aturan-aturan hukum tersebut, kepada peristiwa-
peristiwa konkret, maka difungsikanlah seorang hakim. Seorang hakim memiliki
kedudukan pasif di dalam menerapkan aturan hukum tersebut, dia akan
menerjemahkan suatu aturan hukum apabila telah terjadi sengketa diantara individu
satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat yang kemudian hasil terjemahan aturan
hukum tersebut ditetapkan di dalam suatu putusan pengadilan yang mengikat pada
pihak-pihak yang bersengketa.
Hukum adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.
Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan
dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis
dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb)
yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah
menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem.
Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan,
maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum
kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang
timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut
suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan
oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu
memiliki perbedaan.
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan
pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang yang
sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua
pemeluknya.
Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat Islam menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah SWT untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya sebuah agama yang
mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja.
Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah SWT untuk mengatur hubungan
manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan
tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits.
Ruang Lingkup Hukum Islam adalah objek kajian hukum Islam atau bidang-
bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam di sini meliputi
syariah dan fikih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi
hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan
hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum
publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk
aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini,
dapat diketahui bahwa ruang lingkuphukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia
dengan Tuhan (hablunminallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun
minannas). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang
kedua disebut muamalah.
Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-
aturan untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali
membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah
diperlukan sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:
1.Al-Quran
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci umat
Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW melalui
Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-kandungan yang berisi perintah, larangan,
anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-Quran menjelaskan secara
rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat
yang ber akhlak mulia. Maka dari itulah, ayat-ayat Al-Quran menjadi landasan utama
untuk menetapkan suatu syariat.
2.Al-Hadist
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu yang
berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya beliau.
Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan yang merinci segala aturan yang masih
global dalam Al-quran. Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan,
ketetapan maupun persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum Islam.
3.Ijma’
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah
atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan
adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan tabi’ut tabiin
(setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan
jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat dipastikan
bahwa semua ulama telah bersepakat.
4.Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam Al
quran ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan
sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.Artinya jika suatu nash telah
menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah diketahui
melalui salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum tersebut, kemudian
ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu dalam suatu hal itu
juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan hukum kasus yang ada nashnya