Anda di halaman 1dari 10

.

Konsepsi Hukum Islam

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM

A. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Adapun konsepsi
hukum Islam,dasar kerangkanya ditetapkan oleh Allah. Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat,tetapi juga hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan benda serta alam
sekitarnya. Hal ini berbeda dengan konsepsi dari hukum Barat yaitu hukum yang sengaja dibuat oleh
manusia yang hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.

Setiap peraturan, apapun macam dan sumbernya, mengandung norma atau kaidah yakni
ukuran,patokan,pedoman, sebagai intinya. Dalam ilmu hukum Islam kaidah itu disebut hukum.

B. Hukum Islam Merupakan Bagian Dari Agama Islam

Sebagai sistem hukum, hukum Islam tidak boleh dan tidak dapat disamakan dengan sistem hukum yang
lain, yang pada umumnya berbentuk dan berasal dari kebiasaan-kebiasaaan masyarakat dan hasil
pemikiran manusia serta budaya manusia pada suatu saat di suatu masa. Berbeda dengan sistem hukum
yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan
manusia, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah Swt. melalui wahyu-Nya yang terkini terdapat dalam Al-
Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah yang terhimpun
dalam kitab-kitab Hadis. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan
hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran atau buatan manusia
belaka.

Dalam masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah, di mana istilah satu dengan yang
lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus juga mempunyai perbedaan. Istilah-istilah tersebut adalah
syari’at Islam ( Islamic Law ) dalam bahasa Indonesia dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum
syara’, fikih Islam ( Islamic Jurisprudence ) dipergunakan istilah hukum fikih atau kadang-kadang hukum
Islam, dan dalam praktik, serong kali ke dua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam.

Syari’at dan fikih memiliki hubungan yang sangat erat, karena syari’at merupakan landasan fikih dan
fikih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh karena itu, orang yang
akan memahami hukum Islam dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara syari’at Islam
dengan fikih Islam. Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Saw yang terdapat dalam kitab-kitab Hadis. Syari’at bersifat fundamental,
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fikih, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam
Islam.sedangkan, yang dimaksud fikih adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang
syari’at yang sekarang terdapat dalam kitab-kitab fikih. Oleh karena itu, fikih bersifat instrumental,
ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut
sebagai perbuatan hukum. Karena fikih adalah hasil karya manusia, maka ia tidak berlaku abadi, dapat
berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Hal ini terlihat
dalam aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau mazhab-mazhab. Oleh karena itu,
fikih menunjukkan adanya keragaman dalam hukum Islam. ( M. Daud Ali,1999:45-46).

Dalam fikih seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fuqaha’, anatara lain para pendiri
empat mazhab yang ada dalam ilmu fikih, yang sampai sekarang masih berpengaruh di kalangan umat
Islam sedunia, yaitu : Abu Hanifah ( pendiri mazhab Hanafi ), Malik bin Anas ( pendiri mazhab Maliki),
Muhammad Idris asy-Syafi’I ( pendiri mazhab Syafi’i), dan Ahmad bin Hanbal ( pendiri mazhab Hanbali).
(J.Schacht,1964 : 1). Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum Islam yaitu :

1. Sifat bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi Ketuhanan (ilahi). Disamping
sifat bidimensional yang dimiliki, hukum Islam juga berhubungan dengan sifatnya yang luas atau
komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia. Sifat bidimensional merupakan sifat pertama yang melekat pada hukum
Islam dan merupakan fitrah ( sifat asli) hukum Islam.

2. Sifat Adil. Dalam hukum Islam, keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan
oleh setiap manusia , baik sebagai individu maupun masyarakat.
3. Sifat individualistic dan kemasyarakatan yang diikatkan oleh nilai-nilai transcendental, yaitu wahyu
Allah Swt yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan sifat ini hukum Islam memiliki
validitas baik bagi perorangan maupun masyarakat. ( Mohammad Tahir Azhary,1992 :48-49).

C. Ruang Lingkup Hukum Islam

Hukum Islam baik dalam pengertian syari’at maupun fikih, dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu
bidang ibadah dan bidang muamalah. Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan
seseoarng muslim dalam berhubungan dengan Allah Swt seperti menjalankan shalat, membayar zakat,
menjalankan ibadah puasa dan haji. Tata cara dan upacara ini tetap, tidak dapat ditambah-tambah
maupun dikurangi. Ketentuannya telah diatur dengan pasti oleh Allah Swt dan dijelaskan oleh Rasul-
Nya. Dengan demikian, tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secara
asasi mengenai hukum, susunan,cara, dan tata cara ibadah sendiri. Yang mungkin berubah hanyalah
penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya adapun muamalah, dalam pengertian yang luas
adalah ketetapan Allah Swt yang langsung berhubungan dengan kehidupan social manusia, walaupun
ketaatan tersebut terbatas pada yang pokok-pokok saja. Oleh karena itu, sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu ( Mohammad
Daud Ali,1999:49).

Hukum Islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan publik, seperti halnya
dalam hukum Barat.Hal ini disebabkan karena menurut hukum Islam, pada hukum perdata ada segi-segi
publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdata. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya bagian-
bagiannya saja. Menurut H.M. Rasjidi, bagian- bagian hukum Islam adalah :

1. Munakahat;

2. Wirasah;

3. Mu’amalat dalam arti khusus;

4. Jinayat atau ‘uqubat;


5. Al-ahkam al-sulthaniyah (khilafah);

6. Siyar; dan

7. Mukhashamat ( H.M. Rasjidi,1980:25-26).

Sedangkan, Fathi Osman mengemukakan sistematika hukum Islam sebagai berikut :

1. Al-ahkam al-ahwal syakhsiyah ( hukum perorangan );

2. Al-ahkam al-madaniyah ( hukum kebendaan );

3. Al- ahkam al jinaiyah ( hukum pidana );

4. Al-ahkam al-mrafa’at ( hukum acara perdata,pidana, dan peradilan tata usaha negara );

5. Al-ahkam al-dusturiyah ( hukum tata negara );

6. Al-ahkam al-dauliyah ( hukum internasional );

7. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah ( hukum ekonomi dan keuangan ).

(Fathi Osman,1970 ; 65-66 ). Baik yang dikemukankan oleh HM. Rasjidi maupun yang dikemukankan
oelh Fathi Osman,pada prinsipnya tidak ada perbedaan, hanya istilahnya saja yang berbeda.
Apabila bagian-bagian hukum Islam tersebut disusun menurut sistematika hukum Barat yang
membedakan hukum public dengan hukum perdata, maka susunan hukum muamalat dalam arti luas,
yang termasuk dalam hukum perdata Islam adalah:

1. Munakahat, yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian, serta akibat-akibatnya;

2. Wirasah, yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris,ahli waris, harta
peninggala, dan pembagian harta warisan (faraid).

3. Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan,
dan sebagainya.

Adapun yang termasuk dalam hukum publik Islam adalah :

1. Jinayat, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan


hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah
adalah hukum pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang
bentuk dan batas hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya;

2. Al-ahkam al-sulthaniyah, yakni hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala
negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya;

3. Siyar, yakni hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk
agama dan negara lain;

4. Mukhashamat, yang mengatur peradilan kehakiman, dan hukum acara ( Mohammad Daud Ali,
1999:51-52 ).
Dalam hal-hal yang sudah dikemukakan, jelas bahwa hukum Islam itu luas, bahkan luasnya hukum Islam
tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan aspek-aspek yang berkembang dalam
masyarakat yang belum dirumuskan oleh para fuqaha’ ( para yuris Islam) di masa lampau, seperti hukum
bedah mayat, hukum bayi tabung, keluarga berencana, bunga bank, euthanasia, dan lain sebagainya.

D. Tujuan Hukum Islam

Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan
mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, menagarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai
kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang
bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup dan
kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Satibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni :

a. Memelihara Agama

Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia supaya mertabatnya dapat terangkat
lebih tinggi dari martabat makhluk lain dan memenuhi hajat jiwanya. Beragama merupakan kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Agama Islam
harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang akan merusak akidah,syari’ah, dan akhlak, atau
mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang batil. Agama Islam
memberikan perlindungan kepada pemeluk agama lain untnuk menjalankan agama sesuai dengan
keyakinannya. Agama Islam tidak memaksa pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk
memeluk agama Islam. Hal ini dengan jelas di terangkan dalam QS Al-Baqarah ayat 256 :

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memaksa) agama ( Islam);sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpekang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
b. Memelihara Jiwa

Menurut hukum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia
untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya
menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
mempetahankan kemaslahatan hidupnya.

c. Memelihara Akal

Menurut hukum Islam, seseorang wajib memelihara akalnya, karena akal mempunyai perasaan sangat
penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah, baik
yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an maupun wahyu Allah Swt yang terdapat dalam alam ( ayat-ayat
kauniyah ). Dengan akal, mansia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang
tidak akan mampu menjalankan hukum Islam dengan bbaik dan benar tanpa mempergunakan akal yang
sehat. Oleh karena itu, pemeliharaan akal merupakan salah satu tujuan hukum Islam. Untuk itu Islam
melarang seseorang meminum minuman yang memabukkan yang disebut dengan istilah khamr, dan
member hukuman pada perbuatan orang yang merusak akal. Larangan khamr ini dijelaskan dalam QS.
Al-Maidah ayat 90 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala,mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

d. Memelihara Keturunan

Dalam hukum Islam, memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu, dalam
hukum Islam untuk meneruskan keturunan harus melalui tali perkawinan yang syah menurut ketentuan-
ketentuan yang ada dalam A-Qur’an dan Al-Sunah dan dilarang melakukan perbuatan zina. Hukum
kekeluargaan dan hukum kewarisan Islam yang ada dalam Al-Qur’an merupakan hukum yang erat
kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam Al-Qur’an, hukum-hukum
yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan disebutkan secara rinci, seperti larangan-
larangan perkawinan yang terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 23 :

Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;anak-anakmu yang perempuan; saudara-


saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri,tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu ( dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sedangkan larangan berzina, dijelaskan dalam QS. Al-Isra’ ayat 32 :

Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina;sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk.

e. Memelihara Harta

Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk melangsungkan hidup
dan kehidupannya. Untuk itu manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi (makhluk yang diberi amanah
oleh Allah Swt untuk mengelola ala mini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya) dilindungi haknya
untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, artinya syah menurut hukum dan benar menurut
ukuran moral. Pada prinsipnya, hukum Islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda
secara mutlak. Kepemilikan atas suatu benda secara mutlak hanya pada Allah, namun karena keperlukan
adanya kepastian hukum dalam masyarakat,untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama,
maka hak milik seseorang atas suatu benda diakui dengan pengertian, bahwa hak milik itu harus di
peroleh secara halal dengan fungsi social ( Anwar Haryono,1968:140).

Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, hukum Islam itu ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi
keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan hidup yang bersifat primer,sekunder, maupun
tersier ( Juhaya S. Praja,1988:196). Oleh karena itu, apabila seorang muslim mengikuti ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan Allah, maka ia akan selamat, baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat
kelak.

E. Sumber Hukum Islam

Menurut QS. An-Nisa ayat 59, setiap muslim wajib menaati (mengikuti) kemauan atau
kehendak Allah,kehendak Rasul, dan kehendak Ulil Amri, yakni orang yang mempunyai kekuasaan :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman , taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah ( Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Para Ulama menyimpulkan bahwa sumber hukum Islam ada tiga, yaitu Al-Qur’an, Sunnah dan
akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal pikiran ini dalam kepustakaan hukum
Islam di istilahkan dengan al-rayu’,yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk
memenuhi syarat untuk menentukan nilai dan norma pengukur tingkah laku manusia dalam segala
hidup dan kehidupan. Ketiga sumber itu merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang
sudah disebutkan. Al-Qur’an dan As Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan al-ra’yu
merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.
2. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Ruang lingkup hukum Islam sangat luas karena, yang diatur dalam hukum Islam bukan hanya hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda, dan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya. Dalam Al-Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang terkait dengan masalah pemenuhan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia serta larangan bagi seorang muslim untuk melakukan
pelanggaran hak asasi manusia. Bagi tiap orang ada kewajiban untuk menaati hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan Hadis. Peranan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup
banyak, tetapi dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yaitu :

Anda mungkin juga menyukai