Anda di halaman 1dari 6

Soal UTS

Program Magister Ilmu Hukum


Mata Kuliah : Perbandingan hukum Pidana
Dosen : Dr. H Syahrul Anwar dan Dr. H Abdul Muis
Nama : Jajang Badruzzaman
Nim : 2220010033

1. Bagaimana Posisi hukum Pidana Islam dalam system Hukum Nasional?


Syariat Islam diturunkan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia, Konteks maslahat dalam hukum pidana islam adalah bermuara pada
pemeliharaan kebutuhan dasar atau hak asasi bagi manusia. Apabila kebutuhan dasar
tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kehidupan manusia, dalam bentuk
ancaman atau kepunahan.
Eksistensi hukum pidana islam pada intinya mengarah kepada terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang didasarkan pada aturan-aturan hudud dan qisas dalam
nash. Aturan qisas - diyat untuk memelihara jiwa, aturan jarimah minum khamr untuk
memelihara akal, aturan jarimah zina untuk memelihara keturunan aturan jarimah
qadzaf untuk memelihara kehormatan dan aturan jarimah pencurian untuk memelihara
harta.
Selain itu, masih ada aturan jarimah untuk memelihara kebutuhan dasar
manusia yaitu aturan jarimah al-hibarah (perampokan) dan jarimah al-baghy
(pemberontakan) yang bertujuan untuk memelihara persatuan dan pemerintahan yang
berdaulat.
Hukum Pidana Islam menganut teori adaptabilitas hukum yaitu hukum Islam
sebagai hukum yang diciptakan Tuhan untuk kepentingan Umat Manusia maka ia
bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan bisa diubah demi
mewujudkan kemaslahatan ummat manusia dengan modernisesi pembangunan
diantaranya terdapat dua presfektif yang mewarnai ide pemikiran hukum Pidana
Islam Indonesia yakni Simpatis Partisipatoris dan Kritis Emansipatoris.
Prespektif simpatis partisipatoris dalam presfektif ini hukum pidana Islam
mampu merespon perkembangan zaman dan lebih jauh harus mendorong proses
pembangunan yang dijalankan Negara. pemikiran hukum Islam yang menyangkut
prespektif pertama adalah dipelopori oleh tokoh yang dekat dengan kekuasaan
atau paling tidak tokoh-tokoh yaitu Hasby Ash-Shiddieqi yang mengusung ide
"Fiqih Indonesia" Hazairin yng mengusung ide Fiqih Madzhab Nasional"
Munawir Sadzali yang mengusung ide reaktualisasi Ajaran Islam" Ibrahim
Hosen yang mengajukan konsep jawabir dan dan zawajir dam hukum Pidana
Islam.
Presfektif kedua kritis emansipatoris menetapkan hukum Islam sebagai
medium keritis social, dalam hal ini hukum Pidana Islam dihadirkan sebagai
sarana yang bisa digunakan untuk mengkeritisi kebijakan Negara dan sekaligus
mampu memberdayakan potensi masyarkat dalam berhadapan dengan Negara pada
umumnya, kelompok yang kedua ini diwakili oleh para pemikir yang
tergabung dalam Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) yang relative memiliki
indevendensi dalam berhadapan dengan Negara, diantara para tokoh yang
menganut ini adalah Masdar Farid Mas'udi yang mengusung ide "Agama
Keadilan" dan MA Sahal Mahfudh serta Ali Yafi yang mengusung gagasan "Fiqih
Sosial". Bagi kelompok ini hukum Islam harus mampu mendorong proses
transformasi social menuju kehidupan yang demokratis dan egaliter tanpa ada tekanan
dan kungkungan dari pihak yang berkuasa.
Teori yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah bahwa Syari'at Islam
diterapkan atas jarimah-jarimah yang diperbuat dinegeri Islam yakni didaerah
teritorial negeri Islam, bagaimanapun macamnya jarimah dan siapapun
pelakunya, baik orang muslim maupun orang dzimi. Bagi orang muslim
dikenakan hukum yang berlaku terhadapnya (syari'at Islam) sedang bagi orang dzimi
dikarenakan ia telah tunduk pada hukum Islam waktu menerima perjanjian
status sebagai orang dzimi juga berlaku padanya.
Bagi orang mustamin yaitu di negeri Islam, jika melakukan tindak
pidana yang menyinggung hak Tuhan, yaitu hak masyarakat seperti Zina mencuri
dan sebagainya atau menyinggung hak perseorangan seperti jarimah qisas, qadaf,
penggelapan perampasan barang dan sebagainya. Terhadap jarimah jenis kedua saja
yang dikenakan hukuman sedang terhadap jarimah pertama (yang
menyinggung hak masyarakat) tidak dikenakan hukuman, alasan Imam Abu
Hanifah dalam hal ini ialah bahwa orang mustamin tidak bermaksud menetap, sekedar
menunaikan keperluannya seperti berdagang atau atau berdarmawisata.
Pemberian keamanan tidak ada keharusan untuk tunduk pada semua
hukum-hukum Islam yang mengenai lapangan kepidanaan dan keperdataan
melainkan hanya yang mengenai keperluannya tersebut yang berkisar sekitar
kemanusiaan, yang berlaku baik serta tidak boleh mengganggu penduduk negeri Islam
dan apabila mengerjakan jarimah yang mengganggu hak masyarakat maka
dikenakan hukuman, tetapi jarimah yang tidak mengganggu hak-hak perseorang
keseluruhan atau Sebagian besar berupa hak Tuhan, tidak dikenakan hukuman.
pencurian yang dimaksudkan tidak ada (hukuman adalah hukum potong tangan).
Berdasarkan teori ini maka hukum Pidana Islam harus disesuaikan dengan
wilayah daerah hukum itu diterapkan, setiap wilayah memiliki budaya yang
berbeda sehingga hukum praktek hukum pidana Islam di jazirah Arab akan
berbeda dengan peraktek hukum Pidana Islam di Indonesia, karena hukum
pidana Islam memiliki nilai kemaslahatan sesuai dengan lingkungannya.
Dengan demikian Posisi hukum pidana Islam dalam sistem hukum nasional
bergantung pada negara yang dimaksud. Dalam negara yang menganut sistem hukum
Islam seperti Arab Saudi, Iran, dan Pakistan, hukum pidana Islam memiliki posisi
yang sangat penting dan dominan dalam sistem hukum nasional. Di negara-negara
tersebut, hukum pidana Islam berlaku secara resmi dan dapat diterapkan oleh
pengadilan-pengadilan yang ada.
Namun, di negara yang tidak menganut sistem hukum Islam, posisi hukum
pidana Islam dapat berbeda-beda. Beberapa negara mungkin mengakui hukum pidana
Islam sebagai salah satu sumber hukum yang dapat digunakan untuk memutuskan
kasus-kasus pidana tertentu, tetapi tidak secara resmi mengakui dan menerapkan
hukum pidana Islam secara menyeluruh. Di negara-negara seperti Indonesia, Mesir,
dan Malaysia, hukum pidana Islam berlaku hanya untuk orang-orang yang memeluk
agama Islam dan hanya dalam batas-batas tertentu.
Namun, dalam banyak negara, hukum pidana Islam tidak memiliki posisi
resmi dalam sistem hukum nasional dan hanya diakui sebagai salah satu sumber
hukum yang dapat digunakan oleh para hakim. Dalam negara-negara tersebut, hukum
pidana Islam mungkin hanya berlaku dalam kasus-kasus tertentu yang terkait dengan
agama Islam, seperti hukum perkawinan, waris, dan keuangan.
Secara umum, posisi hukum pidana Islam dalam sistem hukum nasional
bergantung pada sejauh mana negara tersebut menganut dan menerapkan prinsip-
prinsip hukum Islam dalam sistem hukumnya.

2. Bagaimana Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam?

Tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam, juga dikenal sebagai jinay
ah, merujuk pada tindakan yang dianggap melanggar hukum Allah atau sy
ariat Islam. Ada berbagai tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam, ter
masuk:
a. Hudud: Tindak pidana yang dikenakan hukuman yang diatur secara khu
sus dalam Al-Quran dan Hadis, seperti zina, penggunaan minuman ker
as, pencurian, dan perampokan. Hukuman yang dijatuhkan untuk tinda
k pidana hudud termasuk hukuman rajam, potong tangan, potong kaki,
dan cambuk.
b. Qisas: Tindak pidana yang melibatkan kekerasan fisik atau pembunuh
an. Hukuman yang diberikan dalam kasus qisas adalah hukuman yang s
ama seperti yang diterima korban.
c. Ta'zir: Tindak pidana yang tidak diatur secara spesifik dalam Al-Q
uran atau Hadis, tetapi masih dianggap sebagai pelanggaran hukum I
slam. Hukuman untuk tindak pidana ta'zir tidak ditentukan secara s
pesifik dalam hukum Islam, dan tergantung pada kebijaksanaan hakim.
d. Kifarat : ialah hukuman tertentu yang diancamkan terhadap pe
langgaran (maksiat) tertentu atau terhadap pembunuhan tak sengaja
dengan tujuan untuk menghapuskan dosa pelakunya, bentuk-bentuk huk
uman ini serta pelanggaran yang diancam dengan telah ditetapkan da
lam nash.

Dalam Hukum Pidana Islam, tindak pidana dianggap sebagai pelanggar


an terhadap hukum Allah, bukan hanya sebagai pelanggaran terhadap huk
um negara. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan harus sesuai denga
n hukum Allah yang diungkapkan dalam Al-Quran dan Hadis. Selain itu,
dalam sistem hukum Islam, keadilan dan rasa belas kasihan juga diangg
ap penting dalam memberikan hukuman.

3. Bagaimana Refleksi Makalah yang saudara buat?


Delik hukum nasional adalah tindak pidana yang diatur dalam huk
um positif suatu negara, sedangkan hukum Islam adalah sistem hukum ya
ng berlandaskan pada ajaran agama Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits.
Perbandingan antara delik hukum nasional dan hukum Islam dapat
dilakukan dari berbagai aspek, antara lain:
1. Sumber hukum
Delik hukum nasional bersumber dari undang-undang yang dibuat oleh
pemerintah suatu negara, sedangkan hukum Islam bersumber dari Al-Q
uran dan Hadits.
2. Tujuan hukum
Tujuan hukum nasional adalah untuk menjaga ketertiban, keamanan, d
an keadilan di masyarakat, sedangkan tujuan hukum Islam adalah unt
uk melindungi kehormatan, harta, dan jiwa manusia serta mewujudkan
kesejahteraan umat manusia.
3. Syarat dan unsur
Syarat dan unsur delik hukum nasional dan hukum Islam bisa berbed
a-beda. Pada umumnya, delik hukum nasional memiliki syarat dan uns
ur yang tercantum dalam undang-undang, sedangkan hukum Islam memil
iki syarat dan unsur yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadits.
4. Sanksi hukum
Sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku delik hukum nasional bisa
berbeda-beda tergantung pada jenis dan tingkat kejahatan yang dila
kukan, sedangkan dalam hukum Islam, sanksi hukum dikenakan berdasa
rkan hukum hudud, qisas, dan ta'zir.
5. Prinsip hukum
Prinsip hukum nasional dan hukum Islam juga bisa berbeda-beda. Pri
nsip hukum nasional dapat diatur dalam undang-undang atau doktrin
yang telah digariskan oleh pengadilan, sedangkan prinsip hukum Isl
am didasarkan pada prinsip-prinsip Al-Quran dan Hadits.
Secara umum, perbandingan antara delik hukum nasional dan hukum
Islam menunjukkan bahwa kedua sistem hukum tersebut memiliki karakter
istik yang berbeda. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu
untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan di masyarakat. Oleh
karena itu, dalam menerapkan hukum nasional dan hukum Islam, perlu ad
anya upaya untuk menjaga keseimbangan dan keadilan.

4. Bagaimana pendapat saudara konstribusi hukum pidana Islam terhadap S


istem Hukum Nasional ?

Hukum pidana Islam memiliki kontribusi yang signifikan terhadap siste


m hukum nasional, terutama dalam hal pencegahan dan penanggulangan ti
ndak pidana. Beberapa kontribusi tersebut antara lain:

1. Mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi


Hukum pidana Islam mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang tingg
i kepada masyarakat, sehingga dapat meminimalisir terjadinya tindak p
idana. Nilai-nilai tersebut antara lain menghormati hak orang lain, m
emelihara kehormatan, menghindari kezaliman, serta menjaga keseimbang
an dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Menjaga keadilan dan keseimbangan dalam memberikan sanksi


Hukum pidana Islam memiliki sanksi yang proporsional dan adil terhada
p pelaku tindak pidana, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesew
enang-wenangan dalam memberikan sanksi. Selain itu, hukum pidana Isla
m juga menerapkan prinsip ta'zir, yang memungkinkan pengadilan untuk
menentukan sanksi sesuai dengan keadaan dan kondisi pelaku tindak pid
ana.

3. Memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia


Hukum pidana Islam memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia,
seperti hak atas kebebasan, hak atas perlindungan dari penganiayaan
dan kekerasan, serta hak atas keadilan dan pengakuan terhadap martaba
t dan hak asasi manusia.

4. Menjaga keamanan dan ketertiban umum


Hukum pidana Islam juga memberikan kontribusi dalam menjaga keamanan
dan ketertiban umum dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap pela
ku tindak pidana, sehingga dapat meminimalisir terjadinya tindak keja
hatan.

Dengan demikian, kontribusi hukum pidana Islam terhadap sistem hukum


nasional dapat membantu dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi
sistem hukum nasional dalam menangani tindak pidana dan menjaga keama
nan dan ketertiban masyarakat.

Jawaban Dikirim ke link ini paling lambat 08 Mei 2023


https://docs.google.com/forms/d/1 Z3nfI0AHyfPz5i3jACiP2wuD4CMGCv5Rri1T4OlTn
nk/edit

Anda mungkin juga menyukai