Anda di halaman 1dari 9

AHL AL-HADITS DAN AHL AL-RA’YU

Muhamad Rana
MENELUSURI KONSEP PEMIKIRAN AHL-HADITS

Munculnya Ahl Hadits tidak lepas dari pengaruh pemikiran shahabat yang
tinggal dan menetap di wilayah Hijaz yang notebene nya merupakan guru dari
para tabi’in yang berdomisili di Hijaz. Diantara shahabat yang menjadi pionir
dalam metode tasyri’ yang dipegang oleh Ahl Hadits adalah Ibn ‘Abbas, Zaid
bin Tsabit, Ummul Mu’minin A’isyah, dan Abdullah bin ‘Umar.
Corak pemikiran atau metode yang dipegang oleh para shahabat tersebut
diwariskan oleh para murid mereka dari generasi Tabi’in, diantaranya adalah:
Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah, ‘Urwah bin Zubair, Qasim bin Muhammad
bin Abi Bakr, Sa’id bin al-Musayyab, Sulaiman bin Yasar, Kharijazh bin Zaid bin
Tsabit, dan Salim bin Abdullah bin ‘Umar, tujuh tokoh tabi’in ini terkenal
dengan sebutan al-fuqaha al-sab’ah.
Corak pemikiran yang dipegang para tabi’in di atas, kemudian dilanjutkan oleh
Imam Malik bin Annas, sebagai tokoh sentral dari Madzhab ahl Hadits pada
zamannya.
Faktor Munculnya Madzhab Ahl Haditz

1. Penduduk Hijaz mewarisi kekayaan hadits dan atsar para shahabat yang
banyak tinggal di tanah Hijaz;
2. Negeri Hijaz secara geografis berada dipedalaman semenanjung Arab, yang
relatif tidak menemukan banyak dinamika perubahan;
3. Banyaknya hadits dan atsar yang mereka terima serta ditunjang oleh
dinamika sosial yang lebih statis menyebabkan mereka kurang
menggunakan daya analisis mereka;
4. Pengaruh corak pemikiran guru mereka;
5. Sedikitnya persoalan yang muncul, terlebih syari’at yang turun selama 23
tahun di Hijaz memberikan corak Islam yang murni.
Corak Fikih Pada Madrasah Ahl al- Hadits

1. Ulama ahl al-hadis lebih mengutamakan sunah daripada logika. Mereka


tidak menggunakan rakyu kecuali dalam masalah yang tidak ada nas-nya
dalam al-Qur’an, sunah, Ijmak, ataupun pendapat sahabat.
2. Para pengikut aliran ini sangat komitmen dalam melaksanakan nas zahir
dan tidak begitu mempertimbangkan illat dan hikmah pensyariatan sebuah
hukum.
3. Menfatwakan hukum hanya pada persoalan realistis dan faktual, tanpa
berani melangkah ke persoalan spekulatif dan asumtif.
4. Tidak memberikan persyaratan yang cukup ketat dalam penerimaan hadits;
5. Hadits adad dapat dijadikan sebagai argumentasi dan tendensi hukum.
Prinsip Ahl al-Hadits

1. Dalam menghadapi permasalahan tertentu, apabila jawaban hukumnya


termaktub didalam al-Qur’an, atau Hadits, maupun ijma’, maka dengan
nash itulah hukum difatwakan.
2. Memilih diam, pada saat suatu persoalan tidak terdapat jawaban
hukumnya dalam nash, terkecuali apabila keadaan menuntut mereka untuk
menggunakan ra’yu;
3. Memahami nash dengan pendekatan literal (dhahir);
4. Mengamalkan teks nash yang umum (‘am), global atau belum jelas
maknanya (mujmal), dan apabila tidak ditemukan penjelasannya baik
dalam hadits maupun atsar.
MENELUSURI KONSEP PEMIKIRAN AHL-RA’YI

Madzhab ahl Ra’yi merupakan aliran fiqh yangf dalam metode ijtihadnya
banyak dipengaruhi oleh metode berpikir Shahabat ‘Umar bin Khathab dan
Abdullah bin Mas’ud, keduanya merupakan shahabat yang terkenal banyak
menggunakan ra’yu sebagai dasar penentuan hukum syari’at.
berkat jasa dari para sahabat yang tinggal di Kufah sebagian penduduk negeri
itu berhasil dibina menjadi ulama dan meneruskan gagasan aliran rakyu. Di
antara mereka yang termasuk tabaqah pertama madrasah Kufah adalah:
Alqamah bin Qais al-Nakha’i, al-Aswad bin Yazid al-Nakha’i, Abu Maisarah ’Amr
bin Syarahil al-Hamdani, Masyruq bin al-Ajda’ al-Hamdani, Ubaidah al-Salmani,
dan Syuraih bin al-Harits al-Kindi.
Faktor Penyebab Kemunculan Aliran Ahl al-Ra’yu

1. Para Sahabat Nabi yang tinggal di Kufah tidak sebanyak yang tinggal di Hijaz, sehingga kekayaan hadis dan
atsar yang mereka terima tidak sebanyak yang diterima penduduk Hijaz.

2. Di Kufah mulai marak para pemalsu hadis, terutama dari kelompok Syiah Rafidah, sehingga ulama Kufah
lebih hati-hati dan lebih selektif dalam menerima hadis.

3. Kufah adalah kota yang lebih ramai dibanding Hijaz, berdekatan dengan wilayah Persia yang sebelum
memeluk agama Islam, penduduknya sudah mempunyai peradaban dan cara berpikir yang maju (rasional).
Di samping itu di Kufah merupakan pusat pergerakan kaum Syiah dan Khawarij. Jadi di Kufah mengalami
dinamika perubahan sosial yang lebih tinggi yang menuntut pemikiran daripada sekadar mengandalkan
teks hadis.
4. Menurut ulama Kufah, hukum syariah memiliki makna logis (maqul al-ma’na) sehingga mereka berusaha
meneliti alasan-alasan dari setiap penetapan hukum dan menggali hikmah yang terkandung di dalamnya.

5. Ulama Kufah mengikuti metode ijtihad guru mereka dari sahabat Nabi Abdullah bin Mas’ud yang dikenal
mengikuti Umar bin Khattab yang banyak menggunakan daya analitis memperhatikan karinah, maqasid al-
syari’ah dan pertimbangan kemaslahatan.
Corak Fikih Aliran Ahli al-Ra’yu

1. Para ulama ahl ra’yu memberikan perhatian khusus terhadap pencarian 'illat al-hukm (ilat
hukum) dan hikmah al-tasyri' (hikmah pensyariatan). Hal ini karena mereka menganggap bahwa
syariat Islam adalah syariat yang ma'qul al-ma’na, ia datang untuk mewujudkan kemaslahatan
hamba sehingga perlu dicari rahasia apa yang tersimpan dalam nash yaitu berupa illat
diterapkannya syariah.

2. Mereka sangat selektif dalam menerima hadis ahad. Karena kelihaian mereka dalam menalar
suatu permasalahan, fukaha Irak tidaklah takut berbicara dengan pendapat pribadi karena
mereka menguasainya, terutama di Irak ditemukan banyak hadis palsu yang mengharuskan para
ulama untuk lebih selektif dalam menyaring sunah.

3. Penggunaan rakyu tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang sudah terjadi, akan tetapi
juga terhadap berbagai permasalahan iftiradhiyah (pengandaian) yang belum terjadi atau justru
mustahil terjadi dan mereka sudah menuangkan logika (rakyu) di dalamnya;

4. Ijtihad yang dilakukan tidak hanya terbatas kepada permasalahan realistis dan faktual, namun
juga menyentuh kepada permasalahan yang asumtif atau imajinatif.
TITIK TEMU AHL AL-HADITS DAN AHL AL-RA’YU

1. Tidak ada perbedaan antara dua mazhab fikih tersebut seputar al-Qur’an dan sunah kecuali
dalam sebagian masalah di luar kerangka penggunaan al-Qur’an dan sunah sebagai hujjah,
seperti dalam cara menafsirkan atau mentakwilkan al-Qur’an dan mengeluarkan pendapat
tentangnya. Sunnah juga telah disepakati oleh kedua mazhab fikih sebagai hujjah baik itu berupa
sunah yang mutawattir, masyhur ataupun ahad.

2. Perbedaan antara keduanya terletak pada penggunaan ra’yu, mazhab ahl al-hadis sedikit
menggunakannya dan menganggapnya sebagai salah satu dasar menetapkan hukum Islam,
berbeda dengan ahl al-ra’yu.

Anda mungkin juga menyukai