MUHAMMAD ERWIN
Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
E-mail : muhammaderwin886@gmail.com
ABSTRAK
Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid
dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Ialam. Munculnya
mazhab, sebagai bagian dari proses sejarah penetapan hukum islam tertera rapi
dari generasi sahabat, tabi’in, hingga mencapai masa keemasan pada khalifa
Abbasiyah, akan tetapi harus diakui mazhab telah memberikan sumbangsih
pemikiran besar dalam penetapan hukum fiqh Islam. Sebab-sebab terjadinya
perbedaan pendapat/mazhab dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh
serta perbedaan interpretasi atau penafsiran mujtahid. Menganut paham untuk
bermazhab, dikarenakan faktor “ketikdakmampuan” kita untuk menggali hukum
syariat sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan As-
Sunnah). Bermazhab secara besar dapat ditempuh dengan cara memahami bahwa
sesungguhnya pemahaman kita terhadap perbedaan pendapat di kalangan mazhab
mazhab adalah sesuatu yang sehat dan alamiah, bukan sesuatu yang janggal atau
menyimpang dari Islam.
PENDAHULUAN
Fiqh merupakan hasil ijtihad manusia, yang bersifat relatif, dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor mujtahidnya atau siapa yang
berijtihad, faktor situasi dan kondisi yakni dalam situasi dan kondisi
bagaimanakah waktu mujtahid tersebut beristimbat, bagaimana situasi
pemerintahan pada waktu itu, dan sebagainya.
PEMBAHASAN
A. Madzhab Hanafi
1. Sejarah Madzhab Hanafi
Mazhab ini didirikan oleh Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Ulama
besar yang dikenal dengan nama Imam Hanafi itu terlahir di Kufah, Irak,
pada 80 H. Ia adalah seorang ahli fikih keturunan bangsa Persia yang
kemudian menetap di Irak. Imam Hanafi menimba ilmu fikih kepada
Hammad bin Abi Sulaiman. Setelah gurunya meninggal, ia menjadi
pengajar. Imam Hanafi mengarahkan murid-muridnya dalam pencarian
hakikat dan inti persoalan dan pengenalan terhadap ilah (alasan) serta
hukum di balik teks tertulis.1
Dasar yang dipakai oleh mazhab Hanafi adalah Alquran, Sunnah,
dan fatwa sahabat yang merupakan penyampai. Mazhab ini juga
menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang
berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan ijma, yaitu
kesepakatan para mujtahid mengenai suatu kasus hukum pada suatu masa
tertentu.
Selain itu, ia juga menggunakan dasar urf, yaitu adat kebiasaan
orang Islam dalam satu masalah tertentu yang tidak disebut oleh nas
Alquran. Penyusun pendapat, fatwa, dan hadis dari Imam Hanafi adalah
murid-muridnya, yaitu Yakub bin Ibrahin al-Ansari atau Abu Yusuf, dan
1
Muhammad Yusuf. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh. Halaman 99
3
Mazhab ini tersebar di daerah yang memiliki tradisi yang berbeda. Dari
tradisi yang berbeda ini melahirkan putusan menurut mazhab Hanafi.
Mazhab Hanafi sempat menjadi mazhab resmi Dinasti Abbasiyah.
Mazhab ini juga tersebar di negara yang dikuasai Dinasti Ottoman, daerah
Anatolia (Asia Tengah), India, dan wilayah Transoksania (Turkistan, Asia
Tengah).
Mazhab ini berkembang pula di Suriah, bahkan sempat dijadikan
mazhab negara. Di Mesir, mazhab Hanafi juga menjadi mazhab negara
ketika pemerintahan Muhammad Ali (1805-1849).3
2. Pemikiran madzhab Hanafi
Adapun pemikiran madzhab ini, maka mazhab Hanafi dikenal
sebagai Imam Ahlu ar-ra’yi serta fikih dari Irak. Ia dikenal banyak
menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu
hukum, yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama dalam
madzhab ini meninggalkan kaidah qiyas dan menggunakan
kaidah istihsan. Muhammad Salam Madkur menguraikan
karakteristik manhaj Hanafi, bahwa fikih Hanafi membekas kepada ahli
Kufah (negeri Imam Abu Hanifah dilahirkan) yang mengembangkan
aplikasi adat, qiyas, dan istihsan. Bahkan dalam tingkatan imam, ia sering
melewatkan beberapa persoalan; yakni apabila tidak ada nash, ijma’,
dan qaul sahabat kepada qiyas, dan apabila qiyasnya buruk (tidak
2
Ibid,. halaman 100
3
Ibid,. halaman 101
4
4
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam,
halaman 124
5
Ibid,. halaman 125
5
B. Madzhab Maliki
1. Sejarah Madzhab Maliki
Mazhab Maliki didirikan oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abi
Amir al-Asbahi, atau yang dikenal dengan nama Imam Malik. Ia lahir di
Madinah pada 93 H dan wafat pada 179 H. Imam Malik adalah seorang
6
Nourouzzaman Shiddiqi. 1994. Sunni dalam Perspektif Sejarah, halaman 1
6
ahli hadis dan fikih yang paling terpercaya. Ia menguasai fatwa Umar bin
Khathab, Abdullah bin Umar bin Khathab, dan Aisyah binti Abu Bakar.
Pada awalnya, Imam Malik memfokuskan studinya pada ilmu
hadis. Ia mengarahkan perhatiannya pada fiqh ra’yu (penalaran) ahli
Madinah yang diterimanya. Corak ra’yudi Madinah adalah perpaduan
antara nash-nash dan berbagai maslahat. Imam Malik mengajar ilmu hadis
di Masjid Nabawi. Ia juga memberikan fatwa terhadap kasus yang sudah
terjadi.
Imam Malik tidak mau memberikan fatwa terhadap kasus yang
belum pernah terjadi, walaupun hal tersebut diramalkan akan terjadi. Ia
juga tidak ingin memutuskan fatwa terkait wewenang hakim. Dalam
menanggapi pemikiran yang berbeda dalam masalah akidah, sang ulama
besar itu selalu menggunakan fikih dan hadis sebagai jalan keluarnya.
7
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam,
halaman 129
7
8
Ibid,. halaman 130
9
Ibid,. halaman 131
8
C. Madzhab Syafi’i
1. Sejarah Madzhab Syafi’i
Mazhab ini dinamakan sesuai dengan pendirinya, Imam Syafi’i.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.
Mazhab ini muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.
Imam Syafi’i memiliki pemikiran fikih yang khas dan berbeda
dibandingkan kedua mazhab terdahulunya. Sumber acuan mazhab ini
adalah paham dan pemikiran Syafi’i yang dimuat dalam kitabnya, Ar-
Risalah, Al-Umm, Ikhtilaf al-Hadits, dan lain-lain. Para ulama mazhab ini
mengembangkan kitab-kitab tersebut dengan memberikan penjelasan atau
komentar setelahnya.11
Seperti dua mazhab lain, mazhab Syafi’i mempunyai dasar
Alquran, Sunah, ijma, dan qiyas. Sunah yang diambil sebagai dasar
adalah sunah daif yang tidak terlalu lemah, tidak bertentangan dengan
10
Ibid,. halaman 132
11
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam,
halaman 140
9
dalil yang kuat, dan bukan untuk menetapkan yang halal dan haram atau
masalah keimanan.
Dalam mazhab ini, hadis mempunyai kedudukan yang tinggi,
bahkan disebutsebut posisinya setara dengan Alquran. Menurut Imam
Syafi'i, hadis memiliki kaitan yang erat dengan Alquran. Ia juga
berpendapat Rasulullah menetapkan setiap hukum yang pada hakikatnya
merupakan hasil pemahaman yang beliau dapat dari Alquran.
Di kalangan penganut mazhab Syafi'I, dikenal metode maslahat,
yaitu metode penerapan hukum yang berdasarkan kepetingan umum.
Hanya saja, maslahat ini hanya terbatas pada maslahat yang mu'tabarah,
yaitu yang secara khusus ditunjuk oleh nas dan maslahat yang sesuai
kehendak Allah SWT.12
2. Pemikiran madzhab Syafi’i
Keunggulan Imam Syafi’i sebagai ulama fikih dan hadist pada
zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai orang yang
hidup pada zaman meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlul
hadist dan Ahlul ra’yi, Imam Syafi’i berupaya untuk mendekatkan kedua
aliran ini. Oleh karena itu, ia belajar kepada Imam Maliki sebagai
tokoh Ahlul hadits dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai
tokoh Ahlul ra’yi.
Dalam penetapan hukum Islam, Imam Syafi’i menggunakan: Al-
Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, Ijma’ sahabat, Qiyas (tetapi dalam
pengguanaannya tidak luas).13
Imam Syafi’i menolak istihsan sebagai salah satu cara
mengistinbathkan hukum syara’. Penyebarluasan pemikiran mazhab
Syafi’i diawali melalui kitab ushul fiqhnya ar-Risâlah dan kitab
fikihnya al-Umm, kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh para
muridnya yaitu Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H) seorang ulama
12
Ibid,. halaman 141
13
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam,
halaman 157
10
besar Mesir, Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H), dan ar-
Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H).
3. Metode Istimbath Hukum Dan Contohnya Dalam Bidang Muamalah
Imam Syafi’i dalam menentukan Hukumnya, beliau mempunyai
metode dan prosedur tersendiri yaitu, adapun prosedurnya adalah sebagai
berikut: “Hukum asal adalah al-Qur’an dan Sunnah; apabila tidak
ditemukan di dalam al-Qur‟an dan Sunnah maka, menggunakan Qiyas
(analogi) terhadap al Qur’an atau Sunnah (Lara 2017).
Prosedur Istinbath Hukum Imam Syafi’i tersebut ini sebagaimana
yang diungkapkan beliau dalam kitabnya, ar-Risalah sebagai berikut
“Tidak boleh seorang mengatakan dalam hukum selamanya ini, halah atau
haram kecuali ada pengetahuan tentang itu, pengetahuan itu adalah kitab
suci, qur’an, sunnah, ‘ijma’ dan qiyas” (Yanggo 1997).14
Metode istinbath Imam Syafi’i secara garis besar dapat dilihat dari
kitab alUmm, sebagaimana yang dikutip oleh Ali Hasan, sebagai berikut:
“ilmu itu bertingkat secara berurutan pertama-tama adalah al-Qur’an dan
as-Sunnah apabila telah tetap, kemudian kedua Ijma’ ketika tidak ada
dalam al-Qur’an an as-Sunnah dan ketiga Sahabat Nabi (fatwa sahabi)
dan kami tahu dalam fatwa tersebut tidak adanya ikhtilaf di antara
mereka, keempat ikhtilah sahabat Nabi, kelima qiyas yang tidak
diqiyaskan selain kepada al-Qur’an dan as-Sunnah karena hal itu telah
berada di dalam kedua sumber, sesungghunya mengambil ilmu dari yang
teratas” (Hasan 2002).
Imam Syafi’i menempatkan Al Qur’an dan hadits mutawatir pada
martabat pertama. Dan alasan Imam Syafi’i menempatkan hadits
mutawatir sama dengan Al Qur’an dalam penentuan hukum karena
menurutnya, sunnah mutawatir berfungsi menjelaskan al Qur’an, hal ini
tentu berbeda dengan hadits ahad yang tidak bisa dianggap sebagai
penjelas Al Qur’an. Disamping alasan di atas itu, Imam Syafi’i
berpendapat bahwa al-Qur'an dan hadits keduanya merupakan wahyu,
14
Ibid,. halaman 158
11
D. Madzhab Hanbali
1. Sejarah Madzhab Hambali
Mazhab besar ini didirikan oleh Ahmad bin Hanbal atau terkenal
dengan nama Imam Hanbali. Ia merupakan keturunan dari Rasulullah dan
telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia diasuh oleh ibunya di bawah
pengawasan pamannya. Imam Hanbali menuntut ilmu di kota ilmu
pengetahuan, Baghdad. Di sana ia belajar tentang keislaman seperti
hafalan Alquran, hadis, dan sejarah Rasulullah.
Sunah dan hadis yang dikumpulkan Imam Hanbali berasal dari
hadis Nabi Muhammad serta fatwa sahabat. Saat berusia 40 tahun, ia
mulai mengajarkan fatwa mengenai fikih. Corak fikih yang diajarkannya
berpedoman pada sunah dan hadis Nabi SAW.
Ia tidak menulis buku tentang fikih dan melarang murid-muridnya
menuliskan fatwa yang disampaikannya. Namun, Imam Hanbali menulis
satu kitab, yaitu Al-Musnadyang berisi kumpulan hadis yang
diriwayatkan Ahmad dari para rawi tepercaya.16
Menurut Ibnu Qayyim, ada lima dasar pedoman pokok mazhab ini.
Yang utama tentu saja Alquran dan hadis. Imam Hanbali lebih
mendahulukan nas daripada fatwa sahabat yang tidak diketahui ada yang
menentang. Apabila ada sahabat yang berbeda pendapat, ia akan
mengambil kesimpulan yang mendekati Alquran dan hadis. Ia juga
mengambil hadis mursal dan daif.
2. Pemikiran madzhab Hambali
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadist dan fiqh. Imam Syafi’i
berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir, ”Saya keluar dari Baghdad
15
Ibid,. halaman 159
16
Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh, halaman 115
12
dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan
paling faqih melebihi Ibnu Hanbal,”
Dasar mazhab Hanbali adalah Al-Quran, Sunnah, fatwa sahahabat,
Ijma’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, sadd adz-dzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya.
Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan,
perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau
mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih
hadist. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad
mengunakan hadist mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat
kepada hasan bukan hadis bathil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal
anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal . Shalih bin
Ahmad lebih menguasai fikih dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai
hadits. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama
aslinya; Ahmad bin Muhammad, Abdul Malik bin Abdul Hamid bin
Mihran, Abu Bakr Al-Khallal, Abul Qasim yang terakhir ini memiliki
banyak karangan tentang fikih madzhab Ahmad. Salah satu kitab fikih
madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.17
Prinsip dasar Madzhab Hanbali adalah: An-Nushush, yaitu Al-
Qur’an, Sunnah Nabi SAW, dan Ijma’, fatwa Sahabat, jika terdapat
perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang dibahas,
maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan
sunnah Nabi SAW, Hadits mursal atau hadits daif yang didukung
oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’, dan apabila dalam
keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan qiyas.
Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan
yang amat terpaksa. Prinsip dasar Madzhab Hanbali ini dapat dilihat
dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam
perkembangan Madzhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini
17
Ibid,. halaman 116
13
18
Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh, halaman 124
14
19
Ibid,. halaman 125
15
PENUTUP
Menurut ulama fiqih mazhab adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang
dijalan oleh seorang ahli fiqih Mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain,
yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu’.
bermazhab bukanlah tingkah laku orang awam saja, tetapi merupakan sikap
yang wajar dari seorang yang tahu diri. Ahli hadits paling terkenal, Imam
Bukhari masih tergolong orang yang bermazhabSyafi’i. Jadi, ada tingkatan
bermazhab atau bertaqlid. Makin tinggi kemampuan seseorang, makin tinggi
pula tingkat bermazhabnya sehingga makin longgar keterikatannya, dan
mungkin akhirnya berijtihad sendiri. Pertanyaan mengapa kita bermazhab
akan terjawab dengan sendirinya dengan penjelasan taqlid dan Ijtihad
dibawah ini.
Jelasnya, orang yang bermazhab sama artinya dengan orang yang
mengamalkan al-Quran dan al-Hadits, karena semua pendapat yang
difatwakan oleh imam-imam mazhab adalah hasil dari kajian mereka terhadap
al-Quran dan al-Hadits.Bahkan untuk memudahkan orang-orang awam,
mereka siang malam berusaha mengkaji dan menggali hukum-hukum
didalam al-Quran dan al-Hadits yang notabene ribuan dan tidak berurutan,
mereka atur sedemikian rupa, diurutkan dari bab ke bab. Sehingga hukum-
hukum islam lebih mudah dipelajari.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddiedy, Hasbi. 1974. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hanafi, A.1984. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Shiddiqi, Nourouzzaman. 1994. Sunni dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Al Jamiah
Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh. Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan kali