“MAZDHAB HANAFI”
Disusun oleh:
Muhammad Fahri Al khusaini
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1.Bagaimana sejarah dan biografi dari imam Abu Hanifah?
2.Apa dasar pemikiran madzhab imam Abu Hanifah?
3.Bagaimana perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan imam yang lain?
3.Tujuan Penulisan
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.Untuk mengetahui sejarah dan biografi dari imam Abu Hanifah
2.Untuk mengetahui dasar pemikiran madzhab imam Abu Hanifah
3.Untuk mengetahui perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan imam yang lain
BAB II
PEMBAHASAN
1.Sejarah dan Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah dilahirkan di kota Kufah pada tahun 80 Hijriah (699 Masehi).
Nama kecilnya ialah Nu’man bin Sabit bin Zautha bin Mah. Ayah beliau keturunan dari
bangsa Persi (Kabul-Afganistan) tetapi sebelum beliau dilahirkan ayah beliau sudah pindah
ke Kufah. Beliau dipanggil Abu Hanifah karena sesudah berputra, ada di antaranya yang
dinamakan Hanifah, maka dari itu beliau mendapat gelar dari orang banyak dengan sebutan
Abu Hanifah. Tetapi ada riwayat lain, bahwa yang menyebabkan beliau dipanggil Abu
Hanifah, karena beliau seorang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah dan sungguh-
sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama. Karena perkataan “Hanif” dalam bahasa
Arab artinya “cenderung” atau “condong” kepada agama yang benar. Beliau wafat pada
bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di Bagdad.
Pendidikan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sejak kecil suka kepada ilmu pengetahuan, terutama yang
ada hubungannya dengan agama Islam. Beliau banyak belajar dari ulama-ulama tabi’in
seperti Ata’ bin Abi Rabah dan Imam Nafi’ Maula Ibnu Umar. Beliau juga belajar ilmu hadits
dan fiqh dari ulama-ulama yang terkemuka di negeri itu. Guru yang paling berpengaruh pada
dirinya ialah Imam Hammad bin Abi Sulaiman.
Hasil Karya Imam Abu Hanifah dan Murid-muridnya
Imam Abu Hanifah memang seorang ahli tentang fiqh dan ilmu kalam dan
pada saat beliau hidup banyak yang berguru padanya. Di bidang ilmukalam beliau menulis
kitab yang berjudul al-Fiqh al-Asqar dan al-Fiqh al-Akbar. Tetapi dalam bidang ilmu fiqh
tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis
sebuah buku fiqh sewaktu hidupnya.
Ciri-ciri Khas Fiqh Mazhab Hanafi
Dalam membentuk hukum, Imam Abu Hanifah menempatkan al-Qur'an sebagai landasan
pokok, kemudian sunah sebagai sumber kedua. Beliau juga berpegang pada fatwa sahabat
yang disepakati, tetapi jika suatu hukum tidak ditemukan dalam sumber-sumber tersebut, ia
melakukan ijtihad. Illat ayat-ayat hukum dan hadits, terutama dalam bidang mu’amalah,
menurut pandangannya perlu sejauh mungkin ditelusuri sehingga berbagai metode ijtihad
dapat difungsikan antara lain qiyas dan istihsan. Metode istihsan telah banyak berperan dalam
membentuk pendapat-pendapat fiqh Imam Abu Hanifah dan membuat mazhabnya lebih
dinamis, realistis dan rasional. Mazhab Hanafi memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
a. Fiqh Imam Abu Hanifah lebih menekankan pada fiqh muamalah
b. Fiqh Imam Abu Hanifah memberikan penghargaan khusus kepada hak
seseorang baik pria maupun wanita.
2.Dasar–Dasar Pemikiran Madzhab Abu Hanifah.
Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas da istihsan.
Beliau mempergunakan qiyas dan istihsan apabila beliau tidak memperoleh nash dalam
Kitabullah, Sunnatur Rasul atau ijma’. Dengan kita memperhatikan cara-cara yang di tempuh
Abu Hanifah untuk beristinbath, nyatalah bahwa dasar-dasar hokum Fiqh dalam madzhabnya,
ialah:
1.Al Kitab
Secara etimologis, lafal qur’an sama dengan lafal qira’at. Ia merupakan bentuk
masdar menurut wazn (pola) fu’lan, seperti lafal gufran dan syukran. Bentuk kata kerjanya
adalah qara’a yang berarti al-jam’u wa al dammu, yakni menghimpun dan mengumpulkan.
Dengan demikian lafal qur’an dan qira’at secara etimologis berarti menghimpun dan
memadukan sebagian huruf-huruf dan kata-kata dengan sebagian lainya. Firman Allah dalam
surah al-Qiyamah (75):17-18:
م َع ُه َوق ُْرآنَ ُه َفِإذَا َق َرْأنَا ُه َفاتَّ ِب ْع ق ُْرآنَ ُه َ ِإنَّ َعلَ ْي َنا
ْ ج
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya.
18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
2.As Sunnah
Sunnah (Arab, al-Sunnah, bentuk pluralnya al-sunan) secara etimologis
mengandung makna “cara dan jalan hidup”, baik yang berkualitas baik maupun buruk.
Sunnah di bagi menjadi 5, yaitu:
Sunnah qauliyyah
Sunnah fi’liyah
Sunnah taqririyah
Sunnah yang materinya berupa penggambaran sikap Nabi.
Sunnah yang materinya berupa penggambaran citra fisik Nabi.
3.Al Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan semua mujtahid dari umat Nabi Muhammad sesudah
wafatnya beliau pada suatu masa terhadap suatu perkara.
Kedudukan ijma’
Sehubungan dengan kedudukan ijma’, ummat islam di bedakan
menjadi dua golongan, yakni golongan ahlu sunnah wal jama’ah (sunni) dan golongan non
sunni (Khawarij, Syi’ah, dan Mu’tazilah). Golongan non Sunni memandang bahwa ijma’
bukanmerupakan hujjah syar’iyyah. Sunni berkeyakinan bahwa ijma’ merupakan hujjah
syar’iyyah. Menurut mereka ijma’ adalah dalil syara’ yang berbobot qath’i.
4.Al Qiyas
Secara etimologis makna qiyas adalah “hakiki” (pengukuran) dan bermakna
majazi (persamaan). Secara terminologis yaitu: menghubungkan sesuatu kepada sesuatu yang
lain perihal ada atau tidak adanya hokum berdasarkan unsure yang mempersatukan keduanya,
baik berupa penetapan maupun peniadaan hokum/sifat dari keduanya.
5.Al Istihsan
Istihsan secara etimologis mengandung arti “menganggab sesuatu itu
baik”. Secara terminologis, istihsan adalah berpalingnya sang mujtahid dari tuntutan qiyas
jaili kepada tuntutan qiyas khafiy berlandaskan dasar pikiran tertentu yang rasional atau
berpalingnya sang mujtahid dari tuntutan hokum kully kepada tuntutan hokum juz’iy
berlandaskan dasar pikiran tertentu yang rasional.
Menurut Ibnu Al-Arabi, istihsan adalah meninggalkan kehendak dalil
dengan cara pengecualian atau memberikan rukhsah karena berbeda hukumnya dalam
beberapa hal. Ibnu Al Arabi menambahkan, istihsan adalah beramal dari salah satu dari dua
dalil yang paling kuat, berpegang kepada dalil umum apabila dalil itu bias terus berlaku dan
berpegang kepada qiyas apabila qiyas itu berlaku umum.
Menurut Ibnu Rasyid, istihsan adalah meninggalkan qiyas dalam
menetapkan suatu hokum karena qiyas itu menimbulkan ketentuan hokum yang terkesan
berlebihan atau tidak wajar. Ibnu Rasyid berpandangan, pada beberapa kasus penetapan
hukum tidak dilakukan dengan qiyas, tetapi diahlikan darinya karena ada pengertian yang
mempengaruhi dalam penetapan hokum yang mengkhususkan kasus tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.Ciri-ciri khas fiqh mazhab Hanafi adalah fiqh imam Abu Hanifah lebih menekankan pada
fiqh muamalah dan memberikan penghargaan khusus kepada hak seseorang baik pria maupun
wanita.
2.Dasar pemikiran madzhab Hanafi adalah Al-Qur’an, sunah, ijma, qiyas, dan istihsan.
3.Madzhab Hanafi memiliki perbedaan dengan madzhab imam fiqih yang lain, namun dasar
mereka dalam menetapkan hukum itu sama, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai dua
sumber utama.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, 2011, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta:AMZAH
Chalil, Moenawar, 1986, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta : Bulan Bintang
Musyafa’, Fadholan Mu’thi, 2007, Shalat di Pesawat dan Angkasa, Tuban: Syauqi Press
Syaltut, Mahmud, 2005, Perbandingan Masalah Madzhab dalam Masalah Fiqih, Jakarta:
Bulan Bintang
Teungku Muhammad Hasbi, 1999 , Pengantar Iilmu Fikih, Semarang: Pustaka Rizki Putra