Anda di halaman 1dari 5

Madzhab Hanafi

Resume ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Hukum Islam
Dosen Pengampu:
Dr. Umi Chaidaroh S.H.,M.H.I

Disusun oleh:
1 Ziad Fairuz Zayan 05020223073
2 Chintya Anindya Putri 05040223086
3 Anisah az-Zahra 05040223081
4 Azzahrooh Safa Anaya 05040223085

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


MATA KULIAH STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
MADZHAB HANAFI

NAMA BUKU : FIQIH EMPAT MADZHAB


PENULIS : KH. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar
PENERBIT : MAFA Surabaya
TAHUN TERBIT : 2022

Madzhab Hanafi adalah salah satu aliran termasuk dalam hukum


Islam yaitu Fiqih, yang muncul paling awal diantara empat madzhab
lain. Pencetus madzhab ini adalah Abu Hanifah, Nu’man bin Tsabit
(Imam Hanafi), keturunan bangsa Persia lahir di Kufah pada tahun 80
H/ 699 M dan wafat di Baghdad Pada tahun 150 H/ 767, dan seorang
ulama mujtahid (ahli ijtihad) pada bidang fiqih lalu berkembang pesat
di bangsa Irak.
Pada saat kecil Nu’man bin Tsabit pernah diajak oleh ayahnya untuk
berziarah kepada Ali Bin Abi Thalib yang masih terbilang kerabatnya.
Pemberian gelar Abu Hanifah kepada Nu’man bin Tsabit karena
beliau bersungguh-sungguh dalam hal beribadah. Kata Hanif sendiri
dalam Bahasa arab memiliki makna “suci” atau “lurus”. Setelah
menjadi ulama mujtahid, Nu’man bin Tsabit dipanggil dengan julukan
Imam Abu Hanifah dan madzhab dinamakan Madzhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang rajin dan teliti dalam
bekerja, serta fasih berbahasa. Pembicaraanya selalu memiliki makna
dan hikmah, teguh dalam memegag prinsip, berani menyatakan yang
benar dan salah di hadapan siapapun dan memiliki kepribadian yang
mulia. Walaupun putra dari saudagar yang kaya raya, Abu Hafinah
amat menjauh kemewahan dalam hidupnya. Begitupun Ketika beliau
menjadi pedagang yang kaya, hartanya berlipat-lipat disedekahkan
dari pada digunakan untuk hidupnya sendiri. Beliau juga senang
bergaul dan mempunyai banyak teman.
Dari saat muda, Abu Hanifah sudah menunjukkan rasa cinta yang
mandala pada ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan
hukum islam. Abu Hanifah gemar berguru kepada ulama yang
terkenal, sehingga Abu Hanifah memiliki banyak guru. Beberapa
gurunya kebanyakan dari para tabi’in (periode setelah sahabat rasul),
yakni Imam Atha’ bin Abi Rabab yang wafat pada tahun 114 H, Imam
Nafi’ Maula bin Amr yang wafat pada tahun 117 H, dan Imam Hamad
bin Abi Sulaiman, seorang tokoh fiqih yang terkenal di masanya dan
wafat pada tahun 120 H.Gurunya yang lain adalah imam Muhammad
al-Baqir, imam Adi bin Tsabit, imam Abdurrohman bin Hammaz,
Imam Amr bin Dinar, Imam Mansyur bin Mu’tamir, Imam Syu’bah
al-Hajjaj, Imam Ashim bin Abun Najwad, Imam bin Kuhail, Imam
Qatadah, Imam Robi’ah bin Abdurrohman serta masih banyak lagi
dari golongan ulama mekah dan Madinah
Abu Hanifah berguru kepada Imam Hammad bin Ali Sulaiman
kurang lebih selama 18 tahun. Dari Imam Hammad, Abu Hanifah
mempelajari fiqih ulama Irak yang merupakan saripati dari fiqih Ali
bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud) serta fatwa-
fatwa Nakha’i. dari sinilah Abu Hanifah mempelahari metode fiqih,
yakni fiqih Umar yang berlandaskn pada kemaslahatan dan fiqih Ali
yang berdasarkan pada istinbat (pengalian hukum) damn pencarian
hakikat syara’ ( hukum islam).kemudian ilmu Abdullah bin Mas’ud
yang berdasar pada takhrij (pengeluaran riwayat) dan Ibnu Abas
tentang Al-Qur’an dan pendalamannya.
Minatnya mendalam terhadap ilmu fiqih, kecerdasan, ketekunan dan
kesungguhan dalam belajar, mengantarkan Abu Hanifah menjadi
seorang yang ahli di bidang fiqih. Kehebatannya diakui oleh ulama
pada masanya, termasuk Imam Hammad bin Abi Sulaiman yang
statusnya adalah guru Abu Hanifah. Beliau sering mempercayakan
tugas kepada Abu Hanifah untuk memberi fatwa dan Pelajaran Ilmu
fiqih kepada murid Hammad yang lain. Imam Syafi’i menyatakan
bahwa Abu Hanifah adalah bapak sekaligus pemuka seluruh ulama
fiqih. Imam Khazaz bin Syara’ juga mengakui keunggulan Abu
Hanifah dibidang fiqih apabila dibandingkan dengan ulama yang lain
pada masanya.
Setelah Hammad bin Abi Sulaiman wafat, beliau lah yang
menggantikan kedudukannya sebagai pengajarannya, beliau
mengarahkan kepada pencarian hakikat serta inti persoalan dan
pengenalan terhadap illat (alasan) serta hukum-hukum yang berada di
balik teks yang tertulis dari al-Qur’an maupun Hadits. Beliau
mengajarkan metode qiyas (persamaan) dan urf (kebiasaan) sebagai
dasar hukum dan penggunaan istihsan (pertimbangan yang lebih
bagus) apabila keduanya tidak dapat digunakan.
Selain ilmu fiqih, Abu Hanifah juga mendalami Hadits, dan tafsir
karena keduanya sangat erat berkaitan dengan fiqih. Pengetahuan lain
yang dimiliki Abu Hanifah adalah sastra Arab dan ilmu hikmah.
Karena penguasaannya yang mendalam terhadap hukum-hukum
Islam, Abu Hanifah diangkat menjadi (pemberi fatwa) di kota Kufah
menggantikan Imam Ibrahim an Naba’i, sehingga kepopulerannya
sebagai ahli fiqih terdengar sampai ke pelosok negeri.
Berbeda dengan para gurunya saat itu. Abu Hanifah selalu
memberikan penekanan terhadap murid-muridnya untuk senantiasa
berfikir kritis setiap pembelajaran. Beliau tidak ingin muridnya hanya
menerima segala pembelajaran dengan mentah-mentah. Bahkan tidak
jarang Abu Hanifah berdiskusi sampai berdebat dengan muridnya
sendiri dalam membahas suatu masalah. Meski begitu beliau tetap
disegani dan dicintai oleh muridnya.
Imam Abu Hanifah terkenal dengan sikap keras dan tegasnya apabila
menyangkut dengan Bid’ah. Sebab itu, beliau juga selalu
mengingatkan dan menekankan kepada setiap muridnya untuk selalu
tidak mudah percaya dengan segala informasi, melainkan harus selalu
memegang teguh sunnah Rasulullah.
Madzhab Hanafi memiliki tujuh hal pokok, dalam metode Istinbat
(penggalian hukum)
1. Kitab Allah, menjadi sumber dari segala sumber hukum
islam.
2. Sunnah Rasulullah, sebagai jalan untuk memperjelas Al-
Qur’an juga perincian mujmal-nya.
3. Fatwa-fatwa dari para sahabat, karena merekalah yang
menyampaikan risalah dan saksi diturunkanya Al-Qur’an dan
hadis dan para keterununan Rasulullah yang nantinya akan
menjadi pewaris.
4. Qiyas (persamaan hukum) diperlukan apabila teks didalam
Al-Qur’an dan hadis serta fatwa para sahabat tidak ada.
Qiyas sendiri memiliki arti menyamakan hukum suatu
persoalan dengan persoalan lainnya.
5. Istihsan adalah pertimbangan atau pertimbangan yang keluar
gk diliat apa. Jangan pakai kesekatan para “mujtahid’.
6. Ijma’ sedang tidak baik-baik saja. Karena beberapa suatu
masalah tertentu. Kawasan tentang suatu hukum dan oleh.
praktek sholat pada tempatnya.
7. ‘Urf, artinya adat atau kebiasaan orang Islam pada suatu
masalah tertentu yang tidak dijelaskan oleh nash Al-Qur’an,
Hadis atau belum ada pada praktek para sahabat.
Dasar diatas lah yang kemudian dinamai dengan “Dasar Mazhab
Hanafi”. Beliau akan mengatakan qiyas dengan tegas apabila hukumnya
tidak ada didalam Al-Qur’an, hadis Shahih ataupun keputusan sahabat,
terutama Al-Khulafa’ al-Rasyidin (Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib).
Terdapat beberapa kitab yang ditulis sendiri oleh Abu Hanifah
yakni:
1. Al-Faraid khusus membahas tentang waris dan pembagiannya
dimata hukum islam.
2. Asy-Syurut membahas tentang perjanjian.
3. Al-Fiqh al-Akbar yang membahas tentang teologi kemudian
diberi sebuah penjelasan oleh Imam Abu Mansur Muhammad al-
Maturidi dan Imam Abu al-Muntaha al-Maula Ahmad bin
Muhammad al-Maghnisawi.
Selain itu juga terdapat beberap faktor yang menunjang tumbuh
kembang Madzhab Hanafi yaitu:
1. Murid Abu Hanifah menyebarluaskan pendapat dan
menjelaskan prinsip dasar dari Madzhab Hanafi.
2. Adanya generasi penerus yang mengembangkan metode
istinbat menurut ‘illah hukum lalu mencocokan dengan
peristiwa pada masa lalu, kemudian menyusun kembali kaidah
fiqh tentang permasalahan yang serupa.
3. Tersebarnya dibeberapa negara yang memiliki kebiasaan
berbeda lalu menghasilkan keputusan hukum menurut Madzhab
Hanafi, karena telah diakui sebagai madzhab resmi Daulah
(pemerintahan) Abbasiyah.
Madzhab Hanafi mampu bertahan selama lebih dari 500 tahun.
Madzhab ini tersebar dengan luas di negara yang berada pada kuasa Daulah
Abbasiyah seperti Kerajaan Turki Usmani (Kerajaan Ottoman), daerah Asia
Tengah (Anatolia), India dan wilayah Transoknia (Turkistan, Asia Tengah).
Juga pernah menyebar di Syuriah dan Mesir, bahkan sempat menjadi
madzhab resmi kedua negara pada masa itu.

Anda mungkin juga menyukai