Anda di halaman 1dari 5

LAHIR

Nama lengkapnya adalah Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, lahir tahun 80 H di kota Kufah pada
masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah. Beliau lebih populer dipanggil Abu Hanifah. Kakeknya
seorang Persia beragama Majusi. Hanifah dalam bahasa Iraq berarti tinta. Ini karena beliau banyak
menulis dan memberi fatwa.

WAFAT

Imam Abu Hanifah wafat di Kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Imam Ibnu Katsir mengatakan, “6
kelompok besar Penduduk Baghdad menyolatkan jenazah beliau secara bergantian. Hal itu dikarenakan
banyaknya orang yang hendak menyolatkan jenazah beliau.”

Di masa Turki Utsmani, sebuah masjid di Baghdad yang dirancang oleh Mimar Sinan didedikasikan untuk
beliau. Masjid tersebut dinamai Masjid Imam Abu Hanifah.

Sepeninggal beliau, madzhab fikihnya tidak redup dan terus dipakai oleh umat Islam, bahkan menjadi
madzhab resmi beberapa kerajaan Islam seperti Daulah Abbasiyah, Mughal, dan Turki Utsmani. Saat ini
madzhab beliau banyak dipakai di daerah Turki, Suriah, Irak, Balkan, Mesir, dan India.

PENDIDIKAN

Guru-guru Beliau:

Hammad bin Sulaiman

Atha’ bin Abi Rabah

Abu Ishaq As Syuba’i

Muhib bin Disar

Haitam bin Hubaib Al Sarraf

Muhammad bin Mukandar

Nafi Maula Abdullah bin Umar

Hisyam bin Urwah dan Samak bin Harb


Aamir bin Syurahbil

Imam ‘Ashim (salah satu qurra’ tujuh)

Syekh Hasan Al Bashri

Murid-murid Beliau:

Imam Syafi'i

Abu Yusuf Al Qadhy

Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani

Teladan Beliau

PENDAPAT ULAMA

Imam Syafi’i berkata : “Semua kaum muslimin berhutang budi pada Abu Hanifah, Imam Abu Hanifah itu
bapak dan para ahli Fiqih itu anak-anaknya.”

Imam Malik berkata : “Subhanallah, saya tidak pernah melihat orang seperti dia, andaikan dia
mengatakan bahwa tiang ini terbuat dari emas, tentu ia akan dapat membuktikannya melalui Qiyasnya.”

Mengenai metode Ijtihadnya, Imam Abu Hanifah pernah berkata : “Saya mengambil Kitabullah (Al-
Qur’an) jika saya mendapatkannya. Hal yang tidak saya jumpai dalam Al-Qur’an akan saya ambil dari
Sunnah Rasulullah SAW, dari riwayat yang shahih dan populer di kalangan orang-orang kepercayaan.
Jika saya tidak mendapatkannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah, saya akan mengambil fatwa para
sahabatnya sesuka saya dan membiarkan yang lain. Setelah itu saya tidak akan keluar dalam fatwa selain
mereka. Jika telah sampai kepada Ibrahim, Sya’bi, Ibnu Sirin, Ibnu Musayyab dan lainnya, maka saya ber-
ijtihad sebagaimana mereka juga ber-ijtihad.".
Fudail bin Iyadh mengatakan : “Jika ada masalah didasarkan pada hadits yang shahih sampai kepada Abu
Hanifah, pasti dia akan mengikutinya. Begitu juga dari sahabat dan tabi’in. Kalau tidak, dia akan
menggunakan qiyas dengan cara yang sangat baik”.

Al-Dabussi dalam kitab Ta’sis al Nazhar menyebutkan : “Abu Hanifah suka pada kebebasan berpikir. Ia
seringkali memberikan kepada sahabat dan murid-muridnya untuk mengajukan keberatan-keberatan
atas ijtihadnya. Imam Abu Hanifah dalam mempelajari suatu masalah menukik dalam sampai ke akar
permasalahan. Beliau memahami inti hakikat (lubb al-haqa’iq), memahami isi dan misi yang terdapat
dibelakang nash-nash itu dalam bentuk illat-illat dan hukum-hukum.”

Imam Abu Hanifah berkata : “Perumpamaan orang yang mempelajari hadits, sedangkan ia tidak
memahami, sama halnya dengan apoteker yang mengumpulkan obat, sementara ia tak tahu persis
untuk apa obat itu digunakan, akhrinya dokter datang….demikianlah kedudukan penuntut hadits yang
tidak mengenal wajah haditsnya, sehingga hadirnya fiqih”.

KOKOH PENDIRIAN

Imam Abu Hanifah dikenal teguh hati dan kokoh dalam pendirian. Beliau pernah mengalami dua kali
masa ujian. Pertama pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad (Khalifah terakhir Bani
Umayyah), Ibnu Hubairah (gubernur Iraq) menunjuk Imam Abu Hanifah menjadi qadly, namun
pengangkatan itu ditolak oleh Imam Abu Hanifah. Maka Imam Abu Hanifah dipukul sampai empat belas
kali sebagai hukuman karena dianggap tidak mendukung pemerintahan Bani Umayyah.

Ujian kedua dialami pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al Manshur dinasti Abbasyah. Kasusnya hampir
sama, karena Imam Abu Hanifah menolak diangkat menjadi Qadly oleh Khalifah Al Manshur. Beliau
dipenjara dan disiksa dalam penjara.

Beliau juga dicurigai mendukung gerakan kaum Alawiyin yang dituduh berusaha memberontak terhadap
kekuasaan Bani Abbas.

JASA DAN KARYA BELIAU

Metode Ijtihad Imam Abu Hanifah :


Al-Qur’an

Hadits dari riwayat kepercayaan

Ijma’

Fatwa Sahabat

Qiyas

Istihsan (keluar dari qiyas umum karena ada alasan yang lebih kuat).

Urf (kebiasaan yang baik dalam tata-pergaulan, muamalah di kalangan manusia)

Imam Abu Hanifah adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar kodifikasi ilmu Fiqih, pemikiran-
pemikiran beliau kemudian ditulis dan dibukukan oleh sahabat sekaligus murid-muridnya seperti Abu
Yusuf Al Qadhy dan Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani. Fiqih mazhab Hanafi mewakili aliran Kufah,
menggunakan porsi ra’yu (Qiyas) lebih banyak dibandingkan aliran Hijaz yang lebih banyak
menggunakan hadits/atsar.

Kitab-kitab kumpulan fatwa mazhab Hanafi :

Tentang Masailul Ushul :

Al-Mabshuth, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Al-Jami’us Shaghir, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Al-Jami’ul Kabir, karya : Muhammad bin Al Hasan.

As-Sairus Shaghir, karya : Muhammad bin Al Hasan.

AS-Sairus Kabir, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Az-Zidayat, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Al-Kafi, karya : Abdul Fadha’ Hammad bin Ahmad.

Al-Mabshuth, karya : Muhammad bin Muhammad bin Sahl

Tentang Masailul Nawadhir :


Dhahirur Riwayah, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Haruniyat, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Jurjaniyat, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Kisaniyat, karya : Muhammad bin Al Hasan.

Al-Mujarrad, karya : Hasan bin Ziad.

Tentang Fatwa wal Waqi’at :

An Nawazil, karya : Abdul Laits As Samarqandi

Tentang Akidah dan Ilmu Kalam :

Fiqhul Akbar, diriwayatkan oleh Abi Muthi’ Al Hakam

Anda mungkin juga menyukai