Anda di halaman 1dari 4

IMAM MAZHab

Mazhab adalah penggolongan suatu hukum atau aturan dalam melaksanakan ibadah dalam
agama Islam. Kata mazhab sendiri berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna jalan yang
dilalui atau dilewati. Sedangkan menurut para ulama dan ahli agama Islam, mazhab adalah
metode yang dibentuk melalui proses pemikiran dan penelitian, yang kemudian dijalankan
hingga dijadikan pedoman yang ada batasnya.

1. Imam Abu Hanafi


a. Biografi :
Imam Abu Hanifah merupakan pendiri dari Madzab Fiqih Hanafi. Beliau
memiliki nama asli Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Marzuban.
Selain itu, beliau merupakan seorang ulama Tabi’in generasi setelah sahabat nabi.
Imam Hanafi disebut sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqih
berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (thoharah), sholat,
dan seterusnya. Lalu, hal itu diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik
bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, dan Imam Bukhari. Beliau diberi julukan
Abu Hanifah, karena beliau seorang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah
dan sungguh-sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama, karena “hanif”
dalam bahasa Arab artinya cenderung atau condong kepada agama yang benar.

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa beliau terkenal dengan sebutan Abu
Hanifah, bukan karena mempunyai putra bernama Hanifah, akan tetapi asal nama
itu dari Abu al-Millah al-Hanifah, diambil dari ayat “Fattabi’u Millata ibrahim
hanifa ”. (Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus. Ali Imran ayat 95). Imam
Hanafi bukan orang Arab, tetapi keturunan orang Persia yang menetap di Kufah.
Ayahnya dilahirkan pada masa Khalifah Ali. Kakeknya dan ayahnya didoakan
oleh Imam Ali agar mendapatkan keturunan yang diberkahi Allah SWT. Pada
waktu kecil beliau menghafal Al-Qurán seperti yang dilakukan anak-anak pada
masa itu, kemudian berguru kepada Imam Ashim salah seorang Imam Qiro’ah
Sab’ah. Keluarganya adalah keluarga pedagang, oleh karena itu tidaklah
mengherankan apabila al-Nu’man pun kemudian menjadi pedagang.

b. Pencapaian :
Selama menjadi ulama, diketahui bahwa Imam Hanafi sudah menyelesaikan
sebanyak 600.0000 perkara tentang fikih. Berkat wawasannya yang luas, Hanafi
dijuluki sebagai Imam Al-A'dzhom oleh masyarakat dan selalu dijadikan rujukan
oleh para ulama pada masa itu. Imam Hanafi kemudian mendirikan Mazhab
Hanafi, yang merupakan salah satu mazhab fikih dalam Islam Sunni. Mazhab ini
diamalkan dan berkembang di berbagai kawasan, seperti Afghanistan, Persia,
Mesir, dan beberapa daerah lainnya. Imam Hanafi cukup dikenal atas penggunaan
rasionalitas (ra'yi) dalam metode pengambilan fatwanya. Dasar-dasar metodologi
yang digunakan Hanafi dalam membuat suatu hukum fikih adalah Alquran,
Sunnah, pendapat para Sahabat Nabi, Ijmak, Qiyas, dan Istihsan.

2. Imam Maliki
a. Biografi :
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Haris bin
Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam Malik dilahirkan di
kota Madinah. sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat
perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan
bahwa Imam Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan dan yang lain berpendapat
bahwa Imam Malik dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-
Dzahabi meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90 H. Imam Yahya bin Bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar Malik berkata, "Aku dilahirkan pada 93 H,"
dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).
Imam Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah
dibacakan 31 buah Hadis Rasulullah dan mampu mengulanginya dengan baik dan
benar tanpa harus menuliskannya terlebih dahulu.

b. Pencapaian :
Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan
waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadis, dan yang meriwayatkan Al
Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan
seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang
paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al-Laitsi al-Andalusi al-
Mashmudi. Sejumlah ulama berpendapat bahwa sumber-sumber hadits itu ada
tujuh, yaitu al-Kutub as-Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang
menetapkan Sunan ad-Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan
kitab besar ini, Ibnu Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab
tentang fiqh dan hadis, aku belum mengetahui bandingannya. Hadis-hadis yang
terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada
yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ulama menghitungnya berjumlah
600 hadis musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabi’in,
disamping itu ada 61 hadis tanpa penyandara, hanya dikatakan "telah sampai
kepadaku” dan “dari orang kepercayaan," tetapi hadits-hadits tersebut bersanad
dari jalur-jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil
Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan
hadits-Nadifa mursal, munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al
Muwaththa’ Malik. Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari
golongan tabi’in dan 600 dari tabi’in-tabi’in. Imam Malik meriwayatkan hadits
bersumber dari Nu’main al-Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah,
Az-Zuhri, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang
paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
3. Mazhab Syafi'i

Nama penyusunnya yaitu Muhammad bin Idris bin Syafi'i, keturunan bangsa
Quraisy. Beliau dilahirkan di Khuzzah tahun 150 Hijriah, dan meninggal dunia di
Mesir tahun 204 Hijriah. Sewaktu berumur 7 tahun, beliau telah hafal Al-Qur'an.
Setelah berumur 10 tahun, beliau hafal Al-Muwatto (kitab guru beliau, Imam
Malik). Setelah beliau berumur 20 tahun, beliau mendapat izin dari gurunya
(Muslim bin Kholid)untuk berfatwa. Kata Ali bin Usman, "Saya tidak pernah
melihat seseorang yang lebih pintar daripada Syafii. Sesungguhnya tidak ada
seorang pun yang menyamainya di masa itu. ia pintar dalam segala pengetahuan,
sehingga bila ia melontarkan anak panah, dapat dijamin 90 % akan mengenai
sasarannya."

Ketika berumur hampir 20 tahun, beliau pergi ke Madinah karena


mendengarkabar tentang Imam Malik yang begitu terkenal sebagai seorang ulama
besar dalam ilmu hadis dan fiqih. Di sana beliau belajar kepada Imam Malik.
Kemudian beliau pergi ke Irak, disana bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu
Hanifah. Beliau terus ke Parsi dan beberapa negeri lain. Kira-kira dua tahun
lamanya beliau dalam perjalanan ini. Dalam perjalanan ke negeri-negeri itu
bertambahlah pengetahuan beliau tentang keadaan penghidupan dan tabiat
manusia. Misalnya keadaan yang menimbulkan perbedaan adat dan akhlak, sangat
berguna bagi beliau sebagai alat untuk mempertimbangkan hukum
peristiwaperistiwa yang akan beliau hadapi. Kemudian beliau diminta oleh
Khalifah Harun Ar-Rasyid supaya tetap tinggal di Bagdad. Setelah menetap di
Bagdad, di sanalah beliau menyiarkan agama, dan pendapat- pendapat beliau
diterima oleh segala lapisan. Beliau bergaul baik dengan rakyat maupun dengan
pemerintah, bertukar pikiran dengan ulama-ulama -terutama sahabat-sahabat
Imam Abu Hanifah-sehingga dengan pergaulan dan pertukaran pikiran itu beliau
dapat menyusun pendapat "qodim" (pendapat beliau yang pertama).Kemudian
beliau kembali ke Mekah hingga tahun 198 Hijriah. Pada tahun itu pula beliau
pergi ke Mesir, di sana beliau menyusun pendapat beliau yang baru (qoulul jadid).

Kata-kata Syafii yang sangat perlu menjadi perhatian, terutama bagi ulama yang
mendukung dan mengikuti mazhab Syafii, ialah: "Apabila hadis itu sah, itulah
mazhabku, dan buanglah perkataanku yang timbul dari ijtihadku." Pengikut
mazhab Syafii yang terbanyak ialah di Mesir, Kurdistan, Yaman, Aden,
Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia.

4. Mazhab Hambali

Nama penyusunnya ialah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Beliau
dilahirkan di Bagdad dan meninggal dunia pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awwal
tahun 241 Hijriah. Semenjak kecil beliau belajar di Bagdad, Syam, Hijaz, dan Yaman.
Beliau adalah murid Imam Syafii. Syafii memuji beliau. Katanya, "Saya keluar dari
Bagdad, tidak saya tinggalkan di sana seorang yang lebih takwa, lebih waro', dan
lebih alim selain Ahmad

bin Hanbal; yang sungguh banyak menghafal hadis." Murid beliau banyak yang
terkemuka, di antaranya yaitu Bukhari dan Muslim. Beliau berpegang teguh pada
fatwa sahabat apabila tidak ada nas. Beliau menyusun mazhabnya atas 4 dasar. Dasar
pertama ialah nas Qur'an dan hadis. Dalam soal yang beliau hadapi, beliau selidiki ada
atau tidaknya nas, kalau ada nas, beliau berfatwa menurut nas itu. Dasar kedua ialah
fatwa sahabat. Dalam satu peristiwa, apabila tidak ada nas yang bersangkutan dengan
peristiwa itu, beliau cari fatwa para sahabat. Apabila ada fatwa dari salah seorang
sahabat, sedangkan beliau tidak melihat bantahannya dari sahabat-sahabat lain, beliau
hukumkan peristiwa itu menurut fatwa sahabat tadi. Jika fatwa itu berbeda antara
beberapa sahabat, beliau pilih yang lebih dekat pada Kitab atau Sunnah. Dasar ketiga
ialah hadis mursal atau lemah, apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang lain.
Dasar keempat ialah qias. Beliau tidak memakai qias kecuali apabila tidak ada jalan
lain.

Beliau sangat hati-hati dalam melahirkan fatwa apabila tidak ada nas atau asar
sahabat. Kemungkinan besar karena sangat hati-hatinya beliau menjalankan fatwa
itulah yang menyebabkan lambatnya mazhab beliau tersiar di daerah-daerah yang
jauh, apalagi murid- murid beliau pun sangat berhati-hati pula. Mula-mula mazhab itu
tersiar di Bagdad, kemudian berangsur-angsur keluar ke daerah- daerah lain. Sekarang
yang terbanyak pengikutnya ialah di Hijaz, apalagi sesudah Raja Ibnu Sa'ud
menetapkan bahwa mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi bagi pemerintah Saudi
Arabia. Di Mesir tidak tampak mazhab ini kecuali pada abad ke-7 Hijriah. Hingga
sekarang tidak banyak rakyat Mesir yang mengikuti mazhab ini.

Anda mungkin juga menyukai