Anda di halaman 1dari 4

1.

Biografi Imam Syafi’i


Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina tahun 150 H/767 M. Nama lengkapnya
adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris al-Syafi’i. Ia adalah seorang ulama mujtahid,
ahli hadis, ahli bahasa Arab, ahli tafsir, dan ahli fiqh. 1 Imam Syafi’i hidup pada masa
khalifah Harun al-Rasyid, al-Amin, al-Makmun dari dinasti Abbasiyah. Beliau
dibesarkan dalam keluarga miskin. Ayahnya wafat ketika ia berumur 2 tahun dan segera
dibawa ibunya ke Mekkah. Silsilah yang menurunkan Imam Syafi’i baik dari
ayahandanya maupun ibunya masih ada pertalian rapat dengan silsilah Nabi Muhammad
saw.
Menurut Riwayat, ketika ibunda Imam Syafi’i mengandung, dia bermimpi
ditidurnya. Pada suatu malam seakan-akan melihat bintang keluar dari perutnya, lalu
melambung tinggi ke udara dan pecah kemudian bertebaran ke berbagai negeri. Maka ia
terbangun dari tidurnya. Pada pagi harinya ia segera menceritakan mimpinya itu kepada
yang ahli menakwilkan mimpi. Lalu mereka memberitahukan kepadanya bahwa ia akan
melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak ilmu pengetahuannya memenuhi muka
bumi.2 Sejak kecil ia terkenal cerdas, kuat hafalannya, dan gigih menuntut ilmu.
Menjelang umur 9 tahun ia telah hafal 30 juz al-Qur’an dan usia 10 tahun ia telah
menguasai pramasastra Arab dengan baik. Ketika di Mekkah ia belajar ilmu fiqh kepada
mufti Mekkah, Muslim Khalid al-Zanji dan ilmu hadis kepada Sufyan ibn Uwainah.3
Pada usia 20 tahun Imam Syafi’i pergi ke Madinah dan belajar kepada Imam
Malik. Kemudian tahun 195 H., beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada Muhammad
ibn al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun. Setelah itu beliau
kembali ke Mekkah dan kembali lagi ke Baghdad dan menetap disana selama beberapa
bulan. Kemudian pada tahun itu juga ia pergi ke Mesir dan menetap disana sampai wafat
pada tanggal 29 Rajab tahun 204 H.
Oleh Sebab itu, pada diri Imam Syafi’i terhimpun pengetahuan fiqh ashab al-
Hadis (Imam Malik) dan fiqh ashab al-ra’y (Abu Hanifah). 4

1
Abdul Aziz Dahlan, et. Al. Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Haove, 1996), hlm. 1680.
2
Munawwar Chalil. Biografi Empat Serangkai Madzhab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 134.
3
Drs. Abdul Karim, Pola Pemikiran Imam Syafi’i Dalam Menetapkan Hukum Islam, Jurnal Adabiyah, Vol. XIII. No. 2.
(2013). hlm. 188.
4
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 2003), hlm. 123
2. Murid-murid Imam Syafi’i, Karya dan Perkembangan Mazhabnya
Fatwa-fatwa Imam Syafi’i yang disampaikannya ketika beliau Berada di Baghdad
dikenal dengan qaul al-qadim dan menjadi Sejarah terbentuknya mazhab Syafi’i. Dan di
antara murid-muridnya yang berperan besar dalam mengumpulkan dan meriwayatkan
qaul qadimnya adalah :
1. Ahmad ibn Hanbal, pendiri mazhab Hanbali (w. 240 H)
2. Hasan ibn Ibrahim ibn Muhammad al-Sahab al-Za’farani (w. 260 H)
3. Abu Tsur al-Kalabi (w. 240 H)
4. Husein ibn Ali al-Karabi (w. 240 H)
5. Abdullah ibn Zuber al-Humaidi (w. 219 H)
Sedangkan murid-murid yang banyak menukil quad jaded ketika Imam Syafi’i
tanggal di Mesir adalah :
1. Yusuf ibn Yahya al-Buwaity (w. 231 H)
2. Abu Ibrahim ibn Yahya al-Muzany (w. 264 H)
3. Al-Rabi’ ibn Sulaiman al-Muradi (w. 270 H)
Kitab yang pertama kali dibuat oleh Imam Syafi’i ialah al-Risalah yang disusun di
Mekkah atas permintaan Abdurrahman al-Mahdi. Selain al-Rasalah adalah qiyas, ibtal
ishtihsan, dan ikhtilaf al-Hadis. Di Mesir, beliau mengarang kitab-kitab yaitu al-Umm,
al-‘Amali, dan al-Imlak.5
Setelah mazhab fiqhnya mencapai kematangan kitab al-Umm diringkas oleh
murid Imam Syafi’i yang bernama Abu Ibrahim ibn Yahya al-Muzany dan Yusuf ibn
Yahya al-Buwaity yang dikenal dengan Judul al-Mukhtasar al-Muzany dan al-Mukhtasar
al-Buwaity. Di samping itu, kitab-kitab standar yang dikarang ulama pengikutnya yang
beredar di Dunia Islam sampai sekarang ialah :
1. Kitab al-Muhazzab oleh Abu Ishak Ibrahim al-Syirazi
2. Kitab Majmu’ Syarh al-Muhazzab oleh Imam al-Nawawi
3. Kitab Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj oleh Ibn Hajar al-Haitami
4. Kitab Mugni al-Minhaj oleh Imam Khatib al-Syarbaini
5. Kitab al-Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Mihaj Syams al-Din Muhammad
ibn Ahmad al-Ramli

5
Huzaemah Tahido Yanggo, Op. Cit. Hlm. 130.
6. Kitab Syarh al-Mahalli ‘ala Manhaj oleh Jalal al-Din Muhammad ibn
Ahmad Mahalli.
Dalam sejarahnya, mazhab Syafi’i megalami perkembangan yang sangat pesat.
Hal ini tidak terlepas dari jasa murid-muridnya yang merupakan ulama yang sangat
berpengaruh di negeri mereka. Dan karena pemikiran Islam yang sangat fantastis
sehingga banyak dianut oleh ahli-ahli, baik ahli hadis, ahli ra’y, ahli politik, dan filsafat.
Kemudian pemikiran beliau mereka kembangkan di negeri mereka.
Mazhab Syafi’i juga sampai ke seluruh pelosok negara-negara Islam di Barat
maupun di Timur, termasuk Indonesia.6 Hal ini disebabkan karena banyak kaum
muslimin yang pergi ke Timur Tengah dan belajar ilmu agama kepada ulama-ulama
mazhab syafi’i setelah kembali, mereka menyebarkan lagi di negeri mereka. 7
3. Pemikiran Hukum Islam Imam Syafi’i
Imam Syafi’i pada usia 20 tahun pergi ke Madinah dan belajar kepada Imam
Malik. Lalu tahun 195 H beliau pergi ke Bagdad dan belajar kepada Muhammad ibn al-
Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanif) selama 2 tahun. Setelah itu beliau kembali ke
makkah dan kembali ke Bagdad dan menetap disana selama beberapa bulan. Selanjutnya
melakukan perjalanannya lagi ke Mesir dan menetap disana sampai wafat pada 29 Rajab
tahun 204 H. Maka dari itu didalam diri Imam syafi’i terhimpun pengetahuan-
pengetahuan fiqih asbab al-hadist (imam Malik) dan fiqih asbab al-ra’yu (Abu
Hanifah).8
Cara ijtihad (istinbath) imam syafi’i seperti imam-imam madzhab yang lainnya,
namun al-syafi’i disini menentukan thuruq al-istinbath al-ahkm tersendiri. Adapun
langkah-langkan ijtihadnya adalah ashal yaitu al Qur’an dan sunnah. Apabila tidak ada
didalamnya maka beliau melakukan qiyas terhadap keduanya. Apabila hadits telah
mustahil dan sanadnya shahih, berarti ia termasuk berkuaitas. Makna hadist yang
diutamakan adalah makna zhahir, ia menoak hadist munqathi’ kecuali yang diriwayatkan
oleh Ibn al-Musayyab pokok (al-ashl) tidak boleh dianalogikan kepada pokok, bagi

6
Marx. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 206.
7
Drs. Abdul Karim, Op. Cit. Hlm. 191-192.
8
Abdul Karim, Manhaj Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Kitab Musnadnya. Jurnal Riwayah Vol. 1, No. 2,
September (2015): hlm. 188-189.
pokok tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana (lima wa kaifa), hanya
dipertanyakan kepada cabang (furu’).9
Imam Syafi’i mengatakan dalam Muhammad Kamil Musa10 bahwa; ilmu itu
bertingkat-tingkat. Tingkat pertama adalah Al-Qur’an dan sunnah, kedua adalah ijma’
terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah, ketiga adalah qaul
sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya, keempat adalah perdapat sahabat Nabi
SAW yang antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda (ikhtilaf) dan kelima adalah
qiyas. Dengan demikian, dalil hukum yang digunakan oleh Imam Syari’i adalah Al-
Qur’an, sunnah, dan ijma’. Sedangkan teknis ijtihad yang digunakan adalah qiyas dan
takhyir apabila menghadapi ikhtilaf pendahuluannya.
Ikhtilaf antara madzhab ahl al-ra’yu dan madzhab ahl al-hadits sebenarnya telah
berakhir pada masa imam syafi’i karena beliau telah menggabungkan dua metodologi
dalam mengistimbatkan hukum Islam. Sebagaimana telah diketahui bahwa imam syafi’i
telah memiliki dua qaul, yaitu qaul qadim dan qaul jadid. Pemetaan istilah tersebut
dengan melihat dimana tempat beliau memutuskan hukum. Pendapat imam syafi’i yang
difatwakan dan ditulis di Irak (195-199 H) dikenal dengan qaul qadim. Sedangkan ia
bermukim di Mesir (199-204 H), dikenal dengan qaul jadid.11
Kebanyak pendapat imam syafi’i sewaktu menetap di Irak banyak dituliskan
dalam al-Risalah al-Qadim. Sedangkan qaul jadid yang dirumuskan imam syafi’i setelah
beliau berdomisili di Mesir diabadikan dalam beberapa kitab, yaitu: al-Risalah al-Jadidah,
al-Umm, al-Amali, al-Imla’ dan lain-lain. Itulah pendapat imam syafi’i tentang qaul
qadim dan qaul jadid yang sering dijadikan alasan oleh pembaharu untuk memodifikasi
fiqih islam. Selain itu juga ada pendapat-pendapat imam syafi’i yang dicantumkan dalam
kitab yang sering dikenal dengan kitab al-‘Umm, didalam kitab ini menjelaskan
pendapat-pendapat imam Syafi’i tentang hukum-hukum Islam.

9
Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-ikhtilaf fi al-islam, (Washington: The International Institute of Islamic
Thouht, 1987), hlm. 95.
10
Muhammad Kamil Musa, al-Madkhal Ila Al-Tasyri’ Al-Islami, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1989), hlm. 154.
11
Ainol Yakin, Evolusi Ijtihad Imam Syafi’i: Dari Qawl Qadim Ke Qawl Jadid, Jurnal Al-Ahkam Volume 26,
Nomor 2, Oktober (2016): hlm. 146-147.

Anda mungkin juga menyukai