Anda di halaman 1dari 7

Sejarah mazhab

1) Pengertian Mazhab
Kata Mazhab dalam bahasa Arab adalah ‫ مذھ ب‬, berasal dari kata sifat (masdar)
dari Fi’il madhy ‫ ذھب‬, yang artinya menurut bahasa berarti berjalan atau pergi ( ‫) سا ر‬
dan bisa juga berarti pendapat ( (‫)الرأي‬.

Mazhab menurut istilah ulama Fikih yaitu


 Menurut Muslim Ibrahim
Mazhab adalah paham atau aliran Fikiran yang merupakan hasil ijtihad seorang
mujtahid tentang hukum dalam islam yang digali dari ayat Al-Qur’an atau
Alhadis yang dapat di ijtihadkan.
 Menurut Abdur Rahman
Mazhab adalah pendapat, paham atau aliran seseorang alim besar dalam islam
yang digelari Imam seperti empat Imam besar: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali yang di sebarkan oleh murid para imam ke berbagai Negara.
 Menurut Wahbah Az-zuhailiy
Mazhab adalah segala hukum yang mengandung berbagai masalah baik di lihat
dari aspek metode yang mengantarkan pada kehidupan secara keseluruhan
maupun aspek hukumnya sebagai pedoman hidup.
 Menurut Huzaemah Tahido Yanggo
Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid
dalam memecahkan masalah atau mengistimbathkan hukum islam.

Berdasarkan uraian diatas “Mazhab” dapat dipahami sebagai jalan fikiran atau
das ar yang digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau
mengistimbathkan hukum islam berdasarkan kepada al-quran dan al-hadis.
2) Lahirnya Mazhab

Bila diruntut he belahang, mahzab fiqih itu sudah ada sejah zaman sahabat. Misalnya
mazhab Aisyah ra, mazhab Ibn Mas'ud ra, mazhab Ibn Umar. Masing- masing memilihi
haidah tersendiri dalam memahami nash Al-Qur'an Al-Karim dan sunnah, sehinga terhadang
pendapat Ibn Umar tidah selalu sejalan dengan pendapat Ibn Mas'ud atau Ibn Abbas. Tapi
semua itu tetap tidah bisa disalahhan harena masing-masing sudah melahuhan ijtihad.
Di masa tabi'in, hita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh orang yaitu;
Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn Muhammad, Kharijah ibn Zaid, Ibn
Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuh juga Nafi' maula Abdullah ibn
Umar. Di hota Kufah hita mengenal ada Al-Qamah ibn Mas'ud, Ibrahim An-Nahha'i guru al-
Imam Abu Hanifah. Sedanghan di hota Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri. Dari halangan
tabiin ada ahli fiqh yang juga cuhup terhenal; Ihrimah Maula Ibn Abbas dan Atha' ibn Abu
Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin, Al-Aswad ibn Yazid, Masruq ibn al-
A'raj, Alqamah an Nahha'i, Sya'by, Syuraih, Said ibn Jubair, Mahhul ad Dimasyqy, Abu
Idris al-Khaulani.
Di awal abad II hingga pertengahan abad IV hijriyah yang merupahan fase keemasan
bagi itjihad fiqh, yaitu dalam rentang wahtu 250 tahun di bawah Khilafah Abbasiyah yang
berhuasa sejah tahun 132 H.9 Pada masa ini, muncul 13 mujtahid yang madzhabnya
dibuhuhan dan diihuti pendapatna. Mereha adalah Sufyan ibn Uyainah (w.198H) dari
Mehah, Malih ibn Anas (w.179H) di Madinah, Hasan Al- Basri (w.110H) di Basrah, Abu
Hanifah(w.150H) dan Sufyan Ats Tsaury (w.160H) di Kufah, Al-Auza'i (157 H) di Syam,
asy-Syafi'i(w.204H), Laits ibn Sa'ad(w.175H) di Mesir, Ishaq ibn Rahawaih (w.238H) di
Naisabur, Abu Tsaur(w.240H), Ahmad ibn Hanbal(w.241H), Daud Adz Dzhahiri (w.270H)
dan Ibn Jarir At Thabary (w. 310 H), heempatnya di Baghdad

Faktor-faktor Terjadinya Perbedaan Madzhab


Menurut Abu Ameenah Bilal Philips, alasan utama adanya perbedaan dalam ketetapan
hukum di kalangan imam mazhab meliputi: (1).interpretasi makna katal dan susunan
gramatikal:(2). Riwayat hadith, (keberadaannya, kesahihannya, syarat- syarat penerimaan,
dan interpretasi atas teks hadith yang berbeda); (3), Diakuinya penggunaan prinsip-prinsip
tertentu (ijma", tradisi, istihsan, dan pendapat sahabat); dan (4). Metode-metode qiyas.
Sedang menurut Abdul Wahab Khallaf, perbedaan penetapan hukum tersebut berpangkal
pada tiga persoalan; (1). Perbedaan mengenai penetapan sebagian sumber-sumber hukum
(sikap dan cara berpegang pada sunah, standar periwayatan, fatwa sahabat, dan qiyas); (2).
Perbedaan mengenai pertentangan penetapan hukum dari tasyri (penggunaan hadith dan
ra'yu) dan; (3). Perbedaan mengenai prinsip-prinsip bahasa dalam memahami nash-nash
syari'at (ushlub.bahasa), Adapun Muhammad Zuhri, membagi dalam tiga hal penyebab
terjadinya ikhtilaf mazhab; (1), Berkaitan dengan sumber hukum; (2). Berkaitan dengan
metode ijtihad (teori tahsin wa taqbih, tema kebahasaan) dan; (3). Adat Istiadat.

Empat Serangkai Mazhab Besar


Meski ada banyak mazhab dalam hukum Islam, namun disini hanya akan dipaparkan empat
mazhab saja, sebagai mazhab yang paling besar:
1. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah dan menjadi salah satu
mazhab fiqih dalam Islam Sunni. Kufah, kota kelahiran Abu hanifah, merupakan kota
besar tempat tumbuh berbagai ilmu dan budaya. Kota ini menjadi tempat tumbuh
berbagai ilmu dan budaya. Kota ini menjadi tempat pertemuan antara budaya Arab
dengan budaya non-Arab sehingga lebih majemuk. Disana, diajarkan falsafah Yunani,
hikmah Persia, dan sebelum Islam datang, beberapa mazhab dalam agama Nasrani
tumbuh dan berkembang memperdebatkan masalah-masalah politik, dasar-dasar
akidah, dan lain sebagainya.
Nama asli Abu Hanifah ialah An-Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha. Dalam
Riwayat yang lain, disebut An-Nu’man bin Tsabit bin al- Marzaban. Imam Abu
Hanifah lahir di kufah, salah satu kota besar di Irak, pada tahun 80 H/659 M, tepatnya
pada masa kekuasaan khalifah keempat Bani Umaiyah, Abdul Malik bin Marwan.
Abu Hanifah memiliki metodologi yang terkonsep secara struktural. Ia pertama-tama
mendasari pemikiran mazhabnya pada al-Quran. Jika ia tidak menemukan dasar
hukum di Al-Quran, makai a mencarinya di hadist. Jika masih tidak ditemukan dalam
hadist, ia akan mencarinya dari pendapat para sahabat Rasulullah Saw. Selain itu, Abu
Hanifah juga mendasari fiqih dengan Qiyas, tetapi terkadang pula ia tidak
mengqiyaskannya karena suatu sebab, kecuali sangat mendesak. Abu Hanifah juga
mendasari fiqih dengan kaidah-kaidah umum yang disebut istihsan. Bahkan, ia juga
banyak menggunakan qiyas dan istishan dari imam-imam yang lain. Jadi, secara
sederhana, dasar-dasar metodologi fiqih Abu Hanifah dalam menetapkan suatu hukum
fiqih bisa dilihat dari urutan berikut: al-Quran, hadist, atsar, ijma, qiyas, dn istihsan.
Pemikiran hukum Imam Abu Hanifah pada umumnya dapat dikenali dalam
lima hal. Pertama, mempermudah dalam urusan ibadah dan muamalah. Kedua,
berpihak pada yang fakir dan lemah. Ketiga, Pembenaran atas Tindakan manusia
sesuai dengan banyaknya kadar kemampuannya. Keempat, menjaga kehormatan
manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Kelima, kendali pemerintah di tangan
seorang imam (penguasa). Mazhab Hanafi terus berkembang dengan peran akif para
generasi selanjutnya. Dalam hal ini, Al-Karchi memegang kendali Mazhab Hanafi di
Irak, sementara perkembangan Mazhab Hanafi di Mesir dilakukan oleh Ismail bin
Yasa’al-Kufi Ketika menjadi hakim di negeri itu( sekitar tahun 164 H). Ia merupakan
hakim pertama Mesir yang bermazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sempat berkembang di
Mesir selama dua periode Dinasti Abbasiyah. Namun, perkembangan Mazhab Hanafi
mengalami penurunan Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Fatimiyah. Pada saat itu,
mesir didominasi oleh Mazhab Maliki.
Akan tetapi, setelah Dinasti Ayyubiyah berdiri di Mesir dan para rajanya
menganut Mazhab Syafi’I maka perkembangan Mazhab Syafi’I lah yang kemudian
berkembang pesat. Pada saat itu, hakim yang bermazhab Hanafi ialah Nuruddin asy-
Syahid dan dialah yang mengembangkan Mazhab Hnafi ke negara Syam. Akan tetapi,
setelah Dinasti Umaiyah memerintah Mesir, jabatan hakim dikuasai Kembali oleh
penganut Mazhab Hanafi. Mazhab ini menjadi mazhab para pejabat negara dan elite
penguasa. Mazhab Hanafi tersebar di kota-kota, tetapi tidak tersebar di perkampungan
dan pegunungan. Mazhab Hanafi terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka
menyambut ide-ide modern. Mazhab ini diamalkan oleh terutama kalangan orang-
orang Islam di Sunni di Mesir, Turki, Tiongkok, anak-benua India, dan Sebagian
Afrika Barat. Mazhab Hnafi juga sempat berkembang di Maroko, tetapi kemudian
mulai tergeser oleh mazhab Maliki.
2. Mazhab Maliki
Mazhab ini dibangun oleh Imam Malik bin Anas. Nama lengkapnya adalah
Malik bin Anas bin Abi Amar al-Ashabi al- Yamani. Keluarga Imam Malik berasal
dari kampung Dzu Asbah, sebuah suku di sekitar kota Himyar, di negeri Yaman. Abu
Amir, kakek Imam Malik, pindah ke kota Madinah. Beliau hafal al-Quran di usia
yang sangat muda. Selanjutnya, Imam Malik belajar menghafalkan Hadis dan ilmu-
ilmu keislaman lainnya pada ulama-ulama terkemuka saat itu.
Peran Imam Maliki dalam pengembangan ilmu fiqh sangat penting, terutama
dalam konteks implementasi hadits dalam kerangka ilmu fiqh. Kemampuan dan
penguasaannya atas hadits memang diakui oleh para guru, para sahabat, dan orang-
orang setelahnya. Mereka sepakat bahwa ia merupakan salah seorang tokoh penting
dalam bidang hadits dan ia tepercaya dengan kebenaran riwayatnya. Imam Bukhari
berkata, "Sanad- sanad terbaik ialah Malik, dari Nafi, dari Ibnu Umar. Kemudian
Malik dari Az-Zuhri dari Salim, dari bapaknya. Kemudian Malik dari Abu az-Zinad
dari Al-A'raj dari Abi Hurairah”.
Tak ada yang bisa menyangkal bahwa ijtihad hukum Imam Malik memberi
banyak manfaat bagi umat Islam. Itulah sebabnya Mazhab Maliki, yakni mazhab fiqh
yang dinisbatkan kepada Imam Malik bin Anas, menjadi salah satu dari empat
mazhab fiqh yang diikuti oleh mayoritas umat Islam berhaluan Sunni. Mazhab Maliki
pada mulanya dianut oleh orang-orang di Kota Madinah, tempat kediaman Imam
Malik. Mazhab ini kemudian menyebar ke Negeri Hijaz sampai ke Mesir dan
Andalusia. Mazhab ini terus berkembang hingga ke Maroko, Algeria, Tunisia, Tripoli,
dan Libia. Selain itu, Mazhab ini juga tersebar di Irak, Palestina, dan lain sebagainya.
Sebagian kecil Mazhab Maliki juga ada di sekitar Jazirah Arab. Sampai sekarang,
penganut Mazhab Maliki tersebar di banyak negara, antara lain Mesir, Sudan, Kuwait,
Bahrain, Maroko, dan Afrika.
Seperti halnya mazhab lainnya, Mazhab Maliki berpedoman pada sumber
hukum yang jelas, yakni sebagai berikut:
1. Al-Quran
2. As-sunnah
3. Amal ahli Madinah (praktik masyarakat Madinah)
4. Fatwa sahabat
5. Qiyas, al-mashlahah al-mursalah, dan istihsan
6. Al-Urf (adat istiadat)

3. Mazhab Syafi’i
Imam Syafi'i lahir di wilayah Gazza, Palestina, pada tahun 150 H/767 M-tahun
yang sama dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Nama lengkapnya ialah Muhammad
bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi' bin as-Saaib bin Ubaid bin Abdi Yazid
bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf al-Muththalibi al-Qurasyi. Meskipun
memiliki kunyah Abu Abdillah, tetapi ia lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi'i.
Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang lebih dikenal dengan nama kunyah-nya
daripada nama aslinya, yakni An-Nu'man bin Tsabit.
Imam Syafi'i sebenarnya tidak pernah berpikir untuk membuat sebuah
mazhab, hukum, atau pendapat-pendapat pribadi khusus yang terpisah dari pendapat
Imam Maliki. Gagasan untuk membuat mazhab fiqh sendiri baru muncul setelah ia
meninggalkan Kota Baghdad pada kunjungannya yang pertama, yaitu pada tahun 184
H. Sebelum itu, ia dianggap sebagai pengikut Imam Maliki. Meskipun demikian,
sejarah mencatat bahwa kemunculan Mazhab Syafi'i melalui proses yang panjang.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Mazhab Syafi'i ini dibagi menjadi empat
periode, yaitu periode persiapan, periode pertumbuhan yang ditandai dengan lahirnya
mazhab qadim, periode kematangan dan kesempurnaan pada mazhab jadid, dan
periode pengembangan dan pengayaan.

1. Fase Persiapan

Persiapan bagi lahirnya Mazhab Syafi'i berlangsung sejak wafatnya Imam Malik
tahun 179 H, tepatnya ketika Imam Syafi'i berangkat ke Yaman untuk bekerja. Selama
di Yaman, Imam Syafi'i bertemu dengan beberapa tokoh terkemuka, salah satunya
ialah tokoh utama Mazhab Hanafi yang terkenal sebagai fikhur ra'yi, yaitu
Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani.70 Selanjutnya, Imam Syafi'i
mengomparasikan berbagai pendapat tokoh dari Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki
untuk mendapatkan sisi positif dan kelebihan berbagai metode ijtihad masing-masing.
Kaidah-kaidah terbaik dari keduanya kemudian diolah dan dirumuskan kembali dalam
suatu tatanan baru yang kemudian diletakkan sebagai dasar Mazhab Syafi'i.

2. Fase Pertumbuhan

Periode pertumbuhan Mazhab Syafi'i ditandai dengan kedatangan Imam


Syafi'i ke Baghdad untuk memperkenalkan konsep fiqhnya secara utuh, lengkap
dengan kaidah- kaidah umum, dan pokok-pokok pikiran yang siap untuk
dikembangkan. Upaya untuk memperkenalkan konsep fiqhnya dilakukan dengan cara
menggelar majelis pengajian. Banyak ulama dengan latar belakang dan keahlian yang
berbeda (ahli fiqh, hadits, bahasa, dan sastra) hadir dalam majelis tersebut, dan
mayoritas mereka merasa puas dengan pernyataan Imam Syafi'i. Dari sini, tampaklah
bahwa tingkat keilmuan Imam Syafi'i berada di atas mereka. Dengan demikian,
namanya kian harum dan tersohor ke seluruh penjuru Baghdad. Pada akhirnya,
Mazhab Syafi'i dapat diterima dan tersebar luas di tengah-tengah masyarakat
Baghdad.
Pendapat dan fatwa-fatwa fiqh yang dikemukakan Imam Syafi'i pada periode
ini dikenal dengan sebutan qaul qadim. Selama kurang lebih dua tahun berada di
Baghdad, ia berhasil menyusun dan mendiktekan kitab Ar-Risalah dalam bidang ushul
fiqh dan Al-Hujjah dalam bidang fiqh. Kitab Al-Hujjah inilah yang menjadi rujukan
bagi qaul qadim Imam Syafi'i yang selanjutnya diriwayatkan oleh beberapa murid
yang belajar kepadanya di Baghdad.

3. Fase Kematangan

Setelah berhasil memperkenalkan Mazhab Syafi'i di Baghdad, Imam Syafi'i


kemudian pindah ke Mesir. Terdapat banyak pendapat yang berbeda-beda terkait
alasan perpindahan Imam Syafi'i ke Mesir. Namun, pendapat yang paling logis ialah
pendapat Abdul Halim al-Jundi bahwa alasannya ialah karena Imam Syafi'i
mendengar kabar di Mesir terdapat dua kelompok yang pro-kontra, yaitu antara
kelompok Mazhab Hanafi dan kelompok Mazhab Maliki. Ketika itu, Imam Syafi'i
berkata, "Saya berharap akan datang ke Mesir dan membawakan sesuatu yang akan
membuat mereka tertarik sehingga tidak mempersoalkan kedua mazhab itu lagi."
Selama di Mesir, Imam Syafi'i disibukkan dengan kegiatan- kegiatan yang
bersifat produktif dan inovatif di bidang fiqh. Alhasil, hujjah serta kepribadian Imam
Syafi'i sebagai seorang imam semakin diakui khalayak. Di sini pula, ia pada akhirnya
merumuskan qaul jadid. Lahirnya qaul qadim dan qaul jadid dalam Mazhab Syafi'i
menegaskan bahwa pemikiran hukum Imam Syafi'i tidak akan lahir dari ruang hampa.
Ia muncul sebagai refleksi dari setting social yang melingkupinya. Imam Syafi'i
menyerap pelbagai karakteristik (aliran) fiqh yang berbeda-beda dari pelbagai
kawasan, seperti Makkah, Yaman, Irak, dan Mesir. Hal ini pada akhirnya
memengaruhi alur pemikiran dan penerapan produk hukum yang dihasilkan. Meski
demikian, qaul qadim dan qaul jadid bukanlah mansukh wa nasikh, melainkan bentuk
intiqad atau sekadar pengayaan sehingga saling menguatkan sehingga memunculkan
fatwa yang lebih maslahah sesuai situasi dan kondisi yang melingkupi.

4. Fase Kesempurnaan

Periode ini berlangsung sejak wafatnya Imam Syafi'i sampai dengan abad ketujuh.
Murid-murid Imam Syafi'i yang telah mencapai derajat mujtahid terus melakukan
istinbath hukum untuk menghadapi masalah-masalah yang timbul pada masa mereka.
Mereka juga melakukan peninjauan kembali terhadap fatwa-fatwa Imam Syafi'i.
Dalil-dalil yang mendukung setiap fatwa mereka diperiksa kembali untuk menguatkan
suatu hukum. Dalam setiap hal, Imam Syafi'i selalu memberikan dua atau lebih fatwa
yang berbeda, kemudian mereka melakukan tarjih setelah menelusuri dalilnya
masing-masing untuk mendapatkan pilihan terkuat.

Para murid Imam Syafi'i inilah yang kemudian memainkan peran penting
dalam membela, melengkapi, dan menyebarkan Mazhab Syafi'i. Selain ramai dengan
kegiatan istinbath, kajian dan diskusi di antara mereka maupun diskusi dengan ulama
dari mazhab lain, para ulama Syafi'iyah pada periode ini juga banyak menghasilkan
karya tulis. Hampir setiap ulama terkemuka menuangkan ilmunya dalam berbagai
tulisan, berupa kitab, risalah, ta'liq, matan, mukhtashar, ataupun syarh, sesuai dengan
metode penulisan yang berkembang pada masanya. Dengan demikian, semakin lama
semakin kayalah mazhab tersebut dengan kitab-kitab rujukan.
4.Mazhab Hambali
Mazhab Hambali. Mazhab ini didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad bin Idris bin abdulloh bin Hasan asy-Syaibani al Mawarzi al-Baghdadi, yang
lazim dikenal dengan nama Imam Hambali. Sejak kecil beliau dikenal sebagai sosok yang
nulia dan berpikiran cerdas. Ini yang kemudian beliau optimalkan dalam menimba ilmu
terutama ilmu hadis. Karena yang terakhir ini Imam Ahmad terkenal sebagai Imam ahl as-
sunnah. Ciri khas mazhabnya adalah proporsi dari penggunaan dalil naqli yang lebih besar
ketimbang dalil aqli. Baginya, dalam istimbat hukum, sebisa mungkin harus menggunakan
landasan dalil naqli, meski itu berstatus dho'if. Keyakinan ini ditunjukkan oleh imam Ahmad
dengan pilihannya terhadap hadis mursal dan dhoif ketimbang qiyas.Urutan dalil dalam
istimbat hukum imam Ahmad adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur'an
b. Sunnah shohih
c. Fatwa Sahabat yang disepakati
d. Hadis mursal dan dho'if
e. Qiyas.
Pengaruh mazhab terhadap peradaban dunia
Mazhab memiliki peran yang signifikan dalam pengaruh peradaban dunia terutama
bagi wilayah civilisasi islam.Pengaruh mazhab terhadap peradaba dunia, yaitu
1. Pemahaman keadilan social
Mazhab memperkuat nilai-nilai keadilan social dan perlindungan hak-hak buruh.
Misalnya islam memerintahkan untuk menghargai hak-hak buruh dan menentukan
harga yang tepat untuk jasa mereka. Hal ini telah mempengaruhi pembentukan
system kehakiman dan ekonomi diberbagai negara.
2. Pengaruh system pendidikan
Pengaruh mazhab telah membentuk system pendidikan yang berdaya saing
diberbagai negara. Islam memperkuat nilai-nilai pembelajaran dan pegetahuan
sehingga menjadi individu yang bertanggungjawab terhadap masyarakat. Di
Indonesia, ada sejumlah madrasah yang mengajarkan syariat islam dalam
pendidikannnya.
3. Peran perempuan dalam masyarakat
Mazhab memiliki dampak besar terhadap peran perempuan di masyarakat. Islam
menentukan hhak-hak dan tanggung jawab perempuan dalam masayarakat,
termasuk pengaruh dalam politik dan social. Hal ini mempengaruhi peran dan
status perempuan di berbagai negara yang dikenal sebagai civisasi islam.

Anda mungkin juga menyukai