Anda di halaman 1dari 12

Telaah Meneladani Empat Imam Mazhab

Setelah generasi sahabat dan tabiin berlalu, Allah SWT tidak membiarkan umat ini kosong dari
para ulama. Sanad ilmu terus berlangsung. Pembahasan tentang hukum Islam dalam berbagai
permasalahan pun terus berkembang. Munculah kemudian para ulama yang di antaranya
merupakan imam mazhab yang empat, yakni Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), Imam Malik
(Mazhab  Maliki), Imam Asy-Syafi'i (Mazhab Syafi'i), dan Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab
Hanbali). Bisa dibilang, kepada mereka berempatlah pada kemudian hari pembahasan hukum-
hukum Islam merujuk.
Tiap-tiap imam memiliki kelebihan, kecenderungan, dan karakteristik tersendiri dalam
pemikiran dan fatwa-fatwanya. Imam Abu Hanifah dikenal sangat cerdas, sangat logis, dan jago
berdebat. Imam Malik dikenal sebagai pakar hadis dan cenderung kepada praktik yang masyhur
di Madinah. Imam Asy-Syafi'i dikenal sebagai seorang yang piawai dalam menggabungkan
antara akal dan dalil, menguasai ilmu Malik dan Abu Hanifah (melalui muridnya, Muhammad
bin Al-Hasan Asy-Syaibani). Adapun Imam Ahmad, beliau ahli hadis, sangat teguh memegang
prinsip, pembela sunah, dan seseorang yang sangat zuhud hidupnya.
Di Indonesia, umumnya masyarakat Muslim mengikuti Mazhab Syafi'i. Namun, ada pula
sebagian kecil masyarakat Muslim Indonesia yang mengikuti mazhab yang lainnya. Mungkin ada
yang mengira para imam mazhab itu bersaing atau berselisih pendapat, yang satu merasa lebih
baik dari yang lainnya. Anggapan seperti itu sungguh keliru, justru sebaliknya, para imam
mazhab itu saling menghormati satu sama lain, saling belajar dan menjadi murid satu dengan
yang lain.
Buku ini menggambarkan keteladanan dan pelajaran yang bisa dipetik oleh kaum Muslimin dari
keempat imam mazhab tersebut. Penulis  menguraikannya dalam lima bab, dimulai dengan
ulasan mengenai kesamaan karakteristik keempat imam mazhab tersebut (bab pertama),
disusul dengan uraian tentang Imam Abu Hanifah (bab kedua), Imam Malik (bab ketiga), Imam
Asy-Syafi'i (bab keempat), dan Imam Ahmad bin Hanbal (bab kelima).
Penulis menegaskan, perjalanan hidup keempat imam mazhab tersebut merupakan madrasah
yang sarat dengan nilai pendidikan, etika, dan akhlak. Salah satu pesan utama buku ini adalah
kerendahan hati para imam mazhab tersebut dan pentingnya menjaga persatuan dan
persaudaraan umat Islam, apa pun mazhab yang mereka ikuti.
"Sebagian dari keempat ulama (imam mazhab) ini mengambil ilmu dari sebagian yang lainnya.
Baik secara langsung seperti Imam As-Syafi'i  dari Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Seperti Imam Ahmad bin Hanbal belajar ilmu dari Imam Syafi'i. Dengan demikian, Imam As-
Syafi'i adalah syekh sekaligus murid Imam Ahmad bin Hanbal. Atau secara tidak langsung
seperti Imam Ahmad mengambil riwayat dari Abu  Yusuf, Waki', dan Yazid bin Harun. Mereka
semua itu murid-murid Imam Abu Hanifah." (hlm 25).irwan kelana
Judul: Jejak Teladan Bersama Empat Imam Mazhab
Penulis: Syekh Salman Al-Audah
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
Cetakan: I, Agustus 2016
Tebal: 316 hlm
4 Imam Mazhab Terbesar dalam Islam

Mazhab adalah penggolongan suatu hukum atau aturan dalam melaksanakan ibadah dalam agama
Islam.

Kata mazhab sendiri berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna jalan yang dilalui atau dilewati.
Sedangkan menurut para ulama dan ahli agama Islam, mazhab adalah metode yang dibentuk
melalui proses pemikiran dan penelitian, yang kemudian dijalankan hingga dijadikan pedoman yang
ada batasnya.

Di dalam Islam, terdapat empat mazhab terbesar yang banyak dianut oleh umat Muslim di seluruh
dunia. Empat mazhab tersebut digagas oleh empat ulama besar yang berpengaruh pada masanya.
Berikut adalah empat imam mazhab terbesar dalam Islam.

Imam Hanafi

Imam Hanafi lahir di Kufah, Irak, pada tahun 699 dengan nama lengkap Abu Hanifah bin Nu'man bin
Tsabit Al-Taimi Al-Kufi. Ia adalah ulama ahli fikih yang dikenal sebagai pendiri Mazhab Hanafi.

Mazhab ini berkembang di kalangan umat Muslim Sunni di Afghanistan, Irak, Persia, Mesir, Turki,
China, Rusia, dan sebagian Afrika Barat. Selama menjadi ulama, Imam Hanafi menyelesaikan
sebanyak 600.0000 perkara tentang fikih. Berkat wawasannya yang luas, ia selalu dijadikan rujukan
oleh para ulama pada masa itu.

Imam Hanafi kemudian mendirikan Mazhab Hanafi, yang merupakan salah satu mazhab fikih dalam
Islam Sunni. Ia cukup dikenal atas penggunaan rasionalitas (ra'yi) dalam metode pengambilan
fatwanya. Dasar-dasar metodologi yang digunakannya dalam membuat suatu hukum fikih adalah Al
Quran, Sunnah, pendapat para Sahabat Nabi, Ijmak, Qiyas, dan Istihsan.

Imam Malik

Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 711 dengan nama lengkap Abdullah Malik bin
Anas bin Malik bin ‘Amr bin al-Harrits. Ia dikenal sebagai sosok ulama yang cerdas dan pendiri
Mazhab Maliki, yang dianut oleh sebagian besar umat Muslim yang dominan tinggal di kawasan
Hijaz, bagian dari Arab Saudi, terutama di Madinah.

Mazhab ini juga tersebar hingga ke Afrika Utara dan Eropa. Banyak pemikiran Imam Malik yang
menggunakan pendekatan tradisi dari warga Madinah. Selain itu, ia juga dikenal sebagai penyusun
Kitab Al-Muwaththa (kitab hadis dan fikih) yang berisi 5.000 hadis sahih.

Imam Syafi'i

Mazhab Syafi'i didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i yang kemudian dikenal
dengan Imam Syafi'i. Sepanjang hidupnya, Imam Syafi'i pernah tinggal di beberapa kota, seperti
Bagdad, Madinah, dan Mesir.

Dalam menentukan hukum fikih, Imam Syafi'i melakukan pendekatannya melalui Al Quran, sunnah,
jimak, dan terkadang juga berpegang pada qiyas. Imam Syafi'i disebut sebagai orang pertama yang
membuat buku ilmu ushul fikih, dengan karyanya berjudul Ar-Risalah.

Imam Hambali

Imam Hambali atau yang bernama asli Ahmad bin Hanbal adalah ahli hadis yang mengembangkan
Mazhab Hambali. Semasa muda, ia berguru kepada Abu Yusuf, murid dari Imam Hanafi dan Imam
Syafi'i. Imam Hambali dikenal sebagai cendekiawan yang sangat berpengaruh, khususnya dalam
dunia Islam Sunni. Ia mengembangkan Mazhab Hambali, yang pinsip-prinsip dasarnya hampir sama
dengan Mazhab Syafi'i. Mazhab Hambali pertama kali berkembang di Bagdad, Irak. Namun, mazhab
ini tidak begitu berkembang luas, karena Imam Hambali begitu tegas dalam berpegang teguh pada
riwayat dan tidak mau berfatwa jika tidak berlandaskan Al Quran dan hadis marfuk. Kendati
demikian, mazhab ini pernah mendapatkan kedudukan istimewa di kalangan masyarakat Arab
Saudi. Di bidang hadis, Imam Hambali juga memiliki karya terkenal, yakni Kitab Al Musnad, yang
berisi kumpulan hadis-hadis Nabi Muhammad.  

Referensi: Adam, Panji. (2020). Hukum Islam: Sejarah, Perkembangan, dan Implementasinya di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Kisah Nyata Imam Mazhab 4 Bersama
Rasulullah saw
by Majalah umdah admin  Januari 25, 2021

1. Imam Abu Hanifah (Nu’man bin Tsabit)

Beliau lahir pada kurun sahabat pada tahun 80 H, beliau orang yang ‘abid (ahli ibadah),
Zahid (orang yang memelihara diri dari makruh dan syubhat) lagi a’rif billah (mengenal
Allah Swt). Dihikayahkan bahwa, Hafsin bin Abdurrahman bercerita: “Abu Hanifah
adalah seseorang yang mengidupkan malam dengan membaca al-Quran pada tiap-tiap
rakaat shalatnya selama 30 tahun." Dan telah berkata pula Sayyid bin Umar bahwa Abu
Hanifah melakukan shalat subuh dengan wudhu’ shalat isya selama 40 tahun,
diriwayatkan pula beliau sangat ketakutan ketika mendengar lantunan ayat :

‫إذا زلزلت األرض زلزالها‬


“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang amat berat” (Al-Zalzalah ayat 1)

Beliau senantiasa memegang janggutnya mulai malam sampai waktu fajar dengan
berkata :

‫نجزى بمثقال ذرة‬

“Kita sekalian akan dibalaskan apa yang kita lakukan walaupun seberat dzarrah”

Demikianlah Imam Abu Hanifah. Mudah-mudahan rahmat Allah swt tercurah


keapadanya. Beliau wafat pada bulan Rajab atau Sya’ban pada tahun 150 H.

Menggali Tulang-Tulang Nabi Saw

Abu Hanifah RA menceritakan, “Aku bermimpi seolah kubongkar makam Nabi Saw. Lalu
kukumpulkan tulang-tulangnya dan kudekap di dadaku. Mimpi itu membuat aku takut.
Segera setelah itu aku bertanya kepada Muhammad bin Sirrin. Ia menjawab, “Tidak
pantas manusia di zaman seperti ini mengalami mimpi seperti itu”.

Aku menyahut, “Tapi aku telah mengalaminya.”

Ibnu Sirrin mengatakan, “Jika mimpimu benar, maka kau harus menghidupkan sunnah
beliau!.

2. Imam Malik RA ( Malik bin Anaz )

‫ال تنقضي الساعة حتى تضرب أكباد اإلبل من كل ناحية إلى عالم المدينة يطلبون علمه‬

"Tidak lalulah waktu sehingga bergeraklah unta-unta yang paling lambat berjalan yang
ada pada tiap-tiap pelosok kepada seseorang yang alim di Madinah untuk menuntuntut
ilmu kepadanya."

Beliau adalah orang yang dimaksudkan dalam hadis nabi Muhammad saw di atas.

Beliau dilahirkan pada tahun 93 H tapi ada yang mengatakan juga tahun 90 H,
berdasrkan pendapat yang kuat beliau adalah termasuk ke dalam golongan tabi’ tabi’in,
tetapi ada juga yang berpendapat jika beliau termasuk golongan Tabi’in. Beliau berguru
kepada 700 guru, 300 dari guru tersebut adalah tabi’in. Salah satu kelebihan Imam Malik
adalah beliau bermimpi bertemu dengan rasulullah saw pada tiap-tiap malam ketika ia
tidur, beliau mengajar dan berfatwa selama 70 tahun. Imam Abu Hanifah ra pernah
ditanyakan tentang Imam Malik ra dan beliau menjawab :

‫ما رأيت أعلم بسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم منه‬
“tidak pernah aku lihat orang lebih mengerti tentang sunnah rasulullah saw daripada
Imam Malik”

kehidupan Imam Malik ra selaku pendiri dari mazhab Maliki wafat pada tahun 178 H
serta dikebumikan di perkuburan Baqi’ dan kubur beliau sebagaimana yang telah
masyhur.

Rasulullah saw Memberikan Misik kepada Malik bin Anas

Abu Abdillah Maula al-Laitsain menceritakan, “Aku mimpi melihat Rasulullah saw.
Sedang duduk di masjid dan dikerumuni banyak orang. Sementara Malik bin Anas
berdiri di depan beliau. Di hadapan Rasulullah terdapat misik, dan beliau mengambil
segenggam demi segenggam, lalu diberikan kepada Imam Malik. Imam Malik pun
membagikan kepada orang-orang yang hadir.

BACA JUGA

 Minimnya Saldo Kasih Dalam Rekening Hati


 Agar Waktu Tidak Membunuhmu
 Abu Hasan al-Asy’ari; Sang Pencetus Ahlussunnah wal Jama’ah

3. Imam Syafi’i RA (Muhammad bin Idris)

Beliau adalah orang yang nabi Muhammad saw maksudkan dalam Hadis:

‫ض ِع ْل ًما‬ َ ‫عَالِ ُم قُ َريْش يَ ْمُأَل طَبَا‬


ِ ْ‫ق ْاالَر‬

“Ada Seorang yang alim dari bangsa quraisy yang ilmunya memenuhi lapisan bumi”

Imam Syafii lahir di ghaza pada tahun 150 H ( pada malam wafatnya Abu Hanifah),
ketika umur 2 tahun beliau dan ibunya berhijrah ke Mekkah ketika umur 9 tahun beliau
sudah menghafal al-Quran dan menghafal kitab hadis al-Muwata’. Kemudian pada
ketika umur 12 tahun belajar kepada pada seorang mufti di Mekkah bernama Muslim
bin Khalid, beliau mengizinkan kepada Imam Syafii memfatwakan hukum ketika
berumur 15 tahun. Imam Syafi’i lahir dalam keadaan yatim dan hidup dalam keluarga
miskin .

Kemudian beliau datang ke Madinah berguru dan belajar kepada Imam Malik selama
beberapa waktu, pada tahun 195 Syafii datang ke kota Bagdad menetap selama 2
tahun. Beliau bertemu dengan banyak para ulama mazhab dan banyak pendapat Qadim
beliau yang lahir dari sana, setelah itu kembali lagi kota Mekkah, kemudian pada tahun
198 kembali lagi ke Bagdad dan menetap disana, dan pergi kedua kalinya ke Mesir
sampai wafat beliau disana pada hari Jumat bulan Rajab tahun 204 H.

Pergilah! Semoga Allah Memberkahimu

Dalam salah satu riwayat, Imam asy-Syafi’i ra. Pernah menceritakan: "Aku mimpi
bertemu Rasulullah Saw. Kemudian beliau bertanya kepadaku, 'Wahai bocah, siapakah
engkau?” Aku menjawab, “Aku adalah anak cucumu, wahai Rasulullah”'.

Kemudian Rasulullahs Saw. memerintahkan , “Mendekatlah kepadaku”. Aku pun


mendekat kepada beliau. Rasulullah mengambil air ludahnya yang penuh berkah seraya
mengatakan, “Bukalah mulutmu”. Aku segera membuka mulutku, kemudian beliau
alirkan air ludahnya di lidah, mulut, dan bibirku. Setelah itu, beliau memerintahkan,
“Pergilah, semoga Allah memberkahimu”.

4. Imam Ahmad bin Hambal

Beliau dilahirkan pada tahun 164 H, beliau adalah pearawi hadis yang sangat tsiqah
pada zamannya, pribadi yang zuhud, wara’ dan ahli ibadah. Anaknya, Abdullah berkata
“Bahwa ayahku membaca Al-Quran pada tiap-tiap malam 1/7 quran dan mengkhatamnya
dalam tujuh hari kemudian, beliau qiyamu lail hingga pagi serta shalat pada setiap
malamnya sebanyak 300 raka’at." Imam Syafii juga pernah berkata : “  Saat keluar dari
Baghdad, aku tidak menemui orang yang lebih Fakih, zuhud, wara’ dan alim, melebihi
Imam Ahmad”.

Beliau tidak pernah meninggalkan ibadah shalat malam semenjak masih anak-anak.

Mendapat Salam dari Rasulullah saw

Rasulullah saw bertemu dengan Imam asy-Syafi’i melalui mimpi dan beliau mengirim
salamnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal yang akan terkena fitnah dari penguasa
zalim terkait al-Qur’an al-Karim.

Kepada Rabi’, Imam asy-Syafi’i menitipkan suratnya agar disampaikan kepada


saudaranya sang penulis Musnad itu. Sesaat setelah membaca surat tersebut, Imam
Ahmad bin Hanbal pun tak kuasa menahan tangisnya.

“Terimalah suratku ini,” kata Imam asy-Syafi’i kepada Rabi’, “dan berikanlah kepada
saudaraku, Ahmad bin Hanbal.” Rabi’ pun bergegas. Menempuh perjalanan panjang nan
keras hingga sampai di Baghdad. Ketika tiba di kediaman Imam Ahmad, beliau sedang
mendirikan shalat Subuh. Rabi’ sang utusan pun ikut menjadi makmum Imam Ahmad di
pagi itu.

“Ini,” ungkap Rabi’ setelah menemui Imam Ahmad, “surat dari saudaramu, Imam asy-
Syafi’i.”

“Apakah kamu sudah membacanya?” tanya Imam Ahmad kepada sang utusan yang
telah menempuh perjalanan jauh Mesir-Baghdad.
“Belum,” jawab Rabi’ singkat.

“Tiba-tiba,” demikian kesaksian Rabi’, “dia (Imam Ahmad) berlinangan air mata setelah
membaca surat tersebut.”

“Wahai Abu ‘Abdullah,” tanya Rabi’, “bolehkah aku mengetahui isinya?”

Imam Ahmad pun menuturkan, Imam asy-Syafi’i mengisahkan mimpinya bertemu


dengan Rasulullah saw. Dalam mimpinya tersebut, Rasulullah saw bersabda agar Imam
asy-Syafi’i menulis surat untuk Imam Ahmad bin Hanbal.

“Sampaikan salamku,” kata Rasulullah saw dalam mimpinya ketika bertemu Imam asy-
Syafi’i, “kepada Abu ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal. Sampaikan kepadanya bahwa dia akan
difitnah dan disiksa terkait kemakhlukan al-Qur’an.”

“Jangan jawab mereka (fitnah itu),” pinta Rasulullah dalam mimpi tersebut, “niscaya Allah
Ta’ala akan mengangkat derajatmu hingga Hari Kiamat.” Wallahua’lam.

4 Kisah Persahabatan dari Ulama Mazhab

Miftahuzzakiyah

Pernah gak sih  kamu nemuin orang yang berdebat bahkan bertengkar atau adu mulut sebab beda cara
sholat atau mengamalkan mazhab? Tentungnyaya Mereka memiliki argumen yang berbeda sesuai
dengan mazhab yang dianut mereka masing-masing, lalu merasa bahwa mazhab yang dianut
sendiri lah  yang paling benar, hmm pernah nemuin?

Ternyata, Gaes. 4 imam mazhab dalam islam dahulu kala hidup bersahabat dan saling menghargai
perbedaan pendapat masing-masing loh. Nah, untuk membuktikannya berikut lima kisah yang
menunjukkan sekaligus membuktikan bahwa 4 imam mazhab hidup rukun dan saling menghargai:

Pertama, Imam Syafi’I (Mazhab Syafi’i) pernah berziarah ke makam Imam Hanifah (Mazhab Hanafi) dan
rela menginap di sana selama tujuh hari loh. Dalam ziarah tersebut, Imam Syafi’I menghatamkan al-
Qur’an, acap kali hatam, beliau hadiahkan doa kepada Imam Hanifah. Bahkan, saat salat subuh, Imam
Syafi’I tidak menggunakan Qunut kerna ingin menghormati pendapat Imam Hanifah yang salat subuh
tidak memakai Qunut. Walaupun, Imam Hanifah sudah meninggal dunia. Kisah ini diceritakan oleh
Syeikh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya yang berjudul al-Tibyan.

Kedua, sikap saling menghargai dari Imam Malik, yang merupakan guru dari Imam Syafi’i. Walaupun
keduanya berkedudukan sebagai guru dan murid, hal tersebut tidak menjadikan Imam Malik merasa
gengsi karena berbeda pendapat dengan muridnya, Imam Syafi’i. Saat Imam Malik berkunjung ke rumah
Imam Syafi’I, Imam Malik tidak menggunakan membaca do’a Qunut  saat salat subuh karena menghargai
pendapat muridnya.

Ketiga, suatu hari, menjelang wafatnya Imam Syafi’I, dua ulama muridnya bernama al-Buwaiti dan Ibnu
Abdil Hakam duduk di sekililing beliau. Ibnu Abdil Hakam berharap, nantinya ia dapat meneruskan
perjuangan Imam Syafi’I dalam berdakwah. Akan tetapi, Imam Syafi’I memilih al-Buwaiti. Mengapa?
Karena Imam Syafi’I menghargai mazhab Maliki yang dianut oleh ayah kandung Ibnu Abdil Hakam.
Keempat, para ulama mazhab sangat menghormati ilmu yang dimiliki oleh antar ulama mazhab. Suatu
ketika, Imam Malik diminta untuk mengomentari Imam Hanifah, Imam Malik menjawab “Saya telah
melihat laki-laki yang jika engkau memintanya untuk menjelaskan bahwa tiang kayu ini adalah emas,
maka ia akan memaparkan dengan pas alasan-alasannnya”.

Imam Malik memuji kecerdasan pemikiran Imam Hanifah, tidak menyalahkan ijtihad dari Imam Hanifah.
Di lain sisi, Imam Syafi’I juga pernah memuji pendapat Imam Hanifah dengan mengatakan “…sesiapa
saja yang ingin mahir dalam bidang fikih maka ia ditanggung oleh Abu Hanifah..”.

Bagaimana sekarang menurut kalian jika masih ada yang saling menghina karena berbeda mazhab?
Padahal Imam mazhab mengajarkan kita untuk saling menghargai perbedaan dengan memberikan
teladan kehidupan mereka dahulu.
Kisah Imam Syafi'i Saat
Bertamu ke Rumah Imam
Ahmad
Rusman SiregarRabu, 25 Desember 2019 - 05:45 WIB
loading...

Kisah Imam Syafi'i Saat Bertamu ke Rumah Imam Ahmad


Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi'i atau dikenal dengan Imam As-
Syafi'i (150-204 Hijriyah) adalah satu dari empat imam mazhab. Ulama kelahiran
Ghazzah (perbatasan Syam ke arah Mesir) ini punya kisah menarik ketika bertamu ke
rumah Imam Ahmad.

Semua ulama tidak meragukan kapasitas keilmuan Imam Syafi'i. Beliau merupakan
salah satu guru Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali.

Al-Habib Quraisy Baharun (murid ulama besar Yaman Al-Habib Umar bin Hafiz)


menceritakan kisah kunjungan Imam Syafi'i ke rumah Imam Ahmad. Kisah ini cukup
populer di kalangan penuntut ilmu.

Suatu hari, Imam Syafi'i bertamu ke kediaman Imam Ahmad. Kala itu, Imam Ahmad
mempunyai seorang putri yang sangat mengagumi Imam Syafi'i karena Imam Ahmad
sering menceritakan kealiman dan kezuhudan gurunya tersebut.

Putri Imam Ahmad pun penasaran seperti apa tokoh yang dimuliakan ayahnya itu.
Kedatangan Imam Syafi'i ke rumahnya menjadi momen menggembirakan baginya,
karena dengan kunjungan itu ia bisa melihat lebih dekat sosok ulama yang dikagumi
ayahnya.

Ketika sampai di rumah Imam Ahmad, Imam Syafi'i dijamu dengan makan malam.
Imam Syafi'i makan dengan lahap, tidak seperti biasanya, porsi makan beliau
bertambah. Hal ini membuat putri Imam Ahmad terkejut, karena cerita yang ia dapat,
Imam Syafi'i bukan orang yang suka makan kecuali sekadarnya saja.

Usai jamuan makan malam, Imam Ahmad pergi ke kamarnya untuk menghidupkan
malam dengan salat dan berzikir seperti biasa. Sementara anak perempuannya memilih
untuk tidak tidur agar bisa melihat aktivitas Imam Syafi'i pada malam itu.

Malam itu Imam Syafi'i berbaring di kamar yang disediakan hingga waktu Subuh tiba.
Putri Imam Ahmad dibuat heran, bagaimana bisa ayahnya mengidolakan orang yang
tidur sepanjang malam, sedangkan beliau sendiri menghabiskan malamnya
dengan qiyamullail. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia pun bertanya-tanya.

Setelah terbit fajar, akhirnya sang putri bertanya kepada ayahandanya, Imam Ahmad.
"Ayah, apakah ini sosok yang engkau idolakan? Saat makan malam, ia makan dengan
porsi banyak, setelah itu pergi ke kamar tidur tidak mengisi malam dengan salat dan
zikir, lalu begitu bangun langsung melaksanakan salat tanpa berwudhu".

Tiba-tiba percakapan di antara mereka terhenti ketika Imam Syafi'i datang menghampiri
mereka. Imam Ahmad pun menyampaikan apa yang ditanyakan putrinya itu. Kemudian
Imam Syafii menjelaskan:

"Mengenai porsi makanku yang bertambah pada jamuan semalam, itu karena aku tahu
makananmu pasti makanan halal, dan engkau adalah orang yang dermawan dan
mulia."

‫طعام الكريم دواء وطعام البخيل داء‬

"Makanan orang dermawan bisa menjadi obat, dan makanan orang kikir akan
melahirkan penyakit".

Maka aku memakannya untuk mengobati sakitku, bukan mengenyangkan perutku. Lalu
saat aku terbaring, di hadapanku seolah ada puluhan permasalahan fikih, maka aku
berusaha memecahkannya sepanjang malam. Itulah yang membuatku tak sempat
melaksanakan salat sunnah. Dan aku tidak berwudhu saat salat subuh, itu karena
semalam suntuk aku tenggelam memecahkan persoalan fikih tadi dan tidak tidur sama
sekali, maka wudhu'ku sewaktu salat Isya' belum batal".

Imam Ahmad pun berkata kepada putrinya, "Lihatlah, apa yang beliau lakukan saat
berbaring di tempat tidur pun lebih mulia dari apa yang aku lakukan dalam keadaan
terjaga (salat dan zikir sepanjang malam)." Sebagaimana diketahui, bahwa belajar ilmu
agama lebih utama daripada melaksanakan salat sunnah.

Demikianlah kisah dua imam besar yang membuat putri Imam Ahmad takjub. Kisah ini
mengajarkan kita tentang indahnya akhlak dua ulama besar kebanggaan umat Islam.

Habib Quraisy Baharun mengatakan, kealiman Imam Ahmad tidak lantas membuat
beliau merasa pandai sehingga tidak menghormati gurunya. Begitu pula Imam Syafi'i,
kealiman dan statusnya sebagai guru tidak membuat beliau malu dan gengsi mengakui
kemuliaan derajat Imam Ahmad sebagai muridnya kala itu. Semoga kelak Allah
mengumpulkan kita bersama orang-orang saleh.

Wallahu A'lam Bisshowab

Anda mungkin juga menyukai