Ulama Islam
berpendapat mazhab sebagai metode yang dipakai setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian
orang menjalaninya dan menjadikannya sebagai pedoman. Sejatinya, mazhab atau aliran tersebut hanya
berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat yang tak jelas artinya. Sedangkan, dasar ajaran Islam pada setiap
mazhab-mazhab itu tak berbeda. Sehingga, perbedaan yang ada dalam setiap mazhab itu masih dapat
diterima sebagai sesuatu yang benar dan tak keluar dari Islam. Terkadang, perbedaan antara satu
mazhab dengan mazhab lainnya cukup besar dan bahkan bertentangan.
1. MAZHAB HANAFI
Mazhab ini didirikan oleh Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Ulama besar yang dikenal dengan nama Imam
Hanafi itu terlahir di Kufah, Irak, pada 80 H. Ia adalah seorang ahli fikih keturunan bangsa Persia yang
kemudian menetap di Irak. Imam Hanafi menimba ilmu fikih kepada Hammad bin Abi Sulaiman.
Setelah gurunya meninggal, ia menjadi pengajar. Imam Hanafi mengarahkan murid-muridnya dalam
pencarian hakikat dan inti persoalan dan pengenalan terhadap ilah (alasan) serta hukum di balik teks tertulis.
Dasar yang dipakai oleh mazhab Hanafi adalah Alquran, Sunnah, dan fatwa sahabat yang merupakan
penyampai. Mazhab ini juga menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang
berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan ijma, yaitu kesepakatan para mujtahid mengenai
suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
Selain itu, ia juga menggunakan dasar urf, yaitu adat kebiasaan orang Islam dalam satu masalah tertentu yang
tidak disebut oleh nas Alquran.
Penyusun pendapat, fatwa, dan hadis dari Imam Hanafi adalah murid-muridnya, yaitu Yakub bin Ibrahin al-
Ansari atau Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Mereka menyusun kitab yang berisi
masalah fikih mazhab Hanafi.
Ada sejumlah faktor yang mendorong berkembangnya mazhab itu dan mampu bertahan selama lebih dari
lima abad. Faktor utamanya, banyaknya murid yang berguru kepada Imam Hanafi. Mereka giat menyebarkan
ajaran kepada orang-orang di sekitar mereka sehingga timbullah generasi kedua yang menganut mazhab
tersebut.
Mazhab ini tersebar di daerah yang memiliki tradisi yang berbeda. Dari tradisi yang berbeda ini melahirkan
putusan menurut mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sempat menjadi mazhab resmi Dinasti Abbasiyah. Mazhab
ini juga tersebar di negara yang dikuasai Dinasti Ottoman, daerah Anatolia (Asia Tengah), India, dan wilayah
Transoksania (Turkistan, Asia Tengah).
Mazhab ini berkembang pula di Suriah, bahkan sempat dijadikan mazhab negara. Di Mesir, mazhab Hanafi
juga menjadi mazhab negara ketika pemerintahan Muhammad Ali (1805-1849).
2. Aliran ini didirikan oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Asbahi, atau yang dikenal dengan
nama Imam Malik. Ia lahir di Madinah pada 93 H dan wafat pada 179 H. Imam Malik adalah seorang ahli
hadis dan fikih yang paling terpercaya. Ia menguasai fatwa Umar bin Khathab, Abdullah bin Umar bin
Khathab, dan Aisyah binti Abu Bakar.
Pada awalnya, Imam Malik memfokuskan studinya pada ilmu hadis. Ia mengarahkan perhatiannya pada fiqh
ra’yu (penalaran) ahli Madinah yang diterimanya. Corak ra’yudi Madinah adalah perpaduan antara nash-nash
dan berbagai maslahat. Imam Malik mengajar ilmu hadis di Masjid Nabawi. Ia juga memberikan fatwa
terhadap kasus yang sudah terjadi.
Imam Malik tidak mau memberikan fatwa terhadap kasus yang belum pernah terjadi, walaupun hal tersebut
diramalkan akan terjadi. Ia juga tidak ingin memutuskan fatwa terkait wewenang hakim. Dalam menanggapi
pemikiran yang berbeda dalam masalah akidah, sang ulama besar itu selalu menggunakan fikih dan hadis
sebagai jalan keluarnya.
Kitab terbesar Imam Malik adalah Al-Muwatta’, yaitu kitab hadis pertama yang pernah disusun. Kitab ini
berisi hadis-hadis dalam tema fikih yang pernah dibahas Imam Malik, seperti praktik penduduk Madinah,
pendapat tabiin, dan pendapat sahabat tabiin yang ditemuinya.
Menurut Ensiklopedi Islam, Alquran menjadi dasar istinbatmazhab ini. Seperti halnya mazhab yang lain,
Alquran menjadi dasar utama syariat dan hujah mazhab Maliki. Imam Malik mengambil dari nas yang tidak
menerima takwil dan mengambil bentuk lahirnya. Dasar keduanya adalah Sunah.
Sunah yang diambil oleh Imam Malik untuk mazhabnya adalah sunah mutawatir, yaitu yang diriwayatkan
oleh suatu golong an kepada orang banyak yang diyakini tidak akan membuat kesepakatan bohong atau
dusta, sunah masyhur, dan khabar ahad.
Dasar ketiga dari mazhab yang tersebar di Hedjaz ini adalah praktik penduduk Madinah yang dipandang
sebagai hujah, apabila praktik tersebut benar-benar dinukilkan oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Malik
mencela ahli fikih yang tidak mau mengambil praktik penduduk Madinah, bahkan menyalahinya.
Sebagai dasar keempat, Imam Malik mengambil fatwa sahabat. Ia memandang fatwa ini wajib dilaksanakan
karena tidak mungkin mereka melakukan hal tersebut tanpa perintah dari Rasulullah. Qiyas menjadi dasar
kelima dari mazhab Imam Malik yang lahir di Madinah ini.
Ia mengambil qiyas dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara. Dasar terakhir
yang dipakai adalah az-zara'i, yaitu sarana yang membawa pada hal haram akan menjadi haram dan
sebaliknya.
3.Mazhab ini dinamakan sesuai dengan pendirinya, Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Mazhab ini muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.
Imam Syafi’i memiliki pemikiran fikih yang khas dan berbeda dibandingkan kedua mazhab terdahulunya.
Sumber acuan mazhab ini adalah paham dan pemikiran Syafi’i yang dimuat dalam kitabnya, Ar-Risalah, Al-
Umm, Ikhtilaf al-Hadits, dan lain-lain. Para ulama mazhab ini mengembangkan kitab-kitab tersebut dengan
memberikan penjelasan atau komentar setelahnya.
Seperti dua mazhab lain, mazhab Syafi’i mempunyai dasar Alquran, Sunah, ijma, dan qiyas. Sunah yang
diambil sebagai dasar adalah sunah daif yang tidak terlalu lemah, tidak bertentangan dengan dalil yang kuat,
dan bukan untuk menetapkan yang halal dan haram atau masalah keimanan.
Dalam mazhab ini, hadis mempunyai kedudukan yang tinggi, bahkan disebutsebut posisinya setara dengan
Alquran. Menurut Imam Syafi'i, hadis memiliki kaitan yang erat dengan Alquran. Ia juga berpendapat
Rasulullah menetapkan setiap hukum yang pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang beliau dapat
dari Alquran.
Di kalangan penganut mazhab Syafi'I, dikenal metode maslahat, yaitu metode penerapan hukum yang
berdasarkan kepetingan umum. Hanya saja, maslahat ini hanya terbatas pada maslahat yang mu'tabarah, yaitu
yang secara khusus ditunjuk oleh nas dan maslahat yang sesuai kehendak Allah SWT.
4. Mazhab besar ini didirikan oleh Ahmad bin Hanbal atau terkenal dengan nama Imam Hanbali. Ia
merupakan keturunan dari Rasulullah dan telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia diasuh oleh ibunya di bawah
pengawasan pamannya. Imam Hanbali menuntut ilmu di kota ilmu pengetahuan, Baghdad. Di sana ia belajar
tentang keislaman seperti hafalan Alquran, hadis, dan sejarah Rasulullah.
Sunah dan hadis yang dikumpulkan Imam Hanbali berasal dari hadis Nabi Muhammad serta fatwa sahabat.
Saat berusia 40 tahun, ia mulai mengajarkan fatwa mengenai fikih. Corak fikih yang diajarkannya
berpedoman pada sunah dan hadis Nabi SAW.
Ia tidak menulis buku tentang fikih dan melarang murid-muridnya menuliskan fatwa yang disampaikannya.
Namun, Imam Hanbali menulis satu kitab, yaitu Al-Musnadyang berisi kumpulan hadis yang diriwayatkan
Ahmad dari para rawi tepercaya.
Menurut Ibnu Qayyim, ada lima dasar pedoman pokok mazhab ini. Yang utama tentu saja Alquran dan
hadis. Imam Hanbali lebih mendahulukan nas daripada fatwa sahabat yang tidak diketahui ada yang
menentang. Apabila ada sahabat yang berbeda pendapat, ia akan mengambil kesimpulan yang mendekati
Alquran dan hadis. Ia juga mengambil hadis mursal dan daif.
Biografi[sunting | sunting sumber]
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin
Jutsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah. sedangkan
mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam
kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa Imam Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan
dan yang lain berpendapat bahwa Imam Malik dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-
Dzahabi meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90 H. Imam Yahya bin Bakir meriwayatkan bahwa
ia mendengar Malik berkata, "Aku dilahirkan pada 93 H," dan inilah riwayat yang paling benar
(menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).[3]
Imam Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah dibacakan 31
buah Hadis Rasulullah dan mampu mengulanginya dengan baik dan benar tanpa harus
menuliskannya terlebih dahulu.
Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun,
selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadis, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari
seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi
yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah
al-Laitsi al-Andalusi al-Mashmudi.
Sejumlah ulama berpendapat bahwa sumber-sumber hadits itu ada tujuh, yaitu al-Kutub as-
Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad-Darimi sebagai
ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibnu Hazm berkata,” Al
Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadis, aku belum mengetahui bandingannya.
Hadis-hadis yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada
yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ulama menghitungnya berjumlah 600 hadis
musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadis
tanpa penyandara, hanya dikatakan "telah sampai kepadaku” dan “dari orang kepercayaan,"
tetapi hadits-hadits tersebut bersanad dari jalur-jalur lain yang bukan jalur dari Imam
Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha
memuttashilkan hadits-Nadifa mursal, munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al
Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan tabi’in dan 600 dari
tabi’in-tabi’in. Imam Malik meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al-Mujmir, Zaib bin
Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, Az-Zuhri, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath
Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya banyak sekali di antaranya ada yang lebih tua darinya
seperti az-Zuhri dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-
Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang
belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al-Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadis dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal
hingga kini, Al Muwatta'.
Imam Malik diketahui sangat jarang keluar dari kota Madinah. Ia memilih menyibukkan diri
dengan mengajar dan berdakwah di kota tempat Rasulullah Saw wafat tersebut. Beliau sesekali
keluar dari kota Madinah untuk melakukan ibadah haji di kota Mekkah
Di antara guru dia adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az-Zuhri, Amir
bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di antara murid dia adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al
Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al-Andalusi, Yahya bin
Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Imam
Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.
Pujian Ulama untuk Imam Malik[sunting | sunting sumber]
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya
periwayatan hadisnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadis dari rawi
matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri
dengan Imam Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Imam Malik hanya sedikit mentahrijkan
hadisnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Ibnu Hayyan berkata, ”Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di
Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah."
Imam as-Syafi'i berkata, "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah
para Tabi'in."[3]
Yahya bin Ma'in berkata, "Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadis."
Ayyub bin Suwaid berkata, "Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-
Sunnah seorang yang tsiqah, seorang yang dapat dipercaya."
Ahmad bin Hanbal berkata, "Jika engkau melihat seseorang yang membenci Imam Malik, maka
ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah."
Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i, " apakah anda menemukan seseorang yang alim seperti
imam malik?" as-Syafi'i menjawab, "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu
daripada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang alim seperti Imam Malik,
maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Imam Malik?"[3]
Imam Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai
tentang sunnah Rasulullah dari Imam Malik."
Abdurrahman bin Mahdi, "Aku tidak pernah tahu seorang ulama Hijaz kecuali mereka
menghormati Imam Malik, sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umat Muhammad, kecuali
dalam petunjuk."
Ibnu Atsir, "Cukuplah kemuliaan bagi asy-Syafi'i bahwa syaikhnya adalah Imam Malik, dan
cukuplah kemuliaan bagi Imam Malik bahwa di antara muridnya adalah asy-Syafi'i."
Abdullah bin Mubarak berkata, "Tidak pernah aku melihat seorang penulis ilmu Rasulullah lebih
berwibawa dari Imam Malik, dan lebih besar penghormatannya terhadap hadis Rasulullah Saw
dari Imam Malik, serta kikir terhadap agamanya dari Imam Malik, jika dikatakan kepadaku
pilihlah Imam bagi umat ini, maka aku akan pilih Imam Malik."
Laits bin Saad berkata, "Tidak ada orang yang lebih aku cintai di muka bumi ini dari Malik."