Anda di halaman 1dari 9

Mazhab berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan yang dilalui atau dilewati.

Ulama Islam
berpendapat mazhab sebagai metode yang dipakai setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian
orang menjalaninya dan menjadikannya sebagai pedoman. Sejatinya, mazhab atau aliran tersebut hanya
berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat yang tak jelas artinya. Sedangkan, dasar ajaran Islam pada setiap
mazhab-mazhab itu tak berbeda. Sehingga, perbedaan yang ada dalam setiap mazhab itu masih dapat
diterima sebagai sesuatu yang benar dan tak keluar dari Islam. Terkadang, perbedaan antara satu
mazhab dengan mazhab lainnya cukup besar dan bahkan bertentangan.

1. MAZHAB HANAFI

Mazhab ini didirikan oleh Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Ulama besar yang dikenal dengan nama Imam
Hanafi itu terlahir di Kufah, Irak, pada 80 H. Ia adalah seorang ahli fikih keturunan bangsa Persia yang
kemudian menetap di Irak. Imam Hanafi menimba ilmu fikih kepada Hammad bin Abi Sulaiman.

Setelah gurunya meninggal, ia menjadi pengajar. Imam Hanafi mengarahkan murid-muridnya dalam
pencarian hakikat dan inti persoalan dan pengenalan terhadap ilah (alasan) serta hukum di balik teks tertulis.

Dasar yang dipakai oleh mazhab Hanafi adalah Alquran, Sunnah, dan fatwa sahabat yang merupakan
penyampai. Mazhab ini juga menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang
berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan ijma, yaitu kesepakatan para mujtahid mengenai
suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.

Selain itu, ia juga menggunakan dasar urf, yaitu adat kebiasaan orang Islam dalam satu masalah tertentu yang
tidak disebut oleh nas Alquran.

Penyusun pendapat, fatwa, dan hadis dari Imam Hanafi adalah murid-muridnya, yaitu Yakub bin Ibrahin al-
Ansari atau Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Mereka menyusun kitab yang berisi
masalah fikih mazhab Hanafi.

Ada sejumlah faktor yang mendorong berkembangnya mazhab itu dan mampu bertahan selama lebih dari
lima abad. Faktor utamanya, banyaknya murid yang berguru kepada Imam Hanafi. Mereka giat menyebarkan
ajaran kepada orang-orang di sekitar mereka sehingga timbullah generasi kedua yang menganut mazhab
tersebut.

Mazhab ini tersebar di daerah yang memiliki tradisi yang berbeda. Dari tradisi yang berbeda ini melahirkan
putusan menurut mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sempat menjadi mazhab resmi Dinasti Abbasiyah. Mazhab
ini juga tersebar di negara yang dikuasai Dinasti Ottoman, daerah Anatolia (Asia Tengah), India, dan wilayah
Transoksania (Turkistan, Asia Tengah).
Mazhab ini berkembang pula di Suriah, bahkan sempat dijadikan mazhab negara. Di Mesir, mazhab Hanafi
juga menjadi mazhab negara ketika pemerintahan Muhammad Ali (1805-1849).

2. Aliran ini didirikan oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Asbahi, atau yang dikenal dengan
nama Imam Malik. Ia lahir di Madinah pada 93 H dan wafat pada 179 H. Imam Malik adalah seorang ahli
hadis dan fikih yang paling terpercaya. Ia menguasai fatwa Umar bin Khathab, Abdullah bin Umar bin
Khathab, dan Aisyah binti Abu Bakar.

Pada awalnya, Imam Malik memfokuskan studinya pada ilmu hadis. Ia mengarahkan perhatiannya pada fiqh
ra’yu (penalaran) ahli Madinah yang diterimanya. Corak ra’yudi Madinah adalah perpaduan antara nash-nash
dan berbagai maslahat. Imam Malik mengajar ilmu hadis di Masjid Nabawi. Ia juga memberikan fatwa
terhadap kasus yang sudah terjadi.

Imam Malik tidak mau memberikan fatwa terhadap kasus yang belum pernah terjadi, walaupun hal tersebut
diramalkan akan terjadi. Ia juga tidak ingin memutuskan fatwa terkait wewenang hakim. Dalam menanggapi
pemikiran yang berbeda dalam masalah akidah, sang ulama besar itu selalu menggunakan fikih dan hadis
sebagai jalan keluarnya.

Kitab terbesar Imam Malik adalah Al-Muwatta’, yaitu kitab hadis pertama yang pernah disusun. Kitab ini
berisi hadis-hadis dalam tema fikih yang pernah dibahas Imam Malik, seperti praktik penduduk Madinah,
pendapat tabiin, dan pendapat sahabat tabiin yang ditemuinya.

Menurut Ensiklopedi Islam, Alquran menjadi dasar istinbatmazhab ini. Seperti halnya mazhab yang lain,
Alquran menjadi dasar utama syariat dan hujah mazhab Maliki. Imam Malik mengambil dari nas yang tidak
menerima takwil dan mengambil bentuk lahirnya. Dasar keduanya adalah Sunah.

Sunah yang diambil oleh Imam Malik untuk mazhabnya adalah sunah mutawatir, yaitu yang diriwayatkan
oleh suatu golong an kepada orang banyak yang diyakini tidak akan membuat kesepakatan bohong atau
dusta, sunah masyhur, dan khabar ahad.

Dasar ketiga dari mazhab yang tersebar di Hedjaz ini adalah praktik penduduk Madinah yang dipandang
sebagai hujah, apabila praktik tersebut benar-benar dinukilkan oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Malik
mencela ahli fikih yang tidak mau mengambil praktik penduduk Madinah, bahkan menyalahinya.

Sebagai dasar keempat, Imam Malik mengambil fatwa sahabat. Ia memandang fatwa ini wajib dilaksanakan
karena tidak mungkin mereka melakukan hal tersebut tanpa perintah dari Rasulullah. Qiyas menjadi dasar
kelima dari mazhab Imam Malik yang lahir di Madinah ini.
Ia mengambil qiyas dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara. Dasar terakhir
yang dipakai adalah az-zara'i, yaitu sarana yang membawa pada hal haram akan menjadi haram dan
sebaliknya.

3.Mazhab ini dinamakan sesuai dengan pendirinya, Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Mazhab ini muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.

Imam Syafi’i memiliki pemikiran fikih yang khas dan berbeda dibandingkan kedua mazhab terdahulunya.
Sumber acuan mazhab ini adalah paham dan pemikiran Syafi’i yang dimuat dalam kitabnya, Ar-Risalah, Al-
Umm, Ikhtilaf al-Hadits, dan lain-lain. Para ulama mazhab ini mengembangkan kitab-kitab tersebut dengan
memberikan penjelasan atau komentar setelahnya.

Seperti dua mazhab lain, mazhab Syafi’i mempunyai dasar Alquran, Sunah, ijma, dan qiyas. Sunah yang
diambil sebagai dasar adalah sunah daif yang tidak terlalu lemah, tidak bertentangan dengan dalil yang kuat,
dan bukan untuk menetapkan yang halal dan haram atau masalah keimanan.

Dalam mazhab ini, hadis mempunyai kedudukan yang tinggi, bahkan disebutsebut posisinya setara dengan
Alquran. Menurut Imam Syafi'i, hadis memiliki kaitan yang erat dengan Alquran. Ia juga berpendapat
Rasulullah menetapkan setiap hukum yang pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang beliau dapat
dari Alquran.

Di kalangan penganut mazhab Syafi'I, dikenal metode maslahat, yaitu metode penerapan hukum yang
berdasarkan kepetingan umum. Hanya saja, maslahat ini hanya terbatas pada maslahat yang mu'tabarah, yaitu
yang secara khusus ditunjuk oleh nas dan maslahat yang sesuai kehendak Allah SWT.

4. Mazhab besar ini didirikan oleh Ahmad bin Hanbal atau terkenal dengan nama Imam Hanbali. Ia
merupakan keturunan dari Rasulullah dan telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia diasuh oleh ibunya di bawah
pengawasan pamannya. Imam Hanbali menuntut ilmu di kota ilmu pengetahuan, Baghdad. Di sana ia belajar
tentang keislaman seperti hafalan Alquran, hadis, dan sejarah Rasulullah.

Sunah dan hadis yang dikumpulkan Imam Hanbali berasal dari hadis Nabi Muhammad serta fatwa sahabat.
Saat berusia 40 tahun, ia mulai mengajarkan fatwa mengenai fikih. Corak fikih yang diajarkannya
berpedoman pada sunah dan hadis Nabi SAW.

Ia tidak menulis buku tentang fikih dan melarang murid-muridnya menuliskan fatwa yang disampaikannya.
Namun, Imam Hanbali menulis satu kitab, yaitu Al-Musnadyang berisi kumpulan hadis yang diriwayatkan
Ahmad dari para rawi tepercaya.
Menurut Ibnu Qayyim, ada lima dasar pedoman pokok mazhab ini. Yang utama tentu saja Alquran dan
hadis. Imam Hanbali lebih mendahulukan nas daripada fatwa sahabat yang tidak diketahui ada yang
menentang. Apabila ada sahabat yang berbeda pendapat, ia akan mengambil kesimpulan yang mendekati
Alquran dan hadis. Ia juga mengambil hadis mursal dan daif.  

Biografi Malik bin Anas


Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin
Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), Bahasa
Arab: ‫مالك بن أنس‬, lahir di Madinah pada tahun 711 M / 90H dan meninggal pada tahun 795M /
174H. Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Juga merupakan guru
dari Muhammad bin Idris pendiri Madzhab Syafi'i.

Biografi[sunting | sunting sumber]
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin
Jutsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah. sedangkan
mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam
kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa Imam Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan
dan yang lain berpendapat bahwa Imam Malik dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-
Dzahabi meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90 H. Imam Yahya bin Bakir meriwayatkan bahwa
ia mendengar Malik berkata, "Aku dilahirkan pada 93 H," dan inilah riwayat yang paling benar
(menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).[3]
Imam Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah dibacakan 31
buah Hadis Rasulullah dan mampu mengulanginya dengan baik dan benar tanpa harus
menuliskannya terlebih dahulu.
Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun,
selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadis, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari
seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi
yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah
al-Laitsi al-Andalusi al-Mashmudi.
Sejumlah ulama berpendapat bahwa sumber-sumber hadits itu ada tujuh, yaitu al-Kutub as-
Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad-Darimi sebagai
ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibnu Hazm berkata,” Al
Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadis, aku belum mengetahui bandingannya.
Hadis-hadis yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada
yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ulama menghitungnya berjumlah 600 hadis
musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadis
tanpa penyandara, hanya dikatakan "telah sampai kepadaku” dan “dari orang kepercayaan,"
tetapi hadits-hadits tersebut bersanad dari jalur-jalur lain yang bukan jalur dari Imam
Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha
memuttashilkan hadits-Nadifa mursal, munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al
Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan tabi’in dan 600 dari
tabi’in-tabi’in. Imam Malik meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al-Mujmir, Zaib bin
Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, Az-Zuhri, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath
Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya banyak sekali di antaranya ada yang lebih tua darinya
seperti az-Zuhri dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-
Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang
belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al-Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadis dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal
hingga kini, Al Muwatta'.
Imam Malik diketahui sangat jarang keluar dari kota Madinah. Ia memilih menyibukkan diri
dengan mengajar dan berdakwah di kota tempat Rasulullah Saw wafat tersebut. Beliau sesekali
keluar dari kota Madinah untuk melakukan ibadah haji di kota Mekkah
Di antara guru dia adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az-Zuhri, Amir
bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di antara murid dia adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al
Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al-Andalusi, Yahya bin
Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Imam
Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.
Pujian Ulama untuk Imam Malik[sunting | sunting sumber]
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya
periwayatan hadisnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadis dari rawi
matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri
dengan Imam Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Imam Malik hanya sedikit mentahrijkan
hadisnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Ibnu Hayyan berkata, ”Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di
Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah."
Imam as-Syafi'i berkata, "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah
para Tabi'in."[3]
Yahya bin Ma'in berkata, "Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadis."
Ayyub bin Suwaid berkata, "Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-
Sunnah seorang yang tsiqah, seorang yang dapat dipercaya."
Ahmad bin Hanbal berkata, "Jika engkau melihat seseorang yang membenci Imam Malik, maka
ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah."
Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i, " apakah anda menemukan seseorang yang alim seperti
imam malik?" as-Syafi'i menjawab, "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu
daripada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang alim seperti Imam Malik,
maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Imam Malik?"[3]
Imam Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai
tentang sunnah Rasulullah dari Imam Malik."
Abdurrahman bin Mahdi, "Aku tidak pernah tahu seorang ulama Hijaz kecuali mereka
menghormati Imam Malik, sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umat Muhammad, kecuali
dalam petunjuk."
Ibnu Atsir, "Cukuplah kemuliaan bagi asy-Syafi'i bahwa syaikhnya adalah Imam Malik, dan
cukuplah kemuliaan bagi Imam Malik bahwa di antara muridnya adalah asy-Syafi'i."
Abdullah bin Mubarak berkata, "Tidak pernah aku melihat seorang penulis ilmu Rasulullah lebih
berwibawa dari Imam Malik, dan lebih besar penghormatannya terhadap hadis Rasulullah Saw
dari Imam Malik, serta kikir terhadap agamanya dari Imam Malik, jika dikatakan kepadaku
pilihlah Imam bagi umat ini, maka aku akan pilih Imam Malik."
Laits bin Saad berkata, "Tidak ada orang yang lebih aku cintai di muka bumi ini dari Malik."

Kitab Al-Muwaththa[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Muwatta Malik
Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang
ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan
hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama
tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadis, ilmu fiqh
dan sebagainya. Semua hadis yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan
sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadis. Dia sangat berhati-hati ketika menapis,
mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadis
yang dihafal dia, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadis itu, hanya 5.000 saja yang
disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah
riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadis-hadis yang
diterima dari guru-gurunya. Imam Syafii pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini
setelah al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa
karangan Imam Malik, inilah karangan para ulama muaqoddimin.”

Akhir Hayat[sunting | sunting sumber]


Menjelang wafat, Imam Malik ditanya kenapa ia tak pergi lagi ke Masjid Nabawi selama tujuh
tahun, ia menjawab, "Seandainya bukan karena akhir dari kehidupan saya di dunia, dan awal
kehidupan di akhirat, aku tidak akan memberitahukan hal ini kepada kalian. Yang
menghalangiku untuk melakukan semua itu adalah penyakit sering buang air kecil, karena
sebab ini aku tak sanggup untuk mendatangi Masjid Rasulullah. Dan, aku tak suka
menyebutkan penyakitku, karena khawatir aku akan selalu mengadu kepada Allah." Imam Malik
mulai jatuh sakit pada hari Ahad sampai 22 hari lalu wafat pada hari Ahad, tanggal 10 Rabi'ul
Awwal 179 Hijriyah atau 800 Miladiyyah.
Masyarakat Madinah menjalankan wasiat yang ia sampaikan, yakni dikafani dengan kain putih,
dan dishalati diatas keranda. Imam shalat jenazahnya adalah Abdullah bin Muhammad bin
Ibrahim al-Hasyimi yang merupakan gubernur Madinah. Gubernur Madinah datang melayat
dengan jalan kaki, bahkan termasuk salah satu yang ikut serta dalam mengangkat jenazah
hingga ke makamnya. Dia dimakamkan di Pemakaman Baqi', seluruh murid-murid dia turut
mengebumikan dia.
Informasi tentang kematitan dia tersebar di seantero negeri Islam, mereka sungguh sangat
bersedih dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan dia agar selalu dilimpahi rahmat
dan pahala yang belipat ganda berkat ilmu dan amal yang dia persembahkan untuk Islam.
Biografi Imam Hanafi
Abu Hanifah an-Nu'man bin Tsabit bin Zuta bin Marzuban (bahasa Arab:  ‫أبو حنيفة نعمان بن ثابت بن‬
‫;زوطا بن مرزبان‬ ca. 699 – 767 M), lebih dikenal dengan nama Abū Ḥanīfah, (bahasa Arab: ‫)أبو حنيفة‬
(lahir di Kufah, Irak pada 80 H/699 M — meninggal di Baghdad, Irak, 150 H/767 M) merupakan
pendiri dari mazhab fiqih Hanafi.
Abu Hanifah rahimahullah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah Sahabat Nabi, karena
dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah ‫ ﷺ‬bernama Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu dan beberapa peserta Perang Badar yang dimuliakan Allah subhanahu wa
Ta‘ala yang merupakan generasi terbaik islam, dan meriwayatkan hadits darinya serta sahabat
Rasulullah ‫ ﷺ‬lainnya.[3]
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan
kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), shalat dan seterusnya, yang kemudian
diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Imam
Bukhari rahimahumullah.

Menuntut ilmu[sunting | sunting sumber]


Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra. Namun, tidak seperti pedagang
lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang
gemilang, ia mampu menghafal Al-Qur'an serta ribuan hadits.
Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun kemudian berprofesi seperti bapaknya. Ia
mendapat banyak keuntungan dari profesi ini. Di sisi lain ia memiliki wawasan yang sangat luas,
kecerdasan yang luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat. Beberapa ulama dapat menangkap
fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya untuk pergi berguru kepada ulama seperti ia pergi
ke pasar setiap hari.
Pada masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk Kufah disibukkan dengan
tiga halaqah keilmuan. Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua, halaqah
yang membahas tentang Hadits Rasulullah metode dan proses pengumpulannya dari berbagai
negara, serta pembahasan dari perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat
mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari Al-Qur'an dan Hadits, termasuk
membahas fatawa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat itu, yang belum
pernah muncul sebelumnya.
Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang ilmu kalam, tauhid dan metafisika. Menghadiri
kajian hadits dan periwayatannya, sehingga ia mempunyai andil besar dalam bidang ini.
Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang keilmuan secara mendalam, ia memilih bidang fikih
sebagai konsentrasi kajian. Ia mulai mempelajari berbagai permasalahan fikih dengan cara berguru
kepada salah satu Syaikh ternama di Kufah, ia terus menimba ilmu darinya hingga selesai.
Sementara Kufah saat itu menjadi tempat domisili bagi ulama fikih Iraq.
Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya, hanya saja ia terkenal
sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebat, serta bersikeras mempertahankan
pendapatnya, terkadang menjadikan syaikh kesal padanya, namun karena kecintaannya pada sang
murid, ia selalu mencari tahu tentang kondisi perkembangannya. Dari informasi yang ia peroleh,
akhirnya sang syaikh tahu bahwa ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan salat dan
tilawah Al-Qur'an. Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka syaikh menamakannya Al-
Watad.
Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman, saat itu ia masih
22 tahun. Karena dianggap telah cukup, ia mencari waktu yang tepat untuk bisa mandiri, namun
setiap kali mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan bahwa ia masih membutuhkannya.

Menjadi ulama[sunting | sunting sumber]


Kabar buruk terhembus dari Basrah untuk Syaikh Hammad, seorang keluarga dekatnya telah wafat,
sementara ia menjadi salah satu ahli warisnya. Ketika ia memutuskan untuk pergi ke Basrah ia
meminta Abu Hanifah untuk menggantikan posisinya sebagai pengajar, pemberi fatawa dan
pengarah dialog.
Saat Abu Hanifah menggantikan posisi Syaikh Hammad, ia dihujani oleh pertanyaan yang sangat
banyak, sebagian belum pernah ia dengar sebelumnya, maka sebagian ia jawab dan sebagian yang
lain ia tangguhkan. Ketika Syaikh Hammad datang dari Basrah ia segera mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tersebut, yang tidak kurang dari 60 pertanyaan, 40 diantaranya sama dengan jawaban
Abu Hanifah, dan berbeda pendapat dalam 20 jawaban.
Dari peristiwa ini ia merasa bahawa masih banyak kekurangan yang ia rasakan, maka ia
memutuskan untuk menunggu sang guru di halaqah ilmu, sehingga ia dapat mengoreksikan
kepadanya ilmu yang telah ia dapatkan, serta mempelajari yang belum ia ketahui.
Ketika umurnya menginjak usia 40 tahun, gurunya Syaikh Hammad telah wafat, maka ia segera
menggantikan gurunya.
Abu Hanifah tak hanya mengambil ilmu dari Syaikh Hammad, tetapi juga banyak ulama selama
perjalanan ke Makkah dan Madinah, diantaranya Anas bin Malik, Zaid bin Ali dan Ja'far ash-
Shadiq yang mempunyai konsen besar terhadap masalah fikih dan hadits.
Imam Abu Hanifah diketahui telah menyelesaikan 600.000 perkara dalam bidang ilmu fiqih dan
dijuluki Imam Al-A'dzhom oleh masyarakat karena keluasan ilmunya.Beliau juga menjadi rujukan
para ulama pada masa itu dan merupakan guru dari para ulama besar pada masa itu dan masa
selanjutnya.

Penolakan sebagai hakim[sunting | sunting sumber]


Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur berkata kepada menterinya, "Aku sedang membutuhkan seorang
hakim yang bisa menegakkan keadilan di negara kita ini, dengan kualifikasi dia tidak takut kepada
siapapun dalam menegakkan kebenaran, paling memahami Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah.
Menurutmu siapa yang layak menduduki posisi ini?", lalu sang menteri menjawab, "Sejauh
pengetahuan saya, ulama yang paling tepat menduduki jabatan ini adalah Abu Hanifah An-Nu'man,
betapa bahagianya kita jika ia menerima tawaran sebagai hakim ini!", "Apa mungkin seseorang bisa
menolak jika kita yang memintanya?" tanya Khalifah lagi, "Sejauh yang kami tahu, dia tidak pernah
tunduk kepada permintaan siapapun, tampaknya dia tidak suka menduduki posisi sebagai hakim,
maka utuslah seseorang utusan mudah-mudahan hatinya terbuka, dan menerima tawaran ini."
Khalifah kemudian mengutus seorang utusan memintanya untuk menghadap seraya menawarkan
posisi sebagai hakim. Abu Hanifah menjawab, "Aku akan istikharah terlebih dahulu, salat 2 rakaat
meminta petunjuk kepada Allah, jika hatiku dibuka maka akan aku terima, jika tidak maka masih
banyak ahli fikih lain yang bisa dipilih salah satu diantara mereka oleh Amirul Mukminin."
Waktu terus berjalan, ternyata Abu Hanifah tak kunjung menghadap Khalifah, maka ia mengutus
seorang utusan memintanya menghadap, Abu Hanifah kemudian pergi menghadap namun ia
beritikad untuk menolak jabatan hakim yang ditawarkan kepadanya.
Ternyata Khalifah tidak menyerah begitu saja, ia bersumpah agar Abu Hanifah menerima jabatan
sebagai hakim yang ditawarkan, akan tetapi Abu Hanifah tetap menolaknya, seraya berkata, "Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya aku tak pantas untuk menduduki jabatan hakim," lalu Khalifah
malah menjawab, "Engkau dusta!" sehingga Abu Hanifah pun berkata, "Sekiranya Anda telah
menghukumi saya sebagai pembohong, maka sesungguhnya para pembohong tak layak menjadi
hakim, dan sebaiknya Anda jangan mengangkat rakyat Anda yang tidak memenuhi kualifikasi untuk
menduduki jabatan yang strategis ini. Wahai Amirul Mukminin, takutlah kepada Allah, dan jangan
Anda delegasikan amanah kecuali kepada mereka yang takut kepada Allah, jika saya tidak
mendapat jaminan keridhaan, bagaimana saya akan mendapat jaminan terhindar dari murka?".
Khalifah lalu memerintahkan mencambuknya seratus cambukan, lalu dijebloskannya ke penjara.
Selang beberapa hari, khalifah mendapat teguran dari seorang kerabatnya, "Wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya Anda telah mencambuk diri Anda dengan seratus ribu pukulan pedang."
Maka khalifah segera memerintahkan untuk membayar 30.000 dirham (sekitar Rp.2,1 miliar) kepada
Abu Hanifah sebagai ganti atas yang telah dideritanya, lalu membebaskannya dan mengembalikan
ke rumahnya.
Ternyata setelah harta tersebut diberikan, ia menolaknya. Maka khalifah memerintahkan untuk
menjebloskan kembali ke penjara. Hanya saja para menteri mengusulkan bahwa Abu Hanifah
segera dibebaskan dan cukup diberi dengan penjara rumah, serta melarangnya untuk duduk
bersama masyarakat atau keluar dari rumah.

Akhir hayat[sunting | sunting sumber]


Selang beberapa hari setelah mendapatkan tahanan rumah, ia terkena penyakit, semakin lama
semakin parah. Akhirnya ia wafat pada usia 68 tahun. Berita kematiannya segera menyebar, ketika
Khalifah mendengar berita itu, ia berkata, "Siapa yang bisa memaafkanku darimu hidup maupun
mati?" Salah seorang ulama Kufah berkata, "Cahaya keilmuan telah dimatikan dari kota Kufah,
sungguh mereka tidak pernah melihat ulama sekaiber dia selamanya." Yang lain berkata, "Kini mufti
dan fakih Irak telah tiada."
Jasadnya dikeluarkan dipanggul di atas punggung kelima muridnya, hingga sampai tempat
pemandian, ia dimandikan oleh Al-Hasan bin Imarah, sementara Al-Harawi yang menyiramkan air
ke tubuhnya. Ia disalatkan lebih dari 50.000 orang. Dalam enam kali putaran yang ditutup dengan
salat oleh anaknya, Hammad. Ia tak dapat dikuburkan kecuali setelah salat Ashar karena sesak, dan
banyak tangisan. Ia berwasiat agar jasadnya dikuburkan di Kuburan Al-Khairazan, karena
merupakan tanah kubur yang baik dan bukan tanah curian.

Anda mungkin juga menyukai