Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqih Islam mulai dirasakan
penting. Paling tidak, karena pertumbuhan dan perkembangan
fiqihmenunjukkan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri.
Haltersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai di manapun
dankapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat agama yang
sedangmengalami modernisasi. Di lain pihak, evolusi historikal dari
perkembanganfiqih secara sungguh-sungguh telah menyediakan frame work
bagi pemikiranIslam, atau lebih tepatnya actual working bagi karakterisitik
perkembanganIslam itu sendiri.
Kehadiran fiqih ternyata mengiringi pasang-surut perkembanganIslam,
dan bahkan secara amat dominan, fiqih -- terutama fiqih abadpertengahan --
mewarnai dan memberi corak bagi perkembangan Islam darimasa ke masa.
Karena itulah, kajian-kajian mendalam tentang masalahkesejahteraan fiqih
tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengansendirinya menawarkan
kemungkinan baru bagi perkembangan Islamberikutnya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pola pemikiran Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal, Syiah dan Khawarij ?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pola pemikiran Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal, Syiah dan Khawarij.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pola Pemikiran Imam Hanafi


Abu Haniifah hidup selam 52 tahun pada masa dinasti umayyah dan 18
tahun pada masa dinasti Abbasiyyah. Alih kekuasaan dari bani umayyah yang
runtuh kepada bani Abbasiyah yang naik tahta, terjadi di kufah sebagai ibu
kota Abbasiyah sebelum pindah ke Baghdad. Kemudian Baghdad di bangun
oleh khalifahkedua bani Abbasiyah, Abu ja’far al-mansyur (754-775 M),
sebagai ibu kota kerajaan pada tahun 762 M.
Dari perjalanan hidupnya ituu, Abu hanifah sempat menyaksikan
tragedi- tragedi besar di Kufah. Disatu sisi kota kufah member makna dalam
kehidupannya sehingga menjadi salah seorang ulama besar dan al-imam al-
A’zham. Di sisi lain ia merasakan kota kufah sebaga kota terror yang di warnai
dengan pertentangan politik. Oleh karena itu pola pemikiran Imam Abu
Hanifah dalam menetapkan hokum, sudah tentu sangat dipengaruhi latar
belakang kehidupan serta pendidikannya, dan juga tidak terlepas dari sumber
hokum yang ada.
Abu hanifah dikenal sebagai ulama ahlu ra’yi. Dalam menetapkan
hokum islam, baik yang di istimbatkan dari Al-quran maupun hadist, beliau
banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dari khabar ahad.
Apabila terdapat hadis yang bertentangan, beliau menetapkan hokum dengan
jalan qiyas dan istihsan.1

B. Pola Pemikiran Imam Maliki


Imam malik terkenal dengan Ahlul Hadis karena dipengaruhi oleh
tempat tinggalnya yang berada di Madinah. dalam mengambil fatwa
hukumnya, dia bersandar kepada kitab Allah untuk pertama kalinya, Kemudian
Kepada Assunah. Dan beliau mendahulukan amalan penduduk Madinah dari
pada hadis ahad kalau terbukti bertentangan dengan tradisi masyarakat
1
Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.h.87

2
Madinah. Sebab beliau berpendirian bahwa penduduk Madinahitu mewarisi
apa yang mereka amalkan dari ulama salaf mereka, dan ulama salafnya
mewarisi dari sahabat, maka hal itu lebih kuat daripada hadist ahad.
Berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, pemikiran hukum islam
Imam Malik cenderung mengutamakan riwayat, yakni mengedepankan hadis
dan fatwa sahabat. Pengaruh riwayat yang menonjol adalah penerimaan tradisi
masyarakat Madinah sebagai metode hukum. Imam Malik juga termasuk ulama
yang sangat teguh dalam membela kebenaran, bahkan dia sangat berani dalam
menyampaikan sesuatu yang sudah diyakini kebenarannya, tidak peduli
walaupun para penguasa marah dengan ucapannya. Hal itu dapat dilihat ketika
beliau menyampaikan fatwa dan ternyata fatwanya bertentangan dengan
khalifah Al Mansur dan bani Abbasiyah di Baghdad, Malik pernah disiksa dan
dihina.
Dan komentar para sejarawan berbeda-beda dalam hal ini yaitu kenapa
beliau dipukul, disiksa dan sebagainya. Sebagian pendapat ahli sejarah beliau
disiksa karena pendapatanya yang menyebutnya bahwa tidak sah talak orang
yang di paksa. Berdasarka hadis Rasulullah, artinya :” tidak sah talak orang
yang dipaksa”. Keteguhan Imam Malik terhadap fatwa-fatwa yang telah beliau
keluarkan, bukan berarti Imam Malik keras kepala atau ceroboh dalam
mengeluarkan fatwa dan hukum. dalam memberikan fatwa, Imam malik hanya
akan menjawab masalah yang sudah terjadi dan tidak melayani masalah yang
belum terjadi, meskipun ada kemungkinan akan terjadi. Beliau pernah ditanya
oleh seseorang tentang masalah yang belum terjadi kemudian Imam Malik
menjawab, “tanyakan yang sudah terjadi jangan bertanya yang belum terjadi”.
Imam Malik sangat berhati-hati dalam memberi fatwa, tidak mau menjawab
pertanyaan yang beliau tidak tahu. Jika beliau tidak dapat memastikan hukum
suatu masalah, beliau kan mengatakan saya tidak tahu agar beliau terlepas dari
salah fatwa, tidak tergesa-gesa menjawab jika ditanya, dan berkata si penanya,”
pergilah nanti saya lihat dahulu”. Imam malik tidak pernah menganggap remeh

3
atau susah suatu masalah yang ditanyakan kepadanya, tetapi semua dianggap
berat apalagi ketika terkait halal dan haram.2

C. Pola Pemikiran Imam Syafi’i


Beliau adalah Imam Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin
Syafi’ as-Syafi’i al-Muthalibi. Ia dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H di daerah
Asqalan.beliau hafal Qur’an pada usia kanak-kanak. Kemudian ia pergi ke
Hudzail untuk menghafal syai’r-syai’r dan belajar kesusastraan. Selanjutnya ia
belajar pada Muslim bin Khalid az-Zanji seorang syeikh dan Mufti tanah
Haram, setelah selesai belajar kepadanya ia minta untuk dibuatkan surat
pengantar kepada Malik bin Anas imam tanah Hijrah (Madinah), maka ia
dibuatkan surat itu untuk Malik yang ahli Hadits.
Syafi’i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di
mesjid al-Haram dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan
Sufyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu fiqih. As-Syafi’i mulai
melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan
menyusun metodologi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi
tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran Madinah maupun Kuffah.
Dalam kontek fiqihnya Syafi’i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam
bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta Ijma’ dan apabila ketiganya
belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau mempelajari
perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan
istishab.
Madzhab fiqih as-Syafi’i merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi
dan madzhab Maliki. Ia terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat
lama) di Irak dan qaul jadid di Mesir. Madzhab Syafi’i terkenal sebagai
madzhab yang paling hati-hati dalam menentukan hukum.
Di antara buah pena/karya-karya Imam Syafi’i, yaitu :

2
Hasbiyallah, Perbandingan Mazhab, Jakarta Pusat: Subdit Kelembagaan Direktorat
Pendidikan Tinggi Islam, cet. Ke-2, Juli 2012.h.64

4
- Ar-Risalah : merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali disusun.
- Al-Umm : isinya tentang berbagai macam masalah fiqih berdasarkan pokok-
pokok pikiran yang terdapat dalam kitab ushul fiqih.
Pola pikir dan Faktor yang mempengaruhi Imam As-Syafi’i. Pertama,
faktor keragaman pemikiran. Situasi dan kondisi saat Imam Asy -Syafi’i (150-
204 H) lahir dan hidup sangat jauh [karya ulama sudah banyak] berbeda
dengan kedua imam sebelumnya. Pada masa Imam Syafi’i hidup, sudah banyak
ahli fiqh, baik sebagai murid, Imam Abu Hanifah atau Imam Malik sendiri
masih hidup.3 Akumulasi berbagai pemikiran fiqh fuqaha, baik dari Mekah,
Madinah, Irak, Syam, dan Mesir menjadikan Asy-Syafi’i memilki wawasan
yang luas tentang berbagai aliran pemikiran fiqh. Faktor kedua, geografis,
faktor ini merupakan faktor secara alamiah negara Mesir tempat Asy-Syafi’I
lahir. Mesir adalah daerah kaya dengan warisan budaya Yunani, Persia,
Romawi, dan Arab. Kondisi budaya yang kosmopolit ini tentu saja
memberikan pengaruh besar terhadap pola pikir, Imam Asy-Syafi’i. Hal itu
terlihat dari kitabnya Ilmu Mantiq yang dipengaruhi, oleh aliran Aristoteles.
Faktor ketiga, adalah faktor sosial dan budaya ikut memengaruhi terhadap pola
pikir Imam, Syafi’i, dengan qaul qadim dan qaul jadid QauI qadim diangun
oleh Irak tahun 195 H. Karena perjalanan intelektualnya tersebut, Imam Asy-
Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul jadid.4

D. Pola Pemikiran Imam Hanbali


Pesatnya perkembangan zaman tidak membuat Imam Hanbali (164-241
H) berpikir rasional bahkan hasil rumusannya lebih ketat dan kaku dibanding
Imam Maliki yang tradisional. Paling tidak, ada dua faktor yang menjadikan
Imam Hanbali berpikir seperti itu;
Faktor politik dan budaya. Ahmad bin Hanbal hidup pada periode
pertengahan kekhalifahan Abasiyah, ketika unsur Persia mendominasi unsur

3
Moenawar Cholil Moenawar Cholil, Empat BiografiImam Madzhab, Bulan Bintang,
Jakarta, 1995.h.134
4
Imam Asy-Syafi’i Madzhahib Al-Qadim wa Al-Jadid kaya Ahmad Nahrawi ‘Abd As-
Salam.h.32

5
Arab. Pada periode ini sering kali timbul pergolakan, konflik, dan
pertentangan yang berkisar pada soal kedudukan putra mahkota dan khilafat
antara anak-anak khalifah dan saudara-saudaranya. Saat itu, aliran
Mu’tazilAh berkembang, bahkan menjadi madzhab resmi negara pada masa
pemerintahan Al- Makmun, Al-Mutashim, dan Al-Watsiq.5

E. Pola Pemikiran Mazhab Syi’ah dan Khawarij


kedua madzhab ini disatukan dalam satu pembahasan karena pada
dasarnya, keduanya memiliki kesamaan dalam perkembangan inazhabnya, di
samping asal muasal madzhab ini satu, yakni dari madzhab Syi’ah. Begitu juga
madzhab, Syi’ah sendiri Zaidiyah, Abu ja’far Ash-Shadiq dan Ismaili bermuara
kepada Ali bin Abi Thalib. Hampir dapat dikatakan bahwa faktor utama yang
memengaruhi kedua madzhab ini adalah faktor politik. Karena kemunculan dua
aliran ini pun tidak lepas dari nuansa politis yakni tahkim. Di samping faktor
teologis. Kedua faktor inilah yang memberikan pengaruh besar terhadap pola
pikir kedua madzhab tersebut.
Faktor utama yang memengaruhi kedua madzhab ini adalah faktor
politik. Karena kemunculan dua aliran ini pun tidak lepas dari politis yakni
tahkim Di samping faktor teologis. Kedua faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap pola pikir kedua madzhab tersebut. Dalam peranannya,
Khawarijberubah menjadi kalam dan fiqh, Madzhab fiqh Khawarijdiwakili
oleh Madzhab Ibadi. Adapun Syi’ah memperkuat eksistensinya dalam aliran
politik dengan membangun berbagai doktrin, dan ajarannya, termasuk aspek
fiqh yang diwakili oleh Madzhab ja’fari [imami], Zaidiyah, dan Ismaili. Faktor
politik amat kental dalam Madzhab Syiah, terutama Imamiyah ja’fari yang
diakui sebagai madzhab resmi negara sampai sekarang. Pola pikir Madzhab
ja’fari bersifat otoritas Imam dalam proses penetapan hukum pun, madzhab ini
memiliki beberapa otoritas atau yang disebut wilayah.

5
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadimdan Qawul Jadid,
Rajawali Press, Jakarta, 2002.h.82

6
F. Sebab-Sebab Wujudnya Perbezaan Pendapat Antara Para Imam Mazhab
Satu soalan yang agak mengherankan: Kenapakah wujud perbedaan
pendapat antara sesama para imam mazhab ? Kita semua sudah mengetahui
bahawa ke semua para imam mazhab mendasarkan pendapat mereka kepada
dalil al-Qur’an dan al-Sunnah, justru mengapa wujud perbedaan ?
Sebenarnya perbedaan pendapat antara para imam mazhab bukanlah
sesuatu yang besar sebagaimana yang kita sangkakan. Perbezaan mereka tidak
lain hanyalah pada perkara-perkara kecil dan cabang bukannya asas dan usul
sepertimana yang diterangkan oleh ‘Abd al-Rahman I.
Jika seseorang itu betul-betul memerhatikan ajaran fiqh keempat-empat
mazhab Islam itu, dia tidak akan menemui sebarang perbezaan pendapat atau
perbezaan ajaran dalam konteks prinsip-prinsip asas ajaran Islam sesama
mereka. Perbezaan yang wujud hanyalah berkisar pada perkara-perkara furu’
(cabang) dan bukannya perkara-perkara usul (asas) keislaman.
Perbezaan furu’ dan bukan usul sebagaimana yang dinyatakan di atas
diumpamakan oleh Abu Fath al-Bayanuni sebagai:
Satu jenis buah-buahan yang berasal dari sebatang pohon pokok;
bukannya berjenis-jenis buah yang berasal dari berlainan pohon pokok. Batang
pohon yang satu adalah kitab Allah dan Sunnah sementara ranting-rantingnya
adalah dalil-dalil syara’ dan cara berfikir yang berjenis-jenis; manakala hasil
buahnya pula adalah hukum fiqh yang sekian banyak dan bermacam-macam
itu.
Secara umumnya perbezaan ini timbul kerana dua sebab iaitu:
a. Faktor kemanusiaan. Manusia dicipta dengan kebolehan yang berbeda-beda,
sama ada secara fizikal atau mental. Perbedaan mental lebih tepat diertikan
sebagai perbedaan seseorang itu menafsir sesuatu dalil al-Qur’an dan al-
Sunnah untuk mengeluarkan sebuah hukum. Ini hanya berlaku terhadap dalil
yang bersifat umum sehingga memungkinkan pemahaman yang berbeza.
b. Faktor sejarah. Pada zaman para imam mazhab, tidak terdapat suasana yang
memudahkan mereka untuk memperolehi hadis-hadis atau duduk bersama
membicarakan sesuatu hal agama. Para imam mazhab terpaksa berhijrah ke

7
sana sini di seluruh dunia Islam untuk mencari hadis-hadis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Suasana ini ada hubung-kaitnya dengan hukum
yang dikeluarkan oleh seseorang imam mazhab itu di mana setiap daripada
mereka akan mengeluarkan pendapat berdasarkan hadis-hadis yang sempat
mereka terima saja.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pola pikir dan faktor yang memengaruhi Imam Hanafi. Secara
geografis, Imam Abu Hanifah (80-150 H) lahir di Kufah [Irak] yang
penduduknya merupakan masyarakat yang sudah banyak mengenal
kebudayaan dan peradaban.
Pola pikir dan factor yang memengaruhi Imam Maliki. Berbeda
dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik (93-179 H) lahir di Madinah yang
dikenal sebagai “Daerah Hadis” dan tempat tinggal para sahabat Nabi.
Pola pikir dan Faktor yang mempengaruhi Imam As-Syafi’i. Pertama,
faktor keragaman pemikiran. Situasi dan kondisi saat Imam Asy -Syafi’i
(150-204 H) lahir dan hidup sangat jauh [karya ulama sudah banyak] berbeda
dengan kedua imam sebelumnya.
Pola pikir dan faktor yang mempengaruhi Imam Hanbali. Faktor
politik dan budaya Ahmad bin Hanbal hidup pada periode pertengahan
kekhalifahan Abbasiyah, ketika unsur Persia mendominasi unsur Arab. Pada
periode ini sering kali timbul pergolakan, konflik, dan pertentangan yang
berkisar pada soal kedudukan putra mahkota dan khilafat antara anak-anak
khalifah dan saudara-saudaranya.
Pola pikir dan faktor yang mempengarubi Madzhab Syi’ah dan
Khawarij. Faktor utama yang memengaruhi kedua madzhab ini adalah faktor
politik. Karena kemunculan dua aliran ini pun tidak lepas dari politis yakni
tahkim Di samping faktor teologis. Kedua faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap pola pikir kedua madzhab tersebut.
B. Saran
Penulis harap dengan adanya makalah ini, para pembaca khususnya
penulis dapat memahami semua pembahasan yang telah diuraikan diatas.
Penulis pun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
sempurnanya pembuatan makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Hasbiyallah, Perbandingan Mazhab, Jakarta Pusat: Subdit Kelembagaan


Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, cet. Ke-2, Juli 2012.

Imam Asy-Syafi’i Madzhahib Al-Qadim wa Al-Jadid kaya Ahmad Nahrawi ‘Abd


As-Salam.

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadimdan Qawul
Jadid, Rajawali Press, Jakarta, 2002.

Moenawar Cholil, Empat BiografiImam Madzhab, Bulan Bintang, Jakarta, 1995.

10
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pola Pemikiran Imam
Mazhab” Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah
berkenan membimbing kami dalam mata kuliah “Pengantar Perbandingan
Mazhab” yang telah membantu. Dalam makalah ini tentu sangat banyak
kelemahannya, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dan terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Demikian makalah ini kami sajikan semoga bermanfaat bagi kami dan
pembaca.

Ujung Gading, Desember 2020


Penulis

i 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................... 1
C. TujuanMasalah.......................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pola Pikir dan Faktor yang Mempengaruhi
Imam Hanafi............................................................. 2
B. Pola Pikir dan Faktor yang Mempengaruhi
Imam Maliki............................................................. 2
C. Pola Pikir dan Faktor yang Mempengaruhi
Imam Syafi’i............................................................. 4
D. Pola Pikir dan Faktor yang Mempengaruhi
Imam Hanbali........................................................... 5
E. Pola Pikir dan Faktor yang Mazhab Syi’ah dan
Khawarij................................................................... 6
F. Sebab-Sebab Wujudnya Perbezaan Pendapat Antara
Para Imam Mazhab................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................ 9
B. Saran.......................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
12

Anda mungkin juga menyukai