Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH TOKOH IMAM SYAFI'I

OLIVYA NUR VADILLA (2022020102041)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

ABSTRAK

Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy syafi' (767-820M/150-204H) yang lebih populer dengan
nama imam Syafi'i,dikenal secara luas oleh umat Islam,terutama di Indonesia ,sebagai seorang
ahli ilmu fikih ,yaitu ilmu tentang hukum syariat Islam.Imam Syafi'i adalah salah satu tokoh fiqih
terkemuka dalam sejarah Islam. Ia merupakan pendiri mazhab Syafi'i dan memainkan peran
penting dalam pengembangan ilmu fiqih, khususnya dalam mengintegrasikan berbagai metode
fiqih yang telah ada sebelumnya dan menekankan pentingnya memahami sumber-sumber
hukum Islam secara holistik.Artikel ini membahas tentang kehidupan Imam Syafi'i,
pemikirannya, serta kontribusinya dalam perkembangan ilmu fiqih. Ia dilahirkan di Mekkah
pada tahun 767 M dan mulai belajar ilmu fiqih pada usia yang sangat muda. Setelah
menyelesaikan studinya di Mekkah, ia pergi ke Baghdad untuk melanjutkan pendidikannya
dengan para ulama terkenal.Imam Syafi'i kemudian memutuskan untuk kembali ke Mekkah dan
mulai mengembangkan pemikirannya sendiri tentang ilmu fiqih. Ia menulis banyak buku dan
risalah tentang ilmu fiqih, termasuk Kitab al-Umm yang dianggap sebagai karya terpentingnya.
Dalam karyanya, ia mengintegrasikan berbagai metode fiqih yang telah ada sebelumnya dan
menekankan pentingnya memahami sumber-sumber hukum Islam secara holistik.Kontribusi
Imam Syafi'i dalam perkembangan ilmu fiqih sangat penting. Ia memainkan peran penting
dalam mengembangkan metodologi pemikiran dalam ilmu fiqih dan memberikan kontribusi
dalam bidang-bidang seperti teori hukum, penyelesaian masalah fiqih, dan pemahaman
tentang Al-Quran dan Hadis. Ia juga mengajarkan banyak murid yang kemudian menjadi ulama
terkenal dalam sejarah Islam.Pengajaran tentang pemikiran dan kontribusi Imam Syafi'i masih
menjadi bagian penting dalam studi fiqih modern dan penting bagi mereka yang ingin
mempelajari dan memahami hukum Islam secara lebih mendalam.

Kata kunci: sejarah, tokoh fiqih, Islam, Imam Syafi'i, metodologi pemikiran, penyelesaian
masalah fiqih, Al-Quran, Hadis.
ABSTRACT
Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy Shafi' (767-820M/150-204H) who is more popular by the
name of Imam Shafi'i, is widely known by Muslims, especially in Indonesia, as an expert in
jurisprudence, namely the knowledge of Islamic sharia law. Imam Shafi'i is one of the leading
fiqh figures in Islamic history. He is the founder of the Shafi'i school of thought and played an
important role in the development of jurisprudence, particularly in integrating various pre-
existing jurisprudential methods and emphasizing the importance of understanding the sources
of Islamic law holistically. This article discusses the life of Imam Syafi'i, his thoughts, and its
contribution to the development of fiqh science. He was born in Mecca in 767 AD and started
studying jurisprudence at a very young age. After completing his studies in Mecca, he went to
Baghdad to continue his education with famous scholars. Imam Syafi'i then decided to return to
Mecca and began to develop his own thoughts about the science of jurisprudence. He wrote
many books and treatises on the science of jurisprudence, including the Kitab al-Umm which is
considered his most important work. In his work, he integrated various pre-existing fiqh
methods and stressed the importance of understanding the sources of Islamic law holistically.
Imam Shafi'i's contribution to the development of fiqh was very important. He played an
important role in developing the methodology of thought in fiqh and made contributions in
fields such as legal theory, fiqh problem solving, and understanding of the Quran and Hadith.
He also taught many students who later became well-known scholars in Islamic history.
Teaching about the thoughts and contributions of Imam Shafi'i is still an important part of
modern fiqh studies and important for those who wish to study and understand Islamic law in
greater depth.

Keywords: history, fiqh figures, Islam, Imam Syafi'i, methodology of thought, solving fiqh
problems, Al-Quran, Hadith.
Riwayat hidup
Imam Syafi'i adalah seorang ulama Islam terkenal dan salah satu tokoh yang paling
berpengaruh dalam perkembangan ilmu fiqih atau hukum Islam. Ia dikenal sebagai pendiri
mazhab Syafi'i yang banyak dianut oleh umat Islam di Asia Tenggara, khususnya di
Indonesia.Imam Syafi'i lahir pada bulan Rajab tahun 150 Hijriah (767 Masehi). Menurut riwayat
tahun itu bertepatan dengan wafatnya Imam Hanafi.Riwayat lain juga menerangkan bahwa
pada bulan dan tahun itu juga Imam Ibnu Juraij Al-Makki meninggal seorang alim-ulama besar
di kota Mekah yang terkenal sebagai Imam Ahli Hijas.Dengan adanya dua peristiwa wafatnya
dua Imam besar,maka para ahli meramalkan bahwa pribadi Imam Syafi'i akan menggantikan
kedudukan kedua imam besar tadi, khususnya keahlian dalam urusan pengetahuan. Ayahnya
adalah seorang Arab dan ibunya berasal dari suku Syi'ah dari wilayah Palestina. Sejak kecil, ia
telah menunjukkan bakat luar biasa dalam mempelajari dan memahami ilmu agama. Pada usia
yang sangat muda, ia sudah dapat menghafal Al-Quran dan memahami berbagai konsep dasar
dalam ilmu agama.Imam Syafi'i belajar dari banyak guru terkenal di Mekkah, termasuk Imam
Malik dan Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Setelah menyelesaikan studinya di Mekkah, ia
pergi ke Baghdad untuk melanjutkan pendidikannya dengan para ulama terkenal, seperti Imam
Abu Hanifah dan Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani.Di Baghdad, Imam Syafi'i
mengembangkan pemikirannya sendiri tentang ilmu fiqih dan menulis banyak buku dan risalah
tentang topik-topik yang berbeda dalam ilmu fiqih. Karya terpentingnya adalah Kitab al-Umm,
sebuah ensiklopedia tentang ilmu fiqih yang menjadi dasar dari mazhab Syafi'i.Imam Syafi'i
memainkan peran penting dalam pengembangan ilmu fiqih, khususnya dalam
mengintegrasikan berbagai metode fiqih yang telah ada sebelumnya dan menekankan
pentingnya memahami sumber-sumber hukum Islam secara holistik. Ia juga mengajarkan
banyak murid yang kemudian menjadi ulama terkenal dalam sejarah Islam.Imam Syafi'i
meninggal dunia pada tahun 820 M di kota Fustat, Mesir. Warisannya dalam pengembangan
ilmu fiqih sangat besar dan pengajaran tentang pemikirannya masih menjadi bagian penting
dalam studi fiqih modern.Secara singkat, riwayat hidup Imam Syafi'i mencakup kelahirannya di
Mekkah, pendidikan dan studinya di Mekkah dan Baghdad, pengembangan pemikirannya
sendiri tentang ilmu fiqih, penulisan karya-karyanya, pengajaran murid-muridnya, dan
kematiannya di Fustat, Mesir.

Pemikiran Imam Syafi’i


Aliran keagamaan Imam Syafi’i, sama dengan imam mazhab lainnya dari imam-imam
mazhab empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas dan Ahmad ibn Hanbal adalah termasuk golongan
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah. Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam bidang furu’ dibagi menjadi
dua aliran, yaitu aliran Ahlu al-Hadits dan aliran Ahlu al-Ra’yi. Imam Syafi’i termasuk Ahlu al-
Hadits.Mengingat luasnya buah pikiran Imam Syafi’i tentang segala aspek ilmu pengetahuan,
adapun masalah pikirannya dapat dilihat dari mazhab-mazhab qadim dan mazhab jadidnya.
Imam Syafi’i tidak menyukai ilmu kalam karena ilmu kalam itu dibangun golongan muktazilah,
sedang mereka menyalahi jalan yang ditempuh ulama salaf dalam mengungkapkan akidah dan
Al-Qur’an. Sebagai seorang fiqh/muhaddits tentu saja beliau mengutamakan Ittiba’ dan
menjahui ibtida’ sedang golongan muktazilah mempelajarinya secara falsafah.Imam Syafi’i
terkenal sebagai seorang yang membela mazhab Maliki dan mempertahankan mazhab ulama
Madinah hingga terkenallah beliau dengan sebutan Nasyirus Sunnah (penyebar Sunnah). Hal ini
adalah hasil mempertemukan antara fiqh Madinah dengan fiqh Irak.Mengenai dasar-dasar
hukum yang dipakai oleh Imam Syafi’i sebagai acuan pendapatnya termaksud dalam kitabnya
ar-Risalah sebagai berikut:

Al-Qur’an, beliau mengambil dengan makna yang lahir kecuali jika didapati alasan yang
menunjukkan bukan arti yang lahir itu, yang harus dipakai atau dituruti.

As-Sunnah, beliau mengambil sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja, tetapi yang
Ahad pun diambil dan dipergunakan pula untuk menjadi dalil, asal telah mencukupi syarat-
syaratnya, yakni selama perawi hadits itu orang kepercayaan, kuat ingatannya dan bersambung
langsung sampai kepada Nabi SAW.

Ijma’, dalam arti bahwa para sahabat semua telah menyepakatinya. Di samping itu, beliau
berpendapat dan meyakini bahwa kemungkinan Ijma’ dan persesuaian faham bagi segenap
ulama itu, tidak mungkin karena berjauhan tempat tinggal dan sukar berkomunikasi. Imam
Syafi’i masih mendahulukan hadits Ahad dari pada Ijma’ yang bersendikan ijtihad, kecuali kalau
ada keterangan bahwa Ijma’ itu bersendikan naqal dan diriwayatkan orang ramai hingga sampai
kepada Rasulullah.

Qiyas, Imam Syafi’i memakai qiyas apabila dalam ketiga dasar hukum di atas tidak tercantum,
juga dalam keadaan memaksa. Hukum qiyas yang terpaksa itu hanya mengenai keduniaan atau
muamalah, karena segala sesuatu yang bertalian ibadah telah cukup sempurna dari al-Qur’an
dan as-Sunnah Rasulullah. Untuk itu beliau dengan tegas berkata: “Tidak ada hukum qiyas
dalam ibadah”. Beliau tidak terburuburu menjatuhkan hukum secara qiyas sebelum lebih
menyelidiki tentang dapat atau tidaknya hukum itu dipergunakan.

Istidlal (Istishhab), Maulana Muhammad Ali dalam bukunya Islamologi mengatakan bahwa
Istidlal makna aslinya menarik kesimpulan suatu barang dari barang lain. Imam Syafi’i memakai
jalan istidlal dengan mencari alasan atas akidah-akidah agama ahli kitab yang terang-terangan
tidak dihapus oleh Al- Qur’an. Beliau tidak sekali-kali mempergunakan pendapat atau buah
pikiran manusia.

Seterusnya beliau tidak mau mengambil hukum dengan cara Istihsan. Imam Syafi’i
berpendapat mengenai Istihsan ini sebagai berikut: “Barang siapa menetapkan hukum dengan
Istihsan berarti ia membuat syariat tersendiri”.Qaul Qadim (sebagai hasil ijtihad yang pertama )
dan qaul jadid (sebagai pengubah keputusan hukum yang pertama) Imam Syafi’i itu terungkap
dalam beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:

Air yang kena najis.

Qaul Qadim: Air yang sedikit dan kurang dari dua kulllah, atau kurang dari ukuran yang telah
ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajis, selama air itu tidak berubah.

Qaul Jadid: Air yang sedikit dan kurang dari dua kullah atau kurang dari ukuran yang telah
ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajis, apakah air berubah atau tidak.

Bersambung (muwaalah) dalam berwudhu.

Qaul Qadim: Bersambung (muwaalah) dalam berwudhu hukumnya wajib.

Qaul Jadid: Bersambung dalam berwudhu itu hukum sunah karena berdasarkan riwayat, bahwa
Rasulullah SAW. Pernah berwudhu dan menunda membasuh kaki beliau itu.

Hukum mendatangkan saksi sewaktu rujuk.

Qaul Qadim: Harus ada saksi sewaktu suami ingin rujuk kepada isrtinya, sesuai dengan firman
Allah SWT:

‫ف َّواَ ْش ِه ُدوْ ا َذ َويْ َع ْد ٍل ِّم ْن ُك ْم َواَ قِ ْي ُموا ال َّشهَا َدةَ هّٰلِل ِ  ٰۗ ذ لِ ُك ْم يُوْ َعظُ بِ ٖه َم ْن‬
ٍ ْ‫ف اَوْ فَا ِرقُوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو‬
ٍ ْ‫فَا ِ َذا بَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُكوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو‬
‫ـق هّٰللا َ يَجْ َعلْ لَّهٗ َم ْخ َرجًا‬ ‫هّٰلل‬
ِ َّ‫  َكا نَ يُْؤ ِمنُ بِا ِ َوا ْليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر ۙ  َو َم ْن يَّـت‬
Artinya:

"Maka apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah (kembali kepada)
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat.
Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,"

(QS. At-Talaq 65: Ayat 2)


Qaul Jadid: Tidak wajib mendatangkan saksi, karena rujuk itu adalah hak suami, sesuai dengan
firman Allah SWT:

 ۗ ‫ق هّٰللا ُ فِ ۤ ْي اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِا هّٰلل ِ َوا ْليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر‬ َ  ‫ت يَتَ َر بَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُْٓو ٍء‬
َ َ‫ۗ واَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما َخل‬ ُ ‫َوا ْل ُمطَلَّ ٰق‬
‫َز ْي ٌز‬ ‫ق بر ِّده َّن في ٰذلكَ ا ْن اَرا ُد ۤوْ ا اصْ اَل حًا ۗ ولَه َُّن م ْث ُل الَّذيْ َعلَ ْيه َّن با ْلم ْعرُوْ ف ۖ وللرِّجا ل َعلَ ْيه َّن دَرجةٌ  هّٰلل‬
ِ ‫ۗ وا ُ ع‬ َ َ َ ِ ِ َ َِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ْ ِ ِ َ ِ ُّ ‫َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح‬
‫َح ِكيْم‬

Artinya:

"Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali
kepada mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para
perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi
para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."(QS. Al-
Baqarah 2: Ayat 228)

Demikianlah dikemukakan beberapa contoh qaul qadim dan qaul jadid sebagai fakta nyata,
bagaimana keluasan pandangan Imam Syafi’i dalam menetapkan suatu hukum.Perubahan
penetapan hukum yang beliau lakukan itu, karena dua sebab, diantaranya:

Beliau menemukan dan berpendapat, bahwa ada dalil yang dipandang lebih kuat sewaktu
beliau sudah pindah ke Mesir, atau dengan kata lain meralat pendapat yang lama.

Beliau mempertimbangkan keadaan setempat, situasi dan kondisi. Faktor yang kedua inilah
barangkali jangkauannya lebih luas, namun tetap terbatas, karena walaupun bagaimana beliau
tetap lebih bersifat hati-hati dalam menetapkan suatu hukum, sebagaimana kita lihat dari
pendirian beliau menyatakan ketidaksetujuannya dalam menetapkan hukum dengan cara
istihsan (Imam Hanafi).

Karya-Karya Imam Syafi'i


Karangan Imam Syafi’i sangat banyak, menurut imam Abu Muhammad al-Hasan bin
Muhammad al-Marwasiy bahwa Imam Syafi’i menyusun kitab sebanyak 113 buah, mulai dari
kitab tafsir, hadits, fiqh, kesusteraan arab, dan orang pertama yang menyusun ilmu Ushul Fiqh.
Kitab-kitab karya Imam Syafi’i dibagi oleh ahli sejarah menjadi dua bagian, yaitu:

Kitab yang ditulis Imam Syafi’i sendiri, seperti al-Umm dan al-Risalah (riwayat dari muridnya dan
bernama al-Buwaithy dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Rabi’ ibn Sulaiman).kitab al-
Umm berisi tentang masalahmasalah fiqh yang dibahas berdasarkan pokok-pokok pikiran Imam
Syafi’i dalam al-Risalah. Selanjutnya kitab al-Risalah adalah kitab pertama yang dikarang oleh
Imam Syafi’i pada usia yang muda belia. Kitab ini ditulis atas permintaan Abd. al-Rahman ibn
Mahdy di Makkah, karena Abd al-Rahman ibn Mahdy meminta kepada Imam Syafi’i agar
menuliskan sebuah kitab yang mencakup ilmu tentang arti al-Qur’an, hal ihwal yang ada dalam
al-Qur’an, nasikh dan mansukh serta hadits Nabi. Kitab ini setelah dikarang, kemudian disalin
oleh murid-muridnya, setelah itu dikirim ke Makkah itulah sebabnya dinamai al-Risalah, karena
setelah dikarang, lalu dikirim kepada Abd. al-Rahman ibn Mahdy di Makkah.

Kitab yang ditulis oleh murid-muridnya, seperti Mukhtashar oleh al-Muzany dan Mukhtashar
oleh al-Buwaithy (keduanya merupakan Ikhtishar dari kitab Imam Syafi’i al-Imla’ wa al-Amaly).

Kitab-kitab Imam Syafi’i baik yang ditulis sendiri maupun didiktekan kepada muridnya
ataupun yang dinisbatkan kepadanya, antara lain sebagai berikut:

Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh (riwayat rabi’).

Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang didalamnya dihubungkan pula sejumlah kitabnya.

Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila.

Kitab Khilaf Ali wa Ibn Mas’ud, sebuah kitab yang menghimpun permasalahan yang
diperselisihkan antara Ali dengan Ibn Mas’ud dan antara Imam Syafi’i dengan Abi Hanifah.

Kitab Ikhtilaf Malik wa al-Syafi’i. Kitab Jama’i al-Ilmi. Kitab al-Radd ala Muhammad ibn al-Hasan.

Kitab Siyar al-Auza’iy.

Kitab Ikhtilaf al-hadits.

Kitab Ibthalu al-Istihsan.

Kitab al-Musnad, berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm yang dilengkapi
dengan Sanadnya.

Al-Imla’.

Al-Amaliy.

Harmalah (didiktekan kepada muridnya yang bernama Harmalah ibn Yahya).

Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).

Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).


Kitab Ikhtilaf al-Hadits (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadits-hadits Nabi saw.)

Kitab-kitab Imam Syafi’i dikutip dan dikembangkan para muridnya yang tersebar di Makkah,
Irak, Mesir, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin. 1994. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i. Jakarta: Pustaka Tarbiyah.

Chalil, Munawar. 1990. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi’I,

Hanbali. Jakarta: Bulan Bintang.

K. Hitti, Philip. 2002. History of The Arab, alih bahasa, Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet

Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Anda mungkin juga menyukai